DILAPORKAN BAHWA VATIKAN
SEDANG BERUSAHA MEWUJUDKAN ‘RITUS MISA EKUMENIS’ UNTUK MENYATUKAN IBADAT MISA
DENGAN PROTESTAN
Pope Francis sedang berbincang dengan wakil dari
Lutheran, Rev. Jens-Martin Kruse di
Rome’s Evangelical Lutheran Church pada Nov. 15 2016
Seorang jurnalis Italia dan ahli
mengenai Vatikan, Marco Tosatti, melaporkan bahwa PF telah membentuk sebuah
komisi sangat rahasia (top-secret commission) yang bertugas untuk menyusun sejenis ‘misa’
yang bisa diterima oleh umat Katolik, Lutheran dan Anglikan.
Komisi ini terdiri atas para wakil dari
tiga agama itu, dan semuanya terikat kepada keharusan untuk menjaga kerahasiaan
tugas mereka. Di Italia sendiri, jurnalis Marco Tosatti terkenal akan laporan-laporannya yang
selalu akurat, tentang segala sesuatu yang terjadi di lingkungan Vatikan. Marco Tosatti
mengatakan bahwa meskipun berita ini masih merupakan rumor, tetapi
sumber-sumbernya bisa dipercaya.
Menurut sumber-sumber yang dimaksud
oleh Marco Tosatti,
komisi itu menghadapi sebuah kesulitan kecil dalam menemukan landasan bersama
bagi apa yang disebut sebagai ‘liturgi sabda’. Tosatti melaporkan ‘Setelah pengakuan atas
dosa-dosa, meminta pengampunan, dan kemudian mendaraskan doa Gloria, kemudian
dilanjutkan dengan bacaan-bacaan dan bacaan Kitab Injil.”
Dia juga mengatakan bahwa komisi itu
mempelajari masalah yang ada di dalam doa Kredo. Wakil Gereja Protestan (dalam
komisi itu) lebih memilih kredo Para Rasul, dan mereka tidak mengenal Kredo
Nicene. Sedangkan wakil Gereja Katolik memilih diantara keduanya. Namun masalah
ini tidak dianggap sebagai masalah yang besar. Demikian juga ‘persembahan’,
tidak menjadi persoalan besar bagi tugas komisi itu.
Menurut Tosatti, isu sentralnya
terletak pada Ekaristi, karena pemahaman Katolik pada Ekaristi sangat berbeda
dengan pemahaman Gereja Lutheran dan Protestan. Gereja Katolik percaya akan
Transubstansiasi dan Kehadiran Nyata dari Yesus di dalam Ekaristi, sedangkan
Protestan percaya bahwa itu adalah sekedar sebuah peringatan saja.
Tosatti melaporkan bahwa sebuah
‘solusi’ yang paling mungkin, sedang diusulkan dengan cara KALIMAT
ATAU DOA KONSEKRASI TIDAK DIBACAKAN ATAU DIGANTI DENGAN SIKAP DIAM ATAU HENING.
Bagaimana
bisa sebuah liturgi bersama dirayakan namun sangat berbeda di dalam
kalimat-kalimat yang paling penting dalam peristiwa itu? (yaitu doa
konsekrasi).
Salah satu usulan dari komisi itu
berupa sikap hening tadi. Hal itu berarti bahwa setelah Sanctus (Kudus…
kudus…kudus), pada saat dimana di dalam Misa Katolik imam akan berkata: “Bapa,
sungguh kuduslah Engkau…” tetapi justru selebran yang lain (non Katolik)
berdiam diri saja, dan setiap orang (umat yang ikut Misa itu) di dalam hatinya mengucapkan
doa menurut formulanya sendiri-sendiri.
Sikap hening ini berlangsung sampai
waktunya doa Bapa Kami. Tetapi masih tidak jelas bagaimana kalimat-kalimat pada
doa Komuni dirumuskan.
Maka dengan adanya rumor ini kita harus
mengingat kembali perkataan Cardinal Francesco
Coccopalmerio,
orang dekat PF yang saat ini menjabat sebagai kepala dari the Vatican’s Pontifical
Council for Legislative Texts, yang tugasnya antara lain menyusun text Misa
Kudus. Cardinal ini mengatakan bahwa kita hendaknya berhenti berpikir tentang
Sakramen-sakramen dengan sikap yang ketat, apakah itu sah ataupun tidak. Demi
kepentingan ekumenis ini, dia berpendapat bahwa kita harus melihat kepada
Sakramen-sakramen yang mungkin memiliki
validitas yang tidak sempurna atau validitas yang bersifat sebagian.
Berikut ini adalah perkataannya dalam
wawancara dengan Edward Pentin dari media the National Catholic Register:
Kita sering berkata bahwa
semuanya adalah sah. Tetapi tidak ada yang sah. Mungkin kita harus merenungkan
tentang konsep keabsahan atau ketidak-absahan ini. KV II mengatakan
bahwa ada sebuah persekutuan
yang sejati (antara Katolik dengan Protestan) meski hal itu tidak definitiv
atau sepenuhnya. Anda melihat, mereka
memang membuat sebuah konsep yang tidak begitu tegas, tidak bersifat ‘ya’ atau
‘tidak’. Ada sebuah persekutuan yang sudah baik, tetapi ada beberapa unsur yang
tidak ada dalam persekutuan itu. Tetapi jika anda berkata bahwa jika ada
sesuatu yang tidak ada dan karena itu persekutuan itu memang tidak ada, maka
anda salah. Memang ada unsur-unsur (dari persekutuan) yang tidak ada, tetapi
sudah ada persekutuan itu, hanya saja persekutuan itu tidak sepenuhnya. Maka
hal yang sama bisa dikatakan tentang keabsahan atau ketidak-absahan dari sebuah
tahbisan. Sudah saya katakan diatas, marilah kita merenungkan lagi masalah ini.
Ini adalah sebuah hipotesa. Mungkin ada sesuatu, atau memang tidak ada sesuatu –
suatu studi atau suatu perenungan.
by John
Supplers, Veritas Vincit
Silakan melihat artikel
lainnya disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment