Wednesday, June 23, 2021

Santa Jacinta Layak Menjadi Santa Pelindung Untuk Bermeditasi Tentang Neraka

 SANTA JACINTA MARTO LAYAK MENJADI SANTA PELINDUNG

UNTUK BERMEDITASI TENTANG NERAKA 

https://www.tfp.org/saint-jacinta-marto-patron-saint-meditating-hell/ 

 

Gambar yang paling mengesankan dari tiga visiuner Fatima adalah yang diambil segera setelah mereka melihat neraka. Wajah Santa Jacinta, khususnya tatapan matanya, tampak bergejolak dengan pemikiran yang serius. 

 

Neraka: Rahasia Fatima 

Penglihatan atas neraka hanya berlangsung beberapa saat tetapi terbukti dari ekspresi di wajah mereka betapa mendalamnya hal itu terkesan dalam diri mereka. Memang, film horor apa yang bisa dibandingkan dengan kengerian melihat jiwa-jiwa terkutuk terbakar dalam api abadi dan menderita siksaan neraka? Film thriller apa yang bisa dibandingkan dengan penglihatan sesungguhnya tentang iblis? Hiruk pikuk apa yang bisa dibandingkan dengan ratapan orang-orang terkutuk di neraka? Suster Lucia sendiri mengakui bahwa mereka akan mati saat itu karena ketakutan jika saja rahmat pertolongan Bunda Maria tidak menopang mereka.

 

Sayangnya, karena manusia modern begitu jenuh dengan gambar-gambar mengerikan dari banyak film, program televisi dan videogame, maka penyebutan kata ‘neraka’ kadang-kadang sama sekali tidak membangkitkan perasaan takut. Meskipun dua pertiga orang Amerika benar-benar percaya akan keberadaan neraka — sepertiga meragukan atau menyangkal keberadaannya — namun persepsi tentang neraka telah sangat terdistorsi sebagaimana tercermin dalam literatur, video game, dan film. Manusia modern menganggap neraka dengan sikap apatis, skeptisisme, kontrarianisme, sinisme atau kritik.

 

Mereka yang bersikap apatis terhadap neraka percaya bahwa Tuhan itu jarang, bahkan jika pernah, mengutuk siapa pun untuk masuk ke Neraka, jadi tidak perlu khawatir tentang neraka. Mereka yang bersikap skeptis, dengan tegas menyangkal keberadaan neraka. Mereka yang bersikap sinis, percaya bahwa Neraka hanyalah alat dari para penulis dongeng dan mitos. Mereka yang menentang adanya neraka, percaya bahwa Neraka adalah pesta abadi di mana semua orang "keren" dan selebritis pergi menuju. “Orang-orang bijak itu membosankan,” pikir mereka, “jadi biarlah mereka semua pergi ke Surga.”

 

Penalaran mereka berkata, "Orang berdosa, sebaliknya, menggairahkan, menarik dan penuh warna kehidupan, dan mereka semua pergi ke Neraka." Mereka yang kritis percaya bahwa kata ‘neraka’ tidak boleh disebutkan dalam pergaulan yang sopan, apalagi kepada anak-anak. Mereka mengatakan bahwa setiap penyebutan neraka dalam konteks kehidupan spiritual sebagai "taktik untuk menakut-nakuti." Menurut mereka, Tuhan adalah kasih, keadilan, dan belas kasihan yang tak terbatas. Tidak perlu berbicara tentang neraka karena rasa takut tidak boleh digunakan sebagai motivasi untuk mencintai Tuhan, untuk menginginkan pahala yang kekal, untuk takut setan, atau untuk menghindari hukuman kekal. 

 

Meditasi Tentang Neraka Adalah Tindakan Kesalehan 

Namun, orang-orang kudus mendorong dilakukannya meditasi tentang neraka sebagai sebuah tindakan devosi yang baik dan perlu. Meditasi tentang neraka dulu dianggap sebagai penghalang terakhir untuk mencegah jiwa-jiwa meluncur tanpa hambatan ke dalam lumpur kejahatan dan dosa. Namun sekarang hal itu dianggap oleh beberapa orang sebagai halangan untuk mengasihi Tuhan. Dulunya meditasi tentang neraka merupakan sarana dalam manual kehidupan spirituil untuk membantu kita memahami beratnya dosa. Namun hal itu sekarang digunakan oleh beberapa orang sebagai senjata untuk melawan sifat keadilan Tuhan yang tak terbatas, menyangkal bahwa Tuhan bisa sama-sama berbelas kasih dan sekaligus adil tanpa batas. Dulu renungan tentang neraka merupakan tindakan kesalehan untuk membantu kita lebih menginginkan dan merindukan Surga. Sekarang hal itu hanya dianggap sebagai "taktik untuk menakut-nakuti," dan, hanya sedikit atau tidak ada gunanya, atau, memiliki efek negatif, pada kehidupan spiritual seseorang.

 

Apakah ada manfaatnya bermeditasi tentang neraka? Bunda Maria telah mengetahui hal ini. Faktanya, Bunda Maria dari Fatima memberlakukannya pada tiga anak visiuner selama penampakan ketiga pada 13 Juli 1917. Tiga anak visiuner, Lucia dos Santos, dan sepupunya, Francisco dan Jacinta Marto, baru berusia 10, 9 dan 7 tahun, masing-masing, ketika Bunda Maria menunjukkan kepada mereka penglihatan tentang neraka. Menurut catatan Lucia, sinar yang memancar dari tangan Bunda Maria menembus ke tanah dan mereka melihat lautan api yang sangat luas. Mereka melihat jiwa-jiwa terombang-ambing dan jatuh seperti percikan api dari suatu kebakaran besar. Mereka melihat setan-setan mengerikan dalam bentuk binatang yang tidak dikenal. Mereka mendengar jeritan dan erangan putus asa. Takut dengan penglihatan ini, mereka melihat kepada Bunda Maria untuk meminta perlindungan. Bunda Maria memberi tahu mereka; “Kamu telah melihat neraka di mana jiwa-jiwa orang berdosa yang malang pergi. Untuk menyelamatkan mereka, Tuhan ingin mendirikan devosi kepada Hatiku yang Tak Bernoda.”

 

Jacinta, meskipun baru berusia tujuh tahun, sangat terkesan oleh keseriusan pewahyuan ini, terutama bagian di mana Bunda Maria berkata, “Begitu banyak orang berdosa pergi ke neraka karena hanya sedikit orang yang mau mempersembahkan korban demi pertobatan mereka.” Itu adalah permintaan yang selalu dia pikirkan. Bukannya dia terluka oleh pengalaman ini, penglihatan ini justru menjadi sangat penting dalam pertumbuhan kehidupan spiritualnya. 

 

Apakah Takut Akan Neraka Menjadi Sebuah Penghalang Bagi Kehidupan Spiritual? 

Lucia menceritakan dalam memoarnya yang ketiga bahwa “penglihatan atas neraka sangat menakutkan [Jacinta] sehingga dia melakukan semua penebusan dosa dan matiraga yang dia bisa untuk mencegah jiwa-jiwa pergi ke sana.” Bagaimana gadis muda seperti itu memiliki cita-cita suci yang secara unik dimiliki oleh orang-orang kudus yang sudah dewasa? Lucia menjawab bahwa “pertama, … melalui anugerah khusus yang diberikan Allah kepadanya melalui Hati Maria yang Tak Bernoda; kedua, melalui penglihatan atas neraka dan jiwa-jiwa malang yang jatuh ke dalamnya.” Lucia terus menekankan poin yang sangat penting: “Ada orang, bahkan yang saleh, yang terkadang takut untuk berbicara tentang neraka kepada anak-anak agar hal itu tidak menakuti mereka, tetapi Tuhan tidak ragu untuk menunjukkan neraka kepada tiga anak Fatima, salah satunya baru berusia tujuh tahun.”

 

Ini adalah kunci untuk memahami kesucian yang mengagumkan dari gadis lugu ini. Meskipun masih sangat muda, dia melihat keseriusan dari kenyataan ini. Lucia menceritakan dalam memoarnya bahwa Jacinta sering bermeditasi dan kemudian tiba-tiba berseru, “Sial! Neraka! Betapa menyesalnya saya atas jiwa-jiwa yang akan masuk neraka! Dan orang-orang terbakar di sana hidup-hidup, seperti kayu yang terbakar!” Jacinta merasa gemetar, Lucia menjelaskan, kemudian dia akan berlutut di tanah dan berdoa, “O Yesusku, ampunilah dosa kami. Selamatkan kami dari api neraka. Hantarlah semua jiwa ke Surga, terutama mereka yang paling membutuhkan.”

 

Bertanya-tanya apa yang menyebabkan orang masuk Neraka, Jacinta bertanya kepada sepupunya. Lucia menjawab, “Mungkin orang itu tidak pergi ke Misa pada hari Minggu, mencuri, mengucapkan kata-kata kotor, mengutuk, mengumpat.” Jacinta menjawab, “Dan, meski hanya untuk satu kata saja mereka bisa masuk neraka?” Dia meratap, “Saya minta ampun demi para pendosa! Oh, seandainya saja saya bisa membiarkan mereka melihat neraka...!” “Jika Bunda Maria mengizinkanmu,” kata Jacinta kepada Lucia, “beri tahu semua orang seperti apa neraka itu, agar mereka dapat menghindarinya dengan tidak melakukan perbuatan dosa.” Kemudian dia berseru, “Begitu banyak orang yang jatuh ke neraka! Begitu banyak orang di neraka!”

 

Gadis muda itu yakin bahwa mengetahui Neraka adalah baik untuk keselamatan jiwa-jiwa. Dia bertanya kepada Lucia, “Mengapa Bunda Maria tidak menunjukkan Neraka kepada para pendosa? Jika mereka melihatnya, mereka tidak akan pernah berbuat dosa lagi dan tidak perlu pergi ke sana.”

 

Meskipun Bunda Maria tidak pernah menunjukkan penglihatan atas Neraka kepada para peziarah, banyak orang kudus telah menggambarkan berbagai aspek penderitaan di Neraka. 

 

Orang-Orang Kudus Yang Pernah Menyaksikan Penderitaan Neraka 

Santo Ignatius dari Loyola, Santo Thomas Aquinas, Saint Theresa dari Avila dan Saint Catherine dari Sienna, di antara begitu banyak lainnya, menekankan bagaimana penderitaan di Neraka yang mencakup serangan terhadap panca indera kita. Api dan ketidaknyamanan Neraka lebih dari rasa sakit dari siksaan atau penderitaan di Bumi. Bau busuk di Neraka lebih besar dari lubang kotoran yang paling busuk. Selera orang-orang terkutuk di Neraka akan dipenuhi oleh selera yang paling buruk. Hiruk pikuk di Neraka terdiri dari ratapan dan jeritan penderitaan, penghujatan dan keputusasaan. Mata di Neraka tidak akan melihat sosok-sosok yang penuh semangat, atau wajah atau tubuh yang menarik, tetapi akan melihat daging busuk yang cacat dari orang-orang terkutuk dan perwujudan para iblis yang cacat. 

Orang-orang kudus juga mengajarkan bahwa penderitaan fisik adalah penderitaan yang paling ringan. Penderitaan moral, emosional, psikologis, budaya, sosial dan spiritual adalah jauh lebih besar. 

Tidak ada teman di Neraka yang bisa menghiburmu. Neraka dipenuhi dengan orang-orang paling jahat yang sangat tidak peduli dengan tetangga mereka. Amal adalah kebajikan yang dimiliki oleh orang benar. Sebaliknya, setiap orang yang dihukum di neraka hanya memikirkan diri mereka sendiri. Bayangkan jika kita terjebak dalam antrean mobil yang sangat panjang dengan seorang narsisis yang egois. Itu bisa menjadi titik acuan yang suram tentang bagaimana kehidupan sosial di Neraka.

 

Namun semua ini tidak ada artinya jika dibandingkan dengan apa yang dijelaskan oleh orang-orang kudus sebagai penderitaan terbesar di Neraka—rasa sakit karena kehilangan, kehilangan selamanya dari penglihatan atas keindahan dan kemuliaan Tuhan.

 

Karena penglihatan singkat tentang Neraka, Santa Jacinta menjadi pembela suci untuk pertobatan orang berdosa. Dia berusaha dalam seluruh hidupnya untuk menawarkan banyak korban demi pertobatan orang-orang berdosa. 

Bermeditasi atau merenungkan tentang Neraka harus dilihat sebagai tindakan kesalehan yang penting, bahkan untuk anak-anak. Jacinta adalah panutan yang sempurna untuk itu. Bagi orang-orang beriman, Neraka seharusnya tidak menyebabkan keputusasaan. Ini adalah kesempatan untuk melihat beratnya dosa dan keseriusan dan konsekuensi kekal dari kehidupan berdosa. Di atas segalanya, hal itu harus mengingatkan umat manusia tentang perlunya berdoa dan mempersembahkan korban untuk pertobatan orang berdosa. 

--------------------------------- 

Silakan membaca artikel lainnya di sini: 

Enoch, 14 Juni 2021

Mengapa Francis Menolak Pengunduran Diri Card.Marx

The Francis Effect: Para Uskup Pendukung LGBT Muncul Secara Leluasa Dan Terang-Terangan

Kompleks Bangunan Tempat Ibadah Antar Agama Yang Didukung Oleh Vatikan

LDM, 18 Juni 2021

Pedro Regis 5136 - 5140

Giselle Cardia, 8, 12, 15, 19 Juni 2021