PASTOR CLOVIS:
SIKAP AMBIGUITAS FRANCIS TELAH
MENAMPILKAN KEBERADAAN ANTI-GEREJA
ROME, May 24, 2017 (LifeSiteNews)
—
Pengaruh
PF di dalam Gereja Katolik telah menjadi "berkat yang besar dan
sejati" karena ajarannya yang ambigu telah memunculkan "anti-Gereja" keluar dari bayang-bayang menuju kepada penampilannya yang jelas untuk disaksikan oleh semua umat beriman, demikian seorang
imam mengatakan pada sebuah pertemuan pro–life dan
pro-family di Roma minggu lalu.
"Kemunculan Paus Fransiskus, dalam
tatanan ilahiah, membuktikan adanya
sebuah berkat yang besar dan sejati," demikian kata pastor Linus Clovis dari Family Life International dalam pidatonya
di Rome Life Forum pada 18 Mei.
"Sebuah konflik yang tersembunyi
telah berkecamuk di dalam Gereja selama lebih dari
seratus tahun terakhir ini... dan di
bawah Francis, paus Jesuit pertama, paus pertama dari benua
Amerika dan paus pertama yang
ditahbiskan imam melalui Ritus
Baru, konflik itu terbuka lebar, dengan potensi Gereja akan
menjadi semakin kecil tetapi lebih murni dan taat," tambahnya.
Pastor Clovis mengatakan bahwa
peringatan nubuatan dari St. Yohanes Paulus II
tahun 1976 tentang bangkitnya "anti-Gereja" yang akan memberitakan
"anti-Injil" sedang digenapi pada saat-saat ini oleh para pemimpin di dalam Gereja Katolik, bahkan terutama
di tingkat yang
paling tinggi.
Anti-Injil dari anti-Gereja itu seringkali
"tidak dapat dibedakan dari ideologi sekuler, yang telah memutar-balikkan
hukum alam dan Sepuluh Perintah Allah," katanya.
"Anti-Injil ini, yang berusaha
meninggikan keinginan individu untuk banyak
mengkonsumsi, untuk merengkuh
banyak kenikmatan dan untuk menguasai kehendak Allah, telah ditolak
oleh Kristus saat Dia dicobai
di padang gurun dulu. Dengan
berkedok sebagai 'hak asasi
manusia', ide ‘anti-Injil’ itu telah
muncul kembali, dengan segala kehebatannya
yang bersifat jahat, untuk mempromosikan sikap narsistik dan hedonis yang menolak segala
batasan apapun juga kecuali yang dipaksakan oleh hukum
buatan manusia," tambahnya.
Read the full article at Life Site News
Pastor Clovis mengatakan bahwa kebangkitan anti-Gereja telah
berlangsung perlahan namun terus berlanjut selama beberapa dekade terakhir, dan kemunculannya di permukaan telah jelas terlihat dalam beberapa tahun terakhir ini.
"Selama setengah abad yang lalu,
telah terjadi krisis yang berkembang di dalam Gereja, yang timbul karena kurangnya
pengajaran yang jelas dan tidak ambigu, hingga sering terjadi perbedaan pendapat di antara para imam, religius dan umat awam. Di dalam Gereja kontemporer atau
modern, krisis ini telah dibawa ke permukaan, bisa
dikatakan telah mencapai puncaknya, oleh munculnya
penolakan terhadap paradigma ya / tidak dari Tuhan kita, serta
pelemahan terhadap doktrin yang telah
mapan melalui praktik pastoral yang cepat berubah," katanya.
Imam ini mencatat bahwa ada sebuah perasaan
di antara umat Katolik yang setia, yang
mengatakan bahwa "hal-hal yang
bersifat gerejani dan katolik kini sedang berantakan dan anarki pastoral telah dilepaskan secara
bebas ke
seluruh Gereja." Dia mengatakan
bahwa "sebuah pengerahan atau pemaksaan kekuasaan yang tersembunyi" saat ini sedang bekerja di dalam
Gereja yang memicu anarki semacam itu.
"Kekuasaan itu dapat merubah proses
pembatalan pernikahan tanpa harus berkonsultasi
(seperti biasanya) dengan
dikasteri Roma secara
memadai; munculnya
sebuah teguran yang
keras terhadap Curia Roma dalam sebuah
pidato Natal; terjadinya pembersihan keanggotaan dikasteri,
yang secara efektif melemahkan pengaruh para Prefeknya
yang selama ini telah berdiri teguh melawan
segala pembaharuan yang
merugikan baik terhadap ajaran tentang pernikahan maupun
ajaran liturgi; melumpuhkan peranan biarawan
Fransiskan ‘Yang Tak Bernoda’; dan penutupan
kampus Institut John Paul IIz di Melbourne," katanya.
Pastor Clovis memperingatkan bagaimana
anti-Gereja itu akan berusaha
menipu umat beriman dengan cara menampilkan dirinya seolah-olah sebagai Gereja yang benar.
"Sudah jelas bahwa saat
ini Gereja Katolik dan anti-Gereja telah
hidup berdampingan di dalam
bidang sakramental, liturgis dan
yuridis yang sama. Yang terakhir ini (anti-Gereja), setelah tumbuh semakin kuat,
sekarang ia berusaha untuk memperkenalkan
dirinya sebagai Gereja yang benar,
yang berhak untuk mengatur atau memaksa umat beriman agar menjadi penganutnya, pewartanya dan pembela ideologi sekulernya," katanya.
"Jika anti-Gereja berhasil dalam menguasai
semua sendi dari Gereja yang benar, maka hak-hak manusia akan menggantikan hak-hak Allah melalui penodaan terhadap
Sakramen-sakramen, penistaan tempat
kudus, dan penyalahgunaan kekuatan apostolik," tambahnya.
Umat yang setia akan mengenal
anti-Gereja itu dari buahnya, kata
pastor Clovis. Anti-Gereja
itu akan mengijinkan
para politisi yang "memilih untuk mendukung
aborsi dan pernikahan sesama jenis” untuk menerima Komuni Kudus. Ia
juga akan mengakui suami dan isteri
yang telah meninggalkan pasangan dan anak-anak mereka yang
sah, untuk melakukan hubungan zina
dengan orang lain dan boleh menerima Sakramen-sakramen, tanpa kewajiban pertobatan
bagi mereka. Di dalam anti-Gereja itu, para imam dan teolog yang "menolak ajaran Katolik
dan moral secara terbuka akan bebas menjalankan pelayanannya dan bebas untuk
menyebarkan perbedaan pendapat, sementara umat Katolik yang setia akan
terpinggirkan, difitnah dan dipersalahkan setiap saat.
Di dalam
anti-Gereja itu, katanya lagi, akan nampak seolah-olah ia telah berhasil "menumbangkan peranan
Tuhan sebagai Pencipta, Jurus Selamat dan Pengudus, dan
menggantikan Dia dengan manusia sebagai pencipta-dirinya
sendiri, penyelamat-dirinya
sendiri dan pengudus-dirinya sendiri."
Pastor Clovis mengatakan bahwa anjuran
Amoris Laetitia dari
PF adalah contoh dari sebuah kekuatan yang
bekerja di dalam Gereja saat ini
yang membantu menetapkan garis pemisah antara anti-Gereja dan Gereja Yesus
Kristus yang sejati. Inilah yang telah
mendorong anti-Gereja itu untuk
keluar dari bayang-bayangnya selama ini, hingga ia nampak jelas bagi
semua orang.
"Anjuran apostolik Amoris Laetitia adalah katalisator yang tidak
hanya memecah belah uskup-uskup satu sama lain, tetapi juga
memisahkan para imam dari uskup
mereka, imam yang satu dengan imam yang lain, dan akibatnya umat awam menjadi cemas
dan bingung," katanya.
"Sebagai kuda Troya, Amoris Laetitia telah memunculkan
kehancuran spiritual bagi seluruh Gereja. Sebagai tantangan yang dilontarkan, ia
telah mengundang keberanian untuk mengatasi
rasa takut. Tetapi dalam keadaan
apapun juga, sekarang ia siap untuk memisahkan anti-Gereja dari
Gereja Kristus yang sejati, seperti yang dikatakan oleh St. Yohanes Paulus II. Sementara saat pemisahan itu telah mulai terjadi, maka masing-masing
dari kita, seperti halnya para malaikat, harus memutuskan bagi diri kita sendiri, apakah kita lebih memilih untuk berbuat salah bersama dengan
Lucifer, atau memilih yang benar tanpa Lucifer," tambahnya.
Selanjutnya pastor Clovis mengatakan bahwa umat Katolik yang berusaha tetap setia
kepada Kristus dan Gereja yang didirikanNya tidak perlu merasa takut
akan kekacauan yang terjadi saat ini, yang sedang
mereka saksikan
sekarang.
"Pada saat pembaptisan, kita menjadi anggota Gereja Militan, dan pada saat
menerima Sakramen Krisma, kita menjadi pasukan Kristus; oleh karena itu, kita telah
direkrut dan dipersenjatai bagi pertempuran
mematikan melawan tiga musuh jiwa kita yang tak tergoyahkan: dunia, daging dan
iblis," katanya.
"Dengan mengingat bahwa 'kita tidak berperang melawan daging dan darah, tetapi melawan
kerajaan-kerajaan, melawan kekuatan, melawan penguasa dunia kegelapan saat
ini, melawan pasukan spiritual jahat di lorong-lorong
langit,' maka kita berperang, seperti para Rasul, dengan
menjadikan para martir sebagai
contoh kita dan Yesus
Kristus sendiri sebagai ganjaran kita,” tambahnya.
Silakan melihat artikel
lainnya disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment