Uskup Yang Diakui Oleh Pemerintah Komunis Cina:
'CINTA KEPADA TANAH AIR HARUS LEBIH BESAR DARIPADA
CINTA KEPADA GEREJA'
by Martin M. Barillas
BEIJING,
4 Desember 2019 (LifeSiteNews) -
Uskup Cina, John Fang Xingyao, yang
mengetuai asosiasi gerejaw Katolik Cina yang didukung komunis, mengatakan bahwa
cinta kepada negara harus menggantikan cinta kepada Gereja Katolik.
"Cinta
kepada tanah air harus lebih besar daripada cinta kepada Gereja dan hukum
negara harus berada di atas hukum Canon," kata Uskup Fang kepada
Konferensi Konsultatif Politik tentang Agama pada 26 November di Beijing.
Tujuan
dari pertemuan tingkat tinggi ini adalah untuk mendorong ajaran teologis Gereja
Katolik agar sejalan dengan doktrin komunis. Uskup Fang adalah presiden
Asosiasi Patriotik Katolik Cina, yang merupakan mitra pemerintah Cina dan yang
menjadi penghubung dengan Gereja Katolik bawah tanah yang disebut masih bersekutu
dengan kepausan.
Konferensi
ini sejalan dengan seruan Presiden Xi Jinping untuk ‘sinicization’ atau adaptasi Gereja Katolik dengan persyaratan
pemerintah komunis Cina, dan dengan demikian menghasilkan ‘sistem ideologis
keagamaan dengan karakteristik Cina sesuai dengan tuntutan zaman.’ Kesepakatan
yang dicapai antara Vatikan dan Cina tahun lalu telah dikritik karena dianggap
memaksakan tujuan-tujuan politik kepada Gereja, yang ditetapkan oleh Presiden
Xi.
Paus
Benediktus XVI, dalam suratnya tahun 2007 kepada umat Katolik Cina,
menggarisbawahi adanya kesamaan kasih kepada Gereja dan kepada negara, bahkan
ketika ia menyerukan persatuan di antara umat Katolik. Dia juga meminta umat
beriman untuk terlibat dalam dialog yang penuh hormat dan konstruktif dengan pemerintah
komunis, sambil meminta pemerintah untuk mengizinkan kebebasan beragama bagi
Gereja Katolik. Pernyataan Uskup Fang di atas tampaknya bertentangan dengan harapan paus Benediktus
bagi umat Katolik Cina.
Uskup
Fang (66) adalah uskup Linyi di provinsi Shandong dan wakil presiden Dewan
Uskup Cina. Dia juga anggota komite nasional Konferensi Konsultatif Politik
Rakyat Tiongkok (CPPCC), yang merupakan badan legislatif Tiongkok. Selain
memimpin CCPA, ia adalah wakil presiden Dewan Uskup Tiongkok.
Dengan
menggunakan alasan yang serupa, Uskup Peter Fang Jianping dari Tangshan mengatakan tahun
lalu bahwa umat Katolik harus mendukung usulan sinicisasi agama yang diusulkan
oleh Presiden Xi ‘karena kita, sebagai warga negara, pertama-tama harus menjadi
warga negara dan kemudian barulah memiliki agama dan kepercayaan.’
Para
uskup, imam, dan umat awam Katolik yang mengakui otoritas Paus telah dianiaya
oleh pemerintah Cina. Para imam dan uskup dari Gereja Katolik bawah tanah, yang menolak mengakui
otoritas para uskup yang dipaksakan oleh pemerintah komunis, secara historis
mengalami penyiksaan, pemenjaraan, dan eksekusi.
Pada
2018, Vatikan dan Beijing menandatangan sebuahi perjanjian rahasia yang tampaknya
dimaksudkan untuk memberikan sejumlah bantuan kepada umat Katolik bawah tanah
dan menumbuhkan persatuan. Dengan perjanjian itu memungkinkan Paus Francis
untuk menunjuk atau pun membatalkan para uskup yang ditunjuk untuk keuskupan di
Cina, asalkan mereka lebih dahulu disetujui oleh pemerintah. Hal ini
mengharuskan para uskup dan imam yang setia kepada Vatikan untuk mendaftar pada
otoritas komunis, yang ditolak oleh banyak pihak. Hasilnya telah meningkatkan
penganiayaan oleh pihak pemerintah. Baru-baru ini, seorang uskup, Bishop Vincent Guo Xijin, yang
menolak mendaftar pada pemerintah melalui Asosiasi Patriotik Katolik (CPA)
telah ditahan oleh polisi. Dia kabur melarikan diri, dan Uskup Guo Xijin
diyakini berada di tempat persembunyian.
Perjanjian
tersebut telah dikritik keras oleh umat Katolik dan non-Katolik yang peduli
dengan hak asasi manusia di Tiongkok. Sebagai contoh, Steven Mosher - seorang
pengamat veteran dari Tiongkok dan pendiri Population Research Institute -
baru-baru ini menulis bahwa
dia merasa khawatir Vatikan akan ‘menutup mata’ terhadap penganiayaan pemerintah
Cina atas umat Katolik yang setia.
Kardinal
Joseph Zen dari Hong Kong telah menulis, bahwa terlepas dari jaminan Vatikan,
para klerus yang mendaftar pada pemerintah Cina (CPA) berisiko melanggar iman
mereka. Dia juga menyatakan ketakutannya bahwa Paus Francis bekerja sama
dengan Cina untuk ‘memusnahkan’ Gereja Katolik bawah tanah di Cina. Dan pada
bulan Februari, Duta Besar Sam Brownback, yang mewakili Amerika Serikat dalam
forum HAM, mengatakan bahwa penganiayaan terhadap umat Katolik telah mengalami
peningkatan sejak perjanjian Cina-Vatikan
ditandatangani.
Cina terus terlibat dalam
praktik-praktik tidak adil yang dikutuk oleh Barat, termasuk aborsi wajib,
pemenjaraan besar-besaran populasi seperti Muslim Uighur, memadamkan kebebasan
berbicara dan kebebasan beragama.
No comments:
Post a Comment