GEMBALA
YANG SESAT
BAGAIMANA
PAUS FRANCIS SEDANG MENYESATKAN KAWANANNYA
PEMILIHAN PAUS YANG MENGEJUTKAN
Petir menyambar Basilika Santo Petrus
hingga dua kali pada tanggal 11 Februari 2013. Dua fotografer yang berbeda
menangkap gambar dramatis dari petir kedua yang menerangi langit yang gelap di
sekitar kubah basilika. Foto-foto itu disajikan sebagai ilustrasi sempurna
untuk berita utama hari itu dari Roma: pengumuman mengejutkan oleh Paus
Benediktus XVI bahwa dia akan mengundurkan diri dari kepausan.
Paus dari Jerman itu meciptakan berita
di sebuah konsistori (sebuah pertemuan para kardinal saat itu di Roma) yang
sedang membicarakan rencana memberikan kanonisasi kepada tiga orang kudus baru.
Paus Benediktus masih merahasiakan rencana pensiunnya, dia hanya memberikan
pemberitahuan sebelumnya kepada beberapa pejabat Vatikan saja. Karena dia
menyampaikan pengumumannya yang menakjubkan itu dalam bahasa Latin, maka
sebagian besar anggota audiensnya kesulitan untuk mengertinya. Tetapi mereka
yang fasih dalam bahasa kuno itu mulai ribut ketika Benediktus berkata, “Saya
telah membuat kepastian bahwa kekuatan saya, karena usia lanjut, tidak lagi
sesuai dengan pelaksanaan tugas yang memadai dari pelayanan Petrus,” dan
begitulah mereka tersentak, ketika dia melanjutkan berkata “dan saya menyatakan
bahwa saya meninggalkan pelayanan sebagai Uskup Roma,” dan pengunduran diri itu
mulai berlaku pada akhir bulan.
Berita itu sangat menggucangkan. Tidak
ada paus Roma yang mengundurkan diri lebih dari lima ratus tahun belakangan.
Paus terakhir yang melakukannya secara sukarela adalah Celestine V, pada tahun
1294. Gagasan bahwa ada seorang Vikaris Kristus akan melepaskan tanggung
jawabnya memang mengejutkan bagi banyak umat Katolik yang setia. (Celestine
akhirnya dikanonisasi, tetapi hanya setelah melewati banyak kritikan; dia sering
diidentifikasi sebagai tokoh bayangan dalam Canto III dalam buku Inferno karya Dante, “si penakut, yang
melakukan penyangkalan besar.”) Benediktus telah berbicara tentang pengunduran
dirinya beberapa kali, seperti pendahulunya John Paul II, tetapi hanya sebagai
kemungkinan teoritis. Tetapi sekarang hal itu menjadi kenyataan.
Memang tidak ada yang berharap masa
kepausan yang panjang bagi Benediktus XVI ketika dia terpilih dulu, tiga hari
sebelum ulang tahunnya yang ke tujuh puluh-delapan. Dia tidak pernah dalam
keadaan sehat sempurna, sering menderita setidaknya satu kali stroke dan selalu
bergantung pada alat pacu jantung. Usia lanjutnya dan kesehatannya yang lemah,
pada kenyataannya, membuat beberapa pengamat meragukan bahwa dia akan dipilih
oleh konklaf bulan April 2005.
Dan memang, ketegangan jabatan kepausan
menuntut bayaran stamina fