Uskup Agung Viganò Memperingatkan Akan Datangnya Kediktatoran Ekologis
https://www.lifesitenews.com/opinion/745041/
“Pelacur kekuasaan ini, yang tidak dipilih oleh siapa pun dan yang berhutang pengangkatan mereka kepada elit globalis yang menggunakan mereka sebagai pelaksana perintah yang keji, sejak 2017 telah menyatakan dengan tegas masyarakat yang ingin mereka capai.”
Mon Oct 18, 2021 - 8:28 am EDT
TURIN, Italy (LifeSiteNews) — This is a translated transcription of
Archbishop Viganò’s video message for the October 15, 2021 “No Fear Day” in
Turin (Torino), Italy.
Anda telah berkumpul, dalam jumlah besar, di
piazza di Turin ini, saat ratusan ribu orang di seluruh dunia menunjukkan
penentangan mereka terhadap pembentukan sebuah tirani global.
Selama berbulan-bulan hingga sekarang, terlepas
dari sikap keheningan media yang memekakkan telinga, jutaan warga dari setiap
negara berteriak "TIDAK!" Tidak untuk kebodohan pandemi, tidak untuk
penguncian wilayah, untuk jam malam, untuk pemaksaan vaksin, untuk paspor
kesehatan, untuk pemerasan kekuatan totaliter yang diperbudak oleh kaum elit
global. Ini adalah kekuatan yang mengungkapkan dirinya sebagai kejahatan
intrinsik, yang dijiwai oleh ideologi neraka dan didorong oleh tujuan kriminal.
Sebuah kekuatan yang sekarang menyatakan telah melanggar kontrak sosial dan
menganggap kita bukan sebagai warga negara, tetapi sebagai budak kediktatoran
yang hari ini adalah kediktatoran kesehatan dan besok akan menjadi kediktatoran
ekologis.
Kekuatan ini begitu yakin bahwa sekarang ia telah
berhasil dalam kudeta diam-diamnya sehingga tanpa malu-malu menampar wajah kita
tidak hanya dengan ideologi yang memotivasinya, tetapi juga dengan agama yang
mengilhaminya. Hari ini juga di Bukit Quirinal – Istana yang pernah menjadi
kediaman Paus Tertinggi di Kota Roma – sebuah pameran sedang dibuka yang secara
simbolis berjudul “Inferno (neraka),” yang pusatnya adalah patung Auguste Rodin
The Gates of Hell, yang diselesaikan antara 1880 dan 1890. Karya ini
dimaksudkan sebagai pintu masuk Museum Seni Hias di Paris, dan modelnya juga
dipresentasikan pada Pameran Paris 1900 untuk memeterai sifat Masonik dan
anti-Katolik dari peristiwa itu. Terlebih lagi, selama bertahun-tahun hingga sekarang
idola
Moloch dari setting lokasi syuting untuk film Cabiria telah berdiri di Colosseum. Jadi kita memiliki iblis yang
melahap anak-anak, “Gerbang Neraka” yang terinspirasi oleh puisi Charles
Beaudelaire Fleurs du mal (Bunga Iblis),
dan juga “Festival Penghujatan” beberapa hari yang lalu di Naples. Di kota San
Gennaro (Santo Januarius), dengan seizin pemerintah kota setempat,
poster-poster dipajang yang menunjukkan penghujatan yang mengerikan terhadap
Tuhan, untuk merayakan kebebasan berpikir dan berbicara dengan cara menghina
Tuhan.
Mereka memberi tahu kita dengan jelas: mereka
adalah pelayan iblis, dan karena itu mereka mengklaim hak untuk menegaskan diri
mereka sendiri, untuk dihormati, dan untuk menyebarkan ide-ide mereka. Dan
bukan hanya ini: atas nama kekuasaan yang mereka rampas – kekuasaan yang
menurut Konstitusi seharusnya menjadi milik rakyat – mereka menuntut kepatuhan
kita sampai pada titik melukai diri sendiri, perampasan hak-hak paling dasar,
dan pembatalan dari identitas kita.
Para pelacur kekuasaan ini, yang tidak dipilih
siapa pun dan yang berhutang pengangkatan mereka kepada elit globalis yang
menggunakan mereka sebagai pelaksana perintah yang keji, sejak 2017 telah menyatakan
dengan tegas masyarakat yang ingin mereka capai. Dalam dokumen tentang Agenda 2030 yang
ditemukan di situs web Forum Ekonomi Dunia, kita membaca: “Saya tidak memiliki
apa-apa, tidak memiliki privasi, dan hidup tidak pernah lebih baik.” Hak milik
pribadi, dalam rencana kaum globalis yang dipromosikan oleh Klaus Schwab Rothschild,
pencetus The Great Reset, harus dihapuskan dan diganti dengan pendapatan
universal yang memungkinkan orang untuk menyewa rumah, bertahan hidup, dan
membeli apa yang telah diputuskan untuk dijual oleh kaum elit, bahkan mungkin
sinar matahari dan udara yang dihirup orang kebanyakan, harus minta ijin dan mengemis
kepada kaum elit itu.
Ini bukanlah mimpi buruk dystopian: inilah yang
sedang mereka persiapkan untuk dilakukan, dan bukan kebetulan bahwa dalam
minggu-minggu ini kita mendengar pembicaraan tentang revisi perkiraan
pendaftaran tanah dan insentif untuk restrukturisasi real estat di Amerika
Serikat dan Eropa. Pertama mereka membuat kita berhutang dengan fatamorgana yang
seolah mau memulihkan rumah kita, kemudian bank menyita dan menyewakan rumah yang
sama kepada kita. Hal yang sama terjadi dengan pekerjaan: hari ini mereka
memberi tahu kita bahwa kita dapat bekerja asalkan kita memiliki "paspor
hijau", sebuah penyimpangan yuridis yang menggunakan psiko-pandemi untuk
mengendalikan kita, melacak setiap gerakan kita, dan memutuskan siapakah kita,
di mana, dan kapan kita bisa keluar dan pulang. Agenda 2030 juga memasukkan uang elektronik, tentu saja, dengan
kewajiban untuk membeli dan menjual dengan kartu yang terkait dengan “paspor
hijau” dan kredit sosial. Karena darurat kesehatan dan darurat ekologi yang
akan segera terjadi secara efektif melegitimasi mereka yang memegang kekuasaan
untuk menciptakan sebuah sistem guna mengevaluasi perilaku kita, seperti yang
sudah berlaku di Cina dan Australia. Masing-masing dari kita akan memiliki skor
tertentu, dan jika seseorang tidak divaksinasi, jika dia makan terlalu banyak
daging, jika dia tidak menggunakan mobil listrik, skor poinnya akan berkurang,
dan dia tidak akan dapat menggunakan layanan tertentu, bepergian dengan pesawat
atau kereta api berkecepatan tinggi, atau dia harus membayar perawatan medisnya
sendiri atau mengundurkan diri dari makan kecoak dan cacing tanah untuk
mendapatkan kembali poin yang memungkinkannya untuk hidup. Saya ulangi: ini bukan hipotesis dari beberapa
"teori konspirasi", tetapi fakta yang sudah terjadi, sementara
media massa milik rezim memuji kegunaan chip di bawah kulit yang
menyederhanakan segalanya, menggabungkan paspor hijau, kartu identitas, kartu
kredit, dan catatan pajak.
Tetapi jika hari ini adalah mungkin untuk
mencegah kita bekerja hanya karena kita tidak tunduk pada aturan yang tidak
sah, diskriminatif, dan menindas, menurut Anda apa yang akan menghentikan para
tiran ini untuk memutuskan bahwa suatu hari nanti kita tidak dapat pergi ke
restoran atau pergi bekerja? jika kita telah berpartisipasi dalam demonstrasi
yang tidak sah, atau jika kita telah menulis postingan di media sosial yang
mendukung pengobatan rumahan, menentang kediktatoran, atau mendukung mereka
yang memprotes pelanggaran hak-hak mereka? Apa yang akan menghentikan mereka
dari menekan tombol dan mencegah kita menggunakan uang kita, hanya karena kita
tidak terdaftar di partai politik tertentu atau karena kita tidak mau menyembah
Ibu Pertiwi, idola "hijau" baru yang dihormati terutama oleh
Bergoglio.
Mereka ingin merampas sumber penghidupan kita,
memaksa kita menjadi apa yang tidak kita inginkan, hidup seperti yang tidak
kita inginkan, dan memaksa agar kita percaya pada hal-hal yang kita anggap sebagai
bidaah yang menghujat.
“Anda
harus inklusif (masuk dalam hitungan mereka, menuruti mereka),” demikian
kata mereka kepada kita; tetapi mereka mencelakai kita, mendiskriminasi kita
karena kita ingin tetap waras, karena kita menganggap normal bahwa keluarga
terdiri dari seorang pria dan seorang wanita, karena kita ingin melestarikan
kepolosan anak-anak kita, karena kita tidak ingin untuk membunuh anak-anak
dalam kandungan atau orang tua dan sakit di ranjang rumah sakit mereka.
“Model
kami untuk masyarakat didasarkan pada persaudaraan,” demikian
mereka meyakinkan kita; tetapi dalam masyarakat mereka orang dapat menjadi
saudara hanya dengan menyangkal dan menghujat Bapa dan Tuhan kita bersama.
Untuk alasan ini kita melihat begitu banyak kebencian terhadap Tuhan kita,
Bunda Terberkati, dan para Orang Kudus. Untuk itu, dengan dalih merayakan Sang
Penyair Agung, setan, sembahan mereka, mereka tidak membuat pameran tentang
Surga, melainkan tentang Neraka, yang telah menjadi tempat yang diinginkan dan
dicapai di bumi ini.
“Kami
menghormati semua budaya dan tradisi agama,” kata mereka menyebutkan;
dan memang benar bahwa semua berhala dan takhayul menemukan tempat di Panteon
ekumenis dari Agama Universal baru yang diinginkan oleh Freemasonry dan gerejanya
Bergoglio. Tetapi hanya ada satu agama yang dilarang: Agama yang benar yang
diajarkan Tuhan kita kepada para Rasul, Agama yang diusulkan Gereja kepada kita
untuk dipercaya. Memang benar bahwa dalam wadah peleburan globalis semua budaya
mendapatkan penerimaan, kecuali budaya kita. Barbarisme poligami, kekasaran,
ketidaksopanan, penghinaan, segala sesuatu yang jelek dan cabul dan ofensif
memiliki hak untuk memanifestasikan dirinya dan memaksakan dirinya; dan pada
saat yang sama, dengan koherensi tertinggi, peradaban – budaya sejati, khazanah
seni dan sastra, kesaksian Iman kita yang diungkapkan dalam gereja, monumen,
lukisan, dan musik – semua ini harus dilarang agar tidak ada konfrontasi di
antara mereka. Tidak ada istilah perbandingan yang menunjukkan betapa
mengerikannya dunia yang mereka dambakan, dan betapa nikmatnya dunia yang telah
mereka buat, kita tolak dan kita hina.
Kebohongan berkuasa, dan tidak ada
kewarganegaraan atau tempat berlindung bagi kebenaran. Anda telah mengalami ini
sekarang, dalam beberapa bulan terakhir, dengan melihat betapa beraninya media arus
utama telah menyampaikan propaganda atas nama narasi pandemi, mengecam setiap
suara sumbang; dan hari ini mereka yang tidak setuju dengan Sistem tidak hanya
dicemooh dan didiskreditkan, tetapi bahkan dikriminalisasi, dituduh sebagai
musuh publik, dan dianggap sebagai orang gila yang harus menjalani perawatan
kesehatan jiwa wajib. Ini adalah cara yang digunakan setiap rezim totaliter
untuk menghadapi musuh politik dan agama. Semuanya berulang, tepat di depan
mata kita, saat ini, dengan cara yang jauh lebih halus dan licin. Sebaliknya,
mereka yang tunduk pada tirani dan menawarkan kesetiaan, mereka dipuji di depan
umum, terlihat di semua program televisi, dan dipamerkan sebagai referensi
otoritatif.
Protes kita terhadap paspor hijau tidak boleh
berhenti pada mempertimbangkan peristiwa khusus ini, betapapun tidak sah dan
diskriminatifnya, tetapi harus meluas kepada gambaran keseluruhan, mengetahui
bagaimana mengidentifikasi tujuan ideologi globalis, yaitu mereka yang
bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan Tuhan, dan mereka
yang merupakan kaki tangan dan yang mungkin menjadi sekutu kita. Jika kita
tidak memahami ancaman yang membayangi kita semua, membatasi diri kita untuk
memprotes hanya satu detail – meskipun sangat mencolok – dari keseluruhan masalah,
kita tidak akan mampu melakukan perlawanan yang kuat dan berani. Sebuah perlawanan
yang seharusnya tidak didasarkan pada permintaan sederhana untuk kebebasan –
betapa pun sah dan dapat disebarkan - tetapi lebih pada klaim bangga akan
penghormatan terhadap identitas, budaya, peradaban, dan Iman kita yang membuat
Italia menjadi hebat dan yang menjiwai setiap ekspresi kehidupan nenek moyang
kita, dari yang paling rendah hati sampai yang paling mulia.
Paspor hijau hanyalah langkah lebih jauh menuju
Gerbang Neraka yang ditampilkan hari ini di Bukit Quirinal, sebuah kebiadaban
yang dilakukan oleh mereka yang percaya bahwa mereka tidak tergoyahkan dan
bahwa mereka menikmati perlindungan yang kuat.
Kita tidak memiliki miliaran dolar uang George
Soros dan Bill Gates; kita tidak memiliki yayasan filantropi, dan kita tidak
menyuap para politisi untuk menjadikan mereka sekutu; kita tidak memiliki
stasiun televisi atau media sosial untuk berbagi ide kita; kita tidak
terorganisir seperti para pendukung Great Reset, dan kita tidak berhipotesis tentang
pandemi atau skenario ekonomi.
Tapi, Anda lihat, bahkan dalam kelemahan kita
yang tampak, meskipun tidak berhasil memiliki visibilitas di televisi atau
media sosial; meskipun tidak terorganisir dan sedikit cenderung untuk
berdemonstrasi dan memprotes – karena ini selalu menjadi hak prerogatif kaum
revolusioner profesional dan kaum anarkis Kiri – namun kita memiliki sesuatu
yang tidak mereka miliki. Kita memiliki Iman, kepastian janji Tuhan kita: “Pintu-pintu neraka tidak akan menang.”
Dan kita juga dijiwai oleh kekuatan batin yang bukan milik kita sendiri, dan
itu mengingatkan kita akan keberanian yang tenang yang dengannya orang-orang
Kristen yang teraniaya menghadapi penganiayaan dan kemartiran – sebuah kekuatan
yang menakutkan mereka yang tidak memiliki hati, yang menakutkan mereka yang
mengabdi pada sebuah ideologi kematian dan kebohongan, yang tahu dan sadar bahwa
mereka berada di pihak yang akan dikalahkan selamanya.
Mereka lupa, hamba-hamba Tata Dunia Baru yang
celaka ini, bahwa tatanan baru mereka adalah sebuah distopia, memang distopia
neraka, yang menjijikkan bagi kita semua justru karena tidak menganggap bahwa
kita tidak terbuat dari sirkuit elektromagnetik, melainkan dari daging dan
darah, gairah, kasih sayang, dan tindakan kemurahan hati dan kepahlawanan.
Karena kita adalah manusia, diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Tetapi
iblis tidak dapat memahami ini: dan karena alasan ini, mereka akan gagal total.
Kita menanggapi Gerbang Neraka Rodin dengan Ianua
Coeli, Gerbang Surga: gelar yang dengannya kita memanggil Sang Perawan
Tersuci. Semoga dia yang dalam Kitab Wahyu menghancurkan kepala Ular kuno, akan
menjadi Ratu kita dan Pemimpin kita dalam pertempuran ini, dengan mengingat
kemenangan dari Hatinya yang Tak Bernoda.
Dan agar hari ini di
mana Anda secara terbuka dan dengan berani menunjukkan penentangan Anda
terhadap tirani yang akan datang, tidak tetap steril dan kehilangan cahaya
supernatural, saya mengundang Anda semua untuk bergabung dengan saya dalam
mengucapkan kata-kata yang Tuhan ajarkan kepada kita. Marilah kita melakukannya
dengan semangat, dengan dorongan cinta kasih, memohon perlindungan Tuhan kita
dan Bunda-Nya yang Mahakudus atas kita semua, keluarga kita, Tanah Air kita,
dan seluruh dunia: Bapa kami yang ada
di Surga…
+ Carlo
Maria Viganò, Archbishop
----------------------------------
Silakan membaca artikel lainnya di sini:
Umat
Katolik Yang Cacat atau
L.A.M.E.
Khayalan
ekonomi a la Francis, mengapa itu tidak diterapkan di Vatikan?
Freemasonry
— Musuh Mematikan Bagi Gereja Katolik
Yuuge:
Antipaus Bergoglio Mengakui Bahwa Para Kardinal Secara Khusus...