Shutterstock.com
PARA TEOLOG RADIKAL DARI
TEOLOGI PEMBEBASAN MENDORONG KERUNTUHAN DOKTRIN KATOLIK PADA SINODE AMAZON
3 September 2019 (LifeSiteNews.com) - Sekelompok pastor dan teolog yang
sudah lanjut usia yang terkait dengan "teologi pembebasan" Amerika
Latin dan yang terlibat dalam persiapan untuk sinode paus Francis "Pan-Amazon"
mendatang, telah menghasilkan sebuah dokumen yang mengemukakan argumen untuk
penggulingan doktrin Katolik di berbagai bidang, demikianlah yang telah
diketahui oleh LifeSite.
Dokumen yang disebut "Menuju Sinode Pan-Amazon: Tantangan dan Kontribusi dari Amerika
Latin dan Karibia," dirilis pada bulan April tahun ini sebagai hasil
dari pertemuan di Bogota, Kolombia, oleh para teolog dari dua organisasi yang
mempromosikan teologi pembebasan: “Amerindia,”
dan “REPAM.” Dokumen kerja sinode Amazon
telah merujuk secara eksplisit pada pertemuan Bogota ini sebagai bagian dari
proses persiapan sinode. Hal ini dapat dibaca disini
dalam bahasa aslinya, Spanyol.
Dokumen Bogota berupaya untuk melemahkan atau
menggulingkan elemen-elemen fundamental dari doktrin Katolik, yang mengklaim
bahwa tidak ada satu agama yang benar dan bahwa agama-agama non-Kristen mampu
membawa "keselamatan" kepada orang-orang, sementara itu mereka memuliakan
tradisi agama pagan dari masyarakat adat di Amazon.
Selain itu, dokumen Bogota juga mendefinisikan
kembali Ekaristi sebagai tindakan simbolis
dari komunitas, menyerang imamat hierarkis Perjanjian Baru sambil meminta
otoritas Gereja untuk membuka kemungkinan penahbisan perempuan sebagai imam,
dan menyerukan untuk “mengalahkan perspektif patriarkal." Dokumen ini
menganjurkan" teologi feminis dan ekologis" untuk menggantikan ajaran
yang ada saat ini. Ia juga mendesak penahbisan pria yang telah menikah untuk
menjadi imam.
Dokumen Bogota ditutup dengan doa kepada Tuhan dengan
menyebut-Nya sebagai "Bapak dan Ibu kehidupan," setelah sebelumnya menyebut
Tuhan sebagai "Pencipta-Creatora."
LifeSite telah mengetahui bahwa dari 28 orang kontributor
pada teks dokumen Bogota, empat orang menjalankan peran kunci pada panitia pra-sinode
Pan-Amazon, dan dua di antaranya adalah penulis kunci dari dokumen kerja sinode
Pan-Amazon. Tulisan mereka atas dokumen tersebut menunjukkan indikasi dari niatan
mereka untuk sinode, dimana nama lengkapnya adalah “Majelis Khusus Sinode Para
Uskup untuk Wilayah Pan-Amazonian.” Sinode Pan Amazon akan diadakan di Roma
dari 6-27 Oktober tahun ini.
Dokumen kerja resmi sinode telah dikecam oleh
banyak uskup Katolik, termasuk Kardinal Walter Brandmüller, yang menyebutnya,
"sesat."
‘Itu adalah tidak adil'
Menurut dokumen Bogota, Gereja Katolik
seharusnya tidak menyatakan bahwa hanya satu agama yang benar, karena
"tidak adil" untuk mengatakan hal itu, sama "tidak adilnya"
untuk mengatakan bahwa satu spesies harus menang atas semua spesies yang lain –
ini adalah suatu penolakan yang nyata terhadap doktrin Katolik tentang
superioritas manusia atas binatang seperti yang diajarkan dalam Alkitab dan
Katekismus Gereja Katolik.
Dokumen itu, dengan persetujuan yang sah, telah
mengutip tulisan Leonardo Boff, seorang pastor yang sesat (yang sekarang sudah dipecat
dari imamatnya) dan teolog dari "teologi pembebasan," yang
meninggalkan ordo Fransiskan dan menjalani ‘perkawinan’ dengan seorang wanita,
setelah dikecam oleh Vatikan karena serangan-serangannya terhadap doktrin Katolik.
Boff adalah pendukung kuat Paus Francis dan dia telah mengenal
paus Francis sejak tahun 1970-an.
Dokumen Bogota menyatakan: “Tidak adil kalau
kita berpikir dan mengatakan bahwa hanya satu spesies saja yang menang, tetapi
sebaliknya; semua spesies memiliki nilai dan bersama-sama mereka mengungkapkan
keutamaan misteri kehidupan. Demikian pula, tidak adil untuk mengatakan bahwa
hanya satu agama yang benar dan yang lain adalah dekaden, karena mereka semua
mengungkapkan misteri Allah dan mengungkapkan banyak cara di mana kita berjalan
dengan kesetiaan dan kasih kepada Tuhan .(hal 86).
Dokumen itu juga mengklaim bahwa Gereja Katolik
harus beralih "dari eksklusivisme intoleran menjadi sikap hormat yang bersedia
menerima bahwa Kekristenan tidak memiliki monopoli historis atas keselamatan"
(hal. 84), dan bahwa "pluralisme dan keragaman agama adalah ekspresi dari
suatu kehendak ilahi yang bijak ”(hal. 53).
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja Katolik adalah
"satu-satunya Gereja Allah" dan "Bapa berkeinginan untuk
memanggil seluruh umat manusia bersama-sama menjadi Gereja Putra-Nya."
Gereja Katolik juga menegaskan kembali dogma iman bahwa "di luar"
Gereja tidak ada keselamatan,”yang artinya bahwa mereka yang secara sadar
menolak persatuan dengan Gereja dan mati di luar Gereja, akan menderita kutukan
kekal. Doktrin yang sama terkandung dalam banyak ayat dari Perjanjian Baru.
Dokumen Bogota memuat berbagai pernyataan lain
yang mempromosikan bid'ah serta perbedaan pendapat terhadap doktrin Katolik,
termasuk yang berikut ini:
1. Ekaristi dan sakramen-sakramen lainnya
direduksi menjadi sekedar “simbol” komunitas yang mengekspresikan “pengalaman
orang” dan “jalan dari komunitas”
Dokumen Bogota menyatakan: “Dalam liturgi,
Gereja mengungkapkan imannya dengan cara yang simbolis dan komunal. Konstitusi
Sacrosanctum Concilium menjelaskan bahwa liturgi adalah 'puncak' dan 'sumber'
kehidupan Kristen. Liturgi adalah 'puncak', karena di kaki meja ada banyak pengalaman
dari orang-orang, jalan komunitas dan konteks sosial-budaya di mana ia
beroperasi. 'Sumber,' karena dari ingatan yang hidup akan kasih Kristus dan
dari perjumpaan dengan saudara-saudari, keinginan dan kapasitas sebagai murid
yang lebih koheren dan kesaksian yang lebih efektif, dilahirkan.”(p. 94).
Akan tetapi, Gereja Katolik mengajarkan, bahwa Ekaristi bukan sekadar simbol
pengalaman manusia, tetapi merupakan kehadiran sakramental dari tubuh, darah,
jiwa, dan keilahian Yesus Kristus, dan presentasi ulang dan partisipasi dalam kurban-Nya
di kayu salib. Menurut Katekismus Gereja Katolik, “Pada Perjamuan Malam Terakhir,
pada malam Dia dikhianati, Juruselamat kita mengesahkan kurban Ekaristik dari Tubuh
dan Darah-Nya. Ini dia lakukan untuk mengabadikan kurban salib selama
berabad-abad ke depan sampai Dia datang kembali.”
Mengerdilkan doktrin Katolik hingga menjadi sekedar
‘pengalaman pribadi,’ secara tegas dikutuk oleh Paus Pius X dalam kecamannya
terhadap paham modernisme, dalam Pascendi Dominici Gregis (1907), di mana dia mengatakan bahwa doktrin
semacam itu mengarah pada atheisme: “Dengan teori-teori semacam itu. . . maka jalan
terbuka lebar untuk atheisme. Di sini perlu dicatat sekaligus, mengingat
doktrin ‘pengalaman pribadi’ ini yang disatukan dengan doktrin simbolisme
lainnya, setiap agama, bahkan agama termasuk paganisme, berarti hal itu harus
dianggap benar semua. Apa yang mencegah pengalaman seperti itu bisa bertemu
dalam setiap agama?"
2. Gereja akan terputus dari tradisinya
sendiri ketika ia mengakui para penatua sebagai imam-imam dalam hierarki dan
anggota Ordo Melkisedek.
Dokumen menyatakan: “Dalam kerangka pasca-konsili,
teologi mempertanyakan model imamat dari Perjanjian Lama yang diperkenalkan ke
dalam praksis dan teologi gerejawi ketika lembaga-lembaga budaya Yudaisme
dipindahkan ke dalam komunitas gerejawi untuk menunjukkan kesinambungan antara
Perjanjian Lama dan Baru yang ditentang oleh paham Gnostisisme. Sebagai
konsekuensi dari pendirian lembaga imamat, para pemimpin menjadi pejabat dari
pemujaan dan jabatan mereka – sebuah tugas imamat dalam melakukan mediasi
budaya – dimana hal itu bisa ditafsirkan sebagai sebuah pangkat, yang
menetapkan mereka sebagai imam, orang Lewi, putra-putra Aaron, dan bahkan
menghubungkan mereka dengan Melkisedek, yang tidak sesuai dengan pengalaman
komunitas pertama yang telah terputus dari bentuk-bentuk mediasi agama
Perjanjian Lama.”(hal. 112).
Namun Gereja Katolik mengajarkan, bahwa Kristus sendiri melembagakan pelayanan
imamat sebagai partisipasi dalam imamat-Nya sendiri: “ 'Pelayanan gerejawi yang
dilembagakan secara ilahi dilaksanakan dalam tingkat yang berbeda oleh mereka
yang bahkan dari zaman kuno telah disebut sebagai uskup, imam, dan diaken.' Doktrin
Katolik, yang dinyatakan dalam liturgi, Magisterium, dan praktik Gereja yang berlaku
terus-menerus, mengakui bahwa ada dua tingkat partisipasi pelayanan dalam
imamat Kristus: episkopal dan presbiterat. Diakon dimaksudkan untuk membantu
dan melayani mereka."
3. Penyimpangan dari doktrin awali
adalah dasar untuk mengecualikan wanita dari profesi imamat
Dokumen Bogota juga menyatakan: “Apa yang
berfungsi sebagai sebuah argumen untuk menanggapi keadaan tertentu menjadi
doktrin dengan elaborasi teologi sakramen imamat, yang terkait erat dengan kurban
Ekaristi. Dengan demikian, perspektif budaya tentang imam dituangkan dalam
liturgi dan dalam spiritualitas imamat, serta dalam simbol-simbol yang
memberikan karakter martabat dan kehormatan pada para pria dalam Gereja. Dalam
proses ini posisi perempuan telah disisihkan. . . "(Hlm. 113).
4. Dogma Katolik tentang imamat
laki-laki yang eksklusif adalah “posisi” yang dapat dimodifikasi yang harus
dapat “direnungkan” oleh para teolog untuk mengenali adanya “tanda-tanda
zaman”.
Selanjutnya dokumen Bogota menyatakan: “Kami
sepenuhnya menyadari posisi Gereja Katolik dalam masalah ini. Kami
merekomendasikan, bagaimanapun, bahwa para teolog, dengan menghormati masalah iman
dan dalam persekutuan yang mendalam dengan Magisterium, dapat terus mempertimbangkan,
dengan kebebasan penuh, adanya penahbisan imam perempuan, memperkaya analisis
mereka dengan sumber daya yang berasal dari bidang psikologi, sosiologi,
antropologi, sejarah, filsafat dan hermeneutika, untuk dapat melihat kehadiran
Roh yang ada di dalam tanda zaman yang, yang menurut John XXIII, kehadiran
perempuan dalam kehidupan publik.”(hal. 105)
Namun, praktik dan doktrin Gereja Katolik yang
abadi adalah bahwa wanita tidak dapat secara sah ditahbiskan menjadi imam. Paus
Yohanes Paulus II dalam surat apostoliknya Ordinatio Sacerdotalis, yang dikeluarkan pada tahun 1994,
menulis, “Karenanya, agar semua keraguan dapat dihilangkan mengenai masalah
yang sangat penting, masalah yang berkaitan dengan konstitusi ilahi Gereja itu
sendiri, berdasarkan kebajikan pelayanan saya untuk mengukuhkan saudara-saudara
(lih. Luk 22:32), saya menyatakan bahwa Gereja tidak memiliki wewenang apa pun
untuk melakukan penahbisan imamat pada wanita dan bahwa keputusan ini harus
secara definitif dipegang oleh semua umat Gereja yang setia."
5. Wanita di Gereja awali adalah sebagai
“diaken” yang menjalankan “fungsi kepemimpinan,” tetapi tidak ada hierarki atau
imamat bagi mereka
Dokumen Bogota juga menyatakan: “Teks-teks Perjanjian Baru tidak mencatat tentang
kegiatan budaya, tetapi komunitas umat beriman telah bertemu di rumah-rumah,
yang menunjukkan bahwa perempuan dapat membawa Firman dan menjalankan fungsi
kepemimpinan. Di sisi lain, di komunitas-komunitas ini tidak ada organisasi
hierarkis atau figur imamat: para pemimpin (perempuan) mereka tidak menerima
gelar imam dan fungsi berbagai pelayanan, yang denominasinya berasal dari
bahasa sekuler, dipolarisasi ke dalam triad episcopos, presbiter, diakon pria
dan diaken perempuan.”(hlm. 116).
6. “Sebuah Gereja yang menjelma di Amazon” berarti
keterbukaan untuk menahbiskan perempuan menjadi “diakonat” serta menahbiskan
laki-laki yang sudah menikah, dan hal ini berarti merangkul “teologi kaum feminis
dan ekologi.”
Gereja seperti itu
termasuk “Memastikan adanya perayaan Ekaristi Minggu di komunitas-komunitas
gerejawi dengan penahbisan imam yang sudah menikah. . . . Menyambut dan
mendukung. . . teologi feminis dan ekologi sebagai dukungan untuk konfigurasi sebuah
Gereja dengan wajahnya sendiri. . . . Membuka kesempatan untuk penahbisan
wanita menjadi diakon, serta penciptaan pelayanan-pelayanan gerejawi sendiri,
sesuai dengan kebutuhan Gereja lokal.”(hlm. 81).
7. Agama-agama asli pagan diteguhkan,
tidak pernah dikritik
Dalam cara yang mirip dengan dokumen kerja
sinode Amazon, dokumen Bogota juga menegaskan tradisi agama asli dan pagan
tetap berjalan maju tanpa pernah menyebutkan kepercayaan-kepercayaannya yang salah atau praktik-praktik destruktif di
antara mereka sendiri. Seluruh dokumen (Bogota) itu hanya menyebut dua kali
kata ‘dosa’ secara singkat, satu kata ‘dosa’ disebutkan dalam doa kuno yang dikutip
oleh dokumen. Dokumen tersebut menyerukan agar kita "memahami dan mengakui
sekali lagi kebajikan, pengetahuan dan kosmovisi yang ada di antara
kelompok-kelompok etnis leluhur, yang masih mempertahankan kemampuan untuk
membaca dan memahami alam sebagai ibu sejati mereka." (hal. 34).
8. Tuhan disebut sebagai sosok
maskulin-feminin "Pencipta-Creatora"
Dokumen itu menyatakan: “Mereka memiliki
sejarah sakral, bahasa, pengetahuan, tradisi, kerohanian, dan teologi mereka.
Mereka semua berusaha membangun 'kehidupan yang baik' dan persekutuan
orang-orang di antara mereka sendiri, dengan dunia, dengan makhluk hidup dan
dengan Pencipta-Creatora. Mereka merasa bahwa mereka hidup dengan baik di
'rumah' yang diberikan oleh Pencipta-Creatora di Bumi,” demikian tulis dokumen (Bogota)
itu (hlm. 54).
Dan dokumen itu
ditutup dengan doa kepada "Bapak dan Ibu kehidupan" (hlm. 129).
Pentingnya dokumen Bogota
Pada bulan April 2019, 28 orang teolog bertemu
di Bogota, Kolombia, untuk membahas Sinode Amazon 6-27 Oktober mendatang.
Penyelenggara acara ini adalah dua organisasi: Amerindia dan Repam (Pan-Amazon Ecclesial Network). Hasil
konferensi ini dapat ditemukan dalam buklet, "Menuju Sinode
Pan-Amazon."
Yang patut diperhatikan disini adalah bahwa dokumen
kerja Vatikan sendiri untuk sinode Amazon mendatang, yang merujuk kembali ke
acara di Bogota ini sebagai salah satu pertemuan persiapan untuk sinode.
Dokumen kerja pertama (Bogota) menyatakan bahwa “Dokumen Kerja ini adalah buah
dari proses panjang yang mencakup penyusunan Dokumen Persiapan untuk Sinode
pada Juni 2018; dan survei ekstensif komunitas Amazon” dan kemudian menambahkan
dalam catatan kaki 1: “Selain proses resmi ini, banyak seminar telah diadakan
di Washington DC, Roma dan Bogota, dengan para pakar di berbagai bidang dan
perwakilan masyarakat Amazon, untuk merenungkan masalah yang dianalisis di
sini."
Empat orang yang terlibat dalam upaya dewan
pra-sinode (baik sebagai anggota atau sebagai penasihat) yang diajak oleh paus
Francis pada bulan Maret 2018 hadir di pertemuan Bogota:
mereka itu adalah pastor Paolo Suess (kolaborator dekat Uskup Erwin Kräutler yang merupakan
anggota dewan pra-sinode) - Suess berpartisipasi sebagai penasihat (peritus) di
dewan pra-sinode - Mauricio López
(sekretaris eksekutif REPAM dan anggota dewan), imam dan penasihat pribumi, pastor
Justino Sarmento Rezende, dan
akhirnya pastor Peter Hughes (juga
seorang penasihat). Keempat orang ini, menurut sebuah sumber di Spanyol, adalah
penulis utama dari dokumen persiapan 2018 Sinode Amazon. Paolo Suess secara
umum dipercaya memiliki peran utama dalam dokumen kerja sinode tahun 2019.
Organisasi-organisasi yang dikhususkan
untuk mempromosikan 'teologi pembebasan'
Amerindia adalah organisasi yang terdiri dari
para teolog yang progresif secara ideologis yang sejak 1978 telah menasihati
para uskup Amerika Selatan, terutama mengingat berbagai pertemuan uskup mereka
(termasuk Medellin dan Aparedica). Kelompok ini menampilkan Leonardo Boff
sebagai salah satu blogger mereka. Boff adalah salah satu pembela Teologi
Pembebasan yang paling menonjol, yang dia telah dikecam oleh Vatikan pada
pertengahan tahun delapan puluhan. Dia kemudian meninggalkan imamatnya dan
menikah. Dia memposting, pada bulan Juli 2019, sebuah artikel di blog
Amerindia-nya, di mana dia mendorong diadakannya imam-imam wanita.
Di situs webnya, Amerindia mengatakan misinya
adalah untuk "menegaskan kembali pilihan untuk membentuk gereja model baru,
gereja komunitarian dan partisipatif, dengan memakai teologi pembebasan sebagai
bantuan bagi gereja universal." Ia mengklaim dirinya mewakili "cara
baru untuk bertindak, yang mencakup pemahaman diri dan transformasi berdasarkan
solidaritas dengan jeritan dari orang-orang yang terpinggirkan dan dari Ibu
Pertiwi.” "Organisasi ini mengklaim bahwa ia "memiliki partisipasi
yang signifikan dalam Konferensi Aparecida" pada 2007, sebuah konferensi
di mana perancangan final dokumen itu dipimpin oleh Uskup Agung Jorge Bergoglio,
yang sekarang menjadi paus Francis.
REPAM, sebuah koalisi organisasi yang berkomitmen
pada agenda ekologisnya paus Francis, didirikan pada tahun 2014, dan tampaknya hal
itu adalah atas perintah paus Francis sendiri.
Salah satu anggotanya, koalisi badan-badan
bantuan internasional Katolik Caritas Internationalis, mengatakan tentang organisasi itu bahwa “Ini
adalah proyek dari sembilan Gereja di wilayah Amazon, yang diilhami oleh paus
Francis dan didukung oleh Konferensi Uskup Amerika Latin, CELAM. Caritas
Internationalis adalah anggota pendiri REPAM, dan kantor Caritas nasional di
negara-negara Amazon, Eropa dan Amerika Utara juga ikut berpartisipasi.”
Khususnya, deskripsi Caritas tentang REPAM
tidak termasuk upaya pertobatan orang-orang Amazon yang sebagian besar
penyembah berhala dan orang-orang Protestan Amazon kepada iman Katolik, tetapi
sebaliknya, mereka membuat daftar tujuan-tujuan seperti misalnya "Memungkinkan
para pemimpin adat untuk didengar suaranya di panggung dunia," "Mendirikan
Sekolah untuk mempromosikan hak-hak mereka," "Dukungan untuk
kasus-kasus pertahanan hak asasi manusia," "Dialog antara Gereja dan
komunitas masyarakat adat," dan "Perlindungan untuk 137 'suku tanpa
kontak dengan dunia luar' di Amazon."
Selain Amerindia dan REPAM, dokumen ini
disponsori oleh lima organisasi pembangunan internasional Katolik, CAFOD (BRITAIN),
CCFD (Prancis), DKA (Austria), dan MISEREOR (Jerman). Ia juga disponsori oleh
organisasi Protestan Jerman EMW (“Evangelisches Missionswerk in Deutschland” -
Evangelical Mission Work in Germany). LifeSite pertama kali melaporkan tentang keterlibatan lembaga-lembaga bantuan Jerman dengan sinode,
sejak bulan Juli lalu.
Amerindia tidak akan mengatakan siapa
yang berkontribusi pada dokumen Bogota
LifeSiteNews menghubungi Amerindia, menanyakan
program pertemuan April 2019 di Bogota. Óscar Elizalde Prada, direktur
komunikasinya (dan juga peserta acara itu), menjawab, dengan mengatakan bahwa
“pertemuan itu sendiri tidak dilakukan melalui konferensi atau panel, tetapi
melalui sesi kerja yang intens, yang bertujuan untuk membangun refleksi bersama
dari suatu Perspektif teologis-pastoral Amerika Latin dan Karibia, selalu dalam
terang Magisterium Gereja dan, lebih khusus lagi, kepausan paus Francis. Karena
alasan ini, kami tidak membatasi diri pada program atau agenda itu saja.”
Elizalde Prada lebih lanjut menolak untuk
memberikan informasi kepada LifeSite
tentang siapa yang menulis bab mana dari dokumen Bogota, dan dia menjelaskan
bahwa “sebagaimana layaknya semangat komunitarian dan kolaboratif dari
pekerjaan kami di Amerika Latin, tidak mungkin untuk mengaitkan pengarang dari
isi dari setiap bab yang telah kami publikasikan dengan menyebut penulisnya
atau menunjuk kepada penulis tertentu. Dalam hal ini kami telah mengikuti
inspirasi masyarakat adat, lebih peduli kepada pemeliharaan rumah bersama daripada
dengan protagonisme mereka sendiri, juga memilih untuk melakukan sebuah perjalanan
sinode, dalam dialog dan mendengarkan tangisan yang muncul dari Gereja di
Amazon dan 'erangan saudari Bumi', seperti yang dirujuk Bapa Suci dalam ensiklis
Laudato Si (LS 53)."
No comments:
Post a Comment