PAUS FRANCIS AKAN MERAYAKAN RITUS MISA BARU PADA PENUTUPAN SINODE KAUM MUDA
Kini tinggal menghubungkan titik-titik
yang ada…
Pola Penyimpangan Liturgi
Banyak kontroversi saat ini menyelimuti Paus Fransiskus: pemilihannya sebagai
paus yang tampaknya tidak sah, pola pengajaran heterodoksnya (modern) yang berkelanjutan,
laporan Viganò yang mengindikasikan keterlibatannya dalam kejahatan pelecehan
seksual, bencana Amoris Laetitia yang
terus berlangsung, penjualan Vatikan kepada Cina Komunis, semua ini membawa bencana
bagi Anda.
Karena kegemaran Paus ini untuk “membuat kekacauan” tidak juga menunjukkan
tanda-tanda berkurang dan bahayanya bagi jiwa-jiwa telah tak terhitung
jumlahnya, maka kami setuju dengan penilaian Chris Ferrara yang dimuat dalam The
Remnant, dan seruannya (seperti Uskup Gracida)
untuk diadakannya sebuah sinode yang tidak lengkap untuk membela Gereja dari
Francis: semacam intervensi keluarga dalam keadaan darurat untuk menghentikan
kekerasan seorang ayah yang kasar.
Tetapi setelah memperhatikan kontroversi sebelumnya, kami menyimpulkan bahwa
dimensi terburuk dari horribis
pontifikatus ini adalah berupa pendekatan
revisionis tertentu terhadap ibadah ilahi, yang sekarang telah ditetapkan
untuk menampilkan diri dalam bentuk ‘kartu-kartu sekop liturgis’ pada akhir
Sinode bagi kaum muda yang sedang berlangsung di Roma saat ini.
Banyak pihak yang telah mengecam pelanggaran liturgis yang dilakukan
Francis selama bertahun-tahun ini: mempersembahkan Misa dengan membawa boneka
raksasa, balon, dan tarian tango di tempat kudus; dia tidak mau berlutut di
hadapan Sakramen Mahakudus; tidak memberi berkat Kepausan kepada umat, tetapi
secara umum dia memberkati ramu-ramuan psikotropika yang biasa digunakan untuk
ritual pagan; dia juga sering menampilkan barang-barang yang tidak semestinya,
bahkan terkesan mencemarkan kekudusan Tuhan, seperti misalnya menaruh bola
pantai di altar yang tinggi (lihat
gambar diatas); menggunakan bejana-bejana suci, perabotan, dan pakaian
dengan desain baru atau bahan-bahan terlarang; dan catatan panjang tentang communicatio
in sacris yang telah menyatukan Paus ini dalam pemujaan - bahkan memberikan
“berkat-berkat resmi” kepada - bidaah, gereja-gereja skismatik, ibadah Yahudi,
dan dukun-dukun. Apakah ini semua adalah berita palsu.
Namun, penyimpangan masa lalu ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan
apa yang akan terjadi.
Setelah paus Francis menggunakan apa yang tampak oleh seluruh dunia sebagai
tongkat atau stang
dari seorang Wiccan (dukun sihir) pada saat Misa Pembukaan Sinode, Paus juga mengumumkan
bahwa dia akan merayakan Misa bentuk baru pada saat penutupan Sinoda, dengan
melakukan liturgi baru yang ditolak dan dicela oleh imam-imam, uskup-uskup, kardinal-kardinal
dan para teolog, karena ritus itu hampir
tidak dapat dikenali sebagai ritus Katolik.
Hal ini benar-benar buruk.
Bencana Perpecahan Yang Belum Pernah Ada
Awal musim panas ini, salah satu
penasihat Paus Fransiskus memunculkan pernyataan jelas yang menegaskan bahwa
Paus ini “akan melanggar tradisi Katolik kapan pun dia mau,” dan dia akan menyebutnya
sebagai “fase baru” dalam sejarah Gereja, di mana umat beriman tidak lagi
mengikuti Kristus seperti yang ada dalam Kitab Suci dan Tradisi, tetapi lebih
kepada "diperintah oleh seorang individu" meski tanpa dasar sama
sekali. [1]
Meskipun seseorang berada jauh dari ajaran Katolik, tetapi dia hampir
tidak bisa menyebut diagnosis ini sebagai tidak akurat. Sejumlah komentator
(Katolik dan lain-lainnya) telah menunjukkan penghancuran Francis secara terus-menerus
terhadap doktrin dan disiplin tradisional untuk kemudian melahirkan kemiripan yang
jelas dengan intrik otokratis dari para penguasa kejahatan yang terorganisir serta
diktator sosialis di masa lalu; tetapi tidak satu pun dari berbagai
penyimpangan yang dilakukan Francis sebelumnya dari Tradisi Sakral, yang sama
mengejutkannya dengan perayaan memakai Misa bentuk baru, yang menggambarkan
perpecahan radikal dengan semua bentuk liturgi sebelumnya dalam Ritus Roma. [2]
Paus mengumumkan hal itu sebagai sebuah "inovasi liturgis," sebuah "perubahan dalam tradisi
yang mulia" yang akan "mempengaruhi warisan agama turun-temurun kita,
yang menikmati hak istimewa untuk menjadi tak tersentuh dan menetap" – dan
Francis menyebutnya sebagai "kesempatan khusus dan bersejarah"
dan dia berkata bahwa "kita seharusnya tidak membiarkan diri kita
dikejutkan oleh sifat, atau bahkan oleh nuansa apapun, (?!) hanya dengan
melihat bentuk luarnya saja."
Apakah ini terdengar seperti "penafsiran atas kontinuitas" bagi siapa
pun?
Dari pernyataan yang sama oleh Francis:
“Kita harus siap untuk menerima ‘ketidak-nyamanan dalam banyak sisi’ ini.
Ini adalah jenis kekecewaan yang disebabkan oleh setiap pembaharuan yang mengusik
kebiasaan kita. Kita harus memperhatikan bahwa orang-orang yang saleh adalah
yang paling terganggu, karena mereka memiliki cara mengikuti Misa yang santun,
dan mereka akan merasa terguncang dalam pikiran-pikiran biasa mereka hingga
mereka terpaksa mengikuti cara orang lain. Bahkan para imam mungkin akan merasa
jengkel dalam hal ini. [...] Tetapi pembaharuan ini bukanlah hal kecil.”[3]
Bacalah lagi perkataan Paus. Tradisi? Lupakan itu. Kesalehan? Itu sudah
selesai dan usang.
Teman-teman, ini adalah pengumuman dari Tahta Petrus: bahwa upacara
sakral, yang dipercayakan oleh Yesus Kristus kepada para rasul-Nya untuk
mempersembahkan misteri-misteri kekal, hal
itu tidak lagi mengikat atau relevan.
Ini adalah sebuah deklarasi revolusi liturgis.
Tentu saja kita harus mempertimbangkan orang-orang yang terlibat dalam
pembuatan deklarasi itu.
TERUNGKAP: HAL ITU DIRANCANG OLEH KAUM BIDAAH, DAN MENCERMINKAN SIKAP
BIDAAH
Awal musim panas ini, banyak orang mencemooh ketika Kardinal Gerhard
Müller (mantan Prefek Kongregasi Ajaran Iman) mengecam “proses Protestanisasi
yang mencolok” yang dia amati terjadi dalam hierarki Katolik, dengan para uskup
yang “membenarkan ketidak-setiaan mereka terhadap iman Katolik disertai dengan
keprihatinan pastoral.”[4]
Sekarang, semoga para pencemooh itu dapat berpikir lebih jauh lagi dengan
menyaksikan pertunjukkan publik yang sangat jelas dari apa yang dikatakan oleh
Kardinal Gerhard Müller: bahwa ada sebuah komite misterius/rahasia (yang
tampaknya bahkan banyak kardinal yang tidak tahu siapa yang membentuk komite
itu) yang terdiri dari banyak ‘ahli liturgis’ yang telah bekerja cukup lama
dalam sesi yang tertutup rapat, atas perintah paus Francis, untuk menyusun
ritus Misa yang baru dengan masukan langsung dari para pendeta Protestan dalam
prosesnya. [5] Adalah sungguh sangat mengejutkan jika ada anggota hierarki
Katolik memiliki keberanian untuk mengarang ritual baru Misa agar sesuai dengan
selera kontemporer mereka (dengan mengabaikan anathemas/kutukan yang diucapkan
oleh Konsili Trent bagi usaha semacam ini!). Sungguh sangat mengejutkan kita
semua bahwa bidaah formal telah diundang untuk berkontribusi pada runtuhnya tradisi
liturgi yang paling mulia di dunia ini. Jika kita mengabaikan kenyataan ini,
maka betapa bodohnya kita! Orang-orang yang secara rutin melanggar hak-hak
ilahi dari Gereja Katolik, menolak sejumlah Sakramen-sakramennya, mencela dan
menghinakan Tuhan kita dalam Ekaristi Kudus, dan menyangkal berbagai dogma yang
diabadikan dalam Misa Katolik, telah diundang
untuk membantu menciptakan sesuatu yang baru dan jahat. Dapatkah seorang
Katolik yang taat tidak merasa tersinggung oleh perlakuan yang begitu menghina terhadap
hal-hal yang suci dalam Gereja Katolik?
Bahkan kami
sempat mewawancai, dalam bahasa Perancis, Jean Guitton, teman pribadi dan orang
kepercayaan Paus, dimana dia mengaku (secara tidak sengaja?) bahwa mengubah Misa Katolik sedemikian rupa hingga ia menjadi
mungkin bagi orang non-Katolik, adalah salah satu tujuan utama paus Francis:
“Niat dari Paus … sehubungan dengan apa yang biasa disebut Misa, adalah
mereformasi liturgi Katolik sedemikian rupa sehingga ia hampir mirip atau bertepatan
dengan liturgi Protestan… agar menjadi sedekat mungkin dengan Perjamuan Tuhan ala
Protestan … dalam sebuah niatan ekumenis untuk menghapus, atau setidaknya untuk
mengoreksi, atau untuk melonggarkan segala sesuatu yang terlalu Katolik dalam
pengertian tradisional, di dalam Misa, dan saya ulangi, untuk membawa Misa
Katolik lebih dekat kepada Misa Calvinis [sic ]. ”[6] Jadi begitulah yang
diusahakan.
Seolah pengakuan Guitton ini belum cukup mengejutkan kita, karena kita
telah tahu juga bahwa Uskup Agung Italia yang dipilih oleh Paus untuk membidani
penyimpangan ini menegaskan prinsip operasi yang sama: "Membantu dengan
cara apa pun jalan menuju persatuan dengan saudara-saudara yang terpisah, dengan
cara menghapus setiap batu yang bahkan bisa menjadi kendala atau kesulitan”dalam
liturgi. [7]
Uskup agung ini bahkan menggambarkan hasil yang menyedihkan itu sebagai
"penaklukan besar terhadap Gereja Katolik." [8]
Bisakah Anda memaafkan?
Bahkan umat awam yang paling bodoh sekalipun dapat melihat bagaimana
Protestanisasi ini telah terwujud hanya dengan membaca teks ritus baru yang
ditaruh bersebelahan dengan yang lama. Seseorang
akan dengan mudah menemukan bahwa Misa Katolik telah dilucuti dari doa-doa yang
mengekspresikan ajaran Katolik, dengan sekitar 80% dari konten yang asli
dihapus seluruhnya atau secara signifikan diubah dalam ritus baru, yang secara
sengaja kurang bersifat Katolik [9] - dan dengan membaca Instruksi pengantar dari
paus Francis sendiri, hal itu mengungkapkan adanya sebuah bentuk doktrin
Ekaristi bidaah [10]. Kita bisa bertanya: apakah bentuk ibadah seperti ini bisa
disebut “Katolik” dalam arti yang sebenarnya?
Teolog Protestan, Max Thurian, nampak sebagai orang pertama yang
menyampaikan perasaan was-was (seperti yang banyak ditakutkan, setelah laporan
tahun lalu tentang “Misa Ekumene” yang sedang dalam proses perencanaannya): “Sekarang secara teologis adalah mungkin
bagi umat Protestan untuk menggunakan Misa yang sama dengan Katolik.“[11]
Pada saat yang sama, para imam Katolik di seluruh dunia terdengar menyampaikan
ratapan dramatis seperti: “Pada titik kritis ini, ritual Romawi
tradisional, yang telah berusia lebih dari seribu tahun, telah dihancurkan,”[12]
dan dalam kata-kata seorang penasihat Yesuit dari komite perusak liturgi itu:
“Tidak hanya kata-kata, melodi, dan beberapa gerakannya yang berbeda. Tetapi
ujur saja, itu adalah liturgi Misa yang
berbeda, itu adalah liturgi yang lain. Hal ini perlu dikatakan tanpa ragu:
Ritus Romawi yang kita kenal selama ini, sudah tidak ada lagi. Telah
dihancurkan. ”[13]
Lalu, dimanakah suara para kardinal?
Adakah diantara kardinal-kardinal itu
yang Katolik sejati? Adakah diantara mereka yang mau berusaha menyelamatkan
ritus-ritus suci?
Memang, ada beberapa orang yang menyampaikan ‘tanda bahaya’ pada
penggulingan liturgi ini - meskipun mereka membatasi diri untuk mempublikasikan
‘kekhawatiran’ mereka dengan cara yang berputar-putar, dan tanpa mengambil
langkah konkret untuk menghentikan bahtera ‘Gereja Katolik’ yang sedang
tenggelam ini. Kita bertanya, betapa buruknya mereka itu jika tidak ada salah
satu dari mereka yang memutuskan untuk ‘menolak Cephas ke wajahnya.’ (lht.Gal
2:11)
Namun, kita masih bisa merasa senang karena didorong oleh upaya dua orang
Kardinal, Berrhoea dan Colonia di Cappadocia, yang tampaknya mendapat
pemberitahuan sebelumnya tentang kegilaan liturgi yang akan datang ini, dan
mereka berusaha untuk campur tangan dan berhubungan secara pribadi dengan paus
Francis, dan kemudian menerbitkan kritik teologis mereka tentang ritus baru
yang palsu itu (sekarang tersedia dalam bahasa Inggris, lihat catatan # 14 di
bawah).
Dan kesimpulan mereka memang ritus baru itu sangat buruk.
Kita mengambil satu kutipan saja dari tulisan mereka (penekanan dari
kami):
“[Liturgi baru] ini mewakili, baik secara keseluruhan
maupun dalam rinciannya, suatu pemisahan
yang mencolok dari teologi Katolik dalam Misa… Bentuk baru Misa itu ditolak
secara substansial oleh Sinode Episcopal, dan ia tidak pernah disampaikan kepada
penilaian kolegial dari Konferensi Episkopal dan tidak pernah diminta oleh umat
Katolik. Liturgi baru itu memiliki setiap kemungkinan untuk memuaskan kaum Protestan yang paling modern ... Untuk
meninggalkan sebuah tradisi liturgi yang selama empat abad berdiri sebagai
tanda dan janji persatuan dalam ibadah, dan menggantinya dengan liturgi lain
yang, karena kebebasan yang tak terhitung besarnya yang secara implisit
disahkan, tidak bisa tidak, ia adalah bentuk dan tanda tanda dari perpecahan – sebuah
liturgi yang dipenuhi dengan sindiran atau kesalahan nyata terhadap integritas
Iman Katolik - dimana kita merasa terikat dalam hati nurani untuk menyatakan
bahwa ia adalah sebuah kesalahan yang tak
terhingga besarnya.”[14]
Paus
Francis jelas sudah siap untuk menerima penolakan terhadap ritus ini dari umat
Katolik yang setia, sebagaimana dapat dibaca dalam teks pengumumannya:
“[Ritual baru] ini telah dipikirkan oleh para ahli
otoritatif Liturgi kudus; telah didiskusikan dan direnungkan dalam waktu yang
lama. Kami akan melakukannya dengan baik untuk menerimanya dengan perhatian
yang menyenangkan dan menerapkannya tepat waktu, dengan suara bulat dan
hati-hati. Jadi tidak usah kita bicara tentang ‘Misa baru.’ Marilah kita
berbicara tentang ‘zaman baru’ dalam kehidupan Gereja.”[15]
Mari kita coba menerjemahkan kalimat paus Francis itu dalam istilah umat
awam:
"Hal ini (Liturgi Misa baru) telah terjadi. Duduklah dan
diamlah. Salam Revolusi!!! "
Halo ? Sudah bangun?
Sekarang, jika Anda
belum menganggukkan kepala Anda dengan pengakuan dan pengertian yang
menyedihkan, maka Anda mungkin ingin menyanggah diri Anda sendiri: karena
meskipun akurat, beberapa dari item berita di atas tidaklah benar-benar
baru-baru.
Misa Baru yang akan
dirayakan Paus Francis pada akhir Sinode Pemuda bulan ini sebenarnya telah diciptakan
lima puluh tahun yang lalu. Itu diciptakan
dan diterapkan pada Gereja oleh salah satu pendahulunya – seorang inovator
malang yang sekarang diklaim telah ‘dikanonisasi,’ yaitu Paus
Paulus VI: seorang pria yang kesuciannya masih jauh dari pasti,
masih jauh dari teladan
(dan tentang "keajaibannya" yang dibuktikan oleh diagnosis
medis, tidaklah akurat), dan kepada tangannyalah harus diletakkan (antara
lain) tanggung jawab atas bencana terbesar tunggal dalam sejarah Gereja:
penggantian total Ritus Misa Roma dengan sebuah ritus baru, yang diciptakan
oleh kaum modernis – sebuah upaya aborsi terhadap tradisi liturgi.
Jika
Anda lahir setelah 1965, maka bentuk misa baru dari paus Paulus VI - Novus Ordo
Missae - kemungkinan ia adalah satu-satunya
ritus untuk persembahan Kurban Suci yang pernah Anda ketahui. Kemungkinan besar
Anda tidak pernah diberi tahu sejarahnya yang sebenarnya (meskipun banyak dari
hal itu ini sekarang menjadi catatan publik yang ditelaah di sini), jadi Anda dapat
dimaafkan, karena tidak berjalan keluar dari ritus itu beberapa tahun yang
lalu.
Tetapi yang penting
Anda harus berusaha keluar sekarang dari ritus itu.
Kalau tidak,
mengapa harus waspada terhadap penyimpangan-penyimpangan pontifikat yang terjadi
saat ini, atau yang akan datang? Para
inovator gerejawi telah berani menyentuh warisan kita yang paling berharga,
mencari segala cara untuk menggantikannya dengan produk pabrikan yang bahkan
kemudian - Kardinal Ratzinger menyebutnya sebagai "produk dangkal, produk
sesaat, asal nemu aja". [16] Marilah kita merenungkan kembali pengamatan
St. Vincent of Lerins, tentang pengabaian gila terhadap Tradisi di zamannya
sendiri:
"Begitulah kegilaan
dari beberapa orang, seperti ketidaksopanan dari pemahaman mereka yang buta,
seperti nafsu mereka untuk berbuat kesalahan, bahwa mereka tidak akan puas
dengan aturan iman yang disampaikan sekali dan untuk semua orang sejak jaman
dahulu; karena mereka setiap hari selalu mencari sesuatu yang baru, dan bahkan
yang lebih baru lagi, dan selalu rindu untuk menambahkan sesuatu kedalam agama,
atau mengubahnya, atau menguranginya! ”[17]
Syukurlah, karena tidak
ada umat Katolik Roma yang bereputasi baik, yang membutuhkan izin khusus untuk
kembali kepada ritus sejati dan tradisional kita, apakah kita akan memakai jasa
imam tertentu atau untuk menghadiri ritus-ritus lama sebagai anggota umat
beriman. Masih lebih menggembirakan lagi adalah kenyataan bahwa liturgi Misa
lama semakin tersedia bagi kita, sementara
eksodus dari Squishy Church (Gereja model baru) terus
berlanjut. Dalam lima puluh tahun, kami memiliki sedikit harapan bahwa
“Misa Latin Tradisional” (TLM) sekali lagi akan menjadi praktik liturgis kita
yang dominan (meski bukan ‘satu-satunya’. Tetapi kami mohon hal ini ya Tuhan)
di seluruh dunia. Memang, tren ini sudah bisa diamati
saat ini.
Lebih jauh lagi, pernyataan
dari berbagai uskup, imam, dan teolog adalah bahwa TLM sendiri terdiri dari
tindakan ibadah yang menyenangkan Tuhan dalam tradisi Romawi, dan kita belum
menemukan argumen yang kohesif untuk yang sebaliknya. Lebih lanjut tentang itu silakan
baca di
sini.
Pertanyaannya sekarang
adalah: Apa yang menghalangi Anda dari ibadat yang benar?
