These Last Days News - March 18, 2022
Elit Davos Mendorong Pengendalian Pangan
Global
Dengan Kedok 'Ketahanan Pangan'
TheNewAmerican.news reported on March 15, 2022:
by William F. Jasper
Kaum Globalis
yang sama yang telah mendukung dan mempromosikan agenda tirani Covid, juga
mendorong dunia menuju krisis pangan dan kelaparan global. Kenaikan dramatis
harga pangan baru-baru ini bersama dengan kekurangan susu formula bayi dan
makanan lain sudah menunjukkan krisis pangan yang mengancam, dan bahkan prospek
kelaparan. Di bagian-bagian tertentu dunia, kelaparan bukan sekadar masa depan
yang prospektif yang harus ditakuti, melainkan kenyataan masa kini yang sedang
dialami saat ini. Di Yaman, Sudan, Ethiopia, Burundi, Eritrea, dan
negara-negara lain, jutaan orang sudah sekarat karena kelaparan, dan puluhan
juta lainnya menghadapi nasib yang sama. Ini terjadi di tengah pandemi Covid-19
dan, ternyata, sebagian besar krisis pangan dan kelaparan adalah akibat dari respons kebijakan pemerintah
terhadap virus tersebut. Spiral kematian karena kelaparan sedang dipercepat
oleh penguncian wilayah dan pengetatan kegiatan dengan alasan Covid, yang kemudian
mengganggu siklus penanaman dan panen, menghancurkan tanaman dan ternak,
membangkrutkan bisnis penting, dan melumpuhkan rantai pasokan.
Wabah
global pandemi Covid-19 tahun 2020 sangat besar mengubah masyarakat di seluruh
dunia. Para pemimpin politik dan birokrat yang dibantu oleh media telah memanfaatkan
— dan terus memanfaatkan — ketakutan orang banyak terhadap virus yang berasal dari
Komunis Cina itu untuk mendorong seluruh planet kita ke dalam sebuah rezim yang
telah membuat kita berbaris menuju masa depan totaliter yang semakin menyerupai
kengerian Orwellian dari rezim itu. Pengekangan konstitusional dan tradisional
pada kekuasaan pemerintah telah disingkirkan oleh dekrit pemerintah yang
mengklaim didasarkan pada keharusan "keselamatan dan kesehatan
publik" untuk melindungi kita dari "ancaman eksistensial" — dari
virus yang sejauh ini terbukti tidak lebih mematikan daripada flu biasa. Faktanya,
seperti yang ditunjukkan oleh banyak penelitian, dan seperti yang telah kami
laporkan, lebih banyak orang meninggal karena "penyembuhan" yang ditentukan oleh pemerintah daripada
menyerah pada virus itu sendiri. Dan pengabaian baru-baru ini oleh berbagai
pemerintah atas mandat kejam mereka (dengan senang hati seperti itu) belum
mengembalikan kita ke status quo ante;
mereka hanya memberi kita nafas sampai kampanye ketakutan berikutnya di mana
mereka memutuskan untuk memberlakukan gelombang kontrol baru, yang seharusnya
melindungi kita dari "varian" baru yang berbahaya.
Selama
bulan-bulan awal setelah wabah virus merebak, semakin banyak orang di seluruh
dunia mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang sangat salah dengan narasi resmi
yang mendorong kita menuju kediktatoran medis. Para dokter, ahli virus, ahli
epidemiologi, ahli biologi, dan ilmuwan lain — banyak di antaranya adalah
otoritas yang diakui dunia di bidangnya — disensor dan “dibatalkan” karena
berani menentang kebijakan pemerintah sebagai tidak ilmiah dan berbahaya,
karena berani menantang Anthony (“Saya mewakili ilmu pengetahuan") Fauci. Namun,
terlepas dari penyensoran, peringatan oleh para ahli pemberani ini bocor dan
menegaskan kekhawatiran yang mengerikan bahwa pemikiran rata-rata, masyarakat awam
yang mencintai kebebasan, sudah menumpuk dalam jiwa mereka. Semakin hari
semakin jelas bahwa “sains” Fauci mengubah kita — secara politik, sosial, dan
ekonomi — menjadi replika menakutkan dari rezim Orwellian Beijing yang
diperintah oleh Partai Komunis Cina (PKC). Sehubungan dengan pengakuan yang
berkembang ini, Covid semakin disebut sebagai “virus PKC”, sebuah istilah yang
dipopulerkan oleh The Epoch Times.
