Pertanda Krisis Terakhir:
Ambiguitas Yang Disengaja Oleh Francis Dan 'Vatikan III'
Tanpa campur tangan
Tuhan secara langsung, Gereja Katolik akan lenyap dalam dekade berikutnya,
berubah menjadi agama multinasional, menyimpang dalam karakter aslinya dan berubah
menjadi seorang algojo yang geram terhadap segelintir umat Katolik yang tetap
setia kepada deposit iman.
Wed Mar 31,
2021 - 6:06 pm EST
·
CHRIS
MCGRATH / GETTY IMAGES
31 Maret 2021 (Caminante-Wanderer) - Kita telah mengetahui selama
beberapa dekade belakangan bahwa Gereja berada dalam krisis. Namun, dalam
beberapa tahun terakhir ini dan, di atas segalanya, dalam beberapa bulan
terakhir, menurut saya, kita menyaksikan manifestasi dari tanda-tanda yang
menunjukkan bahwa hasil terakhir segera terjadi. Krisis itu merupakan krisis
terakhir, yaitu bahwa ia tidak dapat dirubah atau dikembalikan kepada keadaan
semula. Tidak ada cara untuk kembali. Tanpa campur tangan Tuhan secara langsung,
maka Gereja Katolik akan lenyap dalam dekade berikutnya, menjelma menjadi sebuah
agama multinasional, menyimpang dalam karakter aslinya dan menjelma menjadi algojo
yang geram terhadap segelintir umat Katolik yang tetap setia pada deposit iman.
Ketika paus Francis mengungkapkan hubungan cinta dalam Laetitia
kepada kita beberapa tahun yang lalu [catatan editor: sebuah referensi sarkastik untuk Amoris Laetitia], kita mulai
melihat bahwa masalah dalam Gereja itu bukan saja makin menjauh dari bahasa
Latin atau penggunaan gitar jreng-jreng-jreng dalam liturgi. Beginilah doktrin
sedang dirusak.
Dalam beberapa saat terakhir kita telah menyaksikan
perkembangan besar yang disebabkan oleh deklarasi Kongregasi Ajaran Iman, yang
menyangkal kemungkinan memberikan berkat kepada pasangan homoseksual, hal yang
bagi seorang Katolik normal, yang telah belajar katekismus, adalah sebuah kebenaran
yang jelas dan sejak lama mereka terima. Nah, apa yang seharusnya menjadi
jawaban yang hampir tidak bermasalah dan sudah jelas, tetapi hal itu justru telah
memicu perdebatan hebat. Untuk memberikan dua contoh saja, ada sekelompok imam
Austria telah mengatakan bahwa mereka tidak akan taat, dan banyak imam Jerman
mengatakan hal yang sama, sementara seorang uskup penting Belgia, Johan Bonny,
mengatakan bahwa dia malu kepada Gereja karena dokumen semacam ini, dan dia
telah meminta maaf kepada semua pasangan homoseksual serta kepada orang tua dan
kakek nenek mereka.
Sejauh ini, Takhta Suci belum bereaksi terhadap tanda-tanda
pemberontakan melawan doktrin iman Katolik ini, sementara Uskup Eduardo Taussig
[dari San Rafael, Argentina] dan banyak uskup lainnya terus memberikan sanksi
kepada para imam dan umat beriman karena memberi dan menerima Komuni pada
lidah. Saya tidak tahu apakah kita sadar akan situasi kemurtadan di mana kita
berada sekarang, atau apakah menurut kita, semuanya itu adalah normal?
Saya tidak akan mengulangi di sini sejarah dokumen CDF dan
kemajuan serta kemunduran selanjutnya yang telah cukup didokumentasikan di
tempat lain, tetapi ada baiknya untuk melakukan beberapa analisis. Episode ini
melukiskan gambaran lengkap dari sosok Bergoglio. Prinsip Bergoglio adalah: jangan pernah menandatangani apa pun yang
bertentangan dengan doktrin, tetapi setujui dan dorong perubahan melalui
gerakan dan tindakan pencetakan dan publikasi. Itu adalah taktik lama
Jesuit dan Peronis (tokoh Komunis Argentina). Seorang
teman dengan mudah mengingat cerita The
Great Tamerlane of Persia [catatan editor: di mana sang protagonis (sang
tokoh) menyamar sebagai pedagang di malam hari dan mengunjungi daerah kumuh,
sedangkan pada siang hari dia mengamuk melawan orang-orang di istananya]. Beberapa
media Italia bertanya-tanya apakah semua ini merupakan tanda ketidakseimbangan
psikologis Bergoglio? Menurut saya, itu adalah manuver yang terencana dengan
sempurna.
Jelas dan tidak dapat disangkal bahwa tanggapan Kongregasi
untuk Doktrin Iman diterbitkan dengan otorisasi yang tegas dari Paus. Dokumen itu sendiri berbunyi: "Paus Francis yang
Berdaulat, pada Audiensi yang diberikan kepada Sekretaris Kongregasi yang
bertanda tangan di bawah ini, diberi tahu dan memberikan persetujuannya untuk
penerbitan Responsum ad dubium yang
disebutkan di atas, dengan Catatan Penjelasan terlampir." Penjelasan khas Yesuit tentang Pino Piva [catatan
editor: Pastor Pino Piva, S.J., "seorang ahli dalam jalur pendampingan
pastoral bagi orang-orang homoseksual"] tidak memiliki dasar sama sekali.
