Monday, May 24, 2021

Membedah Tujuh Dosa Pokok

 

MEMBEDAH TUJUH DOSA POKOK 

 


Dosa-dosa pokok (capital sins) adalah sumber dari segala dosa lainnya. Kata `capital’ berasal dari kata Latin `caput’ yang berarti `kepala.’ Sesungguhnya, dalam membahas masalah ini, Thomas Aquinas lebih suka menggunakan kata ‘kebiasaan buruk’ daripada kata ‘dosa.’ Dia mengatakan, “Suatu kebiasaan buruk pokok adalah suatu kebiasaan buruk yang membangkitkan hasrat yang terlampau berlebihan sehingga demi memenuhi hasrat tersebut, orang akhirnya melakukan banyak dosa, yang dapat dikatakan kesemuanya berasal dari kebiasaan buruk yang satu itu sebagai sumber utamanya(Summa Theologiae, II-II, 153, 4).  Sebab itu, dosa-dosa pokok atau kebiasaan-kebiasaan buruk pokok adalah sungguh ‘pokok’ dan ‘serius’ sebab ia menjadi sumber dari dosa-dosa aktual tertentu, entah dosa berat ataupun dosa ringan. Pada gilirannya, pengulangan dosa-dosa aktual, khususnya dosa-dosa berat, menghantar kepada kerusakan rohani dari orang yang hidupnya dikuasai oleh kebiasaan buruk ini.
 

Menurut tradisi, yang termasuk dalam dosa-dosa pokok ini, seperti yang dinyatakan oleh Paus Gegorius Agung, adalah: kesombongan, ketamakan, hawa nafsu, iri hati, kerakusan, kemarahan dan kemalasan. Menariknya, Thomas Aquinas memasukkan kata ‘besar kepala’ dan bukan kata ‘kesombongan,’ guna menegaskan bahwa kesombongan adalah sumber dari segala dosa lainnya tanpa kecuali. 

 

1. KESOMBONGAN adalah “hasrat yang berlebihan untuk menonjolkan keunggulan diri sendiri.” Kesombongan disebut ‘penuh’ apabila orang begitu dikuasai olehnya hingga dia menolak untuk menundukkan akal budi dan kehendaknya kepada Tuhan, serta taat pada perintah-perintah-Nya. Orang yang demikian akan menolak Tuhan dan mereka yang mewakili-Nya. Dalam arti tertentu, seorang dengan kesombongan penuh menjadikan dirinya sendiri sebagai tuhan.

Kesombongan dapat juga bersifat ‘tidak penuh.’ Di sini orang tidak menolak Tuhan atau mereka yang lebih tinggi dari dirinya; melainkan, dia sekedar menilai dirinya terlalu tinggi.

Yang ada hubungan dengan kesombongan adalah ‘besar kepala,’ di mana orang memiliki hasrat berlebihan untuk memamerkan keunggulannya dan menerima pujian. Tentu saja, setiap orang hendaknya merasa bangga akan apa yang telah dicapainya dan bersyukur kepada Tuhan atas kemampuan yang dianugerahkan-Nya sehingga dirinya dapat melakukan sesuatu dengan baik. Namun demikian, hal yang demikian berbeda dari orang yang dalam “ke-ego-annya” termotivasi untuk melakukan sesuatu hanya demi mendapatkan pujian dan penghargaan, atau senantiasa berbicara mengenai ‘aku melakukan ini’ atau ‘aku melakukan itu’ demi membuat orang-orang lain kagum dan menyampaikan pujian mereka.

Kesombongan merupakan suatu kebiasaan buruk yang sangat berbahaya, demikian kata Thomas Aquinas, sebab orang bisa menjadi begitu rentan terhadap kesombongan sebagai akibat dari luka dosa asal. Kesombongan dapat dengan mudah menyelinap masuk secara diam-diam dalam kehidupan kita, berkembang pesat tanpa kita ketahui, berakar sampai dalam, dan mencemari segala hal yang kita lakukan.

 

2. KETAMAKAN atau pelit adalah “cinta yang berlebihan akan harta milik atau kekayaan.” Seseorang, terdorong oleh keserakahan, sibuk mendapatkan dan mendapatkan lebih banyak lagi harta kekayaan. Seorang yang tamak terikat begitu rupa pada kekayaan dan harta milik sehingga pengumpulan dan penimbunan harta kekayaan menjadi tujuan utama hidupnya dan mendapatkan prioritas di atas semua orang maupun segala hal lainnya. Ada beberapa bentuk ketamakan. Sebagai contoh, sebagian orang tamak akan barang-barang materi, selalu ingin mendapatkan lebih banyak dan hanya memberikan kelebihannya, ‘sedikit tip,’ sesuatu yang tak akan merugikan dirinya. Sebagian orang yang tamak dalam hal waktu, dia hanya melakukan apa yang dengan suatu cara tertentu mendatangkan keuntungan bagi mereka. Sebagian orang yang tamak akan relasi, dia berteman demi memperoleh status atau mempergunakan orang lain demi keuntungan dirinya sendiri. Orang dapat dengan mudah menjadi keras hati dan buta terhadap kebutuhan-kebutuhan sesamanya yang kurang beruntung. Dipicu oleh ketamakan, orang merasa dapat mencukupi diri sendiri, berpuas diri dan tidak membutuhkan Tuhan.

Guna memerangi ketamakan, orang harus banyak bersyukur dalam doa setiap hari atas begitu banyak berkat yang dinikmati, mencermati bagaimana baiknya berkat-berkat itu dipergunakan sebagai sarana untuk menolong mereka yang kurang beruntung dan senantiasa ingat bahwa ketika orang mati, semuanya akan ditinggalkan. Orang perlu merenungkan banyak pengajaran dan contoh-contoh dalam Kitab Suci di mana orang diingatkan agar selalu waspada terhadap ketamakan. Tuhan kita mengatakan, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan” (Luk 12:15) dan perhatikan, “Lebih mudah seekor unta melewati lubang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Mrk 10: 25).

 

3. HAWA NAFSU adalah “hasrat yang berlebihan akan kenikmatan seksual.” Dikuasai hawa nafsu, orang secara egois mencari cara untuk memuaskan hasrat seksualnya. Ia mencari kenikmatan pribadi yang sekejap. Ia memandang orang lain lebih sebagai tubuh fisik belaka daripada sebagai pribadi. Dosa-dosa yang berkembang dari hawa nafsu termasuk menikmati pikiran-pikiran yang tidak sopan, masturbasi, percabulan, perzinahan dan pornografi. Pada akhirnya, hawa nafsu menghantar orang pada pemujaan kenikmatan seksual.

Hawa nafsu berbeda dari hasrat sehat suami istri untuk saling mengungkapkan kasih mereka sebagai suami dan istri dalam ikatan perkawinan. Kasih suami istri dalam perkawinan adalah suatu tindakan saling memberi diri secara bebas, saling menghormati martabat suami dan istri, yang meneguhkan janji pernikahan mereka dan bersikaap terbuka untuk memperoleh kehidupan baru (anak).

Sebab itu, untuk memerangi hawa nafsu, orang hendaknya berdoa mohon keutamaan kemurnian, waspada terhadap kesempatan dosa (yang begitu banyak dalam dunia ini) dan memiliki visi yang jelas akan kebaikan seksualitas dirinya, perkawinan dan kasih suami istri seperti yang dirancang oleh Tuhan.

 

4. IRI HATI adalah “kesedihan atau ketidaksukaan atas hal-hal baik yang dinikmati orang lain, yang dianggap membahayakan diri sendiri, sebab hal-hal baik tersebut memudarkan keunggulan atau kemasyhuran dirinya.” Iri hati memperanakkan kebencian, gosip, pelecehan dan kedengkian terhadap sesama. Orang yang iri hati tidak saja dengki atas kebaikan dalam diri orang lain – bakat, penampilan, harta milik, profesi atau popularitas – tetapi dia juga merasaa senang dan bahkan bersukacita atas kesulitan atau kemalangan yang dialami orang lain. Iri adalah dosa yang keji, sebab ia merasuk secara diam-diam ke dalam persahabatan-persahabatan yang akrab, bahkan antara pasangan suami-istri yang saling mengasihi. Penyembuhan terhadap sifat iri hati meliputi: mengamalkan kerendahan hati, bersyukur atas hal-hal yang baik dalam diri sendiri, betapa pun kecilnya itu, serta merenungkan konsekuensi dari sifat iri hati, yang bisa berupa rusaknya suatu persahabatan maupun mendatangkan penghukuman ilahi.

 

5. KERAKUSAN adalah “hasrat yang berlebihan akan makanan dan minuman.” Kerakusan berbahaya bagi kesehatan mental maupun fisik, dan kerap kali ia menyembunyikan masalah rohani yang lebih dalam. Orang perlu melatih keutamaan penguasaan diri guna mencegah kerakusan. Juga, orang hendaknya ingat akan konsekuensi fisik atas penyalahgunaan makanan dan minuman; misalnya, minum minuman keras secara berlebihan dapat menghantar orang pada kecanduan alkohol. Akhirnya, orang hendaknya senantiasa ingat akan mereka yang kurang beruntung dan yang menderita akibat kekurangan makanan dan minuman yang layak. Sama sekali tidak ada alasan bagi kita untuk membuang-buang makanan, dan mereka yang melakukannya juga bersalah karena kerakusan, misalnya: mengambil makanan sebanyak-banyaknya, lalu tidak memakannya habis, dan kemudian membuangnya secara percuma ke dalam sampah.

 

6. KEMARAHAN adalah “hasrat yang berlebihan untuk membalas dendam.” (Patut dicatat bahwa “kemarahan yang salah” ini berbeda dari “kemarahan yang benar,” di mana orang marah karena ketidakadilan di dunia atau bahkan dalam situasi-situasi pribadi, dan mencari cara untuk menanggulangi masalah serta memulihkan keadilan.) Kemarahan pertama-tama melanggar belas kasih, sebab orang cenderung untuk bertindak dan berkata-kata sedemikian rupa yang dapat melukai hati orang lain. Sebagai contoh, kata-kata yang dilontarkan dalam kemarahan, entah itu kata-kata kasar atau pernyataan yang menyakitkan mengenai orang lain, dapat menembus hingga ke lubuk hati orang lain. Kedua, kemarahan terkadang melanggar rasa keadilan sebab orang cenderung untuk bertindak di luar batas dalam menangani suatu masalah dan berusaha membalas dendam. Thomas Aquinas mengajukan enam dampak sebagai akibat kebiasaan buruk kemarahan: kejengkelan, kekacauan mental, suara bicara yang memekakkan telinga, kutuk, makian dan pertikaian. Agar mawas diri terhadap kemarahan, orang harus setia pada keutamaan keadilan di dalam pikiran, perkataan dan perbuatan; menguasai diri dalam menangani suatu masalah; dan mengikuti teladan Kristus.

 

7. KEMALASAN adalah “kemurungan ketika berhadapan dengan hal-hal rohani.” Kemalasan yang dimaksud di sini bukan sekedar kemalasan, tetapi teristimewa kemalasan rohani. Dosa-dosa yang berkembang dari kebiasaan buruk kemalasan ini meliputi sikap suam-suam kuku terhadap perintah-perintah Allah, menyimpang pada apa yang dilarang dan memperkerap kesempatan untuk berbuat dosa, pengecut dan berputusasa akan keselamatan. Penyembuh atas sifat kemalasan adalah dengan mengingat ganjaran abadi yang dijanjikan; juga ingat akan hukuman atas dosa. Kemalasan dapat berupa kemalasan jasmani maupun kemalasan rohani. Kemalasan jasmani terjadi ketika ia mewujudnyatakan dirinya dalam bermalas-malasan, menunda-nunda pekerjaan, berpangku tangan, acuh tak acuh dan rasa kejemuan. Kemalasan rohani apabila ia mewujudnyatakan dirinya dalam bentuk ketidakpedulian untuk memperbaiki karakternya, keengganan terhadap hal-hal rohani, dan sikap suam-suam kuku.

 

Ketujuh dosa pokok, atau kebiasaan buruk pokok ini adalah nyata. Setiap umat Kristiani wajib menyadari betapa rentan dirinya terhadap kebiasaan-kebiasaan buruk ini sebagai akibat dari dosa asal. Namun demikian, dengan rahmat Tuhan, yang dianugerahkan kepada kita dan dengan mentaati perintah-perintah Tuhan, umat Kristiani akan tinggal di jalan kekudusan, seperti difirmankan oleh Tuhan Yesus: Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Matius 5 : 48) 

 

Tujuh Dosa Pokok: Panduan Yang Nyaman Bagi Kehancuran Kekal 

Periode abad pertengahan dan periode Renaisans awal, mewarisi model dosa Kristiani yang rumit. Ada lebih dari selusin model dosa seperti itu. Yang paling populer mencantumkan tujuh dosa yang kemudian membaginya menjadi tiga dosa spiritual dan empat dosa fisik (tubuh). Ketujuh dosa itu merupakan kejahatan yang mematikan (yaitu, berpotensi bisa mendatangkan kutukan kekal), tetapi dosa spiritual secara umum dianggap lebih berbahaya daripada dosa yang muncul hanya dari kelemahan tubuh. 

 

Tujuh Dosa Pokok 

1. KESOMBONGAN

2. KETAMAKAN atau PELIT

3. HAWA NAFSU

4. IRI HATI

5. KERAKUSAN

6. KEMARAHAN

7. KEMALASAN 

 

Pertempuran Untuk Merebut Jiwa-Jiwa:

Diperoleh dengan skema kebajikan vs kejahatan seperti berikut ini: 

1. KESOMBONGAN - disembuhkan oleh KERENDAHAN HATI

2. KETAMAKAN atau PELIT – disembuhkaan oleh KEMURAHAN HATI

3. HAWA NAFSU - disembuhkan oleh KESUCIAN HIDUP atau KEMURNIAN

4. IRI HATI - disembuhkan oleh KEBAIKAN dan KETERBUKAAN HATI

5. KERAKUSAN - disembuhkan oleh PANTANG atau MENAHAN DIRI

6. KEMARAHAN – disembuhkan oleh KESABARAN

7. KEMALASAN – disembuhkan oleh KETEKUNAN


Tujuh Kebajikan Suci: 

Tiga Kebajikan Spiritual

1. Keyakinan / iman

2. Pengharapan

3. Kasih & kemurahan hati

 

Empat Kebajikan Jasmani 

4. Kehati-hatian

5. Kesederhanaan

6. Ketabahan

7. Keadilan

 

-----------------------------

 

Silakan membaca artikel lainnya disini: 

Imam-Imam Di Jerman: Bapa Uskup, Tinggalkan Jalan Sesat Anda!

Mendapati Kerasukan Secara Total

Kasus Mengerikan Dari Eksorsisme Pada Anna Ecklund

Enoch, 16 Mei 2021

Enoch, 19 Mei 2021

Berkat Yang Tidak Berasal Dari Agama Manapun

LDM, 22 Mei 2021