WEF
(Forum Ekonomi Dunia) : Konvergensi Globalis-Komunis
Bagi
banyak pengamat, salah satu perkembangan paling mencengangkan yang menyertai
virus PKC adalah cara para “kapitalis” terkemuka dengan antusias merangkul dan
memuji “solusi” totaliter Cina terhadap pandemi. Bill Gates, Warren Buffett,
Ray Dalio, BlackRock, Goldman Sachs, Blackstone, Carlyle, Citibank, dan raksasa
Wall Street lainnya serta klien korporat mereka dengan senang hati menyemangati
perjalanan ‘kereta musik Covid’. Tentu saja, sebagai bisnis "penting"
mereka telah berkembang pesat selama pandemi sementara pesaing mereka yang
lebih kecil dan kurang terhubung secara politik, telah lumpuh atau musnah.
Konvergensi
elit korporat Barat dengan elit PKC tidak mengejutkan pembaca The New American, karena kami telah
mencatat fenomena ini di halaman ini selama beberapa dekade terakhir. Namun,
dengan dimulainya pandemi Covid, dunia telah menyaksikan para globalis semakin
terbuka merangkul komunis dan cara-cara despotik mereka. Cara ini mengemuka
pada musim panas 2020 selama pertemuan Forum Ekonomi Dunia (WEF) bulan Juni,
dengan pengumuman
atas rencana mereka untuk melakukan “Great
Reset.”
Konferensi
WEF telah terkenal selama beberapa dekade sebagai pertemuan para plutokrat dan
otokrat terkaya di dunia yang menikmati kemegahan mewah sambil berpura-pura
peduli terhadap orang miskin di dunia dan mencela kelas menengah dunia atas
dugaan konsumsi berlebihan dan polusi mereka. Xi Jinping dan pejabat PKC
lainnya adalah peserta terhormat pada pertemuan WEF dan bahkan memimpin program
WEF dan penulis laporan WEF. Dengan Great Reset, para pembesar WEF secara resmi
mempresentasikan rencana gaya PKC mereka untuk “mengatur ulang atau reset,”
yaitu, mengubah semua umat manusia — secara politik, sosial, ekonomi, biologis,
moral, spiritual — di sepanjang garis Marxis-Leninis.
Klaus
Schwab, pendiri WEF dan frontman
untuk elit globalis, menjelaskan bahwa “pandemi merupakan jendela kesempatan
yang langka namun sempit untuk mencerminkan, membayangkan kembali, dan mengatur
ulang dunia kita.” Dia bersikeras bahwa dia dan sesama dewa WEF sedang mencari
kekuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk membentuk kembali dunia
hanya "untuk menciptakan masa depan yang lebih sehat, lebih adil, dan
lebih sejahtera" untuk semua. Ya, percayalah pada kami, beri kami kendali
tak terbatas atas segalanya dan kami akan memperbaiki semuanya; kami
menjaminnya! Anda akan SANGAT bahagia! Faktanya, salah satu janji tanda tangan,
seperti yang disajikan dalam video WEF yang sekarang
terkenal busuknya, menyatakan, "Pada tahun 2030, Anda tidak akan
memiliki apa-apa dan Anda akan bahagia."
Para miliarder
WEF masih akan bisa memiliki jet pribadi, kapal pesiar super, dan rumah besar
mereka, dan akan melanjutkan gaya hidup sampanye dan kaviar mereka di dunia,
tentu saja, tetapi Anda akan "senang" dengan kebutuhan apa pun yang
disediakan pemerintah. dijatah untuk Anda. Itu adalah perintah! Selain itu, para
penguasa global WEF bersikeras bahwa kebahagiaan Anda akan mencakup menjadi
vegan (kecuali jika Anda mau makan
serangga — sangat enak dan bergizi, Anda tahu), minum air limbah daur ulang
(sangat ramah lingkungan), meninggalkan mobil Anda (transit massal begitu
banyak lebih efisien), dan chipping otak Anda (selamat datang di Borg —
transhumanisme WEF akan membantu Anda). Dan isi pikiran Anda akan terbaca
seperti naskah menggelikan untuk film Kelas B kecuali bahwa itu diusulkan dan
didorong secara paksa oleh beberapa individu terkaya dan paling kuat di dunia. Klaus
Schwab terdengar dan terlihat seperti penjahat film James Bond klasik, tetapi dia
mewakili raksasa global Bisnis Besar, Keuangan Besar, Teknologi Besar,
Pemerintah Besar, dan Royalti Besar. Pangeran Charles dari Inggris, salah satu
bangsawan paling fanatik di lobi lingkungan yang fanatik, berpidato di
pertemuan WEF untuk membantu meluncurkan Great Reset dengan menekankan
"saling ketergantungan semua makhluk hidup." “Kita memiliki
kesempatan emas untuk mengambil sesuatu yang baik dari krisis ini. Gelombang
kejutnya yang belum pernah terjadi sebelumnya mungkin membuat orang lebih mudah
menerima visi perubahan yang besar,” tambahnya.
Pangeran super kaya ini telah membuat pernyataan serupa selama beberapa dekade,
menganjurkan rezim yang lebih sederhana untuk rakyat jelata, tetapi dia tidak mau
mengubah gaya hidupnya sendiri yang mewah. Begitu pula dengan para penganjur
Great Reset WEF lainnya. (Lihat video
tentang kemunafikan mereka yang sangat mencolok.)
Plandemik hingga
Kelaparan yang Direncanakan
Tidak
lama setelah selubung Covid turun ke atas kita, para peneliti mulai
memperhatikan hal yang aneh: Sebelum pandemi banyak pemain kunci di garis depan
upaya respons pandemi — pejabat pemerintah, badan intelijen, badan-badan PBB,
yayasan bebas pajak, lembaga penelitian medis — telah terlibat dalam skenario
pandemi (mereka melakukan “Simulasi atau Permainan Kuman”) yang sangat mirip
dengan wabah Covid-19. Dimulai dengan Operation Dark Winter pada tahun 2001,
para pemain ini telah melakukan lebih dari selusin Germ Games dengan nama-nama
seperti Atlantic Storm, Global Mercury, Lockstep, MARS, SPARS, CladeX, Crimson
Contagion, dan Event 201. Sedangkan “permainan perang” adalah alat yang valid
dan berguna untuk mensimulasikan dan mempersiapkan diri untuk mencegah atau
menanggapi potensi krisis di masa depan, seutas benang merah yang mengganggu,
yang berjalan melalui pelatihan Game Kuman ini. Skenario pelatihan ini selalu
berfokus pada indoktrinasi para pembuat keputusan publik untuk menanggapi wabah
penyakit menular dengan perintah yang tidak fleksibel dan memaksa, yang
memusatkan kendali pemerintah atas semua aspek kehidupan. Alih-alih benar-benar
“mengikuti sains”, Germ Games (simulasi permainan seolah muncul penyebaran
kuman mendadak) ini menggunakan otoritarianisme yang disamarkan sebagai sains
untuk membenarkan pemaksaan populasi global agar mau “tunduk dan berbaris”
sesuai dengan mandat pemerintah. Kepatuhan akan dicapai sebagian besar melalui
propaganda kuman yang direkayasa yang akan menakuti warga agar menyerahkan
kemerdekaan, kebebasan, dan hak mereka. Pelatihan tersebut mengajarkan secara
implisit bahwa pemaksaan mental dari propaganda mungkin tidak cukup dan
kemungkinan perlu ditambah dengan kekuatan militer dan polisi yang brutal — seperti
yang telah kita saksikan di seluruh dunia selama Covid.
Pengamatan
lebih dekat pada Germ Games ini juga mengungkapkan hubungan yang berulang dan
meresahkan antara entitas pemerintah yang seolah-olah mengendalikan pelatihan itu
(Departemen Luar Negeri AS, Departemen Pertahanan AS, USAID, CIA) dan beberapa institusi
swasta dan individu yang terkenal mempromosikan pemaksanaan pengendalian
populasi, seperti David Rockefeller (dan keluarga Rockefeller pada umumnya),
Bill Gates, George Soros, Ted Turner, the Rockefeller Foundation, the Bill
& Melinda Gates Foundation, the Population Council, Planned Parenthood, dan
lain-lain.
Sekarang,
setelah munculnya plandemi Covid, kami menemukan beberapa individu dan institusi
yang sama yang mengambil alih kepemimpinan dalam perencanaan “ketahanan pangan”
global. Di bawah Covid, ada para pemain di Big Pharma, dengan para investor
sekutu mereka dan para politisi yang telah dibeli dan dibayar, telah menguasai
sebagian besar sektor medis dan kesehatan kita. Sekarang kita bisa melihat
konsentrasi pengendalian yang sama atas sektor pertanian dan pangan kita. Bill
Gates, salah satu dari empat orang terkaya di dunia, adalah satu-satunya orang
paling berpengaruh di planet ini dalam mengarahkan kebijakan kesehatan dan
vaksin global, dengan jari-jarinya berada di semua aspek aktivitas pribadi dan
publik. Dalam beberapa tahun terakhir, miliarder Microsoft itu telah menjadi pemilik
individu terbesar dari tanah pertanian Amerika, dan membeli lebih dari
240.000 hektar di delapan belas negara bagian. Sesama pemerhati kelebihan
populasi dunia, Ted Turner, telah membeli lebih dari 2
juta hektar tanah peternakan di delapan negara bagian. Banyak perusahaan
besar, yayasan pengelola dana pensiun, dan firma investasi Wall Street juga
telah melahap tanah. Penguncian wilayah karena Covid, yang telah mendorong
banyak petani ke dalam kesulitan keuangan atau kebangkrutan, memungkinkan para pembeli
besar ini untuk mengambil paket utama dengan harga murah. Selama beberapa tahun
terakhir, peningkatan konsentrasi kekayaan ini disertai dengan laporan tentang
ketahanan pangan dari Dewan Hubungan Luar Negeri, Yayasan Rockefeller, Yayasan
Bill & Melinda Gates, Dewan Atlantik, dan badan-badan PBB seperti
Organisasi Kesehatan Dunia, Organisasi Pangan dan Pertanian, Program Pangan
Dunia, Dana Moneter Internasional, dan Bank Dunia.
Yayasan
Rockefeller: Mengatur Ulang Meja
Salah
satu dari banyak contoh propaganda ketahanan pangan yang patut dicatat adalah
laporan Rockefeller Foundation berjudul Reset
the Table: Meeting the Moment to Transform the U.S. Food System, yang
diterbitkan pada Juli 2020. Pertama, bukan hanya kebetulan bahwa laporan
Rockefeller mengadopsi kata "Reset" WEF dalam judulnya. Yayasan
Rockefeller telah terlibat dengan kelompok Davos sejak tahun-tahun awal WEF,
dan presiden yayasan saat ini, Rajiv Shah, dibesarkan di dalam jajaran globalis
melalui program WEF Young Global Leaders. Pada tahun 2001, Dr. Shah melanjutkan
bekerja untuk Yayasan Bill & Melinda Gates, mengawasi Fasilitas Keuangan
Internasional untuk Imunisasi (IFFI), sebuah organisasi yang korup, sebelum dia
pindah ke pemerintahan Obama untuk mengepalai Badan Pembangunan Internasional
AS (USAID). Selain menjadi anggota reguler WEF Davos, dia adalah anggota Dewan
Hubungan Luar Negeri (CFR) dan Komisi Trilateral ultra-elit yang didirikan
Rockefeller, serta anggota dewan Komite Penyelamatan Internasional, sebuah
Front CIA yang menyamar sebagai organisasi nirlaba kemanusiaan. Dengan kata
lain, Rajiv Shah secara kokoh berlindung di ‘Deep State’, kelas penguasa
permanen yang telah membajak pemerintah kita (AS).
Dalam
kata pengantarnya untuk Reset the Table,
Shah menulis bahwa laporan tersebut menjabarkan “kerangka kerja untuk perubahan
menuju sistem pangan AS yang adil, bergizi, dan berkelanjutan.” “Keharusan
untuk mengubah sistem pangan AS bukanlah hal baru,” katanya. “Yang baru adalah
urgensi dan peluang saat ini untuk membuat kemajuan transformatif.” Laporan ini
menawarkan kata kunci kabur yang khas, yang menggarisbawahi "kemajuan
transformatif" ini: keberlanjutan, kesetaraan, keragaman, ketahanan,
keadilan sosial, keadilan rasial, dll. Laporan tersebut menyerukan
"investasi" tambahan dalam lebih banyak program kesehatan dan
kesejahteraan, yang berarti, tentu saja, bahwa pemerintah kita yang berhutang
dan bangkrut harus mengambil lebih banyak lagi dari para pembayar pajak untuk
mendanai program-program pemerintah yang dijalankan oleh para birokrat yang
bersimpati pada gagasan kolektivis dari Rockefeller Foundation. Keterlibatan
tingkat tinggi yayasan Rockefeller dan Gates dalam pengembangan kebijakan
ketahanan pangan sangat mengkhawatirkan, mengingat kepemimpinan lama dan
pendanaan besar-besaran yang telah diberikan organisasi-organisasi ini kepada
pendukung militan dari kelompok-kelompok pengendalian populasi.
Kontrol
Makanan / Pengendalian Populasi
Jika
seseorang mengendalikan makanan, maka dia dapat sepenuhnya mengendalikan populasi.
Ini adalah konsep sederhana — yang dipahami sepenuhnya oleh semua calon
diktator. Sejarah telah banyak bersaksi, dan pengalaman kelaparan yang dipicu
oleh pemerintah di Ukraina, Cina, dan Ethiopia menunjukkan, bahwa mengizinkan
pemerintah mana pun untuk mendapatkan kendali seperti itu adalah bagaikan undangan
untuk pembunuhan massal dengan melalui kelaparan.
Orang-orang
dan lembaga-lembaga yang mendesak untuk melakukan “ketahanan pangan” hendaknya
memberikan peringatan serius kepada orang-orang secara masuk akal. Ini adalah
kekuatan yang telah menabuh genderang “kelebihan populasi” selama lebih dari
satu abad dan telah mendukung langkah-langkah depopulasi paling brutal,
termasuk kebijakan satu anak, aborsi paksa, dan program sterilisasi paksa
kriminal di negara-negara Dunia Ketiga.
Yayasan-yayasan
milik Rockefeller dan Gates berada di garda depan dari raket pembunuh ini.
Berikut ini adalah tinjauan singkat tentang kampanye pengendalian populasi
selama satu abad terakhir, sebuah kampanye yang hampir mencapai kendali politik
yang telah lama diupayakan:
Pada tahun 1904, Carnegie Institution for Science membentuk Kantor Catatan Eugenika untuk mempromosikan gagasan “perbaikan ras” melalui pengendalian populasi “ilmiah”, termasuk sterilisasi paksa dan penolakan perawatan kesehatan bagi mereka yang dianggap memiliki sifat fisik dan mental yang tidak diinginkan.
Pada tahun 1920-an, Margaret Sanger, seorang feminis-eugenicist-rasis meluncurkan Liga Kontrol Kelahiran Amerika (yang kemudian menjadi Planned Parenthood) dengan bantuan keuangan yang murah hati dari John D. Rockefeller, Jr. dan anggota keluarga Rockefeller lainnya.
Pada 1960-an, semangat untuk mengendalikan populasi telah mencapai titik kritis. Penerbitan The Population Bomb oleh Profesor Paul Ehrlich dari Universitas Stanford pada tahun 1968 memberi gerakan itu dorongan besar yang dibantu oleh media massa. Dianggap perlu dibaca di banyak kelas sekolah menengah dan perguruan tinggi, buku itu terjual puluhan juta eksemplar. Ehrlich meramalkan bahwa puluhan juta orang Amerika akan mati kelaparan pada 1980-an, dan pada 1999 populasi AS akan berkurang menjadi 22,2 juta. Inggris, katanya, akan lebih buruk lagi, dan ia tidak akan ada lagi pada tahun 2000! “Posisi kami mengharuskan kami mengambil tindakan segera di dalam negeri dan mempromosikan tindakan efektif di seluruh dunia,” tegas Ehrlich. “Kita harus memiliki pengendalian populasi di rumah, mudah-mudahan melalui sistem insentif dan hukuman, tetapi dengan paksaan jika metode sukarela gagal…. Kita tidak mampu lagi hanya untuk mengobati gejala kanker pertumbuhan penduduk; kanker itu sendiri harus disingkirkan.” “Kita mungkin melembagakan sebuah sistem,” saran Ehrlich, “di mana suatu bahan sterilan sementara akan ditambahkan ke makanan pokok atau ke persediaan air. Suatu obat penawar harus diambil untuk memungkinkan reproduksi.”
Pada tahun 1969, Alan Guttmacher, presiden Planned Parenthood, menyatakan: “Setiap negara harus memutuskan bentuk pemaksaannya sendiri, menentukan kapan dan bagaimana hal itu harus digunakan…. Sarana yang tersedia saat ini adalah sterilisasi wajib dan aborsi wajib.”
Pada tahun 1972, para globalis di Club of Rome menerbitkan The Limits to Growth, sebuah saluran propaganda over populasi berpengaruh lainnya yang menyamar sebagai sains. Seperti keluhan soal lingkungan dari Ehrlich, prediksi hiperventilasi tentang malapetaka lingkungan telah terbukti konyol. Pada tahun 1991, Club of Rome menerbitkan sebuah buku berjudul The First Global Revolution, yang menyimpulkan, “Musuh yang sebenarnya adalah umat manusia itu sendiri.”
Pada tahun 1974, Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat menyelesaikan dokumen rahasia berjudul National Security Study Memorandum 200 (NSSM-200). Dokumen ini juga dikenal sebagai The Kissinger Report, karena Henry Kissinger adalah Sekretaris Negara pada saat dokumen itu ditulis. Judulnya, “Implikasi Pertumbuhan Populasi Seluruh Dunia untuk Keamanan AS dan Kepentingan Luar Negeri.” Dokumen itu dideklasifikasi dan dipublikasikan pada tahun 1990. Dengan mengklaim kepentingan keamanan nasional dalam melindungi "stabilitas politik, ekonomi, dan sosial" negara-negara yang memasok mineral strategis ke Amerika Serikat, memo Kissinger mengusulkan penggunaan bantuan luar negeri AS untuk mempromosikan legalisasi aborsi, peningkatan tindakan sterilisasi dan tingkat penggunaan kontrasepsi, serta menahan bantuan bencana dan makanan kecuali program pengendalian populasi dilaksanakan. Meskipun The Kissinger Report berusia hampir setengah abad, Dr. Brian Clowes dari Human Life International mencatat, “Ini terus menjadi dokumen dasar tentang pengendalian populasi pemerintah AS. Oleh karena itu, dokumen ini terus mewakili kebijakan resmi Amerika Serikat tentang pengendalian populasi pemerintah dan, pada kenyataannya, ia masih diposting di situs web USAID.”
Pada tahun 1977, John Holdren penulis Ecoscience, di mana disitu ia mengatakan: “Memang, telah disimpulkan bahwa undang-undang pengendalian populasi wajib, bahkan termasuk undang-undang yang mewajibkan aborsi wajib, dapat dipertahankan di bawah Konstitusi yang ada jika krisis kependudukan menjadi cukup parah hingga bisa membahayakan masyarakat.” Presiden Barack Obama menjadikan Holdren sebagai "tsar sains".
Pada tahun 1990, pendiri CNN Ted Turner mendirikan Turner
Foundation, yang terus terdaftar dengan tujuan "mengembangkan praktik dan
kebijakan untuk mengekang tingkat pertumbuhan penduduk." Pada pertengahan
1990-an dia menyatakan: "Total
populasi dunia 250-300 juta orang, penurunan 95% dari tingkat saat ini, akan
menjadi ideal."
Pada November 1991, penjelajah bawah laut terkenal dan bintang televisi, Jacques Cousteau, mengatakan kepada The UNESCO Courier bahwa “Kelebihan populasi adalah masalah nomor satu planet kita.” Dia melanjutkan: “Mengerikan jika harus mengatakan ini. Populasi dunia harus stabil dan untuk itu kita harus menghilangkan 350.000 orang per hari. Ini sangat mengerikan untuk direnungkan sehingga kita seharusnya tidak mengatakannya. Tetapi situasi umum di mana kita terlibat sangatlah menyedihkan.”
Pada 1 Januari 1995, peluncuran Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memprakarsai rezim baru kontrol pangan global dengan memberdayakan WTO untuk menggunakan Codex Alimentarius PBB dalam mengadili sengketa perdagangan internasional yang melibatkan makanan. Codex Alimentarius, dibuat pada tahun 1961 dan dikelola bersama oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia, adalah kumpulan besar dari 362 standar, pedoman, dan kode praktik mengenai setiap kategori makanan pada dasarnya. Aturan perdagangan WTO memberikan insentif bagi legislator nasional untuk mengadopsi Codex ke dalam undang-undang nasional mereka, sementara birokrat FAO/WHO dan penyandang dana/penasihat Big Pharma mereka terus-menerus merevisi Codex. Bill Gates adalah penyandang dana terbesar kedua dari WHO setelah pemerintah Amerika Serikat, dan juga merupakan penyandang dana utama dari FAO. Siaran pers FAO 22 Februari 2012 menampilkan foto Direktur Jenderal FAO saat itu, José Graziano da Silva, berjabat tangan dengan Gates di markas FAO di Roma. Menurut siaran pers, “Graziano da Silva memberi Gates izin bangunan permanen kepada FAO, sebagai isyarat simbolis komitmen FAO untuk bekerja lebih dekat dengan sektor swasta dan masyarakat sipil.”
Dalam wawancara televisi PBS tahun 2003 dengan Bill Moyers, Gates mengatakan bahwa ketika dia tumbuh dewasa, "ayah saya adalah kepala Keluarga Berencana" dan masalah kependudukan adalah "satu-satunya masalah yang benar-benar menarik perhatian saya sebagai hal yang mendesak." Gates, rupanya, salah bicara selama wawancara; ayahnya, William H. Gates, bukan kepala Planned Parenthood (PP) secara nasional, tetapi adalah wali amanat, direktur, dan penyandang dana signifikan dari organisasi di Pacific Northwest. Media "pemeriksa fakta" segera menyerang laporan oleh kritikus pro-kehidupan yang mengutip koneksi Gates-PP (yang sangat nyata tetapi mengandung kesalahan yang diumumkan oleh Bill Gates, Jr.) dalam upaya yang jelas untuk mendiskreditkan laporan itu sebagai "tidak berdasar" dan "teori konspirasi."
Pada tahun 2012, Dana Kependudukan PBB (UNFPA) memuji pemberian Gates sebesar $2,2 miliar kepada sebuah yayasan yang dinamai menurut nama ayahnya yang mengarahkan dananya untuk “kesehatan reproduksi” global. Yayasan Gates dengan bangga menampilkan pujian UNFPA di situs webnya. Gates telah memberikan banyak hibah jutaan dolar langsung ke UNFPA, yang mendukung aborsi paksa di Cina dan di seluruh dunia.
Pada bulan Oktober 1995, penulis/filsuf Sam Keen memberi tahu para perdana menteri, presiden, legislator, selebritas, dan ilmuwan yang berkumpul di pleno penutup Forum Negara Bagian Dunia Yayasan Gorbachev di San Francisco tentang konsensus yang telah dicapai forum: “Kami harus berbicara jauh lebih jelas tentang seksualitas, tentang kontrasepsi, tentang aborsi, tentang nilai-nilai yang mengendalikan populasi, karena krisis ekologis, singkatnya, adalah krisis populasi. Potong saja populasi (dunia) hingga 90 persen maka tidak ada cukup orang yang tersisa untuk melakukan banyak kerusakan ekologis.”
Pada tanggal 24 Mei 2009, The Times of London melaporkan bahwa pertemuan rahasia para miliuner terkemuka dunia telah mencapai rencana untuk membatasi populasi dunia. Berjudul "Klub Miliarder dalam upaya untuk mengekang kelebihan populasi," disitu menceritakan tentang pertemuan di Manhattan yang mencakup beberapa raksasa terkaya di planet ini: Bill Gates, George Soros, Ted Turner, Oprah Winfrey, David Rockefeller, Warren Buffett, dan Michael Bloomberg. The Times melaporkan bahwa, menurut seorang peserta, "muncul konsensus bahwa mereka akan mendukung strategi di mana pertumbuhan penduduk akan ditangani dan dianggap sebagai ancaman lingkungan, sosial dan industri, yang berpotensi membawa bencana." “Ini adalah sesuatu yang sangat mengerikan sehingga semua orang dalam kelompok ini setuju bahwa ini membutuhkan jawaban yang cerdas,” kata tamu tersebut. “Mereka harus independen dari lembaga pemerintah, yang tidak dapat mencegah bencana yang kita semua lihat di depan mata.”
Orang-orang
"berotak besar" ini tidaklah "independen dari lembaga
pemerintah"; mereka beroperasi melalui (dan sampai tingkat tertentu)
lembaga-lembaga pemerintah. Mereka melakukan ini bukan sebagai individu
(kecuali dalam kasus Bill Gates), tetapi sebagai penyandang dana yayasan dan
anggota terkemuka organisasi globalis seperti Council on Foreign Relations dan
World Economic Forum. Mereka mendukung tindakan pengendalian populasi secara
paksa oleh USAID dan Dana Kependudukan PBB, termasuk program brutal dari Komunis
Cina. Mereka banyak berinvestasi di Cina dan mendentingkan gelas sampanye
dengan para pemimpin PKC sambil menutup mata terhadap kebrutalan rezim setempat,
pelanggaran hak asasi manusianya, dan ancamannya terhadap keamanan nasional dan
global. Pada tahun 2017 Bill Gates dilantik
ke dalam Chinese Academy of Engineering (CAE), sebuah organisasi profesional
yang dikendalikan oleh dan tunduk pada Partai Komunis Cina. Anggota klub
miliarder WEF tidak mengecam genosida Beijing terhadap orang Tibet atau Uyghur,
penindasan brutalnya terhadap Hong Kong, atau penguncian wilayah hingga
menimbukan kelaparan yang mengerikan yang saat ini diberlakukan pada
orang-orang Shanghai. Faktanya, para “dermawan” ini dan rekan-rekan CFR/Davos
mereka terus meningkatkan kesepakatan bisnis mereka dengan para jagal Beijing.
Sebagai rekan PKC mereka, ketika mereka berbicara tentang “ketahanan pangan”
yang mereka maksud adalah pengendalian pangan. Dan tidak ada keraguan bahwa
jika mereka berhasil mendapatkan kendali, mereka akan sama kejamnya dengan Mao
Zedong atau Xi Jinping.
-------------------------------
Silakan membaca artikel lainnya di sini:
Anne,
February 4, 2022 (lokusi, 4 of 5)
Anne,
February 4, 2022 (lokusi, 5 of 5)
Vatikan
Bersikap Diam Saat Kedubes AS Di Vatikan Mengibarkan Bendera LGBT
Paus
Mengumumkan Uskup Pro-LGBT Akan Diangkat Menjadi Kardinal
Paus
menunjuk Kardinal Cupich yang pro-LGBT untuk menjabat di kantor urusan liturgi
Vatikan