DI DALAM LEMARI VATIKAN
Frếdếric Martel
KEKUASAAN
HOMOSEXUALITAS
KEMUNAFIKAN
DAFTAR ISI
CATATAN DARI
PENULIS DAN PENERBIT
|
|
|
|
Bab 1. Domus Sanctae Marthae
|
|
Bab 2. Teori Gender
|
|
Bab 3. Siapakah Saya Hingga Berhak Menilai?
|
|
Bab 4. Buenos Aires
|
|
Bab 5. Sinode
|
|
Bab 6. Roma Termini
|
|
BAGIAN II - PAULUS
|
Bab 7. Kode Maritain
|
Bab 8. Persahabatan
Yang Penuh Cinta
|
|
BAGIAN III – YOHANES PAULUS
|
Bab 9. Kolese Suci
|
Bab 10. Legiun
Kristus
|
|
Bab 11. Lingkaran
Nafsu
|
|
Bab 12. Garda Swiss
|
BAGIAN III
Yohanes Paulus
Bab 12
Garda Swiss
Nathanaël mengalami dua masalah di
Vatikan: masalah dengan anak-anak gadis dan masalah homoseksual. Kelangkaan pada
yang pertama dan kemahahadiran pada yang terakhir.
Saya bertemu dengan anggota Garda
Swiss ini secara kebetulan, ketika saya tinggal di Vatikan. Saya agak tersesat
di labirin tangga dan dia menunjukkan jalan. Dia tidak merasa malu dan kami masuk
ke dalam percakapan.
Pada awalnya saya berpikir bahwa
Nathanael adalah salah satu staf kontrak yang campur tangan dalam urusan Vatikan
jika ada yang salah. Berpakaian terusan biru yang dipakainya hari itu,
membuatnya tampak seperti pekerja Italia biasa. Namun saya terkejut melihatnya
beberapa hari kemudian dengan seragam 'gala' merah, kuning, dan biru: dia
adalah seorang Garda Swiss! Penjaga Swiss dengan sebuah kotak peralatannya!
Saya menghubungi Nathanaël lagi
beberapa waktu kemudian, pada kunjungan lain di Roma, dan kemudian saya menemui
penolakannya yang sopan tetapi tegas untuk tidak menemui saya lagi. Belakangan
saya mengetahui bahwa ini adalah salah satu aturan yang diterapkan pada Garda
Swiss. Karena berbagai alasan yang tidak akan saya sampaikan di sini, dia
akhirnya setuju untuk berbicara dengan saya, dan kami mengembangkan kebiasaan
bertemu di Café Makasar, di Borgo, hanya beberapa menit berjalan kaki dari
barak Pengawal atau Garda Swiss, tetapi jauh dari tempat-tempat yang sering
dikunjungi oleh monsignori atau wisatawan, dan karenanya pilihan ini adalah bijaksana,
dengan cara yang cocok untuk kami berdua.
Tinggi, dengan wajah panjang,
menawan, Nathanaël jelas sangat ramah. Pada pertemuan awal kami, dia memberi
tahu saya nama depannya (dirubah di sini) dan nomor teleponnya; nama
keluarganya diungkapkan kepada saya hanya sesudahnya, dan secara tidak sengaja,
ketika saya memasukkan detailnya di ponsel saya dan nomor ponselnya secara
otomatis 'cocok' dengan akun Google + miliknya. Namun, Nathanaël tidak ada di
Instagram atau Facebook, dan tidak ada foto dia di Google Images, menurut
aturan Vatikan yang ketat yang memberlakukan kebijaksanaan ekstrem pada Garda
Swiss.
"Tidak ada selfie, tidak ada
profil di media sosial," kata Nathanaël menegaskan kepada saya.
Anak-anak gadis dan homoseksual,
sebagaimana disebutkan, adalah dua masalah yang dihadapi Garda Swiss di Tahta
Suci. Sejak mengambil pekerjaan itu, dia telah berhasil tidur 'dengan sepuluh
gadis,' katanya kepada saya, tetapi kewajiban selibat adalah sebuah gangguan
baginya. Dan aturannya ketat.
“Kita harus berada di barak sebelum
tengah malam dan kita tidak akan pernah bisa keluar. Kami dilarang berpasangan,
karena pernikahan hanya diizinkan untuk perwira senior, dan dilarang keras
membawa gadis-gadis ke barak. Kami tidak disarankan bertemu dengan mereka di
kota, dan kadang-kadang penolakan dilakukan oleh atasan.”
Obsesi yang bijaksana dari para ‘hantu
tua’ di Vatikan cukup mengganggu Nathanaël, yang menganggap bahwa pertanyaan-pertanyaan
penting, yang melibatkan misi kedaulatan Garda Swiss, tidak diperhitungkan -
pertanyaan-pertanyaan mengenai keamanan paus, yang menurut pandangannya
menyisakan banyak hal yang harus diperhatikan. Saya mengatakan kepadanya bahwa
saya sering masuk ke Vatikan melalui gerbang yang disebut Arco delle Campare -
yang paling ajaib dari semuanya, di bawah jam besar di sebelah kiri St Peter's
di Roma - tanpa harus menunjukkan identitas apa pun, dan tanpa tas saya harus digeledah,
karena ada seorang kardinal atau pastor biasa yang tinggal di dalam, keluar
untuk menjemput saya. Saya menunjukkan kepadanya sebuah kunci yang memungkinkan
saya masuk ke Vatikan, tanpa inspeksi apa pun, ketika saya kembali ke apartemen
tempat saya menginap. Garda Swiss merasa terganggu oleh pengalaman saya ini.
Selama sekitar selusin pertemuan
rahasia di Café Makasar, dia mengungkapkan kepada saya apa yang benar-benar
mengganggunya di Vatikan: ‘perbuatan tak senonoh’ berkelanjutan dan
kadang-kadang agresif dari para kardinal tertentu.
"Jika hanya satu dari mereka
yang menyentuh saya, saya akan menghancurkan wajahnya dan mengundurkan
diri," dia memberitahu saya secara eksplisit.
Nathanaël bukanlah gay, atau bahkan
gay-friendly. Dia bercerita tentang kejijikannya pada beberapa kardinal dan
uskup yang mencoba merayunya (dan dia memberi saya nama-nama mereka). Dia
trauma dengan apa yang dia temukan di Vatikan dalam hal kehidupan ganda, perbuatan
seksual dan bahkan pelecehan.
“Saya merasa jijik dengan apa yang
saya lihat. Saya masih belum bisa mengatasinya. Dan untuk berpikir bahwa saya
harus bersumpah untuk ‘mengorbankan hidup saya’ jika perlu, untuk paus!”
Namun, bukankah cacing sudah ada di dalam
buah apel sejak awal? Garda Swiss didirikan pada 1506 oleh Paus Julius II, yang
sifat biseksualitasnya terbukti dengan nyata. Adapun seragam tentara terkecil
di dunia itu, berupa jaket bendera pelangi Renaissance dan topi halberdier
berujung dua yang dihiasi dengan bulu bangau, menurut legenda, itu dirancang
oleh Michelangelo.
Seorang letnan kolonel polisi di Roma
memberi tahu saya bahwa Garda Swiss mematuhi kerahasiaan profesional yang
ketat. Ada kepatuhan untuk bersikap diam yang luar biasa. Mereka diajari
berbohong demi paus, demi alasan negara. Ada banyak sekali kasus gangguan atau
pelecehan seksual, tetapi hal itu ditutup-tutupi dan Garda Swiss selalu secara
tidak langsung bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Mereka diberi
indoktrinasi untuk memahami bahwa jika mereka berbicara, mereka tidak akan bisa
menemukan pekerjaan yang lain. Di sisi lain, jika mereka berperilaku buruk,
mereka akan dibantu untuk menemukan pekerjaan lain ketika mereka kembali kepada
kehidupan sipil di Swiss. Karier masa depan mereka tergantung pada sikap diam
mereka.
Dalam penyelidikan saya, saya mewawancarai
11 orang Garda Swiss. Terlepas dari Nathanaël, yang saya temui secara teratur
di Roma, sebagian besar kontak saya dibuat pada saat ziarah militer ke Lourdes
atau, di Swiss, dengan para mantan Garda yang dapat saya temui selama lebih
dari 30 kali masa tinggal saya di Zurich, Basel, St Gallen, Lucerne, Jenewa dan
Lausanne. Mereka telah menjadi sumber informasi yang dapat diandalkan untuk
buku ini, memberi tahu saya tentang moral Kuria dan kehidupan ganda banyak
kardinal yang, pada kenyataannya, menggoda mereka.
Saya bertemu Alexis di Brasserie
Versailles. Setiap tahun, dalam perjalanan ziarah berskala besar, ribuan
perwira polisi dan anggota angkatan bersenjata dari seluruh dunia, semua yang
beragama Katolik, bertemu di Lourdes, sebuah kota Perancis di Pyrenees. Sebuah
pertemuan para Pengawal atau Garda Swiss berlangsung secara tradisional, dan
Alexis ada di antara mereka pada tahun ketika saya pergi ke sana. (Nama
depannya telah dirubah.)
"Akhirnya inilah Garda Swiss,"
seru Thierry, manajer resto, senang melihat seragam prajurit berwarna cerah
yang menarik bagi pelanggan lain dan meningkatkan omsetnya.
Ziarah militer ke Lourdes adalah sebuah
festival dengan warna debu dan beraneka warna lain di mana lusinan negara
diwakili: Anda akan melihat topi-topi dengan bulu-bulu berpendar, tajam, pedang
yang berkedip, pompom, lelaki dalam kilt dan semua jenis lencana dari bahan kuningan.
Mereka berdoa dengan sungguh-sungguh dan mabuk-mabukan, terutama di Pont Vieux.
Di sana saya melihat ratusan tentara Katolik bernyanyi, menari, dan mengobrol
dengan orang-orang. Ada beberapa wanita; homoseksual ada di tempat
persembunyian. Pesta minum untuk umat Katolik!
Dalam pesta minuman keras yang luar
biasa ini, para Pengawal Swiss tetap menjadi daya tarik nomor satu, sebagaimana
saya diberitahu oleh letnan kolonel carabinieri yang membantu saya menghadiri
ziarah Lourdes.
"Anda akan lihat," katanya
kepada saya, "jauh dari Roma, para Garda Swiss melepaskan diri sedikit.
Tekanannya kurang kuat daripada di Vatikan, kontrol oleh petugas rileks,
alkohol membuat suasana lebih cair. Mereka bisa banyak berbicara!"
Alexis, dengan santai berkata:
"Di Lourdes, kami tidak mengenakan seragam gala sepanjang waktu,"
kata pria muda itu begitu dia tiba di Brasserie Versailles. “Tadi malam kami
memakai pakaian sederhana. Berbahaya bagi citra kita jika kita mengenakan
seragam merah, kuning, dan biru dan kita sedikit mabuk!"
Alexis tidak lebih ramah gay daripada
Nathanaël. Dia dengan keras menyangkal gagasan yang diterima bahwa para Pengawal
Swiss kepausan memiliki persentase tinggi dalam hal homoseksual. Dia mencurigai
empat atau lima rekannya sebagai 'mungkin gay,' dan tentu saja dia tahu
desas-desus tentang homoseksualitas salah satu perwira senior di Garda Swiss dari
Paus Paulus VI, yang sekarang tinggal bersama rekan homonya di pinggiran kota Roma.
Dia juga tahu, seperti semua orang, bahwa beberapa kardinal dan uskup telah
menyebabkan skandal di Vatikan dengan menjadi pasangan dari seorang Garda
Swiss. Dan, tentu saja, dia tahu kisah pembunuhan rangkap tiga, di dalam
Vatikan sendiri, ketika ada seorang kopral muda Garda Swiss, Cédric Tornay,
dilaporkan telah membunuh komandan Garda Swiss dan istrinya ‘pada saat kegilaan.’
"Itu adalah versi resminya, tapi
tidak ada seorang pun di kalangan para Garda yang mempercayainya," Alexis
memberitahu saya. “Sebenarnya bunuh diri Cédric dilakukan. Dia dibunuh bersama
dengan komandannya dan istrinya, sebelum sebuah adegan mengerikan dibuat untuk
membuat orang percaya pada teori bunuh diri setelah pembunuhan ganda.” (Saya
tidak akan bicara di sini dalam kasus dramatis ini, yang telah cukup banyak
dibahas di tempat lain, dan tentang hal itu hipotesis paling esoteris telah banyak
beredar. Di antara semua ini, untuk keperluan subjek kita, kita hanya perlu
menyebutkan bahwa hipotesis hubungan antara kopral muda dan komandannya
kadang-kadang dibawa ke permukaan, tanpa benar-benar meyakinkan siapa pun soal hubungan
mereka, apakah nyata atau hanya dibayangkan, mungkin telah digunakan untuk
menyembunyikan motif lain dari kejahatan itu. Dalam kedua kasus itu, misteri
itu tetap ada. Demi keadilan, Paus Francis diharapkan akan membuka kembali
berkas yang menyedihkan ini.)
Seperti Nathanaël, Alexis telah dilangkahi
oleh puluhan kardinal dan uskup, sampai-sampai dia berpikir untuk mengundurkan
diri dari Garda. “Pelecehan itu begitu besar sehingga saya berkata pada diri
sendiri bahwa saya akan langsung pulang. Banyak dari kita yang jengkel dengan perbuatan
yang sangat tidak bijaksana dari para kardinal dan uskup."
Alexis memberi tahu saya bahwa salah
seorang rekannya secara teratur dipanggil pada tengah malam oleh seorang
kardinal yang mengatakan dia ‘membutuhkannya’ di kamarnya. Insiden serupa
lainnya diungkapkan oleh pers: mulai dari hadiah yang tidak penting yang
tertinggal di ranjang Garda Swiss, bersama dengan kartu kunjungan, hingga perbuatan
yang lebih tak senonoh yang bisa disebut sebagai pelecehan atau agresi seksual.
“Butuh waktu lama bagi saya untuk
menyadari bahwa di Vatikan, kami dikelilingi oleh orang-orang frustrasi yang
melihat Garda Swiss sebagai ‘daging segar.’ Mereka memaksakan hidup selibat kepada
kami dan menolak untuk membiarkan kami menikah karena sesungguhnya mereka ingin
mempertahankan kami untuk diri mereka sendiri, sesederhana itu. Mereka begitu
misoginis (anti perempuan), sekaligus sangat sesat! Mereka ingin kita menjadi
seperti mereka: homoseksual rahasia!”
Menurut Alexis, Nathanaël dan
setidaknya tiga mantan Garda yang saya wawancarai di Swiss, aturan internal mereka
cukup tepat terkait dengan homoseksualitas, meskipun hampir tidak disebutkan
dalam praktek pelatihan mereka. Garda Swiss diminta untuk menunjukkan
'kesopanan yang luar biasa' terhadap para kardinal, uskup, dan semua
monsignori. Yang dianggap sebagai 'burung kecil' diminta untuk menurut dan
sangat sopan. Mereka tidak boleh mengkritik seorang ‘eminence’ atau seorang ‘excellency’
(gelar atau panggilan terhadap uskup atau kardinal) atau menolak apa pun
keinginan ‘orang-orang yang mulia’ itu. Bagaimanapun, seorang kardinal adalah
rasul Kristus di bumi!
Kesopanan ini, bagaimanapun, harus
menjadi pedoman kerja, menurut aturan Garda yang tidak tertulis. Segera setelah
seorang kardinal memberikan nomor teleponnya kepada seorang prajurit muda, atau
menyarankan agar dia bergabung dengannya untuk minum kopi, maka si Garda Swiss itu
harus berterima kasih kepadanya tetapi dengan sopan mengatakan kepadanya bahwa
dia tidak bersedia. Jika kardinal itu bersikeras, maka dia harus menerima
jawaban yang sama setiap kali, dan setiap pertemuan, jika Garda itu diintimidasi
untuk datang, permintaan itu harus dibatalkan dengan dalih yang melibatkan
tugas penjagaan. Dalam kasus pelecehan yang paling jelas, Garda Swiss diperintah
untuk membicarakannya kepada atasan mereka, tetapi dalam situasi apa pun mereka
tidak boleh menanggapi, mengkritik, atau melaporkan seorang wali gereja.
Perselingkuhannya hampir selalu ‘dibersihkan di bawah karpet.’
Seperti para Pengawal Swiss lainnya,
Alexis membenarkan banyaknya kaum homoseksual di Vatikan. Dia menggunakan
istilah-istilah yang kuat: 'dominasi', 'omnipresensi', 'supremasi'. Julukan-julukan
bagi masalah gay yang diucapkan ini sangat mengejutkan mayoritas Pengawal Swiss
yang telah saya wawancarai. Nathanaël, ketika tugas pelayanannya selesai dan
'pembebasannya' selesai, tidak pernah berharap untuk menginjakkan kakinya lagi
di Vatikan, ‘kecuali berlibur dengan istri saya.' Pengawal Swiss lainnya, yang saya
wawancarai di Basel, menegaskan kepada saya bahwa homoseksualitas para kardinal
dan wali gereja adalah salah satu subyek yang paling sering dibahas di barak
mereka, dan kisah-kisah yang mereka dengar dari rekan-rekan mereka semakin
memperkuat pengalaman yang mereka alami sendiri.
Berbicara dengan Alexis, seperti
halnya dengan Nathanaël dan para Garda Swiss lainnya, kami menyebutkan
nama-nama yang tepat, dan daftar kardinal dan uskup yang telah ‘merasakan jasa’
mereka, telah dikonfirmasi, dan itu terbukti seperti panjangnya cappa magna (pakaian kebesaran) Cardinal
Burke. Meskipun saya tahu tentang masalah ini, pernyataan ini masih mengejutkan
saya: jumlah orang yang terpilih untuk saya wawancarai bahkan lebih besar dari
yang saya kira.
Mengapa mereka setuju untuk berbicara
dengan saya begitu bebas, sampai-sampai mereka terkejut dengan keberanian
mereka sendiri? Bukan karena cemburu atau kesombongan, seperti kelakuan beberapa
kardinal dan uskup; bukan untuk mendukung penyebabnya, seperti sebagian besar
kontak gay saya di Vatikan. Namun karena mereka kecewa, seperti orang yang
telah kehilangan daya ilusinya.
Dan sekarang Alexis memberitahu saya rahasia
lain. Jika para perwira, seperti yang telah saya katakan, jarang yang homoseksual,
hal yang sama tidak dapat dikatakan tentang para bapa pengakuan, pastor dan kapelan,
yang mengelilingi Garda Swiss.
“Kami diminta untuk pergi ke kapel
yang disediakan untuk kami dan mengaku dosa setidaknya sekali seminggu. Namun
saya belum pernah melihat homoseksual sebanyak yang saya miliki di antara para kapelan
yang melayani Garda Swiss," kata Alexis memberi tahu saya.
Pria muda itu memberi saya nama dua kapelan
dan bapa pengakuan dari para Pengawal yang dia yakini adalah homoseksual
(informasinya dikonfirmasi oleh Pengawal Swiss Alemannic lainnya dan seorang pastor
Kuria). Saya juga diberi tahu nama seorang kapelan yang meninggal karena AIDS
(seperti yang dilaporkan wartawan Swiss, Michael Meier, dalam sebuah artikel di
Tages-Anzeiger, dan dia memberikan
nama pria itu kepada saya).
Selama berkali-kali tinggal di Swiss,
di mana saya pergi setiap bulan selama beberapa tahun, saya bertemu dengan pengacara
spesialis dan direktur beberapa asosiasi hak asasi manusia (seperti SOS Racisme
dan Diskriminierung in der Schweiz). Mereka memberi tahu saya tentang beberapa
jenis diskriminasi yang mempengaruhi para Pengawal Swiss, mulai dari proses
rekrutmen hingga kode perilaku baik yang diterapkan kepada para Pengawal
Vatikan itu.
Jadi, menurut pengacara Swiss itu,
status asosiasi yang merekrut para Pengawal Swiss di masa depan, dalam
konfederasi Swiss, dikatakan sangat ambigu. Apakah itu fitur hukum Swiss, atau
hukum Italia, atau memang hukum kanon dari Tahta Suci? Vatikan membiarkan ambiguitas
itu terus ada agar ia bisa bermain di ketiga level. Namun karena perekrutan
warga negara Swiss terjadi di Swiss, maka hal itu harus sesuai dengan hukum
perburuhan negara itu, yang berlaku bahkan untuk perusahaan asing yang bekerja
di sana. Jadi aturan rekrutmen untuk Pengawal Swiss di Vatikan dianggap
diskriminatif: perempuan dilarang (meskipun mereka diterima menjadi tentara di Swiss);
seorang pria muda yang sudah menikah atau seorang pria yang telah melamar untuk
menjadi petugas Garda Swiss di Vatikan tidak dapat melamar suatu jabatan di
tempat lain, hanya bujangan yang diterima; reputasinya harus 'tidak tercela,’
dan dia harus memiliki 'moral yang sehat' (frasa ini dirancang untuk
menyingkirkan tidak hanya kaum gay, tetapi juga waria); bagi para migran, yang
sangat disukai oleh Paus Francis, mereka juga tidak memenuhi syarat untuk
direkrut. Terakhir dari semuanya, tampaknya orang-orang cacat atau orang kulit
berwarna, orang kulit hitam atau orang Asia, juga ditolak selama proses
seleksi, meskipun teks-teks aturan tidak secara eksplisit menyebutkan mengenai
hal ini.
Menurut pengacara yang saya temui,
larangan untuk menikah benar-benar ilegal, belum lagi bertentangan dengan
prinsip-prinsip Gereja yang mengklaim mendorong pernikahan dan melarang semua
hubungan seksual di luar perkawinan.
Saya meminta para pemimpin Garda
Swiss yang diinterogasi dalam bahasa Jerman oleh pengacara ini tentang anomali
hukum ini, dan jawaban mereka adalah penting. Mereka menolak gagasan
diskriminasi, dengan alasan bahwa hambatan militer memberlakukan aturan
tertentu (meskipun ini bertentangan dengan aturan spesifik dari tentara Swiss,
yang mempertimbangkan aturan militer spesifik terkait dengan usia atau kondisi
fisik pelamar). Mengenai homoseksualitas, mereka memberi tahu kami secara
tertulis ‘bahwa menjadi gay bukanlah masalah terkait dengan perekrutan, selama
seseorang tidak terlalu gay secara terbuka, atau terlalu terlihat atau terlalu
feminin.’ Terakhir, peraturan lisan dikeluarkan selama pelatihan Garda Swiss
dan kode etik (Regolamento della Guardia Svizzera Pontificia, yang telah saya
pegang, dan edisi terakhirnya, dengan kata pengantar oleh Kardinal Sodano,
berasal dari tahun 2006) juga mengandung penyimpangan yang berkaitan dengan
diskriminasi, hukum perburuhan dan pelecehan.
Berbagai anomali yang tidak hanya
bersifat yuridis, dalam hal hukum Swiss, Italia, atau Eropa, tetapi juga menyimpang
secara moral dan teologis, dan ini memberi tahu kami banyak hal tentang
kekhasan negara (Vatikan) yang jelas-jelas abnormal ini.
No comments:
Post a Comment