Saturday, July 10, 2021

COVID Menguji Iman Kita, Dan Kita Gagal Dalam Ujian Ini

 COVID Menguji Iman Kita, Dan Kita Gagal Dalam Ujian Ini 

https://www.lifesitenews.com/opinion/covid-tested-our-faith-and-we-failed-the-test

 

Saya pikir adalah tugas kita untuk dengan rendah hati membantu para gembala kita mengikuti jalan yang telah ditetapkan Allah bagi kita — jalan yang tidak pernah tunduk pada politik manusia.

 

Tue Jul 6, 2021 - 12:11 pm EST 

·      

Sign indicating a church is closed due to COVID-19 

 

By Thomas Renz 

 

 

6 Juli 2021 (LifeSiteNews) — Sekitar 17 bulan yang lalu dunia mulai mendengar tentang penyakit "baru dan menakutkan" yang akan "membunuh jutaan orang." Seperti yang terjadi, penyakit itu ternyata lebih mematikan terhadap kesehatan iman kita daripada terhadap kesehatan tubuh kita.

 

Saya seorang Katolik yang aktif dan taat. Saya percaya pada Sakramen-sakramen dan keluarga saya berada di gereja hampir setiap hari Minggu. Selama bertahun-tahun sebelum tahun 2020, saya selalu duduk di Gereja setiap minggu dan mendengarkan imam saya meninggikan Sakramen Mahakudus. Ini selalu cocok dengan saya karena saya benar-benar percaya bahwa adalah sebuah hak istimewa untuk dapat berkomunikasi langsung dengan Kristus, berpartisipasi dalam Misa, dan merayakan iman saya bersama komunitas umat beriman. Kemudian COVID datang.

 

Tiba-tiba gereja saya, sebuah gereja yang didirikan oleh seseorang yang menyembuhkan orang sakit dan menghabiskan waktunya dengan para penderita kusta dan orang-orang berdosa, memberi tahu saya bahwa manfaat Sakramen-sakramen tidak sebanding dengan risiko penularan Covid. Mereka menutup gereja-gereja, membatalkan Sakramen-sakramen, dan dalam kasus lokal, imam-imam bahkan berhenti mengurapi orang-orang sakit dengan Sakramen Perminyakan. Untuk mengatakan hal ini sungguh mengecewakan dan mungkin merupakan pernyataan paling kolosal yang pernah saya buat.

 

Bagaimana mungkin gereja saya, yang percaya bahwa Komuni yang kita terima selama Misa secara harfiah adalah Tubuh dan Darah Kristus, mengklaim bahwa tidak aman bagi kita untuk mengambil bagian dalam ritual Misa Kudus ini? Apakah Kristus benar-benar hadir dalam Komuni, atau tidak? Jika Dia hadir, lalu mengapa kita membatalkan Misa? Tidakkah kita percaya bahwa Kristus berkuasa untuk menyembuhkan orang sakit? Apakah kita benar-benar berpikir bahwa Tuhan kita yang pengasih akan membuat kita muak dengan ikut serta dalam ritual suci yang di dalamnya Dia menjadi bagian langsung dan terpenting dari ritual itu?

 

Saya sungguh muak dengan ini. Saya merasa ngeri bahwa kita akan PERNAH menyerah dan melepaskan prinsip-prinsip inti dari iman kita. Saya merasa lebih ngeri lagi ketika saya melihat seorang imam lokal menolak sejumlah manula, yang telah jatuh sakit atau sekarat selama bencana pandemi ini, dan imam itu tidak bersedia memberikan ritual terakhir mereka (Sakramen Perminyakan) meskipun hal itu menjadi komitmen seumur hidup mereka sebagai iman. Maka saya tidak tertarik lagi untuk melihat atau pun mengikuti Misa berikutnya dengan “imam” ini, tetapi saya sekarang bertanya-tanya apakah imam yang sama ini memberi tahu semua orang, semua dombanya, bahwa mereka harus kembali datang untuk mengikuti Misa setiap akhir pekan, sehingga orang-orang dapat berpartisipasi dalam ritual paling suci ini?

 

Kurangnya keyakinan yang lengkap dan total terhadap kuasa Tuhan untuk melindungi kita, ini terjadi di lebih banyak komunitas Kristen, bukan hanya Gereja Katolik, dan sama-sama mengerikan di semua komunitas itu. Dari Baptis ke Evangelikal ke Lutheran, dan seterusnya, iman tampaknya kekurangan pasokan bagi mereka. Hebatnya, meskipun para pemimpin Kristiani ini menutup pintu mereka bagi umat beriman, sebagian besar terus membuka dompet mereka untuk meminta umat paroki agar terus memberi perpuluhan. Saya tidak ingin bicara sinis, tetapi semua ini menimbulkan pertanyaan tentang para gembala ini: Apakah iman Anda yang sejati tertuju kepada Kristus atau kepada rekening bank gereja?

 

Saya berasumsi bahwa tulisan ini akan membuat kita mengangkat alis, tetapi saya tidak peduli. Saudara-saudari kita di dalam Kristus memiliki hak untuk membuat keputusan mereka sendiri, apakah mereka memiliki keberanian untuk menghadiri Misa tanpa berpikiran politik atau tidak. Namun, saya tidak berpikir terlalu banyak untuk bertanya kepada para gembala yang memberi tahu kami setiap minggu tentang pentingnya berpartisipasi dalam iman, bahwa mereka tidak boleh meninggalkan kawanan mereka saat ada tanda-tanda serigala mendekat.

 

Gereja Katolik saya adalah kelanjutan dari Gereja yang didirikan oleh Peter - seorang pria yang, menurut tradisi, meminta untuk disalibkan terbalik karena dia tidak percaya dia layak mati dengan cara yang sama seperti Kristus. Bagaimana bisa seorang imam di Gereja ini meninggalkan kawanannya, yang sudah menjadi kewajibannya untuk melaksanakan Sakramen-sakramen, dan melaksanakan tanggung jawabnya yang memang berat?

 

Sekarang, seolah-olah semua ini masih belum cukup, banyak dari gembala yang sama ini gagal melihat fakta tentang vaksin COVID. Sebaliknya, mereka mendorong kawanan domba mereka untuk mendapatkan suntikan meskipun ada bukti efek samping yang meningkat. Tampaknya lebih mudah untuk menjadi benar secara politik daripada menjadi berani di dalam iman.

 

Saya adalah seorang pendosa. Saya tidak berhak menghakimi, dan saya tidak berniat menghakimi siapa pun atau keyakinannya. Tetapi saya berhak untuk menilai tindakan seseorang dan untuk menentukan apakah tindakan tersebut sesuai atau tidak menurut hukum iman saya. Ini adalah keyakinan kuat saya bahwa Tuhan menguji iman kita, dan kita gagal total. Terlepas dari kurangnya kualifikasi saya untuk melakukannya, saya sekarang meminta rekan-rekan saya yang juga merasa berdosa, untuk menghadapi para gembala mereka, dan mengingatkan mereka bahwa tindakan mereka, yang meniadakan Sakramen-sakramen, tidak dapat diterima. Rekomendasi sinis saya adalah bahwa kita mulai dengan mengarahkan persepuluhan (kolekte) kita kepada para gembala yang memiliki keberanian untuk terus mengajarkan dan menjalankan iman dan memberikan Sakramen-sakramen … mungkin dalam hal ini, hukum kapitalisme bisa diterapkan pada gereja: Tidak ada pelayanan gereja, tidak ada kolekte.

 

Kita telah banyak berubah sejak perang salib, dan banyak orang Kristen telah membaca Alkitab dan dapat melihat bahwa Gereja tidak mengikuti apa yang diwartakan di dalamnya. Tidaklah cukup bijak jika imam-imam mengatakan bahwa dirinya adalah pemimpin yang sempurna, jadi jangan menanyai mereka macam-macam. Saya percaya kita semua harus berdoa dengan sungguh-sungguh untuk gereja-gereja kita … tetapi saya juga berpikir adalah tugas kita untuk dengan rendah hati membantu para gembala kita mengikuti jalan yang telah ditetapkan Allah bagi kita — jalan yang tidak pernah tunduk pada politik manusia.

 

---------

 

Attorney Thomas Renz is the lead attorney in several major cases brought in Ohio, New Mexico, Maine, and nationally against the CDC and DHHS regarding the COVID-19 lockdowns, mask mandates, business closures, false PCR data, fraudulent death numbers, and more. He is currently suing the federal  government to stop COVID jabs for children. Renz works with and represents America’s Frontline Doctors, Dr. Eric Nepute, Make America Free Again, and Ohio Stands Up.

 

------------------------------------------

 

Silakan membaca artikel lainnya di sini:

 

LDM, 6 Juli 2021

Alkitab Mengatakan Bahwa Akan Ada Kelaparan Di Saat Akhir Zaman

Ned Dougherty, 30 Juni 2021

Kawanan Raksasa Dari Belalang Memakan Tanaman Di Seluruh AS Barat.

Viganò: Dukungan Francis Terhadap Homosex Adalah ‘Isyarat Bunuh Diri’

Enoch, 7 Juli 2021

Giselle Cardia, 22, 26, 29 Juni, & 3, 6 Juli 2021