Volume 1 : Misteri Keadilan Allah
Bab 31
Masalah penebusan dosa
Penyesatan
Lukisan-lukisan tak
senonoh
Pastor Zucci dan
novisiat
Mereka yang memberikan contoh jelek kepada orang lain, melukai ataupun
menyebabkan kemusnahan jiwa-jiwa dengan melalui suatu penyesatan, haruslah
memikirkan segala kesalahan itu sejak di dunia ini. Sebab jika tidak, mereka
pasti akan melakukan penebusan dosa yang amat mengerikan di dunia sana.
Bukanlah tanpa alasan jika Yesus Kristus
bersabda : ”Celakalah dunia dengan
segala penyesatannya; memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang
mengadakannya !” (Mat. 18:7).
Dengarlah apa yang dikatakan oleh Pastor Rossignoli didalam buku ‘Marveilles du Purgatoire’. Ada seorang
pelukis yang sangat ahli dan cukup banyak ditiru pelukis lainnya. Suatu saat
dia membuat lukisan yang sama sekali tidak sejalan dengan aturan-aturan yang
ketat dari keutamaan Kristiani. Salah satu lukisan itu, yang dikatakan sebagai
karya seni itu, didapatkan didalam koleksi keluarga terkenal dimana lukisan itu
bisa menyebabkan hilangnya begitu banyak jiwa-jiwa.
Seni yang sejati adalah sebuah ilham dari Surga, yang bisa mengangkat jiwa
kepada Tuhan. Seni yang mencemarkan, yang hanya menyenangkan indera saja, yang
memberikan kepada mata hanya berupa keindahan daging dan darah semata, tidak
lebih adalah ilham dari roh jahat. Karya-karya pelukis ini meskipun nampaknya
amat mengagumkan, sebenarnya bukanlah karya seni sama sekali, dan nama itu
adalah salah. Semua itu adalah merupakan produk dari imajinasi yang busuk dan
hina. Seniman yang kita ceritakan ini telah membiarkan dirinya disesatkan oleh
pemikiran seni ini, dengan melalui contoh yang buruk. Namun segera dia menolak
gaya hidupnya yang jelek itu, dan dia memusatkan perhatiannya kepada
lukisan-lukisan rohani atau paling tidak, lukisan-lukisan yang tidak tercela.
Akhirnya dia membuat sebuah lukisan yang besar didalam biara Karmelit ketika
kemudian dia diserang oleh suatu penyakit yang berat. Merasa bahwa dirinya akan
meninggal, dia meminta kepada Kepala biara untuk mengijinkan dia dikubur
didalam Gereja biara itu, dan mewariskan semua harta dan uangnya kepada anggota
komunitas biara itu, yang jumlahnya cukup besar, agar hal itu juga dipergunakan
untuk melaksanakan Misa Kudus bagi jiwanya. Dia kemudian meninggal dengan
tenang dan beberapa hari berlalu, ada seorang religius yang sedang berdoa,
melihat jiwa seniman itu nampak ditengah nyala api dan merintih meminta belas
kasihan.
Kata religius itu :”Apakah yang kau keluhkan itu, setelah engkau menjalani
kehidupan yang begitu baik dan meninggal dalam keadaan suci seperti itu ?”.
“Celaka !”, jawab jiwa seniman itu, “karena gambar lukisan yang tidak senonoh
itu, yang kubuat beberapa tahun yang lalu. Ketika aku hadir dihadapan
pengadilan Hakim Yang Berkuasa itu, ada sejumlah besar orang-orang datang dan
mempersalahkan aku dan mereka semua bersaksi yang merugikan aku. Mereka
mengatakan bahwa mereka menjadi berpikiran kotor serta memiliki keinginan
melihat gambar yang tidak senonoh, yang merupakan karya lukisanku. Akibat dari
pikiran-pikiran kotor itu, beberapa orang masuk kedalam Api Penyucian, dan yang
lain ada yang masuk ke neraka. Yang masuk kedalam neraka ini, mereka menuntut
pembalasan dengan mengatakan bahwa hasil karyaku telah menjadi penyebab dari
kemusnahan kekal mereka, maka aku juga seharusnya menerima hukuman yang sama.
Lalu Perawan Terberkati dan para kudus yang sangat kuhormati melalui
lukisan-lukisanku, membela aku. Mereka memberikan kesaksian kepada Sang Hakim
Utama, bahwa lukisan yang tidak baik itu adalah merupakan karya kaum muda,
dimana aku telah menyesalinya. Bahwa aku telah membayarnya sesudah itu dengan
melalui benda-benda religius yang kubuat yang menjadi sumber kemuliaan
jiwa-jiwa”.
“Dengan mempertimbangkan hal ini serta berbagai alasan lain, maka Hakim
Utama itu menyatakan, bahwa dengan tindakan pertobatan dan penyesalanku serta
perbuatan baikku, aku bisa diluputkan dari hukuman kekal. Namun pada saat yang
sama, Dia menghukum aku kepada nyala api ini hingga lukisan itu dibakar, agar
ia tidak lagi bisa mengotori seorangpun”.
Lalu pelukis yang malang itu memohon kepada religius itu untuk
menghancurkan lukisan itu. “Aku memohon kepadamu”, katanya, “pergilah dalam
namaku kepada orang itu, si pemilik lukisan itu.n katakanlah kepadanya akan
keadaanku saat ini, yang telah membuat lukisan itu atas permintaannya, dan
mintalah dia untuk mengurbankan lukisan itu. Jika dia menolak, celakalah dia !
Untuk membuktikan bahwa ini bukanlah khayalan saja, dan untuk menghukumnya
karena kesalahannya, katakanlah kepadanya bahwa tidak lama lagi dia akan
kehilangan dua anaknya. Jika dia menolak mematuhi Tuhan yang telah menciptakan
kita, dia akan harus membayarnya dengan kematian dini”.
Religius itu tidak menunda lagi untuk melaksanakan permintaan dari jiwa
yang malang itu, dan pergi kepada pemilik lukisan itu untuk memintanya. Si
pemilik lukisan itu, demi mendengar hal ini, segera menghancurkan lukisan itu
dan membakarnya. Namun sesuai dengan perkataan seniman itu, si pemilik lukisan
itu kehilangan dua anaknya dalam waktu kurang dari satu bulan. Maka sisa dari
hari-harinya dilaluinya didalam tindakan silih, karena dia telah memesan dan
menyimpan lukisan tidak senonoh itu didalam rumahnya.
Jika demikian ini akibat dari lukisan yang tidak senonoh, bagaimana pula
hukuman dari penyesatan yang lebih besar lagi karena buku-buku, tulisan-tulisan
atau sekolah-sekolah yang busuk serta pembicaraan yang tak senonoh ? Vae mundo a scandalis ! Vae homini illi per
quem scandalum venmit ! “Celakalah
dunia dengan segala penyesatannya ! Memang penyesatan harus ada, tetapi
celakalah bagi orang yang mengadakannya !” (Mat. 18:7).
Penyesatan telah merampok jiwa-jiwa dengan cara menipu orang-orang yang tak
berdosa. Ah ! para penipu terkutuk itu ! Mereka akan menerima dari Allah
penghitungan yang amat mengerikan atas darah para kurbannya. Kita bisa membaca
cerita berikut ini didalam buku ‘the Life
of Father Nicholas Zucchi’ yang ditulis oleh Fr.Daniel Bartoli dari the Company of Jesus.
Pastor Zucchi yang suci dan bersemangat, yang meninggal di Roma pada 21 Mei
1670, telah berhasil menarik 3 orang muda untuk menjalani hidup kesempurnaan
dan kemudian, mempersembahkan diri mereka kepada Tuhan didalam biara. Salah
satu dari mereka, sebelum meninggalkan dunia ini, akan dinikahkan dengan
seorang bangsawan muda. Setelah dia menjadi novisiat, pria muda itu bukannya
menghormati hidup bakti gadis itu, tetapi dia terus berkirim surat kepadanya,
dan berharap agar gadis itu mau menerima lamarannya, dan mendorong gadis itu
untuk keluar dari ‘pekerjaan bodoh’ melayani Allah itu, dan kembali menikmati
kesenangan dunia ini. Pastor Zucchi bertemu bangsawan muda itu di jalan, dan
memintanya untuk menghentikan perbuatannya itu. “Aku meyakinkan kamu”, kata
Pastor Zucchi, “bahwa tidak lama lagi kamu akan hadir dihadapan pengadilan
Allah dan inilah saat yang tepat bagimu untuk mempersiapkan dirimu dengan
melakukan pertobatan yang tulus”.
Kenyataannya, 14 hari kemudian, bangsawan muda itu meninggal secara cepat,
sehingga dia tidak sempat memperbaiki suara hatinya, agar dia tidak perlu takut
akan keselamatannya.
Suatu malam, ketika 3 orang novisiat itu sedang berbincang-bincang masalah
rohani, maka wanita yang paling muda dipanggil menuju ruang tamu. Disitu dia
bertemu dengan seorang pria yang mengenakan jubah yang berat, dan dengan
langkah perlahan-lahan dia berjalan didalam ruangan itu. “Tuan”, kata novisiat
itu, “siapakah anda, dan mengapa anda mencari aku ?”. Orang asing itu tanpa
menjawab, mendekat dan membuka jubahnya yang aneh itu yang menutupi tubuhnya.
Religius itu segera mengenali orang meninggal yang malang itu dan dia
memandangnya dengan rasa ketakutan karena orang itu diselimuti oleh rantai dari
api pada lehernya, pergelangan tangan dan kakinya dan pada tungkai bawahnya.
“Berdoalah bagiku”, kata pria itu dan kemudian dia menghilang. Penampakan yang
ajaib ini menunjukkan bahwa Allah memiliki kerahiman terhadap dirinya pada saat
terakhirnya. Meskipun dia tidak dihukum di neraka, namun dia harus membayar
usahanya untuk membujuk gadis itu, didalam nyala Api Penyucian yang mengerikan.
No comments:
Post a Comment