KARDINAL
BURKE & USKUP SCHNEIDER: “BERSIKAP DIAM TERHADAP KESALAHAN DI BAWAH KEPAUSAN
FRANCIS BERARTI MELAKUKAN DOSA BERAT" ...
LifeSiteNews.com reported on September 24, 2019:
by Diane Montagna
Kardinal Raymond
Burke dan Uskup Athanasius Schneider telah mengeluarkan sebuah pernyataan yang membela
kritikan kepada paus Francis, dimana Burke dan Schneider memprotes tuduhan “pencemaran
nama baik” yang dilontarkan terhadap para kritikus semacam itu dan mengatakan bahwa
diterapkannya kaidah ‘tak bisa salah’ (infalibilitas) dari berbagai pernyataan
kepausan telah menghilangkan kemungkinan adanya “debat teologis yang jujur
dan intelektual.”
Dalam pernyataan
tiga halaman yang dirilis pertama kali oleh National
Catholic Register pada hari Selasa, 24 September 2019, para uskup itu
bersikeras bahwa mereka memiliki kewajiban untuk berbicara mengenai
“kebingungan doktrinal menyeluruh” yang menguasai Gereja saat ini, dan mereka yang
berikap diam dalam hal ini berarti melakukan “dosa besar."
Dalam dokumen
tersebut, yang berjudul A clarification about the meaning of
fidelity to the Supreme Pontiff (Sebuah klarifikasi tentang arti dari
kesetiaan kepada Paus,) kedua orang itu menggunakan tulisan-tulisan Beato John
Henry, Kardinal Newman - yang akan dikanonisasi oleh Paus Francis pada 13
Oktober - untuk menjelaskan mengapa, berdasarkan hati nurani, mereka memiliki
tugas mulia untuk berbicara.
Mereka juga
menyatakan bahwa "ungkapan kepedulian" yang tulus seperti itu adalah berasal
dari "rasa kasih yang besar bagi jiwa" dan bagi paus Francis tentunya.
Kardinal Burke bertugas
sebagai pelindung Ordo Sovereign Malta dan Uskup Schneider adalah uskup pembantu
dari keuskupan agung Saint Mary di Astana, Kazakhstan.
Meringkas ke masalah
utama dari kebingungan di dalam Gereja saat ini, hal itu menunjuk kepada sikap
"ambiguitas" mengenai tidakterceraikannya pernikahan, diberikannya
ijin kepada orang yang kumpul kebo untuk menerima Komuni Kudus, semakin meningkatnya
persetujuan atas tindakan homoseksual, berbagai kesalahan tentang keunikan
Tuhan kita Yesus Kristus dan karya penebusan-Nya; dan pengakuan atas berbagai
bentuk paganisme beserta praktik ritualnya, yang kesemuanya itu diusulkan dalam
dokumen kerja Sinode Amazon 6-27 Oktober 2019.
Kardinal Burke dan
Uskup Schneider bertanya: Bagaimana Rasul St.Paulus, Santo Athanasius Agung
atau para pembela iman yang gagah berani lainnya akan bereaksi terhadap Dokumen Persaudaraan Manusia yang
ditandatangani bersama oleh paus Francis dan Imam Besar di Abu Dhabi, yang mengatakan
bahwa “keragaman agama adalah dikehendaki oleh Allah?" Dan apa yang akan
mereka katakan kepada para uskup yang berpartisipasi dalam Sinode Amazon?
Namun, dalam
iklim Gereja saat ini, Kardinal Burke dan Uskup Schneider menyesalkan bahwa
“ungkapan perhatian yang tulus dan penuh hormat mengenai hal-hal yang sangat
penting secara teologis dan pastoral dalam kehidupan Gereja” segera saja “dibungkam
dan dilemparkan ke dalam tuduhan negatif dengan celaan dan tuduhan 'menabur
keraguan,' tuduhan 'melawan Paus,' atau bahkan menjadi 'skismatik.' ”
Kritikan
terhadap ungkapan keprihatinan semacam itu sering beralih menjadi "sentimen"
atau "pamer kekuasaan" daripada "alasan yang layak", dan
tampaknya paus tidak tertarik untuk terlibat dalam "diskusi teologis yang
serius," demikian catat mereka berdua.
Adalah
"mustahil" untuk berpikir bahwa Santo Paulus atau Santo Athanasius
"akan tetap diam" dalam keadaan seperti itu dan membiarkan diri
mereka "diintimidasi" dengan tuduhan "berbicara menentang
Paus," kata Burke dan Schneider. Memang, mereka menambahkan, adalah paus
Francis sendiri yang meminta parrhesia
(kebenaran) "tanpa rasa malu dan tanpa ragu-ragu."
Menegaskan
"di hadirat Allah yang akan menghakimi kita" bahwa mereka (Kardinal
Burke dan Uskup Schneider) adalah "sahabat sejati paus Francis" dan mereka
memiliki "penghargaan supranatural atas pribadi paus dan atas jabatan pastoral
tertinggi sebagai Penerus Petrus," kata Kardinal Burke dan Uskup
Schneider, dan bahwa mereka "banyak berdoa untuk paus Francis" dan
mendorong umat beriman "untuk melakukan hal yang sama."
Mengutip St.
John Fisher dan St.Thomas More, Kardinal Burke dan Uskup Schneider mengakhiri
dengan menegaskan bahwa membela "integritas dari deposit iman" berarti
mendukung "Paus dalam pelayanan Petrus-nya."
Berikut ini
adalah teks lengkap dari pernyataan mereka, tertanggal 24 September 2019.
Klarifikasi tentang arti dari kesetiaan kepada Paus
Tidak akan ada
orang yang jujur dan tulus yang akan menyangkal terjadinya kebingungan
doktrinal yang hampir menyeluruh, yang sedang menguasai kehidupan Gereja di
zaman kita sekarang. Hal ini terutama disebabkan oleh sikap ambiguitas mengenai
tidakterceraikannya perkawinan, yang sedang direlatifkan melalui diijinkannya orang
kumpul kebo untuk menerima Komuni Kudus, karena meningkatnya persetujuan atas tindakan
homoseksual, yang secara intrinsik adalah bertentangan dengan alam dan
bertentangan dengan kehendak Allah, karena kesalahan pengertian mengenai
keunikan Tuhan kita Yesus Kristus dan karya penebusan-Nya, yang sedang
direlatifkan melalui penegasan yang keliru tentang keragaman agama, dan
terutama karena pengakuan berbagai bentuk paganisme serta praktik ritual mereka,
melalui Instrumentum Laboris bagi Sinode
para Uskup untuk wilayah Pan-Amazon mendatang.
Mengingat semua kenyataan
ini, hati nurani kita tidak memungkinkan kita untuk bersikap diam. Kita,
sebagai saudara di dalam Kolese Para Uskup, berbicara dengan penuh hormat dan
kasih, sehingga Bapa Suci dapat dengan tegas menolak kesalahan doktrinal yang
jelas dari Instrumentum Laboris untuk
Sinode Para Uskup wilayah Pan-Amazon yang akan datang dan tidak menyetujui
untuk penghapusan praktik selibat imam di dalam Gereja Latin melalui
persetujuan penahbisan yang disebut "viri
probati".
Dengan campur
tangan kita, kita, sebagai gembala dari kawanan domba, mengungkapkan kasih kita
yang besar kepada jiwa-jiwa, untuk pribadi paus Francis sendiri dan atas karunia
ilahi dari Jabatan Petrine (Paus). Jika kita tidak melakukan hal ini, maka kita
akan melakukan dosa besar, yaitu dosa kelalaian dan keegoisan. Karena, jika
kita bersikap diam, kita akan memiliki kehidupan yang lebih tenang, dan mungkin
kita bahkan akan menerima penghargaan dan kehormatan. Namun, jika kita bersikap
diam, kita akan melanggar suara hati nurani kita sendiri. Dalam konteks ini
kita ingat akan kalimat terkenal dari calon Santo, Kardinal John Henry Newman, (yang
akan dikanonisasi pada 13 Oktober 2019): “Saya akan menerima dari suara hati nurani
terlebih dahulu, dan baru kemudian menerima dari Paus” (A Letter Addressed to the Duke of
Norfolk on Occasion of Mr. Gladstone’s Recent Expostulation). Kami ingat akan kata-kata
dari Melchior Cano yang berkesan dan akrab ini, salah satu uskup yang paling
terkenal selama Konsili Trente: “Petrus tidak membutuhkan pujian kita. Mereka
yang secara membabi buta dan tanpa pandang bulu membela setiap keputusan Paus
Tertinggi adalah mereka yang paling merongrong otoritas Tahta Suci: mereka
menghancurkan, bukannya memperkuat fondasinya.”
Dalam beberapa
waktu belakangan ini, telah tercipta suasana infalibilisasi yang hampir total
dari pernyataan-pernyataan Paus Roma, yaitu, dari setiap kata Paus, setiap
pengumuman, dan bahkan dalam dokumen-dokumen pastoral Takhta Suci. Dalam
praktiknya, tidak ada lagi ketaatan pada aturan tradisional untuk membedakan
tingkat-tingkat yang berbeda dari pernyataan Paus dan jabatannya dengan
catatan-catatan teologis mereka dan dengan kewajiban kepatuhan yang sesuai dari
pihak umat beriman.
Terlepas dari
kenyataan bahwa dialog dan debat teologis telah didorong dan dipromosikan dalam
kehidupan Gereja selama beberapa dekade terakhir setelah Konsili Vatikan II, di
zaman kita sekarang, tampaknya tidak ada lagi kemungkinan debat intelektual dan
teologis yang jujur dan tentang ekspresi keraguan tentang afirmasi dan
praktik yang secara serius mengaburkan dan merusak integritas Deposit Iman dan
Tradisi Kerasulan. Situasi seperti itu mengarah pada pengabaian terhadap penalaran
dan, oleh karena itu, terhadap kebenaran.
Mereka yang
mengkritik ekspresi keprihatinan kami hanya menggunakan argumen sentimental
atau argumen dari kekuasaan. Mereka tampaknya tidak ingin terlibat dalam
diskusi teologis yang serius tentang masalah ini. Dalam hal ini, nampaknya
seringkali alasan yang benar telah diabaikan dan penalaran ditekan.
Sebuah ungkapan
keprihatinan yang tulus dan penuh hormat mengenai hal-hal yang sangat penting
secara teologis dan pastoral dalam kehidupan Gereja saat ini, juga ditujukan
kepada Paus Tertinggi, segera dimatikan dan dilemparkan ke dalam cap negatif
dengan celaan dan tuduhan “menabur keraguan”, "melawan Paus", atau
bahkan menjadi "skismatik."
Sabda Tuhan
mengajar kita, melalui para Rasul, untuk memastikan, dengan tegas, dan tanpa
kompromi mengenai kebenaran universal dan tidak berubah dari Iman kita, dan
untuk menjaga dan melindungi Iman dalam menghadapi kesalahan, seperti Santo
Petrus, Paus pertama, menulis: "Karena itu waspadalah, supaya kamu jangan terseret ke dalam kesesatan
orang-orang yang tak mengenal hukum, dan jangan kehilangan peganganmu yang
teguh."
(2 Pt. 3:17). St. Paulus juga menulis: “Kita mungkin bukan lagi anak-anak, yang
diombang-ambingkan oleh gelombang dan dibawa-bawa oleh setiap angin doktrin, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang
diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu
manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan
teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala
hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. (Ef.4:14-15)
Orang harus
mengingat fakta bahwa Rasul Paulus secara terbuka mencela Paus pertama (Petrus)
di Antiokhia dalam masalah yang lebih sepele, dibandingkan dengan
kesalahan-kesalahan yang pada zaman kita sekarang telah tersebar dalam seluruh kehidupan
Gereja.
Santo Paulus
secara terbuka menegur Paus pertama karena perilakunya yang munafik dan bahaya
yang timbul karena mempertanyakan kebenaran yang mengatakan bahwa rumusan hukum
Musa tidak lagi mengikat bagi orang Kristen. Bagaimana reaksi Rasul Paulus atas
keadaan Gereja saat ini, jika dia membaca kalimat dalam dokumen Abu Dhabi yang
mengatakan bahwa Allah, dalam kebijaksanaannya, juga menginginkan keragaman jenis
kelamin, bangsa dan agama (meskipun di antaranya ada agama-agama yang
mempraktikkan penyembahan berhala dan menghujat Yesus Kristus)! Pernyataan atau
penegasan semacam itu benar-benar berpengaruh pada tindakan merelativkan
keunikan Yesus Kristus dan karya penebusan-Nya! Apa yang akan dikatakan oleh
Santo Paulus, Santo Athanasius dan tokoh-tokoh besar Kristiani lainnya, ketika
membaca pernyataan-pernyataan semacam itu dan kekeliruan-kekeliruan yang
diungkapkan dalam Instrumentum Laboris untuk Sinode Pan-Amazon yang akan
datang? Adalah tidak mngkin untuk berpikir bahwa tokoh-tokoh mulia ini akan
tetap diam, atau membiarkan diri mereka diintimidasi dengan celaan dan tuduhan
berbicara "menentang Paus."
Ketika Paus
Honorius I pada abad ketujuh menunjukkan sikap yang ambigu dan berbahaya
mengenai penyebaran ajaran sesat monothelitisme, yang menyangkal bahwa Kristus
memiliki kehendak manusia, maka St. Sophronius, Patriarkh Yerusalem, mengirim
seorang uskup dari Palestina ke Roma, untuk meminta berbicara kepada Paus,
berdoa dan tidak tinggal diam sampai Paus mengutuk bidaah saat itu. Jika St.
Sophronius hidup hari ini, dia pasti akan dituduh berbicara "menentang
Paus."
Penegasan
tentang keragaman agama dalam dokumen Abu Dhabi dan khususnya kesalahan dalam
Instrumentum Laboris untuk Sinode Pan-Amazon mendatang berkontribusi pada
pengkhianatan atas keunikan tak tertandingi dari Pribadi Yesus Kristus dan
integritas Iman Katolik. Dan hal ini terjadi di depan mata seluruh Gereja dan
dunia. Situasi serupa terjadi pada abad keempat, ketika dengan sikap diam dari hampir
seluruh uskup, konsubstansialitas dari Putra Allah dikhianati demi penegasan
doktrinal yang ambigu tentang semi-Arianisme, suatu pengkhianatan di mana
bahkan Paus Liberius berpartisipasi dalam waktu yang singkat. Athanasius tidak
pernah lelah secara terbuka mencela ambiguitas semacam itu. Paus Liberius memberikan
exkom kepada Athanasius pada tahun 357 "pro
bono pacis", yaitu "demi perdamaian", karena berdamai dengan
Kaisar Konstantius dan para uskup semi-Arian dari Timur. St Hilary of Poitiers
melaporkan fakta ini dan menegur Paus Liberius karena sikapnya yang ambigu.
Adalah penting bahwa Paus Liberius, tidak seperti semua pendahulunya, adalah
paus pertama yang namanya tidak termasuk dalam Martyrologi Romawi.
Pernyataan
publik kami sesuai dengan kata-kata Bapa Suci kita, paus Francis, berikut ini:
“Satu syarat umum dan mendasar adalah ini: berbicara dengan jujur. Jangan ada
yang mengatakan: "Saya tidak bisa mengatakan ini, mereka akan memikirkan
ini atau itu tentang saya ..."
Penting untuk mengatakan dengan parrhesia (kebenaran)
tentang semua yang dirasakan seseorang. ... Seorang Kardinal menulis kepada
saya, mengatakan: sungguh memalukan bahwa beberapa Kardinal tidak memiliki
keberanian untuk mengatakan hal-hal tertentu karena menghormati Paus, dia percaya
bahwa Paus mungkin menafsirkan lain. Tetapi ini adalah tidak baik, ini bukan
sinodalitas, karena itu perlu untuk mengatakan semua itu, di dalam Tuhan, orang
merasa perlu untuk mengatakan: dengan hormat dan sopan, tanpa ragu-ragu.
"(Ucapan paus kepada para Bapa Sinode selama Sidang Umum Pertama
Kongregasi Sidang Umum Luar Biasa Ketiga dari Sinode Para Uskup, 6 Oktober
2014).
Kami menegaskan
di hadirat Allah yang akan menghakimi kami: kami adalah teman sejati paus
Francis. Kami memiliki penghargaan supranatural kepada pribadinya dan kepada jabatan
pastoral tertinggi sebagai Penerus Petrus. Kami banyak berdoa untuk paus
Francis dan mendorong umat beriman untuk melakukan hal yang sama. Dengan rahmat
Tuhan, kita siap menyerahkan hidup kita demi kebenaran iman Katolik tentang
Keutamaan Santo Petrus dan para penggantinya, seandainya para penganiaya Gereja
meminta kita untuk menyangkal kebenaran ini. Kami memperhatikan teladan mulia dari
kesetiaan kepada kebenaran Katolik tentang Keutamaan Petrus, seperti St. John
Fisher, seorang uskup dan kardinal Gereja, dan St. Thomas More, seorang awam,
dan banyak Orang Kudus dan Pengaku Iman, dan kami memohon syafaat mereka.
Semakin banyak umat
awam, para imam dan uskup berpegang teguh dan mempertahankan integritas deposit
iman, semakin mereka, pada kenyataannya, akan mendukung Paus dalam pelayanan
Petrine-nya. Karena Paus adalah yang pertama di Gereja yang menerapkan
peringatan dari Kitab Suci ini: “Peganglah
segala sesuatu yang telah engkau dengar dari padaku sebagai contoh ajaran yang
sehat dan lakukanlah itu dalam iman dan kasih dalam Kristus Yesus.
Peliharalah harta yang indah, yang telah
dipercayakan-Nya kepada kita, oleh Roh Kudus yang diam di dalam kita.” (2 Tim. 1: 13-14).
Raymond Leo Cardinal Burke
Bishop Athanasius Schneider
September 24, 2019
Feast of Our Lady of Ransom
No comments:
Post a Comment