DI DALAM LEMARI VATIKAN
Frếdếric Martel
KEKUASAAN
HOMOSEXUALITAS
KEMUNAFIKAN
DAFTAR ISI
CATATAN DARI
PENULIS DAN PENERBIT
|
|
|
|
Bab 1. Domus Sanctae Marthae
|
|
Bab 2. Teori Gender
|
|
Bab 3. Siapakah Saya Hingga Berhak Menilai?
|
|
Bab 4. Buenos Aires
|
|
Bab 5. Sinode
|
|
Bab 6. Roma Termini
|
|
BAGIAN II - PAULUS
|
Bab 7. Kode Maritain
|
Bab 8. Persahabatan
Yang Penuh Cinta
|
|
BAGIAN III – YOHANES PAULUS
|
Bab 9. Kolese Suci
|
Bab 10. Legiun
Kristus
|
|
Bab 11. Lingkaran Nafsu
|
BAGIAN III
Yohanes Paulus
Bab 11
Lingkaran Nafsu
“Di Vatikan, dia dikenal sebagai
Platinette, dan semua orang mengagumi keberaniannya!” Saya diberitahu oleh
Francesco Lepore. Julukan itu berasal dari seorang waria yang terkenal di
televisi Italia yang mengenakan wig platinum-pirang.
Saya merasa terhibur dengan nama
samaran ini yang diberikan secara pribadi kepada beberapa kardinal dan wali
gereja. Saya tidak mengada-ada, hanya menunjukkan apa yang diungkapkan oleh
beberapa imam Kuria kepada saya: kekejian yang bahkan lebih kejam di dalam
Gereja daripada di luarnya.
Seorang diplomat berpengaruh memberi
tahu saya tentang kardinal lain yang nama julukannya adalah 'La Mongolfiera'!
Kenapa nama ini? Dia memiliki 'penampilan luar biasa, tidak ada apa-apa di dalam
dan tidak bisa membawa banyak,' sumber saya menjelaskan, menekankan kesombongan
dan keangkuhan orang yang bersangkutan - 'sekeping confetti yang mengira dirinya
adalah balon udara panas.'
Cardinals Platinette dan La
Mongolfiera menikmati saat ‘kemuliaan’ mereka di bawah John Paul II, yang dekat
dengan mereka. Mereka adalah bagian dari apa yang disebut 'lingkaran nafsu'
pertama di sekitar Bapa Suci. Lingkaran ‘nafsu’ lainnya juga ada, berkumpul
bersama mempraktikkan homoseksual pada tingkat hierarki yang kurang begitu tinggi.
Para wali Gereja heteroseksual jarang ditemukan di antara mereka yang dekat
dengan John Paul II; namun kesucian memang masih sangat jarang ada. Masih
langka.
Sebelum kita melangkah lebih jauh,
kita harus melihat dengan lebih detail pada sifat-sifat kardinal yang akan saya
ungkapkan. Siapakah saya hingga berhak untuk menghakimi? Sekali lagi, saya
berusaha untuk 'tidak menghakimi,' dan saya kurang peduli dengan 'tamasya' para
imam daripada dengan menggambarkan suatu sistem -- oleh karena itu para uskup
ini akan tetap anonim. Di mata saya, para kardinal, para uskup, dan para pastor
ini, memiliki hak untuk memiliki kekasih, dan untuk melampiaskan kecenderungan
mereka, apakah itu sifat yang diperoleh atau bawaan. Meski bukan menjadi Katolik,
saya tidak bisa acuh tak acuh jika mereka tampaknya mengkhianati kaul kemurnian
mereka, atau jika mereka melanggar aturan Gereja. Adapun pelacuran, yang begitu
sering terjadi dalam kelompok ini, itu adalah sah di Italia dan tampaknya
ditoleransi dengan sangat baik oleh hukum kanon, sebagaimana diterapkan di zona
ekstrateritorial Tahta Suci! Namun, kemunafikan yang mendalam dari para klerus
semacam itu patut dipertanyakan: itu adalah pokok bahasan utama buku ini, yang
menegaskan fakta bahwa infalibilitas paus seakan menjadi faktor pembenar ketika
ia menyangkut masalah moral para pengikutnya.
Perhatian saya di sini adalah untuk
memecahkan kode dunia paralel atau ‘bermuka dua’ ini dan memberi sebuah tur yang
terarah selama masa John Paul II. Terlepas dari La Mongolfiera dan Platinette,
kepada siapa saya akan kembali, saya harus mulai dengan diskusi tentang sosok
Paul Marcinkus, orang di balik sistem keuangan dan misi rahasia Gereja Katolik,
dan salah satu dari mereka yang tugasnya adalah mengelola Kota Vatikan untuk kepentingan
Bapa Suci.
Sebuah campuran profesi: diplomat, bodyguard,
penerjemah dari bahasa Inggris, pemain golf, pengangkut dana rahasia dan
penjahat, maka Uskup Agung Amerika Marcinkus sudah memiliki sejarah panjang di
Vatikan ketika John Paul II terpilih. Marcinkus adalah penerjemah utama ke
bahasa Inggris untuk Paul VI, sekaligus sebagai pengawalnya. Dia bahkan
menggagalkan upaya pembunuhan Paulus VI, dan menduduki beberapa jabatan di
nuncatur apostolik sebelum memulai pendakian karir Romawi yang spektakuler.
Dengan alasan-alasan yang misterius, uskup
agung Marcinkus menjadi salah satu favorit John Paul II di awal masa
kepausannya. Menurut beberapa sumber, Paus memiliki 'kasih sayang yang tulus' kepada
tokoh Vatikan yang kontroversial ini. Marcinkus segera diangkat menjadi kepala
Bank Vatikan yang terkenal, yang terlibat dalam banyak intrik keuangan dan
beberapa skandal spektakuler di bawah naungannya. Wali gereja itu dituduh
melakukan korupsi dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan Italia, tetapi untuk
waktu yang lama dia bisa menikmati kekebalan diplomatik Vatikan. Dia bahkan
dicurigai berada di belakang beberapa pembunuhan, termasuk pembunuhan atas John
Paul I, yang meninggal secara misterius setelah sebulan di tahta kepausan,
tetapi desas-desus ini tidak pernah terbukti.
Di sisi lain, homoseksualitas uskup
agung Marcinkus terbukti dengan jelas. Sekitar selusin uskup Kuria yang
berhubungan dengannya mengkonfirmasi bahwa dia adalah seorang petualang sex dengan
nafsu ‘makan’ yang besar.
“Marcinkus adalah homoseksual: dia
memiliki ‘kelemahan’ terhadap pasukan Garda Swiss. Dia sering meminjamkan
mobilnya kepada mereka, Peugeot 504 abu-abu metalik dengan interior kulit yang
indah. Pada satu titik saya ingat bahwa dia pergi dengan seorang Garda Swiss
dan itu berlangsung selama beberapa waktu,” demikian saya diyakinkan oleh salah
satu sumber saya, seorang awam yang dekat dengan uskup agung Marcinkus yang
bekerja di Vatikan pada saat itu, seperti yang memang dia lakukan hingga hari
ini.
Kita juga tahu tentang hubungan
Marcinkus yang lain: hubungan yang dia miliki dengan seorang pastor Swiss, yang
dibenarkan oleh penghubung mereka kepada salah satu sumber saya. Dan bahkan
ketika dia dipaksa untuk tetap berada di dalam Vatikan setelah dinyatakan bersalah
oleh pengadilan Italia, dia terus ‘berlayar di lautan nafsu’ tanpa malu-malu. Dia
kemudian dipensiun ke Amerika Serikat, membawa serta segala rahasianya: uskup
agung Amerika ini meninggal di sebuah rumah pensiun mewah pada tahun 2006 di
Sun City, Arizona. (Pada dua kesempatan ketika - di hadapan Daniele - saya
mewawancarai Piero Marini, 'pengatur upacara' Paus John Paul II, Marini dengan
polos mengatakan tentang 'kedekatan intim’ Marcinkus dengan 'para pekerja.'
Sementara itu, Pierre Blanchard, seorang awam yang sudah lama menjadi
sekretaris APSA, Administrasi untuk Warisan Tahta Suci, dan sangat akrab dengan
jaringan Vatikan, memberi saya informasi lain.
Terlepas dari uskup agung Marcinkus
yang kontroversial itu, rombongan John Paul II memasukkan para homofil lain di
antara lingkaran para asisten dan pejabat pembantu Paus. Yang pertama adalah
seorang pastor Irlandia, Mgr. John Magee, yang merupakan salah satu sekretaris
pribadi Paul VI, dan kemudian sekretaris pribadi singkat untuk John Paul I, tetap
dalam posisi itu di bawah John Paul II. Setelah diangkat menjadi uskup di
keuskupan Cloyne di County Cork, dia mendapati dirinya berada di pusat
kontroversi mengenai kegagalannya bertindak dalam beberapa kasus pelecehan
seksual yang mengguncang negara. Seorang saksi seminaris muda di Komisi
Investigasi Keuskupan Agung Dublin untuk Keuskupan Cloyne (sehubungan dengan
kasus-kasus pelecehan seksual ini) mengatakan bahwa uskup telah memeluknya
dengan erat dan mencium dahinya; pernyataan-pernyataan ini dipublikasikan dalam
Laporan Cloyne yang diterbitkan oleh Komisi. Mgr. Magee akhirnya dipaksa
mengundurkan diri oleh Benediktus XVI.
Salah satu asisten paus lainnya yang
secara aktif 'mempraktikkan' homoseksualitasnya adalah seorang imam yang
mencampuradukkan penyedotan dana Vatikan dengan rayuan para pemuda (di atas
usia yang bisa ditolerir, setahu saya). Dia juga memiliki antusiasme sexual terhadap
Garda Swiss dan para seminaris, kecenderungan yang dia lakukan juga terhadap salah
satu penyelenggara perjalanan luar negeri paus.
Seorang seminaris muda dari Bologna
mengalami perlakukan ini dan, dalam beberapa wawancara, memberi saya kisah
terperinci tentang kesalahannya sendiri. Selama kunjungan paus ke kota itu pada
bulan September 1997, dua wali gereja yang bertanggung jawab atas perjalanan
Paus bersikeras untuk bertemu dengan para seminaris. Mereka segera melihat
seorang pemuda yang termasuk tampan, dan berusia 24 tahun saat itu.
“Mereka memelototi kami secara
bergantian, dan tiba-tiba mereka menunjuk ke arahku. Mereka berkata: ‘Kamu!’
Mereka meminta saya untuk ikut dengan mereka dan tidak membiarkan saya pergi.
Mereka ingin melihat saya sepanjang waktu. Itu adalah bentuk ‘kemajuan’ yang
sangat mendesak,” mantan seminaris itu memberi tahu saya (dan dia masih melakukan
‘fungsinya’ ketika saya bertemu dengannya 20 tahun kemudian, sangat menawan!).
Selama kunjungan John Paul II, para kolega dekat Paus
mendorong seminaris ini ke depan, membelai dan meraba-raba dia. Mereka
menyerahkannya kepada paus secara pribadi dan memintanya naik ke panggung untuk
berdiri bersamanya hingga tiga kali.
“Saya mengetahui bahwa mereka ada di
sana untuk ‘berburu.’ Mereka menyasar para pemuda dan kemudian memilih saya
tanpa ragu-ragu. Di akhir perjalanan, mereka mengundang saya untuk datang dan
mengunjungi mereka di Roma dan tinggal bersama mereka. Mereka mengatakan kepada
saya bahwa mereka dapat menempatkan saya di Vatikan dan menunjukkan kepada saya
kantor paus. Saya mengetahui apa yang mereka harapkan dari saya. Saya tidak
menanggapi keinginan menggebu mereka. Saya telah gagal dalam panggilan saya!
Jika tidak,” dia menambahkan, “saya mungkin sudah menjadi uskup saat ini!”
Kecerobohan individu-individu ini
tidak memiliki batas. Dua rekan setia Paus lainnya - seorang uskup agung yang
menjadi penasihat paus, serta nuncio yang sangat terkenal - juga memperlihatkan
seksualitas mereka dengan sangat luar biasa, hingga tingkat yang tidak dapat
dipercaya. Hal yang sama juga berlaku untuk seorang kardinal dari Kolombia yang
belum bisa kami temui, yang perkenalan dengannya akan segera kami lakukan: seorang
'doktor setan' ini ditugaskan oleh John Paul II untuk menangani kebijakan
Vatikan di bidang keluarga, tetapi pada malam hari dia mengabdikan dirinya kepada
profesi yang menakjubkan: kunjungan rutin kepada para pelacur pria.
Dalam rombongan langsung dari paus,
ada juga trio uskup yang sangat luar biasa dalam perjalanan mereka karena
mereka beroperasi sebagai geng, dan saya harus mengatakan sepatah kata tentang
masalah ini di sini. Mereka membentuk lingkaran nafsu sexual lain di sekitar
paus. Dibandingkan dengan para kardinal terkenal atau para wali gereja yang
telah saya sebutkan, para petualang homoseksual ini jika bekerja untuk
kekudusan dirinya, bertindak biasa-biasa saja; tapi mereka tidak ‘bermain’ dengan
aman.
Yang pertama adalah seorang uskup
agung yang selalu ditampilkan sebagai malaikat dengan wajah orang suci, dan
yang kecantikannya menyebabkan lidah mengoceh. Ketika saya bertemu dengannya
hari ini, hampir tiga puluh tahun kemudian, dia masih menjadi pria yang tampan.
Ketika dia dekat dengan Kardinal Sodano, dia juga menjadi favorit Paus.
Kecenderungan sexualnya telah dikonfirmasi oleh banyak sumber, dan dia bahkan
dikatakan telah dikeluarkan dari dinas diplomatik Vatikan 'setelah ditangkap di
tempat tidur dengan seorang pria kulit hitam,' saya diberitahu oleh seorang pastor
di Sekretariat Negara yang tidur dengan pria yang dimaksud itu hingga beberapa
kali.
Uskup kedua yang dekat dengan John
Paul II memainkan peran penting dalam persiapan upacara kepausan. Dia juga
muncul di foto-foto di samping Bapa Suci. Dia dikenal karena praktik
sadomasokistiknya, dia dikatakan telah mengenakan pkaian berbahan serba kulit
ketika dia sering mengunjungi Sphinx, klub pesiar di Roma, yang sekarang sudah ditutup.
Sebutan yang digunakan tentang dirinya menjadi terkenal di Vatikan: ‘Pakaian renda
pada siang hari; pakaian kulit pada malam hari.'
Adapun uskup ketiga di 'geng' ini, dia
digambarkan sebagai orang yang sangat jahat; dia terlibat dalam banyak urusan
keuangan dan urusan yang melibatkan syahwat dengan anak laki-laki. Pers Italia
sudah lama mengenalinya.
Jadi ketiga uskup ini adalah bagian
dari apa yang kita sebut 'lingkaran nafsu' kedua yang berada di sekitar John
Paul II. Mereka tidak berada di peringkat pertama; mereka adalah laksana pemain
kedua atau pemain cadangan. Paus Francis, yang telah lama mengetahui para
penjahat ini, telah menjauhkan mereka dari jalan promosi utama dengan menolak
menjadikan mereka sebagai kardinal. Hari ini mereka semua tertutup dua kali
lipat di dalam lemari, oleh pekerjaan
mereka.
Ketiga tokoh ini bertindak sebagai
perantara dan antek, kepala pelayan, pemimpin, penata upacara, penata perayaan,
kanon atau kepala protokol untuk John Paul II. Mereka dapat diterima bila diminta
demikian, dan mereka kadang-kadang menawarkan ‘layanan khusus’ kepada para
kardinal paling terkenal, dan sisanya menghabiskan waktu bersama dengan wakilnya
di dalam kesibukan mereka sendiri. (Di antara rombongan Kardinal Angelo Becciu,
yang saat itu sebagai 'menteri dalam negeri' di bawah Paus Francis, saya diberi
konfirmasi nama-nama uskup ini dalam serangkaian wawancara yang direkam.)
Saya mengadakan pertemuan panjang
dengan dua dari tiga ksatria ini, ditemani oleh Daniele, peneliti utama Italia
saya. Yang pertama adalah benar soal citranya sebagai seorang pria dan
pangeran. Karena takut keluar dari dirinya sendiri, dia selalu berjaga-jaga
meskipun tidak ada yang aneh dengan homoseksualitasnya. Yang kedua, yang kami
temui beberapa kali di sebuah istana di Vatikan, di zona 'ekstrateritorial,'
membuat kami benar-benar terperangah. Di gedung besar yang dia tinggali bersama
beberapa kardinal ini, pastor itu menyambut kami dengan mata terbelalak,
seolah-olah kami adalah Tadzio dalam kisah Death
in Venice! Jelek seperti dosa, dia membuat kemajuan dengan Daniele,
peneliti saya, tanpa pendahuluan, dan memberi saya segala macam pujian (ketika dia
melihat saya untuk pertama kalinya). Dia memberi kami nomor kontak; kami
berjanji untuk mengunjunginya lagi (yang segera kami lakukan). Dan beberapa
pintu terbuka, memberi kami jalan pembuka ke layanan protokol Paus dan Bank
Vatikan, di mana trio ini jelas tidak kekurangan kontak! Daniele merasa tidak
nyaman, terutama ketika saya meninggalkannya sendirian selama beberapa menit
untuk pergi ke kamar mandi. "Saya takut dianiaya!" dia menceritakan kepada
saya sambil tertawa ketika kami pergi.
Di antara mereka yang dekat dengan John
Paul II, hubungan mereka dengan seksualitas dan petualangan nafsu sexual sangat
bervariasi. Sementara beberapa kardinal dan uskup berani mengambil risiko, yang
lain melipatgandakan kebijaksanaan dan kewaspadaan mereka. Seorang uskup agung Perancis,
yang kemudian menjadi seorang kardinal, menurut mantan asistennya, berada dalam
hubungan homosex yang stabil, pertama dengan seorang imam Anglikan dan kemudian
dengan seorang imam Italia; kardinal Italia lainnya tinggal bersama rekannya,
yang dia perkenalkan kepada saya sebagai 'suami mendiang kakak perempuannya,'
tetapi semua orang di Vatikan tahu - dimulai dengan Garda Swiss, yang berbicara
kepada saya tentang hal itu – tentang sifat sebenarnya dari hubungan mereka. Yang
ketiga, seorang Amerika, William Baum, yang kebiasaannya telah diketahui banyak
orang, juga tinggal di Roma bersama kekasihnya, salah seorang asistennya.
Seorang kardinal berbahasa Prancis
lain yang saya temui beberapa kali, juga dekat dengan John Paul II, dikenal
karena sifatnya yang agak tidak biasa: tekniknya adalah berupa mengundang para seminaris
atau trainee nuncios untuk makan siang di apartemennya, dan kemudian, mengaku
lelah setelah selesai acara makan, dan kemudian dia menyarankan agar mereka ‘bergabung
dengannya untuk tidur siang.’ Kemudian kardinal akan berbaring di tempat
tidurnya tanpa peringatan, dan tidak mengatakan sepatah kata pun; dia berharap agar
novis muda itu akan ‘bergabung’ dengannya. Keduanya mabuk, dan dia akan
menunggu dengan sabar, tidak bergerak, seperti laba-laba di tengah jaringnya.
Seorang kardinal John Paul II lainnya
dikenal (menurut kesaksian tangan pertama dari dua pastor yang bekerja
dengannya) karena ‘berlayar di lautan nafsu’ di luar Vatikan, khususnya di
taman-taman di sekitar Campidoglio, dan telah menolak, seperti yang telah saya
sebutkan, untuk mendaftarkan mobil resminya dengan pelat diplomatik Vatikan,
untuk memberinya kebebasan ekstra.
Namun seorang kardinal lainnya, yang
menduduki posisi penting sebagai 'menteri' untuk John Paul II, secara keras dikembalikan
ke negaranya setelah melakukan skandal dengan seorang penjaga muda Swiss di
mana uang berperan disini; dia kemudian dituduh menutupi kasus pelecehan
seksual.
Imam-imam berpengaruh lainnya dalam
rombongan John Paul II adalah juga homofilik tetapi lebih ‘bijaksana.’ Mario
Luigi Ciappi dari Dominika, salah seorang teolog pribadinya, yang ‘berbagi
hidupnya’ dengan 'sosius' (asisten). Salah satu bapa pengakuan paus (menurut
mantan asisten Ciappi) adalah juga seorang homofilik yang sangat berhati-hati.
Tapi mari kita kembali ke 'lingkaran
nafsu' pertama, di mana para kardinal La Mongolfiera dan Platinette mewakili
semacam inti di mana bintang-bintang lain tertarik kedalamnya. Dibandingkan
dengan ‘para penyanyi besar,’ maka peringkat kedua dan kardinal periferal
lainnya memang nampak tak berarti.
Saya telah diberitahu tentang
petualangan mereka dalam mengejar anak lelaki oleh asisten dan kolaborator
mereka, dan oleh para kardinal bawahan mereka, dan saya bahkan dapat
menginterogasi Platinette, yang keberaniannya dapat saya konfirmasikan: dia
meraih bahu saya dan memberikan cengkeraman kencang pada lengan saya, tanpa melepaskan
sejenak, tetapi tidak melangkah lebih jauh, selama wawancara saya di Tahta Suci.
Jadi mari kita melangkah ke dalam
dunia paralel dan bermuka dua ini, di mana sifat buruk dihargai secara
proporsional dengan kelebihannya. Apakah untuk praktik semacam ini hingga
bahasa Inggris menciptakan kalimat yang indah: 'Mereka hidup dalam kotak dan
dicintai dalam segitiga'? Dalam kasus apa pun, kardinal La Mongolfiera dan
Platinette, segera bergabung dengan seorang uskup yang nama samarannya akan
saya simpan karena rasa kasihan; dia adalah klien reguler pelacur pria Romawi,
dengan siapa mereka menjadi tuan rumah dari perbuatan homosex berempat.
Terperangkap dalam pusaran kehidupan nafsu
yang kacau, apakah La Mongolfiera dan Platinette mengambil risiko yang cukup
besar? Kita bisa bayangkan begitu. Namun, sebagai kardinal, mereka menikmati
kekebalan diplomatik, dan juga dilindungi di tingkat tertinggi Vatikan sebagai
teman-teman Paus dan para menterinya. Selain itu, siapa yang akan berbicara?
Vatikan belum dirusak oleh skandal seksual. Pers Italia jarang membahas masalah
ini; para saksi diam semua; dan kehidupan pribadi para kardinal tidak
tersentuh. Jejaring sosial belum ada, dan hanya akan mengubah lanskap media di
kemudian hari, setelah kematian John Paul II. Jika hari ini, maka berbagai
rekaman video dan foto-foto seronok dan polos mungkin akan diterbitkan di
Twitter, Instagram, Facebook atau YouTube. Tetapi pada saat ini kamuflase masih
sepenuhnya berhenti di tempat.
Untuk menghindari desas-desus, La
Mongolfiera dan Platinette memang mengambil tindakan pencegahan: mereka
melembagakan sistem canggih untuk merekrut pengawalan melalui tiga filter. Mereka
sendiri menggambarkan kebutuhan mereka kepada seorang 'lelaki dari Yang Mulia,'
seorang awam yang sudah menikah dan mungkin heteroseksual, dan yang, tidak
seperti kliennya, memiliki prioritas lain selain homoseksualitas. Dia tenggelam
dalam banyak transaksi keuangan yang mencurigakan, dan sebagai imbalan atas
jasanya, yang terutama dia inginkan adalah dukungan kuat di puncak Kuria dan sebuah
kartu kunjungan gratis.
Sebagai imbalan atas pertimbangan
yang signifikan, 'lelaki Yang Mulia' ini, yang nama samarannya adalah Negretto,
penyanyi dari Nigeria dan anggota paduan suara Vatikan, selama bertahun-tahun
membangun jaringan subur yang terdiri dari para seminaris gay, pengawal Italia,
dan pelacur pria dari negara asing. Sebuah sistem nyata dari boneka-boneka
Rusia, masing-masing cocok dengan yang lain, Negretto meminta bantuan kepada
seorang perantara ketiga, yang dia gunakan sebagai pengintai dan perantara.
Mereka merekrut ke segala arah, terutama dari para migran yang membutuhkan izin
tinggal: jika mereka terbukti 'memahami,' maka pria ini berjanji untuk campur
tangan sehingga mereka akan mendapatkan surat-surat yang mereka perlukan. (Di
sini saya menggunakan informasi yang diambil dari catatan tertulis panggilan
telepon yang dibuat oleh polisi Italia dan digunakan dalam persidangan yang mengungkap
perselingkuhan ini.) Sistem ini akan berlangsung selama beberapa tahun, di
bawah kepausan John Paul II dan bagian awal dari Benedict XVI, dan menyediakan
layanan tidak hanya untuk kardinal La Mongolfiera dan Platinette dan teman uskup
mereka, tetapi juga untuk uskup keempat (yang identitasnya tidak dapat saya
sampaikan).
Tindakan seperti itu seharusnya
terjadi di luar Vatikan, di beberapa tempat tinggal, terutama di sebuah vila
dengan kolam renang, beberapa apartemen mewah di pusat kota Roma dan, menurut
dua saksi mata, kediaman musim panas paus di Castel Gandolfo. Situs ini, yang
saya kunjungi dengan seorang uskup agung dari Vatikan, terletak cukup tepat, di
zona ekstrateritorial, dan menjadi milik Tahta Suci dan bukan milik negara Italia,
dengan konsekuensi bahwa polisi Italia tidak dapat campur tangan di dalamnya (seperti
yang mereka konfirmasi kepada saya). Di sana, jauh dari mata pengintai yang
waspada, dengan dalih melatih anjing-anjingnya, seorang wali gereja juga dapat
memasukkan dan nempatkan ‘orang-orang favoritnya’ melalui setiap langkah mereka.
Menurut beberapa sumber, titik kritis
dari jaringan pengawalan mewah ini adalah cara di mana tindakan itu dibiayai.
Tidak hanya para kardinal yang mencari para pelacur pria untuk memuaskan libido
mereka; bukan saja mereka homoseksual secara pribadi sementara menganjurkan penentangan
keras terhadap homosex di depan umum dan ketika berkotbah; mereka juga
berhati-hati untuk tidak membayar para gigolo mereka! Bahkan, mereka menggali
jauh ke dalam kas keuangan Vatikan untuk membayar para perantara mereka, yang
bervariasi harganya dari waktu ke waktu, seperti halnya pengawalan yang sangat
mahal, bahkan merusak, (hingga 2.000 euro per malam untuk pengawalan mewah,
menurut informasi yang dikumpulkan oleh polisi Italia yang menangani kasus
ini). Beberapa monsignori Vatikan, yang secara luas memberi tahu saya tentang
perselingkuhan itu, mereka memakai nama panggilan ironis untuk wali gereja ‘hemat’
ini: 'para imam ATM.'
Pada akhirnya, sistem peradilan
Italia secara tidak sengaja mengakhiri jaringan prostitusi ini, dengan menyuruh
beberapa dari mereka yang berada di belakang sistem tersebut, untuk ditangkap,
karena kasus korupsi yang serius terkait dengan perbuatan mereka. Dua perantara
juga ditangkap setelah diidentifikasi dari percakapan telepon. Akibatnya
jaringan prostitusi ini ditutup oleh polisi, yang mengetahui seberapa luasnya,
tetapi mereka tidak dapat membidik aktor utama, yang menikmati kekebalan diplomatik
Vatikan: Kardinal La Mongolfiera dan Platinette.
Di Roma, saya mewawancarai seorang
letnan kolonel di carabinieri. Ini kesaksiannya.
"Rupanya para kardinal ini telah
diidentifikasi, tetapi tidak dapat dipanggil untuk diperiksa, karena kekebalan
diplomatik mereka. Semua kardinal menikmati kekebalan itu. Begitu mereka
terlibat dalam skandal, mereka secara otomatis dilindungi. Mereka mencari
perlindungan di belakang benteng Tahta Suci. Demikian juga, kami tidak dapat
mencari koper-koper informasi mereka, bahkan meski kami mencurigai mereka
melakukan perdagangan obat terlarang, misalnya, atau membawanya, untuk
diinterogasi.”
Letnan kolonel itu melanjutkan: “Secara
teori, polisi Vatikan, yang tidak bergantung pada otoritas Italia, dapat
mempertanyakan para kardinal ini dan menuntut mereka. Tetapi mereka harus
meminta ijin Tahta Suci lebih dulu untuk melakukannya. Namun, jelas, dalam hal
ini, para pendukung perdagangan ini terhubung dengan eselon tertinggi dari Tahta
Suci... “
Saya tidak akan menjelaskan secara
terperinci tentang kegiatan para kardinal ini, meskipun, menurut catatan
polisi, permintaan mereka sangat kreatif. Mereka berbicara tentang pengawalan
dalam hal 'file' dan 'situasi.' Para perantara mematuhi, menyarankan orang-orang
yang tepat yang hanya berbeda dalam hal tinggi dan berat badan. Bukan dalam hal
kwalitas mereka.
Berikut adalah beberapa kutipan
percakapan (dari risalah dalam persidangan):
“Saya tidak akan memberi tahu Anda
lagi. Tingginya dua meter, ini dan ini beratnya, dan dia usia 33.”
“Saya punya sebuah ‘kenalan’ di
Naples ... Saya tidak tahu bagaimana cara memberi tahu Anda, itu benar-benar
bukan sesuatu untuk dilewatkan ...”
“32 tahun, 1 meter 93, sangat tampan
... “
"Saya punya seorang ‘kenalan’
orang Kuba."
"Saya baru saja tiba dari Jerman
dengan seorang ‘kenalan’ Jerman."
"Saya punya simpanan dua orang
kulit hitam."
“X punya ‘teman’ Kroasia yang ingin
melihat apakah Anda bisa menyediakan waktu.”
“Saya punya seorang pemain
sepakbola.”
"Saya punya seorang pria dari
Abruzzo."
Kadang-kadang pertukaran perbincangan
ini berputar di sekitar Kristus dan Viagra, yang meringkas kasus busuk ini
dengan sangat baik.
Setelah persidangan yang panjang dan
beberapa intervensi hukum, para 'pria terhormat' kami dijatuhi hukuman karena perbuatan
busuk mereka; paduan suara Vatikan dibubarkan. Negretto sekarang tinggal di
kediaman milik gereja Katolik di luar Italia, di mana orang-orang tampaknya
memenuhi kebutuhannya untuk membeli sikap diamnya. Adapun para perantara
lainnya, yang identitasnya saya tahu, saya belum bisa melacaknya. Bukan saja
para kardinal yang terlibat tindak asusila itu tidak pernah dihukum atau
ditanyai, bahkan nama asli mereka tidak pernah muncul dalam catatan
persidangan.
Paus John Paul II, jika dia pernah
diberitahu tentang kasus ini, dia tidak dapat memisahkan di antara lingkaran
dalamnya sendiri: gandum dari sekam, mungkin karena proses penghilangan racun seperti
itu akan melibatkan terlalu banyak orang. Paus Benediktus XVI tahu tentang file
ini, dan melakukan segala yang dia bisa untuk meminggirkan protagonis atau
pelaku utama, pada awalnya berhasil, sampai upaya itu akhirnya dituntun,
seperti yang akan kita lihat, menuju kegagalannya. Francis, yang juga cukup
tahu, menghukum uskup yang terlibat itu dengan menolak menjadikannya sebagai
kardinal, terlepas dari janji bahwa dia akan dijadikan kardinal oleh seorang
mantan menteri luar negeri. Untuk saat ini, Platinette masih menyimpan
portofolionya. Pemimpin jaringan dan penguasa medan perang nafsu ini, La
Mongolfiera, mengambil pensiun kardinalnya yang disepuh emas: dia masih hidup
dalam kemewahan dan, kata orang-orang, dia tinggal bersama dengan kekasihnya.
Tentu saja, para wali Gereja ini sekarang menjadi bagian dari oposisi terhadap
Paus Francis; mereka dengan keras mengkritik segala proposal yang dibuat
Francis yang menguntungkan kaum homoseksual, dan menuntut kesucian yang semakin
besar - meskipun mereka sendiri tetap mempraktekkan kebejatannya.
Perselingkuhan di atas hanya menjadi
berita kecil jika bukan karena fakta bahwa itu adalah template untuk perilaku
berulang di Kuria Romawi. Ini bukanlah sekedar masalah kecil; ini adalah sebuah
sistem. Para wali gereja itu merasa tidak tersentuh dan sepenuhnya menikmati
kekebalan diplomatik mereka. Namun, kita tahu kekurangan dan kejahatan mereka
hari ini, karena para saksi telah berbicara. Bahkan meski ada upaya dilakukan
untuk membuat mereka diam.
Di sini kita harus kembali lebih jauh
kepada kisah menakjubkan yang terkait erat dengan perselingkuhan Mongolfiera.
Betapa hebat kisahnya! Itulah yang oleh si Penyair disebut 'plot genius' nyata!
Kisah ini menyangkut seorang wali gereja yang diam-diam, kepala departemen di
Sekretariat Negara, Mgr. Cesare Burgazzi, yang kasusnya dipublikasikan. (Karena
Burgazzi menolak untuk menjawab pertanyaan saya, untuk menceritakan kisah dari kasus
ini, saya harus mengandalkan pernyataan terperinci dari dua rekan pastornya, dari
bukti-bukti yang diberikan oleh polisi dan dari catatan pengadilan yang
dihasilkan.)
Suatu malam di bulan Mei 2006, Mgr.
Burgazzi ditangkap oleh polisi, di mobilnya, di daerah Roma yang terkenal
dengan pengembaraan dan pelacuran pria, Valle Giulia, dekat Villa Borghese.
Mobil Mgr. Burgazzi, Ford Focus, telah terlihat beberapa kali meluncur di
sekitar area hitam itu. Ketika polisi memberhentikan mobil itu, polisi melihat
bayangan bergerak-gerak di dalam mobil yang gelap, yang kursi-kursinya ada di
bawah. Polisi berusaha mencoba untuk mengetahui – apakah itu merupakan voyeurisme
atau sebuah serangan terhadap moral publik – dan wali gereja yang malang itu,
karena ketahuan, segera tancap gas mobilnya. Terjadilah pengejaran mobil selama
20 menit di seluruh Roma yang berakhir, seperti dalam film Hollywood, dalam sebuah
kecelakaan besar. Dua mobil polisi rusak, tiga orang polisi terluka. “Kamu
tidak tahu siapa saya! Kamu tidak tahu dengan siapa kamu berurusan!" Burgazzi
berteriak ketika dia ditangkap, dengan mata membelalak.
(Catatan: Voyeurisme adalah kegiatan
mendapatkan kenikmatan seksual dengan melihat (mengintip) bagian-bagian tubuh
lawan jenisnya dan biasanya sasarannya adalah orang orang asing. Voyeurisme
bisa jadi merupakan gangguan psikologis, karena hal ini merupakan salah satu
bentuk penyimpangan seksual.)
Kasus ini amat biasa-biasa saja, dan
begitu sering terjadi di Vatikan, sehingga tampaknya tidak menarik. Ada banyak
contoh seperti itu yang terkubur dalam arsip kepolisian di seluruh dunia, yang
melibatkan para imam, wali gereja, dan bahkan para kardinal. Tetapi dalam hal
ini, segalanya tidak sesederhana itu. Menurut versi yang diberikan oleh polisi,
yang menyatakan bahwa mereka menunjukkan lencana mereka, beberapa kondom ditemukan
di mobil Mgr. Burgazzi serta di saku jubah imamatnya, karena pastor itu
ditangkap dengan berpakaian sipil. Terakhir, polisi mengambil telepon Mgr.
Burgazzi dan mengidentifikasi adanya beberapa panggilan yang dilakukan kepada ‘waria
Brasil bernama Wellington.'
Sementara itu, Mgr. Cesare Burgazzi
selalu mengklaim bahwa polisi mengenakan pakaian preman dan mobil mereka tidak
bertanda. Mgr. Burgazzi beralasan bahwa dia mengira jika mereka berusaha
merampoknya, dan bahwa dia bahkan memanggil layanan darurat beberapa kali. Wali
gereja itu juga membantah telah menghubungi waria Wellington, dan memiliki
kondom di mobilnya. Dia mengklaim bahwa beberapa poin dalam pernyataan polisi
itu salah, dan bahwa cedera mereka kurang serius daripada yang mereka klaim (karena
pengadilan menyetujui banding). Pada akhirnya, Burgazzi bersumpah bahwa, karena
takut akan upaya perampokan, dia hanya berusaha untuk melarikan diri.
Teori polisi yang menyamar sebagai
perampok jalan raya, atau sebaliknya, tampaknya sangat fantastis. Tetapi uskup itu, Mgr. Cesare
Burgazzi, mengulangi perbuatan itu begitu sering, dan polisi tidak mampu
membuktikan sebaliknya, bahwa Burgazzi tidak bersalah, sehingga persidangan
berlangsung lebih lama dari yang diharapkan. Awalnya, Burgazzi nampak santai,
dengan mempertimbangkan ketidakjelasan pernyataan polisi. Tetapi dia mengajukan
banding, dan begitu pula penuntutan: agar dia benar-benar dibebaskan; polisi
yang memvonisnya, itulah yang terjadi saat naik banding ketika pengadilan
menerima fakta kejadian versi polisi. Burgazzi kemudian membawa kasus itu ke
pengadilan kasasi, di mana perselingkuhannya berakhir, delapan tahun setelah
kejadian, dengan vonis: pembebasan atas semua tuduhan.
Jika putusannya jelas, tetapi keadaan
kasusnya tetap tidak jelas. Di antara hipotesis lain, bukan tidak mungkin
Burgazzi terperangkap. Menurut ide ini, yang dikemukakan oleh beberapa orang
yang akrab dengan kasus ini, harus diingat bahwa Burgazzi adalah orang yang
bijaksana, dan berpengetahuan luas. Dalam konteks fungsinya di Vatikan, dia dikatakan
telah menemukan praktik keuangan yang memalukan dan kehidupan ganda homoseksual
dari beberapa kardinal dari rombongan langsung Paus John Paul II: campuran kasus
uang yang membingungkan yang disedot dari Bank Vatikan, akun bank yang paralel
dan jaringan prostitusi. Dengan hati-hati dan, diklaim, tidak dapat salah,
Burgazzi yang bersemangat bahkan dikatakan telah membuat fotokopi semua
dokumentasi dan menyimpannya di brankas, yang kode pembukanya hanya diketahui
oleh pengacaranya. Tak lama setelah itu, dengan mengumpulkan semua
keberaniannya, dia meminta pertemuan pribadi dengan orang yang paling kuat dari
para kardinal, dengan siapa dia berbagi penemuannya dan meminta penjelasan. Kami
tidak tahu hasil diskusi mereka. Yang kami tahu, di sisi lain, adalah bahwa
Burgazzi tidak menyerahkan file ini kepada pers - bukti kesetiaannya kepada
Gereja dan keengganannya terhadap skandal.
Apakah ancaman Burgazzi memiliki
hubungan dengan kasus luar biasa di Villa Borghese? Mungkinkah kardinal yang banyak
terlibat dalam kasus itu merasa ketakutan dan mencoba menetralisir Burgazzi? Apakah
ada jebakan yang dibuat untuk Burgazzi untuk berkompromi dan memaksanya agar
diam, dengan bantuan orang-orang yang dekat dengan polisi Italia, dan mungkin
petugas polisi yang sebenarnya (seorang kepala polisi diketahui dekat dengan
kardinal yang bersangkutan)? Apakah mereka ingin berkompromi dengannya
sampai-sampai kemungkinan bahwa fakta yang ada akan kehilangan semua
kredibilitas? Semua pertanyaan ini mungkin tidak akan terjawab hingga waktu
yang lama.
Tetapi kita tahu bahwa Paus
Benediktus XVI, yang dipilih selama proses peradilan yang panjang sesudahnya,
bersikeras agar Mgr. Burgazzi dikembalikan ke jabatannya di Sekretariat Negara.
Dia bahkan ketika bertemu dengannya selama misa dan berkata kepadanya: “Saya
tahu segalanya; teruslah berjalan.” (menurut saksi yang diberitahu kisah ini
oleh Burgazzi).
Dukungan tak terduga dari paus secara
pribadi ini merupakan indikasi kegelisahan yang disebabkan oleh perselingkuhan
di Vatikan, dan memberikan kepercayaan tertentu pada hipotesis manipulasi. Karena
sulit untuk tidak terkejut dengan pernyataan meragukan yang diberikan oleh
petugas polisi, bukti mencurigakan mereka, yang ditolak pengadilan secara
definitif. Apakah hal itu dibuat-buat? Kemana ujungnya? Untuk kepentingan pendukung
siapa?
Mungkinkah Mgr. Cesare Burgazzi
menjadi korban intrik yang diorganisir oleh salah seorang rekannya untuk
membungkamnya atau memerasnya? Bagian kriminal dari pengadilan kasasi Italia, karena
menemukan dia secara pasti tidak bersalah dan menentang versi yang diberikan
oleh petugas polisi, memberikan kredibilitas terhadap hipotesis ini.
Kasus-kasus yang melibatkan uang dan
moral, yang sering dikaitkan dengan erat di Vatikan, karenanya merupakan salah
satu kunci dari Lemari. Kardinal
Raffaele Farina, salah satu dari mereka yang paling akrab dengan skandal
keuangan ini (atas permintaan Francis, dia memimpin komisi untuk reformasi Bank
Vatikan), adalah orang pertama yang menempatkan saya di jalur hubungan silang
ini. Selama dua wawancara panjang yang dia berikan kepada saya di rumahnya di
Tahta Suci, di hadapan peneliti Italia saya, Daniele, Kardinal Raffaele Farina
menggambarkan kolusi yang tidak mungkin ini sebagai sesuatu yang digabungkan seperti
'dua kuk-setan yang disumpah untuk tujuan baik,' dalam kata-kata Shakespeare. Sang
kardinal, tentu saja, tidak memberi nama, tetapi dia dan saya sama-sama tahu
siapa yang dia maksudkan dengan menekankan, dengan keyakinan orang yang
memiliki bukti, bahwa di Vatikan: cinta (homosex) kepada anak laki-laki
berjalan seiring dengan penyembahan kepada anak lembu emas.
Penjelasan yang diuraikan oleh
Kardinal Raffaele Farina dan dikonfirmasi oleh beberapa kardinal lain, uskup
dan para ahli di Vatikan sebenarnya adalah aturan sosiologis. Persentase yang
sangat tinggi dari kaum homoseksual dalam Kuria Roma pertama-tama menjelaskan -
secara statistik, jika kita katakan demikian - bahwa beberapa dari mereka
berada di pusat skandal keuangan. Selain itu, ada fakta bahwa untuk
mempertahankan hubungan di lingkungan yang tertutup dan terkontrol seperti itu,
dibingkai oleh para Pengawal Swiss, polisi dan siapa tahu apa lagi, seseorang
harus sangat bijaksana. Dan hal ini hanya menawarkan empat alternatif: yang
pertama adalah monogami, yang dipilih oleh sebagian besar wali gereja, yang
memiliki lebih sedikit petualangan daripada yang lain. Jika mereka tidak berada
dalam pasangan yang menetap dan stabil, maka orang homoseksual akan terlibat
dalam kehidupan yang lebih rumit yang melibatkan salah satu dari tiga pilihan
yang tersisa: berpergian untuk menemukan kebebasan seksual (yaitu jalan kemewahan
yang sering dilakukan oleh para nuncios dan asisten Sekretariat Negara, seperti
yang akan kita lihat); pergi ke bar-bar komersial yang khusus; atau mengunjungi
para pelacur pria. Dalam ketiga pilihan ini, Anda butuh uang. Namun upah
seorang imam biasanya di suatu tempat, sekitar 1.000 hingga 1.500 euro per
bulan, sering kali dengan pensiun dan akomodasi kerja yang dimasukkan – itu adalah
jumlah yang jauh dari mencukupi untuk memuaskan hasrat sexual yang rumit. Para pastor
dan uskup di Vatikan tidak kaya akan dana: mereka, katanya, 'penerima upah
minimum yang hidupnya seperti pangeran.'
Pada akhirnya, kehidupan ganda
seorang homoseksual di Vatikan menyiratkan kontrol yang sangat ketat terhadap
kehidupan pribadi seseorang, sebuah budaya kerahasiaan dan kebutuhan finansial:
semua hasutan untuk menyamarkan dan berbohong. Semua ini berfungsi untuk
menjelaskan hubungan berbahaya antara uang dan seks, menjamurnya skandal
keuangan dan intrik homoseksual, dan lingkaran nafsu yang berkembang di bawah John Paul II, di sebuah kota yang telah
menjadi buah bibir bagi segala kebusukan.
No comments:
Post a Comment