Beberapa hari setelah penerbitan dokumen itu disertai dengan keributan
yang biasa menyertainya, asosiasi jurnalistik yang dibentuk oleh pasangan
Gerard O'Donnell dan Elisabetta Piqué, dengan artikel terkait masalah yang
sama, di media internasional (American Magazine dan La Nación) telah menginformasikan kepada
kami bahwa menurut sumber-sumber rahasia di Santa Marta, paus Francis sangat
terganggu dengan catatan komentar dari CDF, seperti yang ditunjukkan oleh
kata-kata yang dia ucapkan dalam pidato Angelus pada 21 Maret. Artikel-artikel
itu muncul segera setelah doa berakhir, yang mengindikasikan bahwa ia telah
dipersiapkan dengan baik sejak sebelumnya. Banyak yang bertanya-tanya: siapakah
“sumber otoritatif” itu. Saya yakin itu adalah Bergoglio sendiri. Dia adalah teman
pribadi pasangan O’Donnell - Piqué, dan dia telah menggunakannya pada
kesempatan lain, termasuk ketika dia menjadi uskup agung Buenos Aires, untuk urusan
pencetakan dan publikasinya.
Bergoglio, dengan alasan apa pun, ingin mengubah praktik
Gereja yang berkaitan dengan orang-orang dengan kecenderungan homoseksual,
tidak hanya dengan membiarkan perilaku sesat mereka, tetapi juga dengan
memberkati mereka sebagai sebuah perkawinan. Memang Bergoglio tidak bersedia atau
tidak mau menandatangani perubahan
doktrinal resmi, yang akan menjadi bencana besar bagi kesatuan Gereja yang
sudah rapuh dan akan membuat dirinya tercatat dalam sejarah sebagai seorang
murtad yang sah. Karena itu apa yang dia lakukan? Dia mencapai tujuannya dengan
berbagai kiasan dan pidato yang ambigu dan sulit dimengerti sehingga semua
orang baru mengerti apa yang dia inginkan melalui media pers internasional yang
sejalan dan mendukung idenya […]. Jadi,
semuanya telah direncanakan dengan cermat oleh Francis.
Seakan ambiguitas perkataannya saat Angelus saja tidak cukup,
pada Selasa 23 Maret, dalam pidato peringatan hari jadi Santo
Alfonsus Maria de Liguori, paus Francis bahkan memberikan indikasi yang lebih
jelas, sekalipun kali ini ambiguitas itu terjadi dengan hampir tanpa disadari oleh
orang banyak.
Francis berkata: “Saya mengundang para teolog moral, para misionaris
dan bapa pengakuan untuk masuk ke dalam relasi yang hidup dengan umat Allah,
dan untuk melihat keberadaan dari sudut pandang mereka, untuk memahami
kesulitan nyata yang mereka hadapi dan untuk membantu menyembuhkan luka-luka
[…]. Teologi moral tidak dapat hanya merefleksikan formulasi prinsip dan berbagai
aturan, tetapi perlu proaktif dalam hal realitas yang melebihi ide apapun (lih. EG 231). Ini
adalah prioritas (lih. EG 34-39),
karena pengetahuan tentang prinsip-prinsip teoretis, seperti yang diingatkan
oleh Saint Alphonsus sendiri, tidak cukup untuk menemani dan mempertahankan
hati nurani dalam penegasan tentang kebaikan yang harus dilakukan.”
Francis, mengutip perkataan Perón (mantan
presiden Argentina, tokoh komunis) dengan mengatakan: “Jangan lihat apa yang
saya tanda tangani, tapi pada apa yang saya katakan.” Setelah kata-kata ini, Francis
mempertanyakan: dengan otoritas apa seseorang dapat mencela dan menyalahkan,
misalnya seorang imam
Salesian yang beberapa minggu lalu secara terbuka memberkati pasangan
homoseksual di Ushuaia, Argentina? Dia hanyalah seorang pastor yang baik yang
tahu bagaimana melihat kenyataan dan, menjauhkan dirinya dari prinsip-prinsip
teoritis, menemani hati nurani dan menyembuhkan yang terluka.
Peristiwa ini mengingatkan dan menegaskan
intuisi yang dimiliki Ludovicus pada bulan-bulan pertama kepausan Bergoglian, yang menciptakan ungkapan
"kanibalisme institusional." Elisabetta Piqué menulis di La Nación: “Meskipun surat hari ini, seperti Angelus
hari Minggu lalu, tidak merujuk pada tanggapan dari CDF, sebuah dokumen yang
disetujui oleh Bapa Suci, pesan tersebut memperjelas visi yang kontras dari paus Francis dan Gereja dalam hal konten dan
bahasa." Saya bertanya-tanya, bagaimana
bisa ada kontras antara visi Paus dan Gereja? Pesan dari jurnalis pendukungnya -
dan ini adalah pesan yang ingin disampaikan Bergoglio - bahwa Paus adalah pihak
yang baik dan Gereja adalah pihak yang buruk, yang selalu menghalangi
perkembangan niat baik dan tindakan paus.
Akhirnya, seperti yang diperingatkan beberapa hari yang lalu,
Francis adalah, seperti yang diyakini oleh banyak dari kita, ‘inkarnasi Konsili Vatikan II’ yang sedang terjadi.
Konsili yang malang itu tidak melempar batu sampai sejauh ini. Francis adalah memang Vatikan III.
Printed with permission
from caminante-wanderer.blogspot.com
-----------------------------------
Tanggapan
Atas Ucapan Paus Francis...
Maria
Adalah Co-Redemptrix : Bagian I
Gerbang
Menuju Tanda Dari Binatang
The
Great Apostasy in the End Times Online Conference
Maria Adalah Co-Redemptrix : Bagian II