Transhumanisme:
Seorang Pakar Mengekspos Agenda 'Penyetelan Ulang Besar’ (Great Reset)
Dari Para Elit Miliarder Liberal
Skenario mimpi buruk distopia ini bukan
lagi fiksi ilmiah, kata Dr. Miklos Lukacs de Pereny pada pertemuan puncak
baru-baru ini tentang COVID-19.
(Distopia -- suatu bentuk komunitas atau masyarakat yang tidak
didambakan atau terkesan menakutkan)
Tue Nov 10,
2020 - 7:07 pm EST
10 November 2020 (LifeSiteNews) - Pandemi COVID-19 dibuat oleh para elit dunia sebagai
bagian dari rencana untuk memajukan "transhumanisme" secara global – yang
secara harfiah bisa diartikan sebagai ‘perpaduan manusia dengan teknologi’
dalam upaya untuk mengubah sifat manusia itu sendiri dan menciptakan makhluk
super dan ‘surga duniawi,’ menurut seorang akademisi dan pakar teknologi Peru.
Skenario mimpi buruk distopia ini bukan lagi fiksi ilmiah,
tetapi sudah merupakan bagian integral dari usulan "Great Reset"
pasca pandemi, kata Dr. Miklos Lukacs de Pereny pada pertemuan puncak tentang
COVID-19 baru-baru ini.
Memang, agar bisa mengimplementasikan agenda transhumanis sejauh
mungkin, untuk itu diperlukan pemusatan
kekuatan politik dan ekonomi di tangan segelintir elit global dan
ketergantungan rakyat kepada negara, kata Lukacs.
Itulah tujuan persisnya dari Great Reset, yang dipromosikan
oleh ekonom Jerman Klaus Schwab, CEO dan pendiri World Economic Forum, bersama dengan miliarder “filantropis” George
Soros dan Bill Gates serta pemilik, manajer, dan pemegang saham Big Tech, Big
Pharma, dan Big Finance yang mengadakan pertemuan WEF di Davos, Swiss, demikian
kata Lukacs.
Transhumanisme jauh dari doktrin yang jinak. Sebaliknya, itu
adalah permusuhan total terhadap agama
Kristen, Lukacs menunjukkan dalam pidato virtualnya berjudul Truth Over Fear Summit yang diselenggarakan oleh penulis dan penyiar Katolik, Patrick
Coffin, yang berbasis di California.
Transhumanis menggunakan sains sebagai agama mereka dan
percaya pada filosofi "relativisme absolut" yang mengklaim bahwa tiap
individu dapat dan boleh mengubah realitas sesuka hatinya, dan mereka berusaha
untuk "merelatifkan manusia" dan "mengubahnya menjadi dempul
yang dapat dimodifikasi atau dibentuk sesuai selera dan keinginan kita dan
dengan menolak batasan-batasan yang diberikan oleh alam atau pun Tuhan kepada
kita."
Oleh karena itu, transhumanisme membutuhkan
"penghancuran" moralitas Yahudi-Kristen, yang didasarkan pada
prinsip-prinsip dan nilai-nilai absolut."
Mereka yang menyulut kekhawatiran kita tentang Great Reset
sering mengabaikan peran penting teknologi dalam rencana para meta-kapitalis
ini, kata Lukacs, yang memiliki gelar Ph.D. dalam bidang manajemen dari Institut
Riset Inovasi Manchester (MIoIR) dari Universitas Manchester.
Pandemi COVID-19 "adalah proyek rekayasa sosial yang
sengaja direncanakan dan dilaksanakan oleh meta kapitalisme predator untuk
mencapai tujuan akhir: mendefinisikan ulang dan mengatur ulang sifat dan
kondisi manusia," katanya dalam presentasi dalam bahasa Spanyol.
“Saya memiliki keyakinan kuat bahwa pandemi ini sengaja dibuat-buat
dan tujuannya tidak lain adalah untuk memulai, seperti yang mereka katakan,
atau menerapkan Great Reset, yang akan membuka pintu untuk kemajuan agenda
transhumanis, katanya.
Memang, Schwab dari WEF telah mempromosikan Great Reset
sebagai cara untuk "memanfaatkan Revolusi
Industri Keempat," sebuah istilah yang dia ciptakan, yang dia nyatakan
pada Januari 2016, "akan mempengaruhi inti dari pengalaman manusiawi
kita."
Schwab menggambarkan Revolusi Industri Keempat sebagai
"perpaduan teknologi yang mengaburkan garis pemisah antara bidang fisik,
digital dan biologis," kata Lukacs.
Teknologi tersebut termasuk rekayasa genetika seperti
penyuntingan genetik CRISPR,
kecerdasan buatan (A.I.), robotika, Internet of Things (IoT), pencetakan 3D,
dan komputasi kuantum.
(Dengan penyuntingan genetik, maka virus yang tadinya jinak,
bisa dijadikan ganas, mudah menular dan sulit dimusnahkan. Saat ini lagi
dikembangkan printer 3D. Dengan printer ini orang tidak hanya bisa menggambar (2D) piring, sendok, garpu,
kunci inggris, dll, tetapi bahkan bisa mencetak benda-benda itu dalam wujudnya
yang asli, 3D, dengan sebuah alat printer).
“Revolusi Industri Keempat tidak lain adalah implementasi transhumanisme di tingkat global,” tegas Lukacs.
Apa itu transhumanisme?
Transhumanisme sebagai ideologi politik dan gerakan budaya
didefinisikan pada tahun 1998 oleh ekonom Swedia, Nick Bostrom, yang saat itu
menjadi profesor di Oxford, dan David Pearce, seorang filsuf Inggris, yang pada
tahun itu mendirikan Asosiasi Transhumanis Dunia.
Baru-baru ini, Yuval Noah Harari, sejarawan Israel dan
penulis Homo Deus, yang dianggap
sebagai "visioner hebat," telah mempromosikan transhumanisme.
Para pendukung Transhumanis mengusulkan untuk menggunakan
teknologi guna mengubah sifat manusia untuk menghasilkan manusia dengan
"umur super panjang, kecerdasan super, kesejahteraan super," kata
Lukacs.
Mereka menolak kepercayaan dan iman Kristiani dalam hal kebenaran
mutlak, dan bahwa Tuhan menciptakan pribadi manusia menurut gambar dan
rupa-Nya, dan memandang nilai-nilai absolut agama sebagai "rem terhadap pretensi
mereka tentang progresivisme transhumanis dan globalis."
Itulah sebabnya mengapa persetujuan
atas tindakan aborsi adalah kunci untuk memahami mengapa kita dapat memasuki
agenda transhumanis sepenuhnya dalam Revolusi Industri Keempat, kata
Lukacs.
Ketika aborsi disetujui, maka politik, tatanan ekonomi, dan
nilai-nilai moral yang menjadi dasar peradaban Barat, runtuh.
“Aborsi tidak lain adalah transisi manusia dari subjek hak menjadi objek komersialisasi, menjadi objek
eksperimen,” katanya.
“Hidup tidak lagi memiliki sebuah nilai yang melekat,
martabat yang melekat. Kehidupan menjadi objek konsumsi, objek produksi, dan
ini sangat selaras dengan tujuan transhumanis untuk bereksperimen dengan
kehidupan manusia."
Transhumanisme adalah "perjuangan melawan proposisi
nilai-nilai absolut," kata Lukacs, "dan apa yang akan diwujudkan
dalam progresivisme adalah relativisme absolut."
Bukti bahwa "relativisme absolut" telah menguasai
dunia Barat adalah berupa peningkatan yang cepat dan meluas dalam
trangenderisme.
Lukacs juga mencatat banyaknya kasus transspecisim,
transageism, transableism, dan transracism.
Contoh dari upaya untuk membentuk kembali realitas sesuka hati adalah termasuk orang Amerika yang dikenal sebagai Lizard Man, pria dewasa Kanada (sudah memiliki istri dan 6 anak) yang hidup layaknya anak perempuan berusia enam tahun, wanita Inggris yang sengaja membutakan dirinya sendiri secara sukarela karena ingin menjadi cacat, dan wanita Jerman yang menyuntik dirinya sendiri dengan melatonin untuk menggelapkan kulitnya agar dia diidentifikasi sebagai orang berkulit hitam.
Ini adalah "kondisi transhumanisme yang telah dilakukan sejak sebelumnya, semacam kebiasaan, terutama pada generasi baru, untuk menerima keragaman ini," kata Lukacs.
Bukan lagi fiksi ilmiah tapi kenyataan
Sementara banyak proposal kaum transhumanis berakar pada
fiksi ilmiah, Lukacs menunjukkan bahwa mereka sekarang memiliki teknologi untuk
mencoba mewujudkan aspirasi gila mereka.
Para Transhumanists mengusulkan untuk meningkatkan umur
panjang dengan menggunakan penyuntingan genetik CRISPR, yang telah digunakan
untuk melipatgandakan umur tikus. Jadi, dengan menggunakan teknik ini pada
manusia, bisa dibayangkan orang bisa hidup sampai usia 200 atau 300 tahun,
katanya.
Mereka mengusulkan untuk meningkatkan kecerdasan manusia
dengan menanam chip pada manusia "yang memiliki kapasitas pemrosesan lebih
besar" daripada otak manusia.
Contohnya adalah NeuraLink dari Elon Musk, yang merupakan
"antarmuka yang diterapkan ke korteks serebral" otak dan yang menurut
Musk akan membantu menyembuhkan orang dengan penyakit Alzheimer atau epilepsi,
tetapi Lukacs berspekulasi bahwa chip itu dapat "membuka pintu" untuk
"peretasan saraf" (neuro-hackers).
Ada juga aliran transhumanisme "pasca-humanis," di
mana ekonom Bostrom adalah pendukungnya.
Bostrom mengusulkan bahwa “pada titik tertentu, kita bahkan tidak perlu memiliki tubuh fisik, tetapi kita
akan menjadi sekumpulan informasi, bahwa kita akan dapat mengunggah pikiran
kita ke Cloud (tempat penyimpanan data), bahwa kita akan dapat membentuk
kecerdasan kolektif dengan manusia lain,” kata Lukacs.
Sedangkan untuk "janji kesejahteraan super," filsuf
Pearce mengatakan bahwa adalah sebuah "keharusan hedonis" untuk
"secara genetik memodifikasi diri kita agar bercita-cita untuk mencapai
kesejahteraan super."
“Apa yang dikatakan Pearce adalah bahwa melalui modifikasi
genetik, kita akan menjadi manusia yang berbudi luhur,” dan “kita harus
melupakan rasa sakit dan penderitaan, kita harus menyingkirkan gen yang membuat
kita agresif, kasar, cemburu, karena itulah yang memaksa kita untuk saling
bertarung dan membunuh,” kata Lukacs.
"Saat Anda menyeimbangkan semua ini, apa yang Anda
sadari adalah apa yang Anda lihat secara harfiah sebagai kehancuran manusia,
Homo sapiens, dan merubah kita menjadi Homo deus."
Tetapi dengan Great Reset, para elit
"memutarbalikkan" bahasa dan menyamarkan agenda transhumanis mereka
di balik frasa yang samar-samar, sehingga Revolusi Industri Keempat dari Schwab
"dijual kepada kita sebagai ide yang tidak selalu akan mempengaruhi
kita," atau bahwa itu adalah kemajuan yang bermanfaat bagi umat manusia,
katanya.
Namun, sama seperti orang biasa yang akan menderita dalam
Great Reset di bawah "arsitektur penindasan," seperti yang diutarakan
Edward Snowden, jadi mereka akan menanggung beban eksperimen oleh kaum transhumanis.
“Sangat mengkhawatirkan karena untuk mencapai impian seperti
itu, pasti banyak sekali kesalahan yang akan terjadi. ... Beban akan ditanggung
oleh orang-orang yang terkena dampak ini dalam kesehatan mereka, dalam
kehidupan mereka, dalam situasi ekonomi dan psikologis atau mental,” kata
Lukacs.
“Ini adalah eksperimen yang sangat, sangat mahal. Dan para
elit itu tidak akan mau memikul tanggung jawab untuk ini. Percayalah," katanya
kepada Coffin.
“Bagi mereka, itu adalah luar biasa. Selebihnya, ini hanya distopia.”
Trump menjadi penghalang bagi rencana kaum elit global
Lukacs juga berpendapat bahwa para elit global menghadapi
hambatan tak terduga, atas rencana mereka, dari Presiden AS Donald Trump.
“Sebenarnya, struktur
kekuasaan tidak terlalu rumit,” katanya kepada Coffin dalam sesi tanya jawab
online. Di bagian atas ada "meta-kapitalis" atau "kapitalis yang
memiliki begitu banyak kekuatan finansial sehingga mereka dapat bermain di luar
aturan kapitalisme; mereka membuat sendiri aturan kapitalisme atau membuat ulang
aturan itu,” ujarnya.
“Dan Anda memiliki orang-orang di dalam Big Tech, Big Pharma, Big Finance, Big
Construction, yang kesemuanya besar, dan perusahaan-perusahaan
besar dunia transnasional. Mereka adalah para miliarder yang melalui topeng
karya amal mereka, janji miliaran dolar mereka dan semua hal semacam ini,
mereka menyalurkan uang ke bawah kepada semua politisi, yang pada dasarnya
adalah politisi sewaan; mereka menyewa para politisi itu, dan para politisi itu
menjalankan dunia demi kepentingan para elit global," dia berkata lagi.
“Ini benar-benar merupakan privatisasi kekuasaan melalui topeng
karya-karya amal,” tambah Lukacs.
“Dan kemudian, tentu saja, Anda akan memiliki lapisan lembaga
atau institusi tingkat menengah atau menengah bawah, LSM, universitas, yayasan,
dan kemudian Anda akan turun ke pemerintah daerah akar rumput. Itu adalah ...
struktur piramidal."
Tapi Trump adalah salah satu tokoh publik utama yang jelas
tidak bisa disewa.
“Sangat jelas bahwa di Amerika sekarang, bahkan sejak
beberapa waktu lalu, empat, lima bulan yang lalu, kudeta negara sedang dilakukan.
Sesimpel itu. Saya tidak punya masalah untuk mengatakannya secara terbuka,”
demikian kata Lukacs kepada Coffin.
“Begitulah situasinya. Mereka mencoba menggulingkan presiden
yang terpilih secara demokratis karena putus asa. Cina masih terus berkembang.
Dan ... mitra mereka di Barat, mereka tidak berusaha mengejar. Jadi, mereka
sedikit putus asa. Dan Cina tidak akan mau menunggu."
*****
Janji
Kosong Sosialisme: Kekristenan Tanpa Kristus
Giselle
Cardia, 3, 5, 8 Desember 2020
Kisah
Menghantui Dari 5 Orang Kudus
Dalam Melawan Setan
Viganò:
Kristus Raja Telah Dilucuti Mahkota-Nya
Teman-teman
Baru Francis : Kaya Dan Busuk
Kardinal
Pell: Perlahan, Vatikan Akan Bangkrut