Archbishop Vincenzo
Paglia,
Presiden Akademi Kepausan untuk Kehidupan
SEORANG USKUP
AGUNG DARI VATIKAN BERKATA:
MEREKA YANG
MENGATAKAN BAHWA JUDAS BERADA DI DALAM NERAKA ADALAH 'SESAT’ DAN JUGA : IMAM
SEBAIKNYA MENDAMPINGI ORANG YANG MELAKUKAN BUNUH DIRI DENGAN BANTUAN (MEDIS)
by Diane Montagna
ROMA,
11 Desember 2019 (LifeSiteNews) -
Dalam sebuah pernyataan yang sulit didamaikan dengan Kitab Suci dan Tradisi,
Uskup Agung Vincenzo Paglia, Presiden Akademi Kepausan untuk Kehidupan, telah
mengklaim atas nama Gereja Katolik, bahwa siapa pun yang mengatakan bahwa Yudas
Iscariot ada di dalam neraka adalah sesat.
Dalam
sebuah pernyataan yang bahkan lebih mengganggu, uskup agung Italia itu juga
menegaskan bahwa seorang imam boleh secara sah tetap berada di samping tempat
tidur seseorang yang sedang melakukan bunuh diri dengan bantuan (medis) untuk ‘memegang
tangan mereka’ dan ‘menemani’ mereka.
Komentar
Uskup Agung Paglia ini muncul pada 10 Desember 2019, pada presentasi Simposium Internasional
multi-agama berjudul ‘Agama dan Etika
Medis: Perawatan Paliatif dan Kesehatan Mental Lansia,’ diadakan di Roma
11-12 Desember 2019. Simposium, yang disponsori bersama oleh Akademi Kepausan
untuk Kehidupan dan KTT Inovasi Dunia untuk Kesehatan (WISH), sebuah inisiatif
dari Qatar Foundation, terutama berfokus pada perspektif Kristen dan Muslim
tentang masalah-masalah akhir kehidupan.
Setelah
presentasi formal di kantor pers Takhta Suci pada hari Selasa, seorang wartawan
meminta pendapat Uskup Agung Paglia tentang pernyataan 5 Desember
2019 yang dikeluarkan oleh para Uskup Swiss, yang mewajibkan para pastor dan
pengasuh pastoral Katolik untuk meninggalkan
ruangan sebelum suntikan mematikan atau sarana bunuh diri lainnya diberikan.
Dokumen setebal
30 halaman dari uskup-uskup Swiss itu berjudul "Perilaku pastoral
sehubungan dengan praktik bunuh diri dengan bantuan (medis)," muncul sebagai
tanggapan atas meningkatnya tingkat bunuh diri dengan bantuan, di Swiss. Ini
menyatakan bahwa bunuh diri dengan batuan itu ‘secara radikal bertentangan
dengan pesan Injil’ dan praktik seperti itu ‘merupakan serangan serius pada
pelestarian kehidupan manusia yang harus dilindungi dari sejak saat konsepsi
sampai kematian alami.’
Uskup
Agung Paglia, yang bertugas di Institut John Paul II tentang Pernikahan dan
Keluarga di Roma (dan memimpin pembubaran bekas institut itu), mengatakan bahwa
dia belum membaca pernyataan yang dikeluarkan oleh para uskup Swiss ‘secara
rinci’ tetapi dia tidak percaya bahwa ‘siapa pun boleh ditinggalkan.’
"Kami
menentang bunuh diri dengan bantuan, karena kami tidak ingin melakukan
pekerjaan kotor kematian seperti itu dan karena kami semua sangat sadar bahwa,
bagi umat beriman, kehidupan adalah terus berjalan," lanjutnya.
"Untuk menemani dan memegang tangan mereka yang sekarat" karena itu
adalah "tugas besar" setiap umat beriman, katanya, bersama dengan
memerangi budaya bunuh diri dengan bantuan, yang menunjukkan sebuah “kekalahan
besar bagi masyarakat.”
"Kita
tidak bisa mengubah (bunuh diri dengan bantuan) menjadi pilihan yang
bijak," katanya.
Uskup
Agung Paglia kemudian mengklarifikasi: “Saya selalu merayakan pemakaman bagi
mereka yang bunuh diri, karena bunuh diri selalu merupakan masalah cinta yang
tidak terpenuhi. Kita juga harus ingat bahwa, bagi Gereja Katolik, jika
seseorang mengatakan bahwa Yudas berada di dalam neraka, maka orang itu adalah sesat.”
Pernyataan
yang mengatakan bahwa Yudas berada di dalam neraka adalah sama dengan bid'ah, adalah
sangat mengejutkan, mengingat pengajaran yang jelas dari Kitab Suci, dari para
Bapa dan Doktor Gereja dan liturgi. Seperti yang pernah dijelaskan Kardinal
Avery Dulles dalam sebuah artikel berjudul 'Populasi Neraka':
“Perjanjian
Baru tidak memberi tahu kita dalam berbagai kalimatnya bahwa orang tertentu berada
di dalam neraka. Tetapi beberapa pernyataan tentang Yudas sulit ditafsirkan
sebaliknya. Yesus berkata bahwa Dia telah memelihara semua yang diberikan Bapa
kecuali dia yang telah ditentukan untuk binasa. (Yoh. 17:12). Pada titik yang lain
Yesus menyebut Yudas sebagai iblis (Yoh. 6:70), dan sekali lagi mengatakan
tentang dia: "Akan lebih baik bagi orang itu jika dia tidak dilahirkan"
(Mat. 26:24; Mar. 14:21). Jika Yudas termasuk di antara orang yang
diselamatkan, maka pernyataan-pernyataan Kitab Injil ini tidak mungkin benar.
Banyak orang kudus dan doktor Gereja, termasuk Santo Agustinus dan St. Thomas
Aquinas, menganggapnya sebagai kebenaran yang terungkap bahwa Yudas memang dikutuk.
Beberapa Bapa Gereja menempatkan nama Nero pada daftar yang sama, tetapi mereka
tidak memberikan daftar nama yang panjang, seperti yang dilakukan oleh Dante.
Jadi,
Kitab Suci, Paus St. Leo Agung, St. Agustinus, St. Thomas Aquinas, St.
Catherine dari Siena, Katekismus Kinsili Trente serta liturgi Gereja semuanya
sepakat tentang nasib Yudas Iskariot.
Lebih
jauh lagi, ketika kanon 750 dan 751 mengkonfirmasi (serta motu proprio Ad tuendam fidem 1998
dari Paus Yohanes Paulus II), bahwa suatu pernyataan bisa dikatakan sebagai bidaah
maka dia haruslah bertentangan dengan Wahyu Ilahi. Menurut apa yang diusulkan
Gereja sebagai hal yang diungkapkan secara ilahi, tidak ada di dalam Kitab Suci atau Tradisi yang mengatakan bahwa Yudas
tidak berada di neraka.
Ketika
ditanya apakah seorang imam dapat "mendampingi seseorang yang menjalani
bunuh diri dengan bantuan," Uskup Agung Paglia mengatakan bahwa masalah
itu “melampaui hukum” dan bahwa dia “tidak ingin memberikan aturan yang bertentangan
dan seterusnya...”
Dalam
komentarnya kepada LifeSite, seorang
imam yang dekat dengan Vatikan, yang mau berbicara dengan syarat anonim,
mengatakan: “Terus terang, pengabaian pertama yang harus dikhawatirkan oleh
seorang Katolik dan seorang imam adalah kemungkinan ditinggalkannya jiwa orang
seperti itu untuk berjalan ke neraka, yaitu secara supranatural memprovokasi tindakan
pengabaian dan tindakan bunuh diri karena telah secara sukarela meninggalkan
hukum Allah, rencana-Nya dan kasih-Nya ... agar kita dapat berbicara tentang
hal-hal lain .... "
“Pendampingan
sejati dalam kasus seperti ini berarti berusaha untuk menjadi dekat, ya, tapi
itu tidak berarti memegang tangan mereka secara serampangan saat mereka
melakukan dosa besar (bunuh diri), seolah kita mengijinkan tindakan itu atau
tetap acuh tak acuh terhadapnya. Seorang imam harus berusaha, yang pertama dan
terutama, untuk menyelamatkan jiwa, dengan memberi tahu orang itu apa yang
dipertaruhkannya melalui tindakan bunuh diri itu, yaitu jiwanya, dan tidak membiarkannya
mati dengan membawa pemikiran yang salah itu. Kita adalah makhluk dari kerajaan
surga yang ingin mencapai rumah sejati kita.”
No comments:
Post a Comment