Bagian Kedua
Api Penyucian
Misteri Kerahiman Allah
Volume
2 : Misteri Kerahiman Allah
Bab 1
Rasa
Takut dan Percaya
Kerahiman
Tuhan
St.Lidwina
dan imam
Claude
de la Colombiere Venerabilis
Kita telah menyimak kerasnya Pengadilan Ilahi di dunia
sana. Hal ini amatlah mengerikan, dan tidak mungkin bisa dibayangkan tanpa
merasa gemetar karenanya.
Api itu, yang dinyalakan oleh Pengadilan Ilahi,
menimbulkan rasa sakit yang tajam menusuk, dibandingkan dengan semua silih dari
para kudus. Maka jika saja seluruh penderitaan para martir dijadikan satu, hal
itu masih belum berarti apa-apa. Siapakah yang bisa mengira bahwa dia akan
tahan melihatnya, dan tidak menjadi gemetar ketakutan ?.
Rasa takut ini sangat bermanfaat dan sejalan dengan
semangat Yesus Kristus. Guru Ilahi kita ingin agar kita merasa takut dan agar
kita bukan hanya takut kepada neraka, tetapi juga kepada Api Penyucian, yang
merupakan bentuk ringan dari neraka. Hal itu bisa mengilhami kita dengan rasa
takut yang suci, dimana Dia menunjukkan kepada kita lembah-lembah dari
Penghakiman Yang Utama itu, dimana kita tak akan bisa lepas dari situ hingga
kita sudah membayar lunas semua hutang-hutang kita sampai satu sen yang
terakhir (Mat. 5:26). Kita bisa mengatakan bahwa api dari Api Penyucian itu
seperti halnya api dari neraka : “Dan
janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak
berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan
baik jiwa maupun tubuh didalam neraka”. (Mat 10:28). Namun itu bukanlah
niat dari Tuhan kita agar kita memiliki rasa takut yang berlebihan dan tidak
menghasilkan apa-apa, sebuah rasa takut yang menyiksa dan melumpuhkan semangat,
sebuah rasa takut yang suram tanpa kepercayaan. Tidak demikian. Tuhan berharap
agar rasa takut kita itu menjadi ketenangan oleh karena kepercayaan yang besar
kepada kerahimanNya. Dia ingin agar kita takut kepada setan sehingga kita
berusaha mencegah dan menghindarinya. Dia ingin agar pikiran kita akan nyala
api pembalasan itu bisa mendorong kita untuk bersemangat melayani Dia dan
membuat kita menebus segala kesalahan kita di dunia ini, bukan di dunia sana.
“Lebih baik kita memurnikan dosa-dosa kita dan menghentikan kejahatan kita
sekarang”, kata penulis buku ‘Imitation’,
“dari pada menyimpannya untuk kemudian dimurnikan sesudahnya”. Lebih lagi jika
usaha kita untuk hidup baik dan memuaskan dosa-dosa kita di dunia ini, maka
kita memiliki fondasi yang kuat bagi rasa takut yang harus dimana kita harus
menjalani sebuah Api Penyucian. Jika demikian maka kita harus melihat kedepan
kepada ketidak-pastian itu dengan kepercayaan yang tidak terbatas kepada Tuhan,
yang tak pernah berhenti menghibur orang-orang yang dimurnikanNya dengan
penderitaan.
Kini untuk memberikan kepada rasa takut kita dengan sifat
yang praktis ini, kepercayaan ini, maka setelah kita merenungkan Api Penyucian
beserta segala rasa sakitnya yang amat mengerikan itu, maka kita haruslah
memandangnya dari aspek yang lain dan dari sudut pandang yang berbeda, yaitu
dari segi Kerahiman Tuhan, yang juga bersinar tidak kurang terangnya
dibandingkan dengan PengadilanNya.
Jika Tuhan mempersiapkan pemurnian-pemurnian yang amat
mengerikan di dunia sana bagi kesalahan yang kecil sekalipun, maka pada saat
yang sama Dia tidaklah memperlakukan hal itu tanpa menyelimutinya dengan
kemurahan hatiNya. Tak ada yang lebih baik lagi dari pada keharmonisan yang
sangat terpuji dari Kesempurnaan Ilahi dari pada tempat Api Penyucian itu.
Karena Pengadilan yang paling kejam dilaksanakan disana bersama-sama dengan
Kerahiman yang tak dapat diucapkan besarnya. Jika Tuhan kita memurnikan
jiwa-jiwa yang disayangiNya, hal itu dilakukan didalam kasihNya, sesuai dengan
Sabda :”Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor
dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah”(Why. 3:19).
Dengan satu tangan Dia memukul, dan dengan tangan lainnya Dia menyembuhkan. Dia
menawarkan kerahiman dan penebusan secara berkelimpahan. Quoniam apud Dominum misericordia, et copiosa apud eum redemptio
(Mzm. 129).
Kerahiman yang tak terbatas dari Bapa Surgawi kita ini
haruslah menjadi fondasi yang kokoh dari kepercayaan kita, dan sesuai dengan
contoh dari para kudus, kita harus menjaganya tetap berada didepan mata kita.
Para kudus tak pernah melupakan kepercayaan itu. Dan karena alasan inilah maka
rasa takut akan Api Penyucian tak pernah meluputkan mereka dari rasa damai dan
bahagia dari Roh Kudus.
St.Lidwina yang sangat memahami penderitaan yang amat
mengerikan di Api Penyucian, didorong oleh semangat kepercayaan itu, dia berusaha
mengilhami orang-orang lainnya dengan semangat yang sama. Suatu saat dia
menerima kunjungan dari seorang imam yang suci. Sementara imam itu duduk di
tepi tempat tidurnya, bersama-sama dengan orang-orang bijak lainnya,
pembicaraan mereka beralih kepada penderitaan didalam Api Penyucian. Demi
melihat ada sebuah vas bunga di tangan seorang wanita yang penuh berisi biji
sesawi, imam itu mengatakan bahwa dia merasa gemetar jika memikirkan api dari
Api Penyucian. “Namun”, imam itu menambahkan, “aku sudah merasa puas untuk
pergi kesana selama beberapa tahun sebanyak biji sesawi didalam vas bunga itu.
Paling tidak, aku sudah mendapatkan kepastian akan keselamatanku”. “Apa yang
anda katakan, Pastor ?”, tanya St.Lidwina. “Mengapa anda begitu kurang percaya
akan kerahiman Allah ? Ah ! jika saja anda tahu lebih banyak mengenai Api Penyucian,
betapa sangat mengerikan sekali siksaan-siksaan yang ada disana !”. “Biarlah
Api Penyucian seperti apa adanya, tetapi aku tetap bertahan dengan apa yang
telah kukatakan tadi”, demikian kata Pastor itu.
Beberapa saat kemudian imam itu meninggal, dan orang-orang
yang sama yang telah hadir selama perbincangan dengan St.Lidwina itu,
menanyakan kepada orang kudus itu tentang keadaan dari imam itu disebelah sana.
St.Lidwina menjawab :”Imam yang meninggal itu dalam keadaan baik, karena
kehidupannya yang suci. Namun adalah lebih baik baginya jika dia memiliki
kepercayaan yang lebih besar lagi kepada Penderitaan Yesus Kristus, dan jika
saja dia bersikap lebih lunak mengenai Api Penyucian”.
Tidak adanya kepercayaan iman inilah yang disesalkan oleh
St.Lidwina. Menurut pendapat imam yang baik itu, bahwa hampir tidak mungkin dia
diselamatkan, dan bahwa kita akan memasuki Surga hanya sesudah menjalani
siksaan yang bertahun-tahun lamanya didalam Api Penyucian. Ide seperti ini
adalah menyesatkan, dan bertentangan dengan kepercayaan Kristiani. Juru Selamat
kita datang untuk membawa damai kepada orang yang berkehendak baik, dan
memberikan kepada kita, sebagai syarat keselamatan kita, sebuah kuk yang amat
manis dan beban yang ringan. Karena itu jagalah agar keinginan anda tetap baik,
maka anda akan menemukan damai, anda akan melihat semua kesulitan dan rasa
takut menghilang. Kehendak atau keinginan yang baik ! Itulah segalanya !
milikilah keinginan yang baik, tunduklah kepada Kehendak Allah, tempatkanlah
HukumNya yang suci diatas segalanya, layanilah Allah dengan segenap hatimu,
maka Dia akan memberimu pertolongan yang kuat agar kamu bisa memasuki Surga
dengan segala kemudahan yang amat mengagumkan. Aku tak pernah bisa percaya,
anda akan berkata seperti ini, bahwa begitu mudahnya untuk memasuki Surga itu !
Sekali lagi aku mengulangi, agar kerahiman Tuhan yang amat menakjubkan ini bisa
bekerja atas diri kita, Tuhan meminta kita untuk memiliki hati yang tegar,
berupa sikap, keinginan atau kehendak yang baik.
Keinginan yang baik terdiri atas sikap menyerahkan diri
dan menyesuaikan keinginan kita dengan keinginan Allah, yang merupakan aturan
pokok dari segala keinginan yang baik. Keinginan dan kemauan yang baik ini
mencapai kesempurnaannya yang tertinggi jika kita memeluk Kehendak Ilahi
sebagai kebaikan yang berkuasa, meskipun ia menuntut kurban-kurban yang
terbesar, penderitaan yang paling keras sekalipun. Oh, sebuah keadaan yang amat
terpuji ! Jiwa yang seperti itu nampak kehilangan sensasi akan rasa sakit, dan
hal ini terjadi karena jiwa itu digerakkan oleh semangat kasih ! Dan seperti
yang dikatakan oleh St. Augustine, jika kita mengasihi, maka kita tidak
menderita, atau jika kita menderita, kita akan mengasihi penderitaan itu. Aut si laboratur, labor ipse amatur.
Claude de la Colombiere Venerabilis, dari the Society of Jesus, memiliki hati yang
mengasihi ini, keinginan yang sempurna ini, dan didalam bukunya Retrait Spirituelle, dia menyatakan isi
pikirannya :”Kita tak boleh berhenti melakukan silih atas kesalahan-kesalahan
masa lalu dari kehidupan kita dengan melalui penebusan dosa. Namun hendaknya
hal itu dilakukan tanpa rasa cemas, karena hal yang terburuk yang bisa mengenai
kita, jika keinginan kita baik dan kita tunduk dan patuh, hal itu diberikan
untuk menggantikan masa tinggal kita yang lama didalam Api Penyucian, dan kita
bisa berkata dengan alasan yang benar bahwa ini adalah sebuah kejahatan yang
besar. Aku tidak takut akan Api Penyucian. Tentang neraka aku tidak mau
berbicara. Karena aku akan menyangkal kerahiman Allah jika aku memiliki rasa
takut, sedikitpun juga, akan neraka, meskipun aku lebih berhak mendapatkan
tempat itu dari pada semua iblis bersama-sama. Api Penyucian aku tidak takut.
Aku berharap aku tidak mendapatkannya, karena aku tak bisa melakukan hal itu
tanpa mengecewakan Allah. Namun karena aku memang layak untuk masuk kesana,
maka dengan senang hati aku akan pergi kesana dan memuaskan PengadilanNya,
dengan cara yang paling keras sekalipun yang bisa dibayangkan, bahkan hingga
saat hari Penghakiman terakhir nanti. Aku tahu bahwa siksaan-siksaan yang ada
disana sangatlah mengerikan, namun aku sadar bahwa semua itu untuk menghormati
Allah dan bukan merupakan perlukaan terhadap jiwa. Bahwa disana kita sudah
pasti tak pernah menentang kehendak Allah. Bahwa kita tak pernah menyesali
kerasnya hukumanNya itu. Bahwa kita akan mengasihi kerasnya pengadilanNya dan
menunggu dengan sabar hingga hukuman itu terlunasi sepenuhnya. Karena itu aku
memberikan dengan segenap hatiku segala kepuasan hatiku kepada jiwa-jiwa di Api
Penyucian dan mewariskan kepada orang-orang lain segala doa permohonan yang
diarahkan bagiku setelah kematianku nanti, agar Tuhan dimuliakan di Surga oleh
jiwa-jiwa yang berhak untuk diangkat lebih tinggi didalam kemuliaan, lebih dari
pada diriku ini”.
Lihatlah kepada kelimpahan kemurahan hati, kasih kepada
Allah dan kepada tetangga yang bisa membawa kita kepada kemuliaan ketika hal
itu telah menjadi milik hati kita. Ia bisa merubah wujud penderitaan dengan
cara sedemikian sehingga seluruh kepahitan yang ada didalamnya menjadi madu. “Jika kamu telah sampai begitu jauh,
sehingga kesulitan terasa manis bagimu, dan kamu akan memeluknya demi kasih
kepada Kristus, maka renungkanlah bahwa dirimu sudah benar karena kamu telah
menemukan sebuah Surga di dunia ini”. (Imitation 2:12). Karena itu marilah
kita memiliki kasih yang besar kepada Tuhan, memiliki kemurahan hati, maka kita
tidak akan takut kepada Api Penyucian. Roh Kudus bersaksi di kedalaman hati
kita bahwa menjadi anak-anak Allah kita tak perlu takut akan
pemurnian-pemurnian dari Bapa.
No comments:
Post a Comment