These Last Days News - May 15, 2019
Perhatikanlah gelang pelangi (lambang LGBT) yang dipakai oleh paus Francis
KAMPANYE POLITIK
LGBT BERADA DI BELAKANG PEMILIHAN FRANCIS SEBAGAI PAUS
EponymousFlower.Blogspot.com reported on May 11, 2019:
by David Martin
Dengan adanya para teolog dan uskup yang terperanjat
atas apa yang oleh orang-orang disebut sebagai 'perpecahan paling mengerikan
yang pernah terjadi di dunia,' maka diperlukan hierarki gereja Katolik yang
mampu untuk melihat lebih dekat pada pemilihan paus 2013, karena tampaknya saat
itu telah diangkat ke Tahta Petrus “seseorang tidak terpilih secara kanonik."
Ringkasnya, pada malam konklaf 2013, Kardinal
Óscar Rodríguez Maradiaga yang merupakan salah satu ‘aktor kunci’ dalam proses pemilihan
paus, sedang sibuk berbicara di telepon dengan
para kardinal yang akan ikut memilih, yang saat itu berada di kedutaan Honduras
di Roma. Upaya teleponnya yang hiruk pikuk itu adalah akhir dari lobi kampanye
yang sangat intensif untuk mengamankan suara bagi terpilihnya Kardinal Jorge
Bergoglio sebagai paus.
Pada hari yang sama, card. Maradiaga menghadiri pertemuan
pribadi para pendukung Bergoglio, yang mencakup
para pemain kunci di dalam “Mafia St. Gallen,”dan bersama-sama dengan mereka,
dia mengumpulkan janji hingga dua puluh lima suara untuk Bergoglio. Tidak
mengherankan jika pemilihan Bergoglio sudah dibuka dengan dua puluh enam suara pada hari pertama konklaf, dan jumlah
itu naik menjadi 77 suara pada hari kedua, yang menunjukkan bahwa upaya
kampanye ini mendapatkan banyak dukungan. Tiga hari kemudian Paus Francis yang
baru terpilih meminta kepada Maradiaga untuk memimpin Dewan Kardinalnya yang
kuat, yang dikenal sebagai "Dewan Sembilan."
Enam tahun kemudian, paus dan "wakil
paus"-nya (Card. Maradiaga) dituduh meluaskan dan mengabadikan "salah
satu krisis terburuk dalam sejarah Gereja Katolik." Sebuah surat terbuka baru-baru ini yang ditujukan kepada para
uskup di dunia, telah menuduh Paus Francis "bersalah atas" kejahatan
bidaah” dan menuduh bahwa “Paus Francis telah melindungi dan mempromosikan para
klerus pelaku homosex aktif dan para pendukung perbuatan homoseksual, dimana
hal ini ” mengindikasikan“ bahwa paus Francis percaya jika tindakan atau
perbuatan homoseksual tidaklah sepenuhnya berdosa.
Surat itu mengutip adanya dukungan paus Francis yang
dinikmati oleh Maradiaga, seorang revolusioner yang dituduh menutup-nutupi kasus uskup homosex,
Juan José Pineda Fasquelle. Pineda terpaksa mengundurkan diri di tengah
banyaknya tuduhan bahwa dia melakukan pelecehan seksual
terhadap para seminaris dan menggelapkan lebih dari $ 1,3 juta untuk
"membayar para korban sexualnya itu" dan "mempertahankan sebuah
jaringan para penggemar gay.” Laporan mengatakan bahwa card.Maradiaga telah secara
brutal menghancurkan karir dari setidaknya enam orang imam yang berteriak
membongkar kebusukan uskup Pineda.
Buah-Buah Dari Pemilihan Yang Salah
Selain itu Francis — yang telah bersekongkol
dengan barisan dan kelompok anti-kehidupan (anti-life), telah mengkhianati
Gereja bawah tanah di Cina, dimana dia telah memecat para imam yang tetap setia
kepada ajaran sejati dari Yesus Kristus, memberdayakan kaum homoseksual,
memberi penghargaan kepada para pelaku aborsi, memuji-muji Martin Luther, memberkati
para pezina, menyangkal keajaiban roti (Ekaristi), dan mengeluarkan berbagai
ucapan yang sesat, menduduki Tahta Kepausan saat ini karena kampanye LGBT yang
gencar, hingga membuat perbedaan dalam menentukan hasil pemilihan paus 2013.
Pada 27 Agustus 2018, koresponden Vatikan, Edward Pentin, mentweet tentang
kampanye politik ini.
“Cdl. Danneels & Ex-Cdl McCarrick berkampanye
agar Bergoglio menjadi Paus, seperti halnya Maradiaga pada malam menjelang Konklaf
2013, menelepon berbagai kardinal dari kedutaan Honduras di Roma. Terlepas dari
masa lalu mereka, ketiga uskup itu, sejak itu telah menjadi penasihat khusus dari
paus Francis atau direhabilitasi olehnya.”
Seperti kita ketahui, mendiang Kardinal Danneels
adalah seorang pembela secara terbuka terhadap “pernikahan gay” dan McCarrick
dicopot dari jabatan uskupnya Februari lalu setelah didakwa atas pemangsaan
homosex terhadap para seminaris dan karena menutupi tindakan pelecehan seksual
dari banyak seminaris yang dilakukan oleh sekitar 300 imam di bawah
yurisdiksinya.
Mafia St. Gallen
Danneels mengaku dalam video pada bulan September
2015 bahwa dia dan beberapa kardinal adalah bagian dari Mafia St. Gallen yang
terkenal keji, yang berkonspirasi untuk melengserkan Benediktus XVI dan memilih
Kardinal Bergoglio, dan kelompok inilah yang memuncak upaya kampanyenya tepat
sebelum Konklaf 2013, menunjukkan dengan jelas bahwa konspirasi ini memainkan peran kunci dalam hasil konklaf.
Pengakuan Danneel sendiri merupakan bukti yang tak terbantahkan.
Buku Austen Ivereigh, The Great Reformer, mengungkap bagaimana Kard. Murphy O'Connor
(seorang homosex aktiv) bersama beberapa kardinal utama lainnya telah
mempelopori kampanye lobi yang intens ini, di mana mereka mendapatkan janji
dari hampir 30 orang kardinal untuk menyukseskan Kardinal Bergoglio terpilih
sebagai paus. Lihat disini: https://fromrome.wordpress.com/2014/12/09/the-great-reformer-francis-and-the-making-of-a-radical-pope/
Menurut Ivereigh, "pertama-tama mereka
mendapatkan persetujuan Bergoglio" dan kemudian "mereka mulai
bekerja, berkeliling di tengah makan malam para kardinal untuk mempromosikan orang
pilihan mereka (Bergoglio)." Hal ini juga telah dikonfirmasikan, dalam kasus
Kard. Murphy-O'Connor dan Kard. O'Malley, dalam laporan Wall Street Journal 6
Agustus 2013. Ketika konklaf mendekat, mereka mengadakan serangkaian pertemuan
tertutup, yang dikenal sebagai sidang, dimana salah satunya menampilkan
Kardinal Bergoglio sebagai pembicara utama, dengan demikian hal ini membuktikan
bahwa Bergoglio ikut berkolusi dalam rencana ini.
Hukum Gerejawi Dilanggar
Surat wasiat tersebut di atas menjamin Inkuisisi
Episkopal ke dalam pemilihan Paus Francis karena mengandung berbagai pelanggaran
terhadap Konstitusi Apostolik Paus Yohanes Paulus II Unversi Dominici Gregis,
yang mengatur soal pemilihan paus. Konstitusi memperjelas bahwa pemilihan
politik yang melibatkan para kardinal pemilih, adalah dilarang dan bisa
mendatangkan ekskomunikasi otomatis terhadap mereka yang terlibat. Silakan
membaca yang berikut ini.
“Para Kardinal pemilih, hendaknya menjauhkan diri
dari segala bentuk pakta, persetujuan, janji atau komitmen lain apa pun yang
dapat membuat mereka wajib untuk memberikan atau menolak suara mereka kepada
seseorang atau beberapa orang. Jika hal ini benar-benar dilakukan, bahkan di
bawah sumpah, saya putuskan bahwa komitmen semacam itu akan batal demi hukum
dan tidak seorang pun akan terikat untuk mematuhinya; dan saya dengan ini menjatuhkan
hukuman ekskomunikasi latae sententiae kepada
mereka yang melanggar larangan ini. (81)
Aturan Tidak Tertulis
Sementara paus di sini berbicara tentang
pemilihan itu sendiri, kita tidak boleh mengesampingkan bahwa larangan ini juga
berlaku pada waktu sebelum pemilihan, ketika persiapan sedang berlangsung,
karena selama waktu inilah kegiatan politik terlarang itu akan memberikan
pengaruh terbesar pada proses dan hasil pemilihan. "Segala bentuk
pakta" yang mewajibkan pemilih "untuk memberikan atau menolak suara
mereka kepada seseorang" harus diamankan sebelum pemilihan berlangsung.
Kita juga harus mempertimbangkan bahwa
pelanggaran yang tidak disebutkan dalam Konstitusi juga bisa mengkriminalkan proses
pemilihan. Kejahatan seperti pemerasan atau penyuapan olah kelompok LGBT, yang
dilakukan sebelum pemilihan, tentu akan membuat pemilihan itu menjadi terlarang
dan menjadi tidak sah, jika pengaruh mereka dibawa masuk ke dalam proses pemilihan.
