Father James V. Schall at his
last lecture before retiring from
teaching at Georgetown
University in 2012.
Berkley Center / Youtube screen
grab
By Lisa Bourne
SEORANG IMAM & AHLI
FILSAFAT (90 THN), PASTOR JAMES V. SCHALL, BERKATA:
PAUS FRANCIS BERADA DI PUSAT
DARI KRISIS YANG DIALAMI OLEH GEREJA SAAT INI
12 Oktober 2018 (LifeSiteNews) - Krisis terbesar di dalam Gereja Katolik saat ini bukanlah
persoalan ‘…apakah para uskup, kardinal atau imam adalah orang berdosa,’ kata
seorang imam dan penulis terkenal. Tetapi masalahnya adalah: Apakah Gereja mau menegakkan
ajarannya sendiri. Dan berada di pusat dari krisis adalah: Paus Francis.
“Gereja saat ini sedang mendapat sorotan tajam untuk melihat
apakah ia menjunjung hukum alam di dalam ajaran dan praktiknya sendiri,” kata
Pastor James V. Schall, “atau apakah ia bergabung dengan dunia dan dengan
demikian ia merongrong klaimnya sendiri untuk mempertahankan konsistensi dan
kebenaran doktrin sejak awal."
Schall, mantan profesor ilmu politik Universitas Georgetown, menulis
di Crisis Magazine pada 8 Oktober
2018 dengan mengacu pada laporan
yang sangat kritis tentang kepausan Francis di majalah terkemuka Jerman, Der Spiegel.
Laporan majalah tersebut mengkritik kepemimpinan Paus
Fransiskus dan menuduhnya telah mengabaikan korban pelecehan sex di Argentina. Laporan
itu menulis subjudul, "Krisis
Terbesar dalam Sejarah Gereja."
Sementara itu umat Katolik telah meneriakkan kemarahan mereka
dan semakin keras menuntut jawaban dalam skandal pelecehan seksual Gereja
setelah munculnya dugaan awal pada bulan Juni lalu, bahwa mantan Kardinal
Theodore McCarrick telah melakukan pencabulan terhadap para seminaris, para imam
muda dan setidaknya pada satu anak kecil selama
beberapa dekade.
Pengungkapan kasus McCarrick ini diikuti oleh laporan grand
jury Pennsylvania yang dirilis pada bulan Agustus 2018, yang merinci pelecehan sex
oleh sekitar 300 imam selama 70 tahun di enam keuskupan di sana.
Kemudian pada bulan Agustus 2018, mantan duta besar Vatikan untuk
A.S. Carlo Maria Viganò, merilis kesaksiannya yang mengatakan bahwa Francis dan
para uskup tingkat tinggi lainnya telah menutup-nutupi kasus McCarrick. Dan Viganò
bersembunyi sejak itu.
Francis pada awalnya mengatakan dia tidak akan mengatakan
"sepatah kata pun" tentang tuduhan Viganò itu, tetapi kemudian dia mengkritik
keras "si Pendakwa Besar" (tentunya yang dimaksud disini adalah Viganò)
hingga berulang kali dalam homili di tengah Misa Kudus yang dipimpinnya.
Skandal McCarrick telah membuat penanganan kasus pelecehan
seks oleh Francis di bawah sorotan publik yang lebih besar. Pada saat yang
sama, kekhawatiran dan keprihatian umat Katolik yang setia terus berlanjut atas
kepemimpinan paus Francis, sehubungan dengan ajaran Gereja tentang seksualitas
dan pernikahan – dimana nampak jelas bahwa paus Francis telah menyimpang jauh
dari ajaran para pendahulunya, terutama terlihat dalam hasil dari Sinode
Keluarga dan anjuran Amoris Laetitia
yang telah digunakan untuk membuka kemungkinan umat Katolik yang hidup dalam
situasi yang secara obyektif berdosa (hidup dalam perzinahan) untuk menerima
Komuni Kudus tanpa mengaku dosa dan menyesali perbuatannya dan tanpa niatan
untuk tidak mengulangi dosa itu lagi.
Kebanyakan orang menuntut sikap terbuka dari paus dan mereka
juga ingin mengetahui fakta-faktanya, kata Schall, baik dalam penanganan
pelecehan sex di Argentina, dan juga yang berkaitan dengan kasus McCarrick.
“Orang-orang merasa bingung dengan penolakan paus untuk
menjawab pertanyaan yang tampaknya cukup wajar dan sah, serta lugas, tentang
apa yang dia ajarkan,” katanya. “Akal sehat mengatakan bahwa, jika seseorang
tidak bersalah, dia akan sangat ingin menjelaskan duduk masalahnya mengapa dan
bagaimana, untuk membersihkan kecurigaan mengenai dirinya, sebagaimana adanya. Tetapi
sikap diam dari paus Francis ini, bagaimanapun juga, menunjukkan kepada banyak
orang yang berniat baik, bahwa ada sesuatu yang ditutup-tutupi, ada sesuatu yang
tidak beres dalam dirinya.”
Apakah kisah ini yang dibicarakan oleh Der Spiegel benar-benar merupakan "krisis terbesar" dalam
sejarah Gereja, Schall berkata, "… ini jelas merupakan krisis dalam proporsi
yang besar yang menantang kredibilitas Gereja dengan caranya sendiri."
"Paus Bergoglio sendiri tampaknya bersedia berbicara tentang hampir setiap masalah tetapi
menurut keyakinan dan caranya sendiri," katanya. “Tetapi krisis yang
terjadi pada tahap sekarang ini, apakah kita suka atau tidak suka, tepatnya mengenai diri paus Francis sendiri,
tentang apa yang dia yakini dan keputusan apa yang dia buat.”
"Disini bukan secara langsung menyangkut pertanyaan tentang
apakah Katolisitas itu secara obyektif benar atau tidak," lanjutnya.
"Sebaliknya, ini adalah pertanyaan apakah Gereja Katolik, dalam
kesaksiannya sendiri tentang dirinya, adalah tetap konsisten dengan ajaran-ajarannya
sendiri."
Dengan mengatakan bahwa krisis ini adalah yang
"terbesar" dalam sejarah Gereja, Der
Spiegel telah melukiskan keadaan Gereja sesuai dengan kenyataan yang ada, demikian
tulis Schall.
“Majalah itu membandingkan ajaran Gereja dengan apa yang
dipraktekkan atau diusulkan oleh Paus Francis,” katanya. “Artinya, bahwa krisis
dalam Gereja saat ini adalah akibat dari perbuatan orang-orang dalam Gereja
sendiri.”
"Gereja sedang terancam oleh para utusannya sendiri,
bukan saja karena mereka tidak hidup sesuai dengan standar moral Kristiani, tetapi
mereka juga tidak mengajarkan apa yang baik." kata Schall.
Selanjutnya imam dan filsuf itu mengatakan, "Ironisnya, secara
lebih spesifik, bahwa hubungan sex antar sesama jenis telah menjadi sebuah "hak"
sipil di banyak negara, padahal hubungan yang sama itu adalah merupakan penyimpangan
terhadap hukum alam menurut ajaran Gereja."
“Dunia akan menyaksikan apakah Gereja akan bergabung dengan
dunia dalam menyetujui hubungan ini sebagai “hak” dalam tatanan publik dan di
dalam Gereja,” kata Schall. "Atau apakah Gereja akan menolak hubungan itu?"
Adalah masuk akal untuk menanyakan apakah krisis yang terbesar
dalam Gereja?, tulisnya.
"Hal ini akan ada hubungannya dengan kebanggaan, misalnya,
apakah mau menempatkan pendapat manusia di atas ajaran yang diwahyukan secara
ilahi atau ajaran rasional?," kata imam itu. “Hal itu harus menjadi sebuah
pelukan pada “dunia ini,” seperti yang dikatakan dalam Injil Yohanes tentang
sebuah dunia yang menolak kedatangan Kristus dan Salib-Nya.”
Ayat-ayat Alkitab dalam 2 Timotius dan Matius 25 juga menyampaikan
sinyal bahwa krisis yang serius dapat terjadi ketika “para imam dan uskup yang
tidak layak, ditemukan di dalam Gereja itu sendiri,” kata Pastor Schall.
Dia mengutip contoh lain, seperti Francis sendiri yang sering
berbicara tentang klerikalisme dan orang-orang Farisi di dalam Gereja, Paus Paulus
VI yang berbicara tentang “asap setan” di dalam Gereja, dan Yehezkiel serta St.
Agustinus yang memberikan peringatan bahwa “para gembala yang tidak layak
mungkin berkuasa di antara kita."
"Tetapi di sisi lain, kepausan seharusnya menjadi tempat
di mana "gerbang neraka tidak akan menang," kata Schall. "Para
paus bisa berdosa dalam kehidupan pribadi mereka, tetapi mereka tetap tidak boleh
mengajarkan doktrin palsu atau menyetujui perbuatan yang tidak bermoral."
Oleh karena itu, katanya, "krisis terbesar" dalam Gereja,
bukanlah penemuan bahwa para klerus itu sendiri adalah orang berdosa.
“Kristus diutus Bapa bukan untuk kepentingan orang yang benar,
tetapi untuk orang berdosa. Dia diutus untuk memberikan pengampunan kepada
siapa pun yang memintanya,” tulis imam itu. “Tetapi Kristus juga mengatakan
kepada kita agar berhenti berbuat dosa. Oleh karena itu, fakta bahwa orang-orang
berdosa telah memenuhi dunia dan Gereja, bahkan setelah Kristus menetapkan
aturan-aturan untuk dijalankan, hal ini tidaklah dapat mengejutkan siapa pun.”
Bahkan mereka yang tidak berpikir tentang adanya "penyimpangan"
dari beberapa imam dan uskup yang dituduh melakukan tindakan yang sama dengan
dosa, atau melakukan sesuatu yang tidak wajar, mereka mengakui bahwa
"Gereja adalah benteng terakhir bagi integritas moral seperti yang
terlihat dalam bentuk filosofis dan religius klasiknya," katanya.
Dan, katanya, mereka juga melihat bahwa masalah serius yang
dihadapi Gereja terutama disebabkan oleh perbuatan orang-orang dalam Gereja sendiri.
"Kita dapat mengatakan bahwa masalah ini belum akan selesai,
apakah paus itu orang berdosa, orang yang naif, atau orang yang lemah; tetapi yang
bisa menyelesaikan adalah apakah dia
telah menyetujui ajaran atau perilaku moral yang seharusnya dia tolak,"
kata Pastor Schall. "Jika paus Francis telah mengambil langkah ini (menyetujui
perbuatan yang jelas-jelas busuk) dengan cara yang sangat otoriter, maka tudingan
majalah Der Spiegel akan terbukti
benar."
"Sebuah pembalikan atas ajaran mendasar pada tingkat
tertinggi Gereja akan menjadi ‘krisis terbesar’ dalam sejarah Katolik,"
katanya. “Adalah sebuah bentuk tindakan kesetiaan, yang dengan penuh
penghormatan kita berharap agar paus Francis bersedia menjelaskan ajarannya
sendiri. Sebenarnya kita tidak usah terlalu banyak bertanya, termasuk Der
Spiegel, yang telah menanyakannya.”
Note: Follow LifeSite's new Catholic
twitter account to stay up to date on all Church-related news. Click here: @LSNCatholic
++++++++++++++++
Machiavellian: orang
atau kelompok yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Sebagian
tokoh yang termasuk Machiavelian diantaranya adalah Adolf Hitler (Jerman),
Bennito Musolini (Italia), Idi Amin (Uganda), Shah Reza Pahlevi (Iran), Joseph
Stalin (Rusia)
No comments:
Post a Comment