Kaisar, Mammon, Dan Sodom, Bersatu Dalam Pengaturan Ulang (Reset) Besar
Gereja
https://stream.org/caesar-mammon-and-sodom-unite-in-the-great-reset-of-churches/
Apakah paus Francis sedang meletakkan remah-remah roti bagi kelompok LGBT untuk menuntut
gerejanya agar mengesahkan perkawinan
sesama jenis?
John Zmirak
Pekan
lalu, Jason Jones mewawancarai teolog John Gravino tentang diadakannya “Reset Besar Katolik.”
Rencana itu adalah rencana yang diyakini Gravino telah ada di kalangan gereja,
dan yang disukai oleh paus Francis. Hal ini dipandang relevan bagi semua orang
Kristen karena reset besar ini melibatkan Gereja dan Negara, dengan cara yang
mungkin kita anggap mustahil, dan sekaligus mengancam umat beriman yang setia
di seluruh dunia. Gravino berpendapat, dalam bukunya Confronting the Pope of Suspicion, bahwa
umat Kristen liberal seperti Francis, sedang mempersiapkan jalan bagi
pemerintahan pro-LGBT di seluruh dunia untuk ikut campur langsung di dalam tempat-tempat
suci kita.
Jones sangat terkejut dengan kasus yang diungkap
John Gravino sehingga dia ikut menghadiri acara Alex Jones Show. Dia
berbicara selama satu jam dengan pembawa acara yang kontroversial. Topiknya? Adanya
bukti kuat bahwa Francis sedang menempatkan dan
melibatkan Gereja pada institusi-institusi globalis pro-aborsi, para pendukung ‘progresif’ dari Wokeness, dan pemerintah
Komunis Cina.
Saya
bergabung dengan Gravino di acara Jason
Jones Show untuk menanyai Gravino tentang klaimnya itu. Apa yang dia
katakan sungguh sangat mengkhawatirkan sehingga kami berbicara selama hampir
dua jam. Bagi mereka yang sangat tertarik dengan gereja Katolik saat ini, saya
sarankan untuk mengunduh
video acara itu dan merenungkannya.
Kaisar Akan Mencekokkan ‘Injil Baru’ Ini Kedalam
Tenggorokan Kita
Izinkan
saya menyampaikan intinya bagi mereka yang lebih suka membaca saja. Para aktivis
LGBT telah lama meminta toleransi dan penerimaan resmi secara hukum,
atas keberadaan mereka. Sekarang mereka menuntut ‘inklusi,’ yang berarti sesuatu
yang sangat spesifik. Kita sebagai umat
Kristen diharuskan untuk menerima relasi (perkawinan) sesama jenis mereka
sebagai hal yang sah di mata Tuhan, dan kehidupan seks mereka sebagai tindakan yang
bijak, dan bukan berdosa. Gereja-gereja kita ditekan untuk menata ulang
doktrin dan praktiknya agar sesuai dengan budaya modern saat ini, sampai ke
pelukan kegilaan transgender yang terbaru.
Dan
jika tidak, pemerintah akan memaksa kita, sedapat mungkin, dengan cara apa pun.
Tradisi moralitas seksual Yahudi dan Kristen yang luhur, yang berusia lebih
dari 6.000 tahun, disetarakan secara moral dengan rasisme. Begitulah sindikat kaum
LGBT bersikeras. Pemerintah federal Amerika Serikat telah mengatakan bahwa
mengakhiri “diskriminasi rasisme” semacam ini adalah demi “kepentingan umum.”
Ketika
Reagan menjadi presiden, Mahkamah Agung Amerika Serikat menguatkan penolakan
IRS atas status bebas pajak kepada Universitas Bob Jones. (Dulu aturan itu
melarang dan menganggap sebagai kencan antar ras yang “tidak alkitabiah”.)
Sekarang larangan oleh gereja-gereja atas relasi (perkawinan) sesama jenis akan
menghadapi tantangan yang sama oleh Negara. Itu bisa membahayakan pembebasan
pajak, kontrak pemerintah, dan berbagai manfaat pemerintah lainnya.
Jadi gereja-gereja tradisionil dan ortodoks yang berpegang teguh pada moral alkitabiah akan dapat dikenakan pajak seperti halnya rumah-rumah bordil di Nevada, menghadapi pertempuran zonasi seperti klub-klub tari telanjang, dan dilarang melayani sebagai kontraktor pemerintah. (Sementara Planned Parenthood masih melakukannya, untuk mengambil semua organ janin hidup dan masih dijual hingga sekarang.)
Memperbesar Ambiguitas Dan Menyusup Kedalam
Kepemimpinan Gereja
Tapi
itu masih belum cukup. Karena Anda mungkin masih memiliki gereja-gereja yang
menentangnya — baik di pengadilan maupun dalam praktik. Jadi para aktivis LGBT kemudian
membenamkan dirinya ke dalam gereja, mengambil alih institusi, dan meningkatkan
pengaruhnya, dengan tujuan melakukan perubahan dari dalam. Ada upaya
besar-besaran oleh para aktivis ini di negara-negara seperti Jerman dan AS
untuk menuntut agar paroki-paroki Katolik secara terbuka ‘memberkati perkawinan’
sesama jenis.
