AGENDA LGBT TELAH MERAMPOK
SINODE BAGI KAUM MUDA
by David
Nussman •
ChurchMilitant.com • October 22, 2018
Penekanan Dititik-Beratkan Pada 'Menyambut' Perbuatan Homoseksual,
Dan Hanya Sedikit Sekali Seruan Tentang Pertobatan Dan Penyesalan
VATICAN CITY (ChurchMilitant.com)
- Sinode tentang Pemuda yang sedang
berlangsung saat ini di Vatikan, telah digunakan sebagai platform untuk secara
agresif mempromosikan agenda LGBT.
Beberapa uskup yang
ambil bagian dalam Sinode ini dilaporkan telah mengumandangkan satu topik yang
sama yang bernada ‘pro-gay’ dalam pidato mereka.
Misalnya, dalam
sebuah tweet
pada 20 Oktober oleh penulis National
Catholic Reporter, Joshua McElwee, dia mencatat bahwa - berbicara dalam acuan
mendukung individu LGBT - Cdl. Blase Cupich dari Chicago menyerukan sikap "inklusi,"
Cdl. John Ribat dari Keuskupan Agung Port Moresby, Papua New Guinea mengatakan
"tidak ada yang dikecualikan" dan uskup agung Peter Comensoli dari
Melbourne, Australia, berkata, "Bukankah kita semua orang berdosa? Dan
bukankah kita semua ingin ditemukan oleh Tuhan?"
"Tiga uskup pada
saat briefing Sinode sekarang ini berbicara tentang keinginan mereka agar
gereja bersikap inklusif (juga mau menerima) orang-orang gay," kata
McElwee.
Kutipan-kutipan itu berasal dari konferensi pers Vatikan pada
20 Oktober 2018 dalam Sinode bagi kaum muda. Selama konferensi, pertanyaan
ganda diajukan kepada panelis tentang menyambut para pengungsi dan menyambut
homoseksual.
Cardinal Cupich menjawab pertanyaan itu terlebih dahulu.
Setelah berbicara soal pengungsi, dia berkata:
Berkenaan dengan isu ‘ketertarikan kepada sesama jenis,’ dan
isu-isu yang terkait dengan itu: Ada sejumlah interupsi, di kelompok kami, dan juga
dalam laporan hari ini, yang ingin memastikan bahwa kami berkata tentang sesuatu
yang berlaku bagi semua orang. Saya ditanya, "Apa dokumen terakhir yang
harus dikatakan kepada orang-orang homoseksual, yang memiliki ketertarikan kepada
sesama jenis?" ... Jawaban saya adalah, "Saya pikir seluruh dokumen
harus memiliki sesuatu untuk dikatakan kepada semua orang." Jadi kami
ingin memastikan bahwa orang-orang dilibatkan, dan merasa terlibat oleh apa pun
yang kami katakan.
Baru-baru ini, para pastor peserta sinode dan peserta awam
telah bertemu dalam kelompok-kelompok kecil untuk membahas bagian-bagian dari Instrumentum
laboris, atau "dokumen
kerja," yang disusun pada pertemuan kaum muda dari seluruh dunia di
Vatikan awal tahun ini.
Setiap beberapa hari selama sinode, setiap kelompok kecil
menyelesaikan relatio atau
"melaporkan" tentang apa yang dibicarakan dalam kelompok. Laporan ini
diterbitkan dalam kelompok-kelompok oleh Vatikan. Tiga set laaporan telah
dirilis sejauh ini - sesuai dengan bagian satu, dua dan tiga dari dokumen kerja.
Laporan terbaru diterbitkan pada 20 Oktober – pada hari yang sama dengan
konferensi pers.
Jadi kami ingin memastikan bahwa orang-orang dilibatkan, dan
merasa dimasukkan oleh apa pun yang kami katakan.Tweet
Dalam tanggapannya terhadap sebuah pertanyaan, Cdl. Ribat
menyebutkan soal mereka yang merasa ‘tertarik kepada sesama jenis’ dengan berkata, "Sekarang pendekatan Gereja
adalah untuk dapat menyambut semua
orang, dan untuk dapat membuat mereka merasa di rumah sendiri, dan tidak
ada seorang pun yang dikecualikan. Dan itulah Gereja." (Perhatikan: tidak ada kata dosa atau
pertobatan disebutkan disini).
Kardinal Ribat kemudian mengatakan tentang diskusi-diskusi dalam
sinode, "Ini benar-benar bicara soal ‘tidak mengecualikan siapa pun.’ (termasuk bagi orang berdosa). Ini
benar-benar tentang menyambut semua orang dan (berada) di rumah, bersama satu
sama lain." (Dengan kata lain: orang
berdosa/homosex aktiv, tidak dianggap sebagai orang berdosa. Jadi, homosex
adalah normal).
Kemudian moderator bertanya kepada uskup agung Comensoli dari Australian jika dia
ingin berkomentar selanjutnya. Dia berkata, "Sangat sederhana, bukankah
kita semua adalah orang berdosa? Dan bukankah kita semua ingin ditemukan oleh
Tuhan? Dan karena ditemukan oleh Tuhan, bagaimana kita bisa menemukan hidup
kita di dalam Dia."
Juga selama konferensi pers, Matthew Bunson dari EWTN bertanya kepada para panelis apakah
dan bagaimana diskusi dalam sinode tersebut menangani skandal pelecehan seks
yang telah menimpa Gereja di negara-negara berbahasa Inggris seperti Amerika
dan Australia. Baik Cupich maupun Comensoli mengakui bahwa krisis pelecehan sex
itu memang muncul secara teratur selama sinode. (Itu saja jawaban mereka).
Kemudian, dalam
sebuah pertanyaan lanjutan, Susie Pinto dari EWTN News Nightly bertanya tentang bagaimana mereka menanggapi
kritik terhadap sinode bulan Februari 2019 mendatang tentang skandal pelecehan
seks dan apa tindakan konkrit yang akan dilakukan.
Cupich mengatakan
bahwa para uskup harus terbuka untuk diselidiki ketika tuduhan dibuat terhadap
mereka. Kemudian, sebagai tanggapan atas pertanyaan dalam bahasa Spanyol, Cdl.
Cupich menekankan bahwa tim investigasi dari umat awam dalam kasus pelecehan
seks harus mampu menyelidiki uskup seperti dirinya "tanpa campur tangan
kita."
Kemudian, Diane
Montagna dari LifeSiteNews meminta panelis
untuk "sedikit lebih jelas tentang apa yang Anda maksud dengan 'menyambut'
dan 'penerimaan'," karena dia bertanya-tanya: apakah mereka membuat perbedaan antara mencintai seseorang dan
menyetujui gaya hidup.
Dia juga bertanya,
"Saya ingin tahu apa dampak yang Anda pikir tentang kesaksian ketiga dari uskup
agung ViganĂ² pada sinode ini ... terutama mengingat apa yang dikatakan oleh ViganĂ²
tentang budaya homoseksual menjadi penyebab utama dari banyak pelecehan seksual
yang telah kami saksikan di dalam gereja."
Uskup Agung
Comensoli menjawab bahwa semua orang Kristen dipanggil untuk memikul salib,
termasuk mereka yang memiliki ketertarikan kepada sesama jenis. Kardinal Cupich
menekankan bahwa semua orang perlu ditemani dalam perjalanan hidup mereka.
Kardinal Cupich menjawab
tentang pertanyaan kedua Montagna, "Saya tidak tahu apakah ada sesuatu
yang baru" dalam kesaksian ketiga dari ViganĂ², dimana jawaban ini mencirikan
bahwa Cupich adalah sebagai bagian dari sikap "simpang-siur" yang
berkelanjutan.
Cupich juga
berkata, "Penelitian menunjukkan dengan jelas ... bahwa penyebabnya bukan
homoseksualitas, tetapi ada faktor-faktor lain juga."
Ed Pentin dari the National Catholic
Register bertanya kepada uskup agung Comensoli tentang pemikirannya soal
petisi
baru-baru ini oleh pemuda Katolik Australia untuk mengakhiri "apa yang
mereka sebut 'kebijakan-dalam-berbicara' ... dan apa yang mereka sebut sebagai 'hal
yang biasa dan dangkal.' "
Comensoli menjawab,
"Saya benar-benar tidak menyadari surat itu, atau dokumen itu - saya tidak
tahu apa isinya - jadi saya harus menjawab dengan cara yang agak umum."
Dia mengatakan bahwa
dia ingin menunjukkan "berapa [sic] kali saya dengar dari auditor muda
kami, bahwa mereka ingin bertumbuh dalam relasi mereka dengan Tuhan, di dalam dalam
kebenaran dan di dalam kasih. Dan melakukan hal itu dalam ajaran-ajaran yang
lebih luas dari Gereja."
Ada ratusan pemuda
Australia mengatakan dalam petisi 12 Oktober 2018 lalu yang ditujukan kepada orang-orang
yang ambil bagian dalam sinode, "Kaum muda tidak ingin membentuk Gereja
sebelum Gereja dapat membentuk kami. Dunia sedang bingung. Dan dalam
kebingungan ini, kaum muda tidak memiliki apa-apa untuk memahaminya."
Petisi itu juga
menyatakan bahwa orang-orang muda "tidak dapat berharap untuk mengambil peranan
di tengah-tengah kebingungan atas isu-isu seperti kontrasepsi, seksualitas, pemberian
Komuni bagi orang yang bercerai dan orang non-Katolik, imam yang menikah dan
pentahbisan imam perempuan."
Mereka mengeluh
tentang subversi pada ajaran Gereja oleh kepemimpinan Gereja yang liberal:
"Kebingungan semacam itu disulut oleh para pejabat tinggi senior yang
dengan sengaja menggunakan bahasa rancu ketika membahas masalah-masalah semacam
itu, bahkan di hadapan ajaran-ajaran yang sangat jelas dari Kristus, para Bapa
Gereja dan dogma Gereja."
Naskah itu juga
menyebut tentang liturgi yang buruk dan semakin lemah, dan mereka mengatakan,
"Tidak peduli seberapa banyak kita mencoba dan membuatnya menjadi kontemporer
atau mudah dimengerti, tetapi Misa tetap terlepas meninggalkan kita. Dalam
membawa Misa kepada tingkat kenyamanan kita, kita mengubah anggapan yang secara
fisik dikatakan seolah Misa adalah sekilas rasa dari surga, menjadi anggapan yang
aneh dimana orang-orang berusaha untuk menganggapnya serius."
Petisi dari kaum muda Australia ini
memiliki 217 penandatangan. Daftar tanda tangan menunjukkan bahwa mereka adalah
anggota dan alumni dari Asosiasi Mahasiswa Katolik Australia, sebuah organisasi
mahasiswa universitas.
No comments:
Post a Comment