BERAPA BANYAK
YANG AKAN MUSNAH DIKARENAKAN USKUP-USKUP DAN AKADEMISI KATOLIK YANG KEHILANGAN ARAH
(DENGAN MENDUKUNG PERBUATAN SODOMI)?
by DOUG
MAINWARING (bekas gay dan pelaku homosex)
Uskup John Dolan dari San Diego adalah seorang pendukung LGBT
Penyimpangan semacam itu adalah bagian
dari agama tunggal dunia ciptaan manusia.
June 22,
2017 (LifeSiteNews) — Ketika seorang pria dan seorang wanita
bermain cinta, maka keajaiban pembuahan dan kelahiran anak adalah dimungkinkan
untuk terjadi. Namun bila dua orang pria mencoba melakukan hal yang sama, maka hasil
yang paling besar dari mereka adalah berupa pelepasan air mani yang bercampur
dengan kotoran manusia.
Selain adanya kontras yang sangat mencolok
ini, orang-orang Katolik yang berkedudukan tinggi dan dalam posisi berkuasa dan
berpengaruh di Amerika Utara tidak lagi dapat melihat perbedaan penting di
antara kedua perbuatan tadi. Mereka bukan saja menerima 'gay' sebagai hal yang normal
sepenuhnya, tetapi mereka juga mempromosikan 'pernikahan sesama jenis,' yang
merupakan pernikahan ‘anti suami-istri’, ‘anti saling-melengkapi’, perkawinan
tanpa perbedaan jenis kelamin, dimana orang-orang itu menyamakannya dengan pernikahan
antara pria dan wanita.
Anda sudah tahu banyak nama-nama
mereka: ada Perdana Menteri Kanada yang beragama Katolik Justin
Trudeau, dimana menurut dia perkawinan 'gay' adalah merupakan 'prinsip
utama’; kemudian ada Hakim Agung dari Mahkamah Agung AS Anthony Kennedy (U.S. Supreme Court Justice Anthony Kenned), yang mengusulkan hak asasi nasional bagi
pernikahan tanpa memandang jenis kelamin; kemudian ada mantan wakil presiden
A.S. Joe
Biden, yang telah menikahankan dua orang pria (tanpa memandang gender); lalu
ada pemimpin minoritas Rumah Katolik Nancy
Pelosi, yang menegaskan bahwa "pernikahan" sesama jenis sangat
"konsisten" dengan agama Katolik; kemudian Gubernur New York, Katolik,
Andrew
Cuomo, kemudian ada Senator Virginia dan capres Katolik tahun 2016 Hillary
Clinton dan pasangannya Tim Kaine, dan banyak lagi lainnya yang dengan penuh
semangat mendukung dan menganjurkan homosex dan menganggap bahwa hal itu adalah
normal.
Pada saat yang sama, orang-orang
Katolik yang juga merupakan orang-orang terkenal ini menjadi semakin tidak
mampu membedakan antara pria dan wanita dan mereka tidak mengerti arti pentingnya
tindakan ‘saling melengkapi’, yang hanya bisa diwujudkan oleh perkawinan
pria-wanita. Mereka kini mempromosikan transnormativitas. (Hubungan sesama
jenis yang dianggap normal).
Jelas sekali bahwa ada sesuatu yang
tidak beres dengan pandangan mereka atas pernikahan dan martabat manusia, yang
ada di antara kaum elit Katolik, ketika tindakan sodomi dianggap merupakan
penyempurnaan dari pernikahan dan alat kelamin tidak lagi menunjukkan jenis
kelamin seseorang.
Kenyataan bahwa mereka semakin menikmati
persekutuan
penuh dengan Gereja meskipun mereka menyiarkan kebohongan yang menentang
hukum alam dan menyangkal Kitab Injil, tetapi persekutuan penuh mereka dengan
Gereja itu hanya semakin membesarkan hati mereka dan mengundang orang lain untuk
mengikuti jejak mereka.
Begitulah pikiran orang-orang Katolik yang
terkemuka itu telah tenggelam dari kebodohan, kepada kegelapan, kepada kebobrokan,
dan mereka berniat untuk menyeret kita semua untuk terjatuh bersama mereka -
dengan melalui kekuatan hukum, jika perlu - dan jika bukan terhadap kita, maka
terhadap anak-anak kita.
Gambaran
yang lebih besar adalah lebih buruk. Jauh lebih buruk
Marilah kita menyisihkan gambaran dunia
elite politik dan masyarakat Katolik Amerika Utara untuk sesaat. Ancaman yang
jauh lebih serius ada di hadapan kita.
Apa yang akan terjadi ketika kelompok para
uskup dan klerus Gereja sama-sama menjauhkan diri mereka dari kebenaran? Apa
yang akan terjadi ketika mereka menganggap bahwa jalan-jalan dunia ini lebih menarik daripada pesan Injil, dan kemudian
mereka memperdagangkan magisterium Gereja dengan budaya populer?
Kita akan mencari tahu soal itu.
Menolak
dan menjauhi kebenaran, akan meniadakan karya Roh Kudus
Beberapa imam dan uskup yang
berkedudukan tinggi nampaknya tertarik untuk mempromosikan janji kosong dunia
ini yang ditolak oleh umat Katolik pada saat pembaptisan mereka : pastor James Martin, SJ,
editor majalah Yesuit America,
baru-baru ini yang ditunjuk oleh Vatikan sebagai konsultan komunikasi; Joseph
Kardinal Tobin, C.Ss.R., Uskup Agung Newark, New Jersey; Uskup
John Stowe dari Keuskupan Lexington di Kentucky; Uskup Agung Vincenzo
Paglia, yang sekarang memimpin Akademi Kepausan bagi Kehidupan dan Institut
Kepausan Paus Yohanes Paulus II bagi Studi Perkawinan dan Keluarga (the Pontifical Academy for Life and the Pontifical Pope John Paul II
Institute for Studies on Marriage and Family).
Sementara itu Vatikan nampaknya sedang mengumpulkan
dan mempromosikan orang-orang yang pro-homoseksual dan pro-transgenderis, dan dorongan
untuk menerima ideologi-ideologi aneh atas kemanusiaan ini sampai terasa di
rumah kita, di Amerika Utara.
Baru-baru ini, Keuskupan San Diego
mengumumkan bahwa pastor
John Dolan, seorang imam dengan catatan positif sebagai pendukung LGBT,
telah ditunjuk oleh Vatikan untuk menjadi uskup pembantu. Di Keuskupan Agung
Baltimore, Paroki St. Matthew telah mempromosikan homoseksualitas dan kesamaannya
dengan Katolisitas, selama bertahun-tahun ini.
Di
Keuskupan Agung New York, Gereja Sakramen Mahakudus mengumumkan bahwa
kelompok "Gay Fellowship"-nya yang bermitra dengan "Born This
Way Foundation" Lady Gaga untuk mengadakan tarian penggalangan dana di
aula paroki pada tanggal 17 Juni 2017.
Bahkan pastor Jesuit untuk Dewan
Perwakilan AS, Patrick J. Conroy, mengemukakan bahwa ajaran Gereja tentang
homoseksualitas "sudah usang," dan dia menyebutnya sebagai
"jalan buntu." Perkataannya mengungkapkan bahwa
"pernikahan" homoseksual adalah satu-satunya jalan menuju kebahagiaan
bagi relasi sesama jenis.
Jika Gereja sekarang mulai melemahkan kebenaran
magisterial, mencampur-adukkan antara yang tidak senonoh dengan yang kudus, kemanakah
pasangan sesama jenis akan menuju jika hati nurani berbicara kepada kita? Ruang
pengakuan dosa akan berubah menjadi kios penegasan dan pembenaran diri yang tidak
akan memuaskan siapapun, dan hanya menimbulkan tragedi saja.
Apa yang akan terjadi pada pria dan
wanita atau anak laki-laki dan anak perempuan yang tertarik kepada sesama
jenisnya, jika Gereja sendiri (melalui para klerusnya) mengabaikan kebenaran ajaran
Kristus dan kemudian menggelar tikar selamat datang berwarna ‘pelangi’ (lambang
LGBT)? Hal itu tidak akan berhasil, karena kebenaran-lah yang menarik orang-orang
kepada Gereja dan kebenaran-lah yang mengarahkan hati mereka kepada Kristus. Adalah
kebenaran yang bergema di dalam hati dan menarik akal-budi. Adalah pesan yang
murni dari Injil yang mengilhami seseorang, bukan kebohongan dan janji-janji
kosong dari dunia ini.
Ingat
akan perkataan PF yang terkenal itu : Who am I to
judge? Dan
biarlah saya memberitahu anda:
Dulu
saya adalah orang yang tertarik kepada sesama jenis, dan pernah saya menjauhi pernikahan
dan Gereja saya, dan hidup sebagai pria gay.
Namun ada sesuatu yang bergejolak di
dalam diri saya. Itu adalah suara hati saya. Setelah emosi dan perasaan saya
terbebas, saya merasakan ada sesuatu yang tidak benar, betapapun saya mencoba
untuk menekan pikiran seperti itu. Dan saat ini, hampir dengan suara bulat saya
sepakat bahwa kegelisahan hati nurani saya ini berasal dari dorongan akan
kesadaran bahwa perkawinan yang normal adalah antara pria dan wanita, dan
itulah yang benar. Kita diberitahu bahwa tekanan budaya exterior menyebabkan daya
tarik terhadap sesama jenis untuk merasa "berbeda," hingga mengakibatkan
depresi, gangguan masalah perilaku, bahkan keinginan untuk bunuh diri. Istilah
yang sekarang sedang populer bagi keadaan ini adalah adalah 'stres minoritas'.
Kami juga diberitahu bahwa Gereja
'tidaklah menyenangkan' karena tidak menyetujui perilaku relasi sesama jenis, dan
bahwa Gereja adalah 'pencari yang tidak ramah'.
Tetapi pengalaman saya
menceritakan sebuah kisah yang berbeda. Ada sebuah pengakuan di dalam batin
yang kuat dan bersifat bawaan bahwa ada sesuatu yang salah dengan tingkah laku saya
ini. Bukan masyarakat yang mengatakan bahwa saya 'buruk' atau menuduh saya atau
gagal menerima saya. Justru sebaliknya, saya merasa 100 persen diterima oleh
semua orang yang saya kenal. Tetapi penerimaan mereka bukanlah masalah. Tidak.
Hati nurani saya yang berfungsi sempurna yang berbicara kepada saya, dan membuat
saya berusaha memahami diri saya sendiri.
Pada akhirnya, saya memutuskan untuk
menjalani kehidupan yang suci, untuk kembali kepada istri saya dan kepada
Gereja Katolik. Mengapa? Karena di dalam Gereja Katolik kebenaran itu tidak
ditemukan seperti di tempat lain di bumi: dikemas, digoncang bersama, penuh
sampai tumpah ke luar (Lukas 6:38). Dan bukan hanya kebenaran; saya juga menemukan
persekutuan yang otentik dan intim dengan saudara-saudara Katolik di dalam
paroki saya, yang saya cintai dan yang mencintai saya. Salah satu aspek
terbesar dari kasih persaudaraan dalam kehidupan paroki adalah: Kami saling
membantu untuk tidak berbuat dosa, untuk menemukan persekutuan yang lebih besar
dengan Allah, dan maju terus sebagai orang-orang yang berdiri tegak menolak pelanggaran.
Kini saya dapat dengan mudah menjawab
pertanyaan PF yang terkenal itu, "Siapakah saya ini hingga berhak menghakimi
(menilai)?" Saya adalah seorang Kristiani yang memeriksa hati nurani saya
setiap hari. Saya harus menghakimi (menilai), karena kebenaran dan Roh mengarahkan
saya untuk melakukannya. Adalah tugas saya untuk menghakimi (menilai), untuk mencari
kebenaran, dan menyangkal kebohongan serta daya pikat daging dan dunia.
Jika bukan karena ajaran yang solid dari
Gereja Katolik yang menantang hidup saya, dan menegaskan karya Roh Kudus dalam
hidup saya, maka saya akan tersesat.
Orang-orang
Katolik yang merasa tertarik kepada sesama jenisnya, dibuat bingung oleh
meningkatnya pesan beragam yang timbul dari dalam Gereja, terutama dari para
uskupnya. Dan sementara suara-suara dari dalam Gereja menyerukan agar ia (Gereja)
menyerah kepada revolusi seksual yang semakin keras, maka suara dari Injil
menjadi semakin redup. Pesan-pesan yang beraneka ragam itu merusak kehidupan umat,
dengan memaafkan segala perilaku dan pola pikir yang begitu banyak dan berusaha
melarikan diri dari aturan yang baku. Mereka telah mengabaikan karya Roh Kudus.
Menukar batu padas dengan pasir
Setan telah lama memakai ‘pakaian kerja’
agar ia bisa menggali fondasi Gereja, meledakkan fondasi ‘batu karang kebenaran’
yang kokoh, dan menggantinya dengan pasir ber-‘truk-truk’ banyaknya. ‘Penggalian
dan pembuatan terowongan’ dilakukan untuk menimbulkan kesan di luar bahwa Gereja
sebagai penguasa dunia ini telah terkubur di bawah. Tetapi sekarang palu-palu telah
dipegang oleh para klerus di dalam Gereja yang mengambil alih pekerjaan setan yang
dahulu dilakukan dari luar gereja.
Dengan fondasi magisterial Gereja yang dilemahkan,
maka struktur bangunan yang di atas akan tetap utuh untuk sementara waktu,
namun begitu gelombang serangan baru mulai menerjang, struktur bangunan itu akan mulai runtuh:
perlahan pada awalnya, dan kemudian terjadi dengan cepat. Sangat cepat. Dengan
fondasi Gereja yang terus dirongrong, maka iman dari banyak orang akan goyah dan
akhirnya runtuh dan institusi Katolik akan goyah juga dan jatuh.
Banyak orang yang akan terkejut, saat
mereka berjalan diatas puing-puing, sambil bertanya-tanya : bagaimana hal ini
bisa terjadi begitu cepat.
Tetapi yakinlah, Gereja adalah milik
Kristus dan gerbang-gerbang neraka tidak akan bisa menang melawannya. Tetapi
pertanyaan yang mengganggu tetap ada: Berapa
banyak yang akan musnah dikarenakan uskup-uskup dan akademisi Katolik yang
telah kehilangan arah?
Read the full
article at Life Site News
Silakan melihat artikel
lainnya disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment