MENGAPA SAYA MENGANGGAP KOMENTAR PAUS FRANCIS TERHADAP GELAR CO-REDEMPTRIX SANGAT MENYINGGUNG PERASAAN
Sebuah Pernyataan Protes Di Dalam Kesalehan Dari Salah Satu Putri Bunda Maria.
Mon Mar 29, 2021 - 5:13 pm EST
By Karen Darantière
29 Maret 2021 (LifeSiteNews) - Ini adalah kenyataan yang sangat menyedihkan di dalam Gereja ketika seorang anak Tuhan yang sederhana, yang berbakti kepada Bunda Maria, mendengar kata-kata yang mengejutkan di telinga yang terbiasa mendengar hal-hal yang spirituil, yang datang dari Wakil Kristus sendiri dan saya merasa perlu untuk berteriak sebagai tanda protes, dari kedalaman hati yang dikonsekrasikan kepada Hati Yang Tak Bernoda, untuk membela kehormatan Bunda Maria, melawan siapa pun - bahkan Bapa Suci - yang muncul, melalui ucapan yang tampaknya biasa namun ceroboh, untuk hampir menyangkal pemujaan yang layak kepada Bunda Maria, karena dia sebagai Bunda Allah yang berpartisipasi, melalui kesengsaraannya, dalam misi penyelamatan Putranya sejak saat Perkandungan-Nya hingga ke puncak Kalvari. Namun, begitulah keadaan yang terjadi di dalam Gereja yang amat menyedihkan hari ini.
Pada bulan Desember 2019, dalam sebuah Misa di Basilika Santo Petrus untuk menghormati Bunda Maria dari Guadalupe, paus Francis telah mengatakan bahwa gagasan tentang Maria yang diberi gelar Co-Redemptrix sebagai "kebodohan" belaka. Dan sekarang, pada 24 Maret 2021, dalam audiensi umum, dia telah menegaskan kembali kebenciannya terhadap gelar ini: “Ibu yang menyelimuti semua orang di bawah mantelnya sebagai seorang ibu. Yesus mempercayakan kita kepadanya sebagai seorang ibu, bukan sebagai dewi, bukan sebagai co-redemptrix, sebagai seorang ibu." Apakah paus bermaksud mengatakan atau menuduh bahwa Paus Santo Yohanes Paulus II, yang berulang kali dan dengan penuh kasih menyebut Bunda Maria sebagai Co-Redemptrix, menyembah Maria sebagai dewi; juga bersama-sama dengan Santo Padre Pio, Santo Maximilian Kolbe, Santa Bunda Teresa, dan banyak lagi orang lainnya dalam barisan panjang para santo/santa dan para paus? Apakah kata-katanya hanya menyangkal dogma penebusan-bersama dari Maria, yang memang belum dengan sungguh-sungguh diberitakan, atau apakah kata-kata paus ini menyentuh inti doktrin itu sendiri, yang merupakan bagian dari Tradisi Gereja? Dan kita mungkin lebih jauh bertanya-tanya apakah paus ini bahkan tidak meremehkan lebih jauh lagi gelar Bunda Allah ketika dia berkata: “Maria sepenuhnya diarahkan kepada-Nya, Maria lebih berperan sebagai murid-Nya daripada Ibu-Nya, kita bisa katakan seperti itu.”
Siapa yang bisa menyangkal ambiguitas dari pernyataan terakhir ini? Apakah ucapan ini dibuat sambil lalu dan tidak sedikit pun mengisyaratkan suatu penghinaan tertentu terhadap Maria sebagai Bunda Allah? Mengapa kata-kata suram itu bisa keluar dari mulut Wakil Kristus?
Maka, keinginan yang kuat untuk membela kehormatan Bunda kita, yang tampaknya dicemarkan dalam air berlumpur, telah mendorong saya untuk menulis beberapa renungan sebagai tanggapan atas permusuhan terbuka dari paus Francis terhadap gelar Co-Redemptrix, dan bahkan, mungkin, untuk meremehkan gelar Bunda Allah. Saya tidak mengklaim sebagai seorang teolog, atau apa pun lainnya selain saya sebagai salah satu dari sekian banyak anak-anak kecil yang berbakti kepada Bunda Maria. Refleksi berikut hanyalah refleksi dari seorang devosan Maria, dan merupakan sharing sederhana dari beberapa makanan spiritual yang baru-baru ini saya peroleh manfaatnya melalui bacaan dari buku-buku renungan yang baik selama perjalanan Prapaskah tahun ini dan yang - secara takdir - tampaknya memberikan tanggapan, dan mungkin bahkan teguran, bagi mereka yang tampaknya meremehkan peran penebusan-bersama (co-redemptive) Bunda Maria.
