COVID Menguji Iman Kita, Dan Kita Gagal Dalam Ujian Ini
https://www.lifesitenews.com/opinion/covid-tested-our-faith-and-we-failed-the-test
Saya pikir adalah tugas kita untuk dengan rendah hati membantu para gembala
kita mengikuti jalan yang telah ditetapkan Allah bagi kita — jalan yang tidak pernah tunduk pada politik
manusia.
Tue Jul 6, 2021 - 12:11 pm EST
·
Sign indicating a church is closed due to COVID-19
6 Juli 2021 (LifeSiteNews) — Sekitar 17 bulan yang lalu
dunia mulai mendengar tentang penyakit "baru dan menakutkan" yang
akan "membunuh jutaan orang." Seperti yang
terjadi, penyakit itu ternyata lebih
mematikan terhadap kesehatan iman kita daripada terhadap kesehatan tubuh kita.
Saya seorang Katolik yang aktif dan taat. Saya percaya pada Sakramen-sakramen dan keluarga saya berada di gereja hampir setiap hari Minggu. Selama bertahun-tahun sebelum tahun 2020, saya selalu duduk di Gereja setiap minggu dan mendengarkan imam saya meninggikan Sakramen Mahakudus. Ini selalu cocok dengan saya karena saya benar-benar percaya bahwa adalah sebuah hak istimewa untuk dapat berkomunikasi langsung dengan Kristus, berpartisipasi dalam Misa, dan merayakan iman saya bersama komunitas umat beriman. Kemudian COVID datang.
Tiba-tiba gereja saya, sebuah gereja yang
didirikan oleh seseorang yang menyembuhkan orang sakit dan menghabiskan waktunya
dengan para penderita kusta dan orang-orang berdosa, memberi tahu saya bahwa manfaat
Sakramen-sakramen tidak sebanding dengan risiko penularan Covid. Mereka menutup
gereja-gereja, membatalkan Sakramen-sakramen, dan dalam kasus lokal, imam-imam bahkan
berhenti mengurapi orang-orang sakit dengan Sakramen Perminyakan. Untuk mengatakan
hal ini sungguh mengecewakan dan mungkin merupakan pernyataan paling kolosal
yang pernah saya buat.
Bagaimana mungkin gereja saya, yang percaya
bahwa Komuni yang kita terima selama Misa secara harfiah adalah Tubuh dan Darah
Kristus, mengklaim bahwa tidak aman bagi kita untuk mengambil bagian dalam
ritual Misa Kudus ini? Apakah Kristus benar-benar hadir dalam Komuni, atau
tidak? Jika Dia hadir, lalu mengapa kita membatalkan Misa? Tidakkah kita
percaya bahwa Kristus berkuasa untuk menyembuhkan orang sakit? Apakah kita
benar-benar berpikir bahwa Tuhan kita yang pengasih akan membuat kita muak
dengan ikut serta dalam ritual suci yang di dalamnya Dia menjadi bagian
langsung dan terpenting dari ritual itu?
Saya sungguh muak dengan ini. Saya merasa ngeri
bahwa kita akan PERNAH menyerah dan melepaskan prinsip-prinsip inti dari iman
kita. Saya merasa lebih ngeri lagi ketika saya melihat seorang imam lokal menolak
sejumlah manula, yang telah jatuh sakit atau sekarat selama bencana pandemi ini,
dan imam itu tidak bersedia memberikan ritual terakhir mereka (Sakramen
Perminyakan) meskipun hal itu menjadi komitmen seumur hidup mereka sebagai iman.
Maka saya tidak tertarik lagi untuk melihat atau pun mengikuti Misa berikutnya dengan
“imam” ini, tetapi saya sekarang bertanya-tanya apakah imam yang sama ini memberi
tahu semua orang, semua dombanya, bahwa mereka harus kembali datang untuk mengikuti
Misa setiap akhir pekan, sehingga orang-orang dapat berpartisipasi dalam ritual
paling suci ini?
Kurangnya keyakinan yang lengkap dan total
terhadap kuasa Tuhan untuk melindungi kita, ini terjadi di lebih banyak
komunitas Kristen, bukan hanya Gereja Katolik, dan sama-sama mengerikan di
semua komunitas itu. Dari Baptis ke Evangelikal ke Lutheran, dan seterusnya,
iman tampaknya kekurangan pasokan bagi mereka. Hebatnya, meskipun para pemimpin Kristiani ini menutup pintu mereka
bagi umat beriman, sebagian besar terus membuka dompet mereka untuk meminta
umat paroki agar terus memberi perpuluhan. Saya tidak ingin bicara sinis,
tetapi semua ini menimbulkan pertanyaan tentang para gembala ini: Apakah iman Anda yang sejati tertuju kepada
Kristus atau kepada rekening bank gereja?