Paus Francis
tampaknya mendukung jenis perkawinan semacam itu, mencurangi
lebih dari satu sinode uskup Katolik, mencoba untuk melonggarkan moral seksual
Katolik ke arah yang ramah gay. Dia menerima banyak perlawanan lebih daripada
yang dia harapkan, di dalam gereja sendiri. Baru-baru ini wakilnya sendiri yang
bertanggung jawab atas doktrin Iman mengeluarkan dokumen yang menyangkal bahwa gereja dapat
memberkati persatuan seperti itu (perkawinan sejenis). Dokumen itu telah diterbitkan,
tetapi Francis tampaknya mengelak darinya dan mengabaikannya.
Gravino percaya bahwa Francis punya rencana tertentu, yaitu menciptakan ambiguitas yang cukup besar tentang ajaran gereja Katolik bahwa mereka tidak akan bisa diajukan di pengadilan. Agar ini masuk akal, kita perlu mengingat beberapa contoh sejarah. Selama Perang Vietnam, umat Katolik mengalami kesulitan mengklaim bahwa tindakan represiv pemerintah adalah penentangan terhadap hati nurani. Mengapa? Karena gereja mereka sendiri tidak secara jelas menolak perang. Dan pengadilan AS melihat ke pernyataan resmi gereja untuk menentukan apakah klaim Amandemen Pertama Amerika Serikat sebenarnya sah. Jika gereja sendiri menyangkal sebuah doktrin, maka orang yang menentang Negara dengan alasan hukum gereja, tidak akan memiliki kaki untuk berdiri.
Pengadilan Sirkuit Kesembilan Mungkin
Menghantam Sebagai Hunjaman Paku Yang Terakhir
Maka,
menurut Gravino, paus Francis bermaksud menciptakan ambiguitas tentang sikap
gereja Katolik terhadap moralitas seksual. Cukuplah bahwa hakim AS yang
membantu niat Francis turun tangan dan menuntut agar para pastor dan uskup
“mengikuti program itu.” Jika pendirian gereja pada masalah perkawinan sesama
jenis dapat dibuat cukup ambigu, maka kelompok-kelompok LGBT kaya dapat menggelontorkan
uang bagi sebuah negara dengan pengadilan aktivis liberal. Kemudian hasilkan
undang-undang tentang pasangan yang baik dan berwajah segar, pasangan sejenis, yang
menuntut pernikahan yang luar biasa di paroki Our Lady of Consummate Good Taste di California.
Jika pastor menolak memberkati mereka, dan uskupnya benar-benar mendukung pastornya, mereka berdua akan kalah di pengadilan. Ini karena Vatikan sendiri (hakim yang memerintah) tidak secara jelas melarang upacara semacam itu. Oleh karena itu Amandemen Pertama Amerika Serikat tidak bisa melindungi para pastor yang menolak orang-orang LGBT dari klaim mereka soal diskriminasi.
Pertama Mereka Datang Untuk Menarget Gereja
Katolik
Jika
ini terjadi pada umat Katolik (dengan dukungan paus secara diam-diam) hal itu juga
akan segera menyerang gereja-gereja lain. Akankah kelompok kepemimpinan
Metodis, Baptis Selatan, dan denominasi lain memiliki ketabahan untuk melawan
ini di pengadilan, karena media massa melabeli kaum ortodoks dengan julukan "fanatik"
dan "pembenci"? Hanya sedikit yang keberatan dengan vaksin COVID yang
tercemar sel janin aborsi, atau perintah penguncian wilayah yang diberlakukan
oleh para gubernur negara bagian biru (partai demokrat Amerika Serikat, Biden) yang
keras.
Jadi
kekuatan-kekuatan radikal di dalam gereja tidak harus “memenangkan” setiap
pertarungan internal. Mereka hanya perlu
mendorong keras untuk menanamkan ambiguitas dalam pendirian resmi gereja
mereka. Kemudian seorang hakim aktivis liberal, dan kelompok hukum LGBT yang
didanai secara besar-besaran, akan melakukan sisanya.
Itu
akan menambah kekuatan besar dari pemerintah federal AS dalam upaya mereka, dan
memanfaatkan kepengecutan dan kompromi manusiawi yang selalu harus dihadapi umat
Kristen sejati. Bahkan para pemimpin gereja yang setia akan terpancing untuk
menyerah, dengan kebangkrutan sebagai alternatifnya. (Pikirkan bagaimana uang
itu dapat digunakan untuk membantu orang miskin, seperti yang pernah diusulkan
oleh Judas Iskariot.)
Gereja-gereja yang menyerah tidak akan mati
dengan cara yang keras dan mendadak, tetapi dengan cara yang sederhana dan
perlahan.
---------------------------------
John Zmirak is a senior editor at The Stream, and author or co-author of ten books,
including The Politically Incorrect Guide to
Immigration and The Politically Incorrect Guide to
Catholicism. He is co-author with Jason Jones of “God, Guns, & the Government.”
---------------------------------
Silakan membaca artikel lainnya di sini:
Santa
Jacinta Layak Menjadi Santa Pelindung Untuk Bermeditasi Tentang Neraka
Pertempuran
Terakhir Setan – Bab 4
Mantan
Cendekiawan Anglikan: Mengapa Pertobatan Francis Begitu Sulit
DUKUNGAN
FRANCIS PADA KONPERENSI YANG MENDUKUNG LGBT