“Tidak, tidak,” kata Santo Bernard keras, “semoga tidak ada orang yang membayangkan bahwa kemuliaan Putra menjadi sedikit dikaburkan jika kita memuji Bunda Maria, karena 'semakin kita menghormati Bunda Maria, semakin besar kita memuji Sang Putra.' ” (Santo Alfonsus Liguori, mengutip ucapan Saint Bernard, dalam buku The Glories of Mary [Saint Alfonsus Liguori, dalam karyanya Paraphrase of the Salve Regina, bab 5])
Sungguh, untungnya bagi kita, di masa-masa kelam dalam Gereja saat ini, kita dapat memilih untuk tidak memperhatikan pembaharuan yang tidak wajar dari para gembala yang malang dan sesat, dan menjadi kesempatan bagi kita untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan membaca kata-kata indah dari para santo dan teolog besar yang, bagi mereka, tidak ragu untuk menobatkan Bunda Maria dengan gelar yang amat agung ini, Co-Redemptrix. Mari kita menyimak tulisan-tulisan Santo Alfonsus Liguori, Doktor Gereja, dan lihatlah bagaimana dia menanggapi pendapat paus Francis bahwa gelar Co-Redemptrix, entah bagaimana, akan merebut peran pengantaraan unik dari Tuhan kita, Yesus Kristus, dan oleh karena itu, gelar co-redemptrix, menurut paus Francis, adalah tindakan yang berlebihan.
Dalam bukunya yang terkenal, dan oleh devosinya yang besar kepada Maria, The Glories of Mary, Santo Alfonsus Liguori mengabdikan seluruh bab kelima dari Paraphrase of the Salve Regina untuk menyangkal tesis atau pendapat orang-orang yang, anehnya, menyerupai pendapat yang diungkapkan oleh paus Francis, dan yang juga disampaikan oleh oleh orang kudus ini dengan mengutip pikiran beberapa orang kudus dan teolog yang namanya tidak lagi dipedulikan oleh orang saat ini untuk diingat.
St. Alphonsus Liguori mulai dengan gigih mempertahankan doktrin Maria sebagai Pengantara Segala Rahmat yang berasal dari peran Bunda Maria sebagai Pendamping-Penebus (Co-Redemptrix). Bersama dengan sejumlah orang kudus lainnya, yang kata-katanya sering dia kutip, St. Alfonsus Liguori menegaskan bahwa "tidak ada rahmat yang diberikan kepada umat manusia tanpa melalui tangan Maria." Dia melanjutkan: “Proposisi ini, bahwa semua rahmat yang kita terima dari Tuhan datang kepada kita melalui tangan Maria, hampir tidak sesuai dengan selera seorang penulis modern tertentu, yang menunjukkan dirinya sangat pelit ketika berbicara tentang devosi kepada Bunda Ilahi ... Penulis ini mengklaim bahwa proposisi seperti itu, yaitu bahwa Tuhan tidak memberikan rahmat, kecuali melalui perantara Maria, hanya dapat menjadi hiperbola, suatu pernyataan yang dilebih-lebihkan dari semangat beberapa orang kudus."
Ketika St. Alphonsus Liguori menyebut "penulis modern tertentu" ini, saya tidak bisa tidak ingat akan ucapan paus Francis baru-baru ini, tanggal 24 Maret yang lalu: "Itu [gelar-gelar Maria] adalah ekspresi cinta seperti seorang anak kepada ibunya, terkadang dilebih-lebihkan, tetapi kami mengerti bahwa rasa cinta selalu membuat kita melakukan hal-hal yang dilebih-lebihkan. Itu adalah sakit-cinta.” Gelar-gelar ini entah bagaimana, menurut para penulis yang dibantah oleh St. Alphonsus, termasuk ucapan paus Francis, "akan mengambil sesuatu dari peran pengataraan Yesus yang unik," seperti yang dikatakan paus Francis sendiri barusan. St. Alphonsus membantah pendapat ini dengan membedakan antara pengantaraan berdasarkan rasa keadilan yang ketat, yang hanya dimiliki oleh Yesus Kristus, Penebus unik kita, dan pengantaraan berdasarkan rahmat, melalui doa, yang merupakan milik Bunda Maria sebagai Co-Redemptrix dan Pengantara Segala Rahmat.
St. Alfonsus Liguori melanjutkan dengan mengatakan bahwa adalah satu hal untuk mengatakan, secara salah dan menghujat, bahwa Tuhan tidak dapat memberikan rahmat-Nya tanpa perantaraan Maria, dan bahwa itu adalah hal yang sama sekali lain untuk dikatakan secara benar dan saleh, bahwa Tuhan tidak ingin memberikan rahmatnya, kecuali melalui Maria. Begitulah Kehendak Ilahi-Nya, kata orang kudus kita ini, menegaskan Tradisi Gereja: “Gereja… mengajar kita untuk meminta bantuan kepada Bunda Ilahi dan untuk memanggilnya sebagai penyelamatan bagi orang yang lemah, perlindungan orang-orang berdosa, pertolongan orang-orang Kristen, sebagai hidup dan harapan kita… ”; dan dia melanjutkan dengan mengutip sejumlah besar tulisan dan ucapan orang kudus, para Doktor dan para Bapa Gereja: “… untuk menghilangkan diri kita dari rasa takut bertindak terlalu jauh dalam pujian kita, adalah lebih dari cukup untuk mengingat otoritas St. Agustinus, yang meyakinkan kita bahwa semua yang kita katakan untuk memuji Maria masih tidak signifikan dibandingkan dengan apa yang pantas dia dapatkan, karena martabatnya yang sangat tinggi sebagai Bunda Allah.”
St. Alfonsus Liguori pasti akan setuju dengan kata-kata orang kudus lain, yang dikanonisasi oleh Paus Francis sendiri, yang juga memprotes mereka yang menolak gelar Co-Redemptrix Bunda Maria.
St. John Henry Kardinal Newman, yang berkeberatan dengan perkataan seorang teolog pada zamannya, dan juga berlaku pada perkataan paus Francis dengan kata-kata berikut: “Ketika mereka melihat kamu bersama dengan para Bapa Gereja lainnya memanggilnya sebagai Bunda Allah, Hawa Kedua, dan Bunda dari semua yang Hidup, Bunda Kehidupan, Bintang Kejora, Surga Mistik Yang Baru, Tongkat Ortodoksi, Bunda Kekudusan yang Tak Bercela, dan sejenisnya, mereka akan menganggapnya sebagai tanggapan yang buruk atas bahasa atau sebutan yang sedemikian rupa sehingga Anda memprotesnya karena Bunda Maria disebut sebagai Co-redemptrix.” [Santo John Henry Kardinal Newman ke Pusey, dikutip dalam “With Jesus”, The Story of Mary Co-redemptrix, oleh Mark Miravalle, Queenship Publishing, 2003, hal. 7.]
Akhirnya, marilah kita berhenti sejenak untuk memikirkan sejenak kata-kata yang sangat mengganggu dari paus Francis ketika dia menyatakan bahwa Bunda Maria, sehubungan dengan Putranya, “lebih merupakan murid-Nya daripada Ibu-Nya.” Apa artinya ini? Apakah Bunda Maria lebih cocok disebut sebagai murid, seperti kita semua, daripada sebagai Bunda Allah? Atau bagaimana lagi kita harus memahami penolakan tersamar dari paus Francis seperti itu? Seorang Katolik yang setia dan sederhana tidak bisa tidak pasti merasa berkecil hati dan mengalami masalah dengan kata-kata seperti ini. Ketika kita mempertimbangkan apa yang diajarkan Tradisi Gereja kepada kita, bahwa semua gelar dan kehormatan yang diberikan kepada Perawan Terberkati berakar pada peran pentingnya sebagai Bunda Allah, seperti yang diajarkan dalam Konsili Efesus tahun 431, bagaimana kita tidak bisa terkejut dengan komentar yang tidak masuk akal seperti itu? Ketika kita berpikir sejenak, tentang apa yang dikatakan sejarah Gereja kepada kita tentang pertempuran besar yang dilancarkan agar dogma penting ini diberitakan dengan sungguh-sungguh, bagaimana mungkin kita tidak bertanya-tanya bagaimana orang-orang seperti St. Cyril dari Aleksandria akan bereaksi terhadap ucapan paus Francis seperti itu, sebuah komentar yang amat meremehkan? Mempertimbangkan pentingnya dogma ini bagi Iman kita secara keseluruhan, bagaimana pernyataan ceroboh paus Francis seperti itu tidak mengejutkan kita atau melakukan apa pun selain mengiris hati kita yang berdevosi kepada Hati Bunda Maria?
Untungnya, bagaimanapun, kita dapat menemukan penghiburan dengan membaca refleksi bijaksana dari Pastor Frederick William Faber dalam karyanya yang indah berjudul ‘Di Kaki Salib’; atau, ‘Dukacita Maria’. Mengenai penggunaan gelar Co-Redemptrix oleh begitu banyak orang kudus, pastor William Faber menegaskan bahwa "...tampaknya sangat terburu-buru dan sembrono jika ada orang yang menuduh bahwa bahasa yang digunakan oleh para orang kudus dan para Doktor Gereja itu adalah terlalu berlebihan dan hiperbola, ungkapan yang berbunga-bunga yang dimaksudkan untuk mengejutkan, tetapi tanpa makna yang tersembunyi di dalamnya… ”
Dan dia melanjutkan panjang lebar untuk mempertahankan gelar ini, dengan menggunakan banyak argumen, tetapi satu argumen khusus yang mungkin menarik bagi kita sebagai tanggapan atas pernyataan menyedihkan dari paus baru-baru ini. Teolog ini, pastor William Faber, menjelaskan dengan indah dalam arti apa Bunda Maria telah bekerja sama dengan Tuhan kita dalam penebusan dunia, dengan menunjukkan hubungan yang diperlukan antara peran Keibuan Ilahi dan Penebusan-bersama (co-redemption) dari Bunda Maria, dan juga antara Maria sebagai Bunda Allah dan sebagai Co-Redemptrix:
Persetujuan dari kehendak bebas Maria diperlukan untuk terjadinya Inkarnasi… Maria memberi Yesus darah yang murni, dimana dari situ Roh Kudus membentuk Daging dan tulang dan Darah Yesus. Maria mengandung Yesus di dalam rahimnya selama sembilan bulan, memberi-Nya makan dari substansi dirinya sendiri. Dari Maria Yesus lahir, dan dari Maria Yesus berhutang semua tugas dan peran keibuan yang, menurut hukum yang umum, diperlukan demi pelestarian hidup-Nya yang tak ternilai. Maria menjalankan kepada Yesus kelimpahan yurisdiksi sebagai orang tua. Maria juga menyetujui Sengsara-Nya; dan jika Maria pada proses selanjutnya tidak dapat mempertahankan persetujuannya itu, dimana Kesengsaraan itu telah termasuk dalam persetujuannya yang awali dalam proses Inkarnasi, tetapi Maria sebenarnya tidak menarik persetujuannya semula, dan karena itu Yesus bisa pergi ke Kalvari adalah sebagai bentuk persembahan kehendak bebas Maria kepada Bapa ... kerjasama dari Keibuan Ilahi ini sangat diperlukan. Tanpa hal itu Tuhan kita Yesus Kristus tidak akan lahir pada saat itu dan seperti apa adanya Dia; Maria tidak akan membiarkan Tubuh itu menderita… Melalui kehendak bebas dan persetujuan penuh kesadaran dari Maria, maka semuanya terjadi sebagaimana Tuhan ingin semua itu terjadi. Betlehem, dan Nazareth, dan Kalvari, merupakan hasil dari sikap persetujuan Maria, persetujuan yang tidak dipaksakan oleh Tuhan dalam batasan kebijaksanaan-Nya. [Buku ‘At the Foot of the Cross; or, the Sorrows of Mary’, oleh Pastor Frederick William Faber (awalnya diterbitkan pada tahun 1858), Veritatis Splendor Publications, 2014, hal. 439-440.]
Ini adalah kata-kata yang dalam yang layak untuk dibaca ulang dan direnungkan. Tetapi mengapa pertanyaan tentang penebusan bersama Bunda Maria ini penting bagi kita? Apa arti gelar Co-Redemptrix bagi kita sebagai umat Katolik? Bukankah itu hanya semacam jargon teologis yang tidak ada hubungannya dengan kehidupan Kristen kita sehari-hari? Tidak ada yang bisa lebih jauh dari kebenaran. Dan ini membawa kita ke poin terakhir kita, yang menyangkut peran Maria yang semakin penting di zaman akhir.
“Maria harus menjadi sekuat pasukan tentara dalam barisan pertempuran melawan iblis dan para pengikutnya, terutama di zaman akhir ini. Bagi Setan, mengetahui bahwa dia memiliki sedikit waktu - bahkan lebih sedikit sekarang daripada sebelumnya - untuk menghancurkan jiwa, mengintensifkan usahanya dengan serangan gencar setiap hari. ” (Saint Louis-Marie Grignion de Montfort, True Devotion to Mary, n.50)
Beberapa umat Katolik yang setia akan menyangkal bahwa sekarang ini adalah masa-masa sulit yang kita jalani, dan bahwa masa-masa ini bahkan memiliki sedikit petunjuk tentang akhir zaman ketika, seperti yang dikatakan St. Louis-Marie Grignion de Montfort, Maria akan “menjadi sama mengerikan seperti tentara dalam pertempuran melawan kepada iblis dan para pengikutnya.”[Saint Louis-Marie Grignion de Montfort, True Devotion to Mary, n. 50.]. Percaya atau tidak, saat-saat sekarang ini tidak diragukan lagi bahwa Gereja kita sedang mengarungi lautan yang sangat bergelora. Iman Gereja tampaknya berada dalam keadaan redup dan suram, dan itulah sebabnya kita perlu mencari perlindungan di dalam Hati Bunda Maria untuk bertahan dari apa yang nampak sebagai kemurtadan besar yang mengalir dari dalam jantung Gereja.
Maximilian Maria Kolbe, martir dan santo, mengaitkan janji Co-Redemptrix sejak awal mula dengan peran penting Maria dalam kemenangan di akhir zaman: “Dari saat Kejatuhan Adam dan Hawa, Tuhan menjanjikan seorang Penebus dan Pendamping-Penebus (Co-Redemptrix), dengan berkata “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu." Dan mengutip Paus Leo XIII, St. Maximilian menyerukan doa kepada Bunda Maria agar berkenan mempercepat pengesahan dogma Maria sebagai Co-Redemptrix dan Pengantara Segala Rahmat: “Kita mohon pertolongan kepada Hati Yang Tak Bernoda dan agar kita menjadi sarana di tangannya, karena Maria-lah yang membagikan semua rahmat pertobatan dan pengudusan kepada semua orang di lembah air mata ini… Setiap rahmat selalu mengalir melalui tangan Maria dari Hati yang paling manis dari Yesus yang amat murni kepada kita…” Dalam ensikliknya tentang Rosario (22 September 1891), Paus Leo XIII berkata: “Dapat ditegaskan dalam segala kebenaran bahwa menurut Kehendak Ilahi tidak ada harta karun rahmat yang sangat besar yang dapat diberikan kepada kita kecuali melalui Maria.” Oleh karena itu marilah kita berdoa agar Bunda Kudus kita berkenan mempercepat pengesahan atas hak istimewanya ini, sehingga semua umat manusia dapat berlari dengan kepercayaan yang teguh untuk bersujud di kakinya, karena saat ini kita sangat membutuhkan perlindungannya.” [Saint Maximilian Maria Kolbe, dikutip dalam “With Jesus”, The Story of Mary Co-redemptrix, oleh Mark Miravalle, Queenship Publishing, 2003, hal. 217-219.]
Memang, pengesahan dogma Maria ke-5, yang menegaskan peranan keibuan spiritual Bunda Maria, dan terutama perannya sebagai Co-Redemptrix, menurut Pastor Seraphino M. Lanzetta, “akan sangat bermanfaat untuk secara resmi mengumpulkan para pasukan khusus Maria yang dibutuhkan di zaman akhir ini, yang ditandai dengan kehadiran khusus dari Ibu dan Ratu kita di berbagai tempat. Tidak diragukan lagi, ini juga akan mempersiapkan kemenangan Hati Tak Bernoda yang sangat kita kasihi.”
Jadi, marilah kita berdoa bagi intensi ini, dan
percaya bahwa Bunda Maria akan mendengarkan doa-doa kita dan bahwa masa
pencobaan ini pada akhirnya, pada waktu yang tepat dari Allah, akan segera
berakhir. Devosi kepada Bunda Maria adalah devosi yang terbaik, dan memang
satu-satunya obat untuk berbagai ‘litani pernyataan mengerikan dan mengejutkan’
yang berasal dari begitu banyak gembala kita, yang tampaknya telah meninggalkan
Sabda Kekal demi memeluk pandangan sekuler dunia ini. Solusi bagi Gereja kita
dan kesengsaraan dunia saat ini dapat ditemukan di dalam Hati Maria Yang Tak
Bernoda, dan agar Hati ini benar-benar menang seperti yang dijanjikannya di
Fatima lebih dari seabad yang lalu, kita harus mengkonsekrasikan diri kita
sepenuhnya kepada Hatinya. Dan cara apa yang lebih baik untuk menunjukkan devosi
dan pengabdian kita selain berdoa kepada Bunda kita untuk mempercepat
kemenangan ini melalui pengesahan dogma Maria ke-5 yang akan memahkotai Bunda spirituil
kita ini dengan gelar Co-Redemptrix yang agung itu?
“Maria, adalah penebus umat manusia, karena dengan menyerahkan dagingmu di dalam Firman, engkau menebus dunia. Kristus menebus dengan melalui Sengsara-Nya dan engkau menebus dengan kesedihan pada tubuh dan pikiranmu." (Santa Catherine dari Siena, Doktor Gereja, dari Oratio XI, disampaikan di Roma pada pesta Kabar Sukacita, 1379)
Sebagai penutup, saya ingin membagikan puisi berikut untuk menghormati Bunda Mitra-Penebus, yang ditulis pada hari raya Kabar Sukacita, 25 Maret 2021, yang dengan rendah hati dipersembahkan sebagai silih atas segala pelanggaran terhadap Perawan Terberkati, yang dilakukan oleh semua orang yang menyangkal pemujaan yang layak terhadap Maria karena dia sebagai Bunda Allah yang, melalui kesengsaraannya, ikut berpartisipasi dalam misi penyelamatan Putranya dari palungan hingga ke Kalvari.
“Di dalam rahim Yang Tak Bernoda, jiwa dilahirkan dalam wujud Yesus Kristus… Maria harus memelihara jiwa itu dengan ‘air susu rahmatnya’, dengan penuh kasih merawatnya dan mendidiknya, sama seperti Maria memelihara, merawat, dan mendidik Yesus. Di pangkuan Maria jiwa harus belajar bagaimana mengenal dan mencintai Yesus. Jiwa harus menyerap kasih kepada Yesus dari Hati Maria, atau bahkan mengasihi Yesus dengan Hati Maria, dan menjadi seperti Dia melalui kasih." – Santo Maximilian Maria Kolbe [dari tulisan Santo Maximilian Maria Kolbe, SK 461, SK 1295, dikutip dalam The Three Crowns: The Seven Joys, the Seven Sorrows, and the Seven Glories of Mary, Academy of the Immaculate, 2013, hal . 45]
-------------------------------------
----------------------------------
Paus
Francis: Yesus Menyerahkan Maria Kepada Kita Sebagai Ibu, Bukan Sebagai Mitra
Penebus
Viganò:
Apakah Covid Merupakan Awal Dari Neraka Di Bumi?
Apa
Alasan Kasus Kerasukan Setan Semakin Banyak Terjadi Saat Ini?
Orang
dalam WHO ‘meniup peluit’