Saya berasumsi bahwa tulisan ini akan membuat
kita mengangkat alis, tetapi saya tidak peduli. Saudara-saudari kita di dalam
Kristus memiliki hak untuk membuat keputusan mereka sendiri, apakah mereka
memiliki keberanian untuk menghadiri Misa tanpa berpikiran politik atau tidak. Namun,
saya tidak berpikir terlalu banyak untuk bertanya kepada para gembala yang
memberi tahu kami setiap minggu tentang pentingnya berpartisipasi dalam iman,
bahwa mereka tidak boleh meninggalkan kawanan mereka saat ada tanda-tanda
serigala mendekat.
Gereja Katolik saya adalah kelanjutan dari
Gereja yang didirikan oleh Peter - seorang pria yang, menurut tradisi, meminta
untuk disalibkan terbalik karena dia tidak percaya dia layak mati dengan cara
yang sama seperti Kristus. Bagaimana bisa seorang imam di Gereja ini
meninggalkan kawanannya, yang sudah menjadi kewajibannya untuk melaksanakan Sakramen-sakramen,
dan melaksanakan tanggung jawabnya yang memang berat?
Sekarang, seolah-olah semua ini masih belum cukup,
banyak dari gembala yang sama ini gagal melihat fakta tentang vaksin COVID.
Sebaliknya, mereka mendorong kawanan domba mereka untuk mendapatkan suntikan meskipun
ada bukti efek samping yang meningkat. Tampaknya
lebih mudah untuk menjadi benar secara politik daripada menjadi berani di dalam
iman.
Saya adalah seorang pendosa. Saya tidak berhak
menghakimi, dan saya tidak berniat menghakimi siapa pun atau keyakinannya. Tetapi
saya berhak untuk menilai tindakan seseorang dan untuk menentukan apakah
tindakan tersebut sesuai atau tidak menurut hukum iman saya. Ini adalah
keyakinan kuat saya bahwa Tuhan menguji
iman kita, dan kita gagal total. Terlepas dari kurangnya kualifikasi saya untuk
melakukannya, saya sekarang meminta rekan-rekan saya yang juga merasa berdosa, untuk
menghadapi para gembala mereka, dan mengingatkan mereka bahwa tindakan mereka,
yang meniadakan Sakramen-sakramen, tidak dapat diterima. Rekomendasi sinis saya
adalah bahwa kita mulai dengan
mengarahkan persepuluhan (kolekte) kita kepada para gembala yang memiliki
keberanian untuk terus mengajarkan dan menjalankan iman dan memberikan
Sakramen-sakramen … mungkin dalam hal ini, hukum kapitalisme bisa diterapkan
pada gereja: Tidak ada pelayanan gereja, tidak ada kolekte.
Kita telah banyak berubah sejak perang salib,
dan banyak orang Kristen telah membaca Alkitab dan dapat melihat bahwa Gereja
tidak mengikuti apa yang diwartakan di dalamnya. Tidaklah cukup bijak jika
imam-imam mengatakan bahwa dirinya adalah pemimpin yang sempurna, jadi jangan
menanyai mereka macam-macam. Saya percaya kita semua harus berdoa dengan
sungguh-sungguh untuk gereja-gereja kita … tetapi saya juga berpikir adalah
tugas kita untuk dengan rendah hati membantu para gembala kita mengikuti jalan
yang telah ditetapkan Allah bagi kita — jalan yang tidak pernah tunduk pada
politik manusia.
---------
Attorney
Thomas Renz is the lead attorney in several major cases brought in Ohio, New
Mexico, Maine, and nationally against the CDC and DHHS regarding the COVID-19
lockdowns, mask mandates, business closures, false PCR data, fraudulent death
numbers, and more. He is currently suing the federal government to
stop COVID jabs for children. Renz works with and represents America’s
Frontline Doctors, Dr. Eric Nepute, Make
America Free Again, and Ohio Stands Up.
------------------------------------------
Silakan membaca
artikel lainnya di sini:
Alkitab
Mengatakan Bahwa Akan Ada Kelaparan Di Saat Akhir Zaman
Kawanan
Raksasa Dari Belalang Memakan Tanaman Di Seluruh AS Barat.
Viganò:
Dukungan Francis Terhadap Homosex Adalah ‘Isyarat Bunuh Diri’
Giselle
Cardia, 22, 26, 29 Juni, & 3, 6 Juli 2021