Cardinal Robert
Sarah
Jeanne
Smits, Paris correspondent
CDL. SARAH: SINODE
AMAZON SECARA PASTI AKAN PUTUS HUBUNGAN DENGAN TRADISI, DENGAN MENGIZINKAN IMAM-IMAM
YANG MENIKAH SERTA IMAMAT PEREMPUAN
3 September 2019 (LifeSiteNews) - Kardinal Afrika, Robert Sarah, prefek
Kongregasi untuk Ibadat Ilahi, menulis dalam buku terbarunya bahwa jika sinode
Amazon yang akan datang mengizinkan penahbisan imamat bagi pria yang sudah
menikah dan menciptakan “perutusan imamat untuk wanita serta berbagai keganjilan
lainnya yang dibuat-buat, ”…maka situasinya akan menjadi ‘sangat serius’ karena
para peserta sinode akan memutuskan hubungan dengan ajaran dan tradisi Katolik.
“Apakah keputusan-keputusannya akan disahkan dengan dalih
bahwa itu adalah cerminan dari keinginan para peserta sinode? Tentu saja Roh
berhembus ke mana pun yang Ia inginkan, tetapi Ia tidak akan bertentangan
dengan diri-Nya sendiri dan Ia tidak akan menciptakan kebingungan dan
kekacauan. Itu adalah Roh Kebijaksanaan. Mengenai masalah selibat, hal itu juga
sudah dibicarakan melalui berbagai konsili dan beberapa paus,” lanjutnya.
"Jika Sinode Amazon mengambil keputusan ke arah itu, maka
hal itu pasti akan memutuskan tradisi Gereja Latin," tambahnya.
Kardinal Sarah menyampaikan komentar dalam bukunya Le soir approche et déjà le jour baisse, ("Sudah
hampir sore dan siang hari sudah hampir berakhir") yang diterbitkan pada
bulan Maret. Buku ini akan diterbitkan dalam bahasa Inggris pada 22 September. LifeSiteNews
telah menerjemahkan beberapa kutipan yang relevan dari buku itu di bawah ini.
Ketika sinode Amazon semakin mendekat (6-27 Oktober), semakin
banyak pula kardinal dan uskup Katolik yang menyatakan keprihatinan mereka
tentang bagaimana sinode itu akan digunakan untuk mendorong penahbisan imam
bagi pria yang sudah menikah di wilayah Amazonia bersamaan dengan dimulainya
penahbisan wanita, jika tidak dengan menciptakan imam wanita, setidaknya dengan
menciptakan bentuk diakon perempuan.
Kardinal Sarah membahas kedua masalah tersebut secara
langsung dalam bukunya, secara khusus mengekspresikan penentangannya terhadap
evolusi praktis dari selibat imam dan tentang peran wanita dalam Gereja dalam
konteks sinode Amazon yang akan datang.
Kardinal mengkritik dokumen kerja Sinode Amazon karena ia menghadirkan
"apa saja kecuali solusi" untuk berbagai masalah di wilayah Amazon, dengan
menyatakan bahwa ‘memberi kepada orang-orang ini lebih kecil dari apa yang
biasanya ditahbiskan oleh Gereja, bukanlah jawaban bagi kesulitan-kesulitan
khusus yang mereka hadapi.’
Pada awal buku itu, Kardinal Sarah telah berbicara panjang
lebar tentang nilai selibat dan kesucian total bagi mereka yang, "dibentuk
seturut citra Kristus," dan yang harus mengikuti teladan-Nya dalam hal
penyerahan diri, tubuh dan jiwa mereka, kepada Gereja, dengan cara yang sama
seperti Yesus Kristus yang benar-benar menjadi Mempelai Gereja.
Mengutip praktik kuno Gereja Katolik yang menuntut tindakan
pantang sepenuhnya dari tindakan sex pada para pria menikah yang menjadi imam,
bahkan meski mereka terus hidup se atap dengan istri mereka, Kardinal Sarah menarik
garis yang jelas dalam bagian-bagian awal buku ini, antara perayaan Ekaristi
ini serta praktik yang menetap dari Gereja yang sejak saat itu ditegakkan oleh bagian
Latinnya, bahkan menyarankan bahwa Gereja Katolik ritus oriental akan bermanfaat
untuk "berevolusi" dan kembali ke pada situasi itu.
Dalam komentarnya tentang situasi di Amazon, Kardinal Sarah
berkomentar: “Saya telah mendengar bahwa sepanjang 500 tahun keberadaannya,
gereja Amerika Latin selalu menganggap orang-orang pribumi sebagai orang yang
tidak mampu hidup selibat. Bukti dari prasangka ini memang dapat dilihat. Disana
hanya ada sedikit uskup dan imam pribumi, meskipun segalanya nampak mulai berubah.”
Apakah ini benar, dan jika itu benar, apakah penilaian pihak
Gereja ini sah atau tidak, tidak dibahas di sini. Yang pasti adalah bahwa
melihat lebih dekat pada "teologi Indian" dokumen Persiapan Sinode
Amazon sudah mempromosikan niatan itu pada tahun 2018, dan konsep para selebran
yang selibat ditolak dengan alasan tradisi adat.
Pernyataan Kardinal Sarah tentang Sinode yang akan datang
diterbitkan pada bulan Maret, beberapa bulan sebelum "Instrumentum
Laboris" diumumkan bulan Juni lalu.
Di bawah ini adalah terjemahan LifeSite yang dari bagian-bagian utama
tentang Sinode Amazon dari buku Kardinal Sarah: Le soir approche et déjà le jour baisse.
***
Saya perhatikan dengan rasa cemas bahwa beberapa orang ingin
menciptakan imamat baru yang dilemahkan hingga setinggi ukuran penalaran
manusia.
Jika wilayah Amazonia kekurangan imam, saya yakin bahwa kita
tidak akan menyelesaikan situasi itu dengan cara menahbiskan para pria yang
sudah menikah, viri probati, yang
telah dipanggil oleh Tuhan bukan untuk menjadi imam, tetapi dipanggil kepada
kehidupan pernikahan, sehingga mereka dapat mewujudkan gambaran Persatuan
Kristus dengan Gereja (lht.Ef 5:32).
Dalam dorongan misionaris, jika setiap keuskupan Amerika
Latin dengan murah hati mau menawarkan seorang imam untuk wilayah Amazon,
wilayah ini tidak akan diperlakukan dengan penghinaan dan direndahkan seperti
itu dengan cara menciptakan para imam yang sudah menikah, yang seolah-olah
Allah tidak dapat membangkitkan di bagian dunia ini, kaum muda yang murah hati yang
rela memberikan sepenuhnya tubuh dan hati mereka, segala kemampuan mereka untuk
mengasihi, dan semua keberadaan mereka dalam kehidupan selibat yang dikuduskan
(kehidupan imamat).
“Saya telah mendengar bahwa sepanjang 500 tahun
keberadaannya, gereja Amerika Latin selalu menganggap orang-orang pribumi
sebagai orang yang tidak mampu hidup selibat. Bukti dari prasangka ini memang
dapat dilihat. Disana hanya ada sedikit uskup dan imam pribumi, meskipun
segalanya nampak mulai berubah.”
Jika dengan kurangnya iman kepada Tuhan dan oleh efek
pandangan sempit pastoral, Sinode untuk Amazon memutuskan untuk penahbisan viri
probati, pemalsuan pelayanan untuk wanita dan keganjilan lainnya, situasinya
akan sangat serius. Apakah keputusannya akan disahkan dengan dalih bahwa mereka
adalah emanasi kehendak para ayah sinode? Tentu saja Roh berhembus ke mana pun
ia inginkan, tetapi ia tidak bertentangan dengan dirinya sendiri dan tidak
menciptakan kebingungan dan kekacauan. Itu adalah roh kebijaksanaan. Mengenai
masalah selibat, ia telah berbicara melalui dewan dan paus Roma.
Jika Sinode Amazon mengambil keputusan ke arah yang demikian,
maka hal itu pasti akan memutuskan hubungan dengan tradisi Gereja Latin. Siapa
yang dapat dengan jujur mengatakan bahwa experimen semacam itu, dengan risiko
memalsukan sifat imamat Kristus, akan bisa dibatasi di wilayah Amazon saja?
Tentu saja, idenya adalah untuk menghadapi keadaan darurat
dan kebutuhan. Tetapi yang dimaksud kebutuhan itu bukanlah Tuhan! Krisis saat
ini sebanding dalam tingkat keparahannya dengan pendarahan hebat pada tahun
1970-an, di mana ada ribuan imam yang meninggalkan imamat mereka. Banyak dari orang-orang
itu ini tidak lagi percaya. Tetapi apakah kita masih percaya pada rahmat
imamat?
Saya ingin memohon kepada saudara-saudara saya: apakah kita
percaya pada kemahakuasaan anugerah Allah? Apakah kita percaya bahwa Tuhan
memanggil para pekerja ke kebun anggur-Nya atau kita ingin menggantikan para
pekerja itu karena kita yakin bahwa Dia telah mengabaikan kita? Yang lebih
buruk lagi, apakah kita siap untuk meninggalkan ‘harta berharga’ selibat imamat,
dengan dalih bahwa kita tidak akan lagi percaya bahwa Tuhan memberi kita
kesempatan untuk menjalaninya sampai hari ini sepenuhnya?
Saya juga ingin menekankan bahwa penahbisan pria yang sudah
menikah tidak lain adalah solusi bagi kurangnya jumlah panggilan. Orang-orang
Protestan, meski mereka menerima para pendeta yang sudah menikah, juga menderita
kekurangan orang yang mau menyerahkan diri kepada Allah. Terlebih lagi, saya
yakin bahwa jika di beberapa gereja oriental kehadiran pria menikah yang
ditahbiskan ditanggung oleh umat beriman, hal itu karena mereka dilengkapi
dengan kehadiran besar-besaran para rahib. Umat Allah secara intuitif tahu
bahwa mereka membutuhkan para pria yang mau menyerahkan diri mereka secara
radikal.
Ini akan menjadi tanda penghinaan terhadap
penduduk Amazon jika memberi mereka imam-imam ‘kelas dua.’ Saya tahu bahwa
beberapa teolog, seperti Pastor Lobinger, dengan serius mempertimbangkan untuk
menciptakan dua kelas imam: yang satu akan terdiri atas para pria yang sudah
menikah yang hanya akan memberikan sakramen-sakramen, sementara yang lain akan terdiri
dari para imam yang menjalankan sepenuhnya tiga tugas imamat: menguduskan,
berkhotbah dan memerintah. Proposal ini tidak masuk akal secara teologis. Ini
menyiratkan konsep fungsionalis tentang imamat, dalam hal itu dia mempertimbangkan
untuk memisahkan pelaksanaan tiga jabatan imamat, tria munera, sehingga hal itu mengambil pendekatan yang berlawanan
dengan ajaran utama dari Konsili Vatikan II yang menetapkan kesatuan radikal
mereka. Saya tidak mengerti bagaimana seseorang dapat terlibat dalam kemunduran
teologis semacam itu. Saya percaya bahwa, dengan kedok kepedulian pastoral
terhadap negara-negara misi yang miskin yang kekurangan imam, beberapa teolog
berusaha untuk bereksperimen dengan teori-teori mereka sendiri yang konyol dan
berbahaya.
Pada dasarnya, mereka itu membenci orang-orang asli
di Amazon. Orang yang baru saja menerima penginjilan, perlu melihat kebenaran
dari seluruh peran imamat, bukan tiruan yang buram dari apa artinya menjadi
seorang imam Yesus Kristus. Janganlah kita menyepelekan orang miskin!
Orang-orang Amazon sangat membutuhkan imam-imam
‘sementara’ yang hanya melakukan tugas mereka pada waktu-waktu tertentu sebelum
kembali ke keluarga mereka untuk merawat anak-anak mereka sendiri. Mereka
membutuhkan orang-orang yang bersemangat tentang Kristus, berkobar oleh api-Nya,
ditelan oleh semangat jiwa. Apa jadinya saya saat ini jika para misionaris
tidak mau datang untuk hidup dan mati di desa saya di Guinea? Apakah mungkin saya
ingin menjadi seorang imam jika mereka puas dengan hanya menahbiskan salah satu
pria di desa?
Translated by Jeanne
Smits, LifeSiteNews
No comments:
Post a Comment