Peluklah
Ibadah Yang Benar. Tolaklah Revolusi
“Kesalehan sejati tidak mengakui aturan lain selain hal-hal yang telah
diterima dengan setia dari leluhur kita, dan hal yang sama juga akan diserahkan dengan setia kepada anak-anak
kita; dan itu adalah tugas kita, bukannya untuk memimpin agama ke mana kita suka, melainkan untuk mengikuti agama ke mana ia menuju.”[18]
Bagi Para Imam: Jika Anda Masih Memberikan Novus Ordo, Inilah Saatnya Untuk Berhenti.
Angin sedang berubah. Kembalikanlah kawanan Anda kepada tradisi liturgi Gereja yang obyektif; persembahkanlah kepada Tuhan ibadah yang layak bagi-Nya, dan berikanlah kepada umat beriman apa yang menjadi hak mereka dengan benar: kekayaan tak terhingga dari ars celebrandi
dan rahmat tak terhingga dari warisan kita yang tak ternilai yang ada di dalam Misa tradisional. Jika Anda tidak mengetahuinya,
pelajarilah. Mulai hari ini. Kami tahu Anda mungkin akan menderita untuk ini, tetapi sisa umat yang setia yang harus berjalan melewati kegelapan yang sedang tumbuh saat ini, siap membantu Anda. Dan ingat: Anda telah mendaftar dan menanda-tangani menjadi imam untuk memanggul Salib.
Anda seorang imam. Tugas utama Anda adalah mempersembahkan kurban
(Misa Kudus) yang layak kepada Allah. Mengenai cura animarum, ibadah yang benar, masih tetap yang paling signifikan dari tugas Anda terhadap
umat beriman, sebelum program-program paroki, serta berbagai kesibukan lainnya. Jika anak-anak Tuhan menjadi
lapar, kekurangan makanan supranatural yang diberikan oleh Misa yang bertumbuh secara alami selama berabad-abad pengabdian yang
setia, hal itu terjadi karena Anda memilih untuk
memberi mereka makan dengan konstruksi modernis yang dirancang oleh orang-orang
yang tidak setia. Apakah Anda siap untuk bertanggung-jawab
jika anda tetap menahan dan menjauhkan Allah dan umat-Nya?
Bagi umat awam: Jika Anda masih merasa
sebagai anggota paroki yang melaksanakan Novus Ordo, inilah saatnya untuk pindah.
Bahkan meski ada kemungkinan besar terjadinya kehancuran
total terhadap infrastruktur Gereja, Anda masih menanggung kewajiban untuk memberikan penyembahan
kepada Allah yang sesuai dengan kemuliaan-Nya,
yang telah Dia ciptakan di dalam Gereja-Nya selama berabad-abad: Misa Latin
Tradisional. Janganlah menunggu teman dan keluarga Anda untuk memahami hal ini, atau menunggu pastor Anda untuk datang - sampai imam diosesan siap untuk menolak dan menyerang kemuliaan Tuhan lebih jauh lagi (lakukanlah seperti “perlakuan
St. Lukas” jika
memang harus), rubahlah adalah jalan Anda. Biarkan orang mati
menguburkan orang mati; dan bagi Anda dan rumah Anda, layanilah Tuhan!
Carilah komunitas FSSP
atau ICKSP atau komunitas TLM (Traditional Latin Mass) lainnya, dan bergabunglah
di sana. Gantilah pekerjaan Anda, segera berkemas dan pindah jika Anda harus melakukannya
(seperti banyak keluarga lain lakukan,
terutama mereka dengan anak-anak yang masih harus dididik secara benar), dan
lihatlah kepada hari-hari dari abad ke-4 untuk dihidupkan kembali; dimana umat beriman
mengerang karena melihat mayoritas uskup mereka merangkul bidaah dan membiarkan
gereja-gereja melakukan upacara-upacara yang keliru. Apa yang dilakukan umat
awam saat itu? Mereka pergi, bergantung pada sedikit imam yang masih setia yang
bisa mereka temukan; mereka sadar bahwa tidak ada yang lebih penting daripada
ibadah di dalam Roh dan Kebenaran. St. Basilius Agung berkata tentang mereka:
"Berbagai
persoalan telah datang: orang-orang telah meninggalkan rumah doa mereka, dan
sekarang berkumpul di padang pasir – sebuah pemandangan yang menyedihkan;
wanita dan anak-anak, orang-orang tua dan orang-orang lemah, tinggal di udara
terbuka, di tengah hujan deras dan badai salju serta dan terpaan angin kencang atau
di bawah terik matahari di musim panas. Kepada semua penderitaan ini mereka menyerahkan
dirinya, karena mereka tak akan memiliki bagian dalam ragi Arianisme yang
jahat." (Surat 242)
Sekarang tiba giliran
kita. Apakah kita siap?
Tidak ada yang bisa
menggantikan tugas manusia untuk memberikan penyembahan yang layak kepada Tuhan,
dan Novus Ordo tidak bisa
melakukan hal itu. Dengan menempatkan diri kita dalam komunitas-komunitas yang
secara eksklusif menawarkan ritual tradisional sangatlah penting untuk mencapai
tujuan ini. Dan setelah kita bisa melakukannya, hal itu akan diperlukan untuk bisa
menggali dan bertahan, dengan mata memandang ke cakrawala. Karena dalam
kenyataannya, tidak ada yang pernah menjalani Novus Ordo dan merasakan
kenyamanan disitu - kita hanya melihat pengulangan-pengulangan disitu. Hal ini
merupakan bentuk ritus yang lemah yang tak memiliki format penting yang abadi. Ia
tidak memiliki tradisi yang layak untuk diwariskan. Ia tak memiliki pengalaman ‘hari
kemarin’ dalam devosinya selama berabad-abad, tetapi ia hanya sebatas pembaharuan
untuk besok dan besok dan besoknya lagi ….
Besok yang buruk?
Anda akan melihatnya nanti…
Oh Bunda Kemenangan, Penghancur segala kesesatan, doakanlah kami!
Dan bravo bagi
upaya pemulihan!
[1] For this startling admission, see here.
[2] Space does not permit a thorough demonstration of the
radical rupture represented by this new liturgical rite. More studies on this
point will soon be forthcoming around the world, but the two Cardinals’
intervention referenced in note #14 below makes for a good start.
[3] Emphasis added. See the full text of the Pope’s
address here. Pope Paul VI,
that is.
[4] Emphasis added. See Cardinal Müller’s full
interview here.
[5] After this little detail was mentioned in papers from
the Vatican’s L’Osservatore
Romano to the Detroit
News, another Catholic paper unpacked it here.
[6] As reported in Apropos
12.19.1993 and Christian
Order 10.1994.
[7] As declared by Msgr. Bugnini in L’Osservatore Romano 3.19.1965.
[8] Bugnini’s full trumpeting is rather frightening
stuff, as reads here: “The liturgical
reform is a major conquest of the Catholic Church, and it has ecumenical
dimensions, since the other Churches and Christian denominations see in it not
only something to be admired in itself, but equally as a sign of further progress
to come.” (p. 126)
[9] See a simple chart comparing the two rites here. Find another
liturgical scholar’s quantification of the liturgical change in terms of
percentages in the work here.
[10] That the Pope’s General Instruction
was almost immediately retracted and rewritten to try and cover the heretical
Eucharistic doctrine it originally expressed (see especially nos. 7 and 48) has
done nothing to change the fact that the
new rite itself still expresses the same error. See the
Cardinals’ critique in #14 below.
[11] Find his comments in La Croix 5.30.1969, as noted by D.
Bonneterre at p. 100 here.
[12] This is the lamenting assessment of respected
Catholic liturgist Fr. Klaus Gamber at p. 99 of The Reform of the Roman Liturgy (Harrison,
NY, 1993).
[13] This is the gleeful assessment of the questionable
Jesuit Fr. Joseph Gelineau at pp 9-10 of Demain la liturgie (Paris, 1976).
[14] Read (an English translation of) the full letter and
theological study of Cardinals Ottaviani, Bacci, and their team of
theologians here.
[15] Find the Pope’s attempt to, in his words, “relieve
your minds of the first, spontaneous difficulties which this change arouses” here.
[16] As penned in his Introduction to La Reforme
Liturgique en question (Le-Barroux: Editions Sainte-Madeleine), 1992,
pp. 7-8.
[17] From Ch. 21 of St. Vincent of Lerin’s Commonitory,
readable here.
[18] Ibid.,
Ch 6
No comments:
Post a Comment