Paus Juga Mengatakan Dalam Konstitusi:
“Mengkonfirmasikan rumusan dari para pendahulu
saya, maka saya juga melarang siapa pun, bahkan meski dia seorang kardinal,
selama masa hidup seorang paus dan tanpa berkonsultasi dengannya, untuk membuat
rencana mengenai pemilihan penggantinya, atau untuk menjanjikan suara, atau
untuk membuat keputusan yang menyangkut masalah ini, melalui pertemuan-pertemuan
pribadi."(79)
Sebuah kelompok yang terdiri dari para kardinal
telah “membuat rencana” untuk memaksa pengunduran diri Benediktus XVI dan
berkampanye untuk “pemilihan penggantinya,” dengan mengumpulkan sampai 25 orang
kardinal yang “menjanjikan suara” sehari sebelum pemilihan, dimana hal ini
terjadi melalui “pertemuan-pertemuan pribadi,” Dengan demikian hal ini telah mengungkap
perilaku terlarang dari para kardinal pemilih itu.
Di bawah sanksi ekskomunikasi latae sententiae, paus melarang “setiap
dan masing-masing kardinal pemilih, saat ini dan di masa depan, termasuk juga
Sekretaris dari College of Cardinals dan semua orang lain yang mengambil bagian
dalam mempersiapkan dan melaksanakan semua hal yang diperlukan untuk pemilihan”
untuk mengijinkan "segala bentuk campur tangan yang dimungkinkan, segala penolakan
atau pun anjuran, di mana otoritas sekuler dari apa pun tatanan dan derajatnya,
atau individu atau kelompok apa pun, dapat berupaya untuk memberikan pengaruhnya
pada pemilihan Paus." (80)
Adalah melalui ‘kardinal-kardinal Yudas’ yang
bersekutu dengan jaringan LGBT yang busuk dan yang "ikut ambil bagian
dalam proses persiapan" pemilihan paus, disitulah kekuatan-kekuatan
sekuler dimungkinkan untuk "menggunakan berbagai pengaruhnya pada
pemilihan paus."
Pasal
76 Konstitusi Yohanes Paulus II menyatakan:
“Jika pemilihan dilakukan dengan cara selain yang
telah ditentukan dalam Konstitusi saat ini, atau jika prasyarat yang ditetapkan
di sini tidak dipatuhi, maka pemilihan, dengan alasan-alasan ini, adalah batal
demi hukum, tanpa perlu deklarasi mengenai masalah tersebut; dan akibatnya, pemilihan
itu tidak memberikan hak apapun kepada orang yang terpilih."(76)
Ada banyak sekali yang bisa dikatakan saat ini
mengenai kesalahan dan sikap heterodoks dari Francis, tetapi sedikit sekali yang
dikatakan tentang pemilihan paus Francis yang kemudian melancarkan sikapnya yang
revolusioner itu. Tidakkah hal ini terpikirkan oleh umat Katolik bahwa
pemilihannya yang seperti itu dapat dibatalkan?
Memang, adalah penting bagi badan episkopal
Gereja untuk melihat lebih dekat pada pemilihan paus 2013, karena kita bisa menyaksikan
penggenapan ramalan Santo Fransiskus dari Asisi, tentang munculnya seorang
gembala palsu.
* * * * *
"Pada saat kesusahan nanti, ada seseorang
yang tidak terpilih secara kanonik, akan diangkat pada posisi Kepausan, yang
dengan kelicikannya akan berusaha untuk menarik banyak orang ke dalam kesesatan
.... Banyak pengkhotbah akan bersikap diam tentang kebenaran, dan yang lain
akan menginjak-injak kebenaran dan menyangkalnya. Kesucian hidup akan dicemoohkan
bahkan oleh mereka yang secara lahiriah mengakuinya, karena pada masa itu Yesus
Kristus akan mengirim kepada mereka bukan seorang pastor yang benar, tetapi
seorang perusak." (1226)
(Taken from Works of the
Seraphic Father St. Francis of Assisi, R. Washbourne Publishing House, 1882,
pp. 248-250, with imprimatur by His Excellency William Bernard, Bishop of
Birmingham)
Bunda Maria - La Salette, 19 September 1846
”Roma
akan kehilangan iman dan akan menjadi tempat kedudukan dari Antikristus.”
Seperti yang telah
kuperingatkan beberapa dekade yang lalu di La Salette (1846), banyak sekali
kardinal, uskup, dan pastor sedang menuju kebinasaan karena perilaku mereka
yang tidak murni. Aku telah memperingatkan anak-anakku di La Salette dan aku
juga memperingatkan kamu selama bertahun-tahun kemudian, bahwa kegagalan dari
para pemimpin Gereja Putraku akan mengakibatkan krisis yang dahsyat. Sekarang
kamu bisa mengerti, karena krisis yang dahsyat itu sudah ada di depan matamu.
No comments:
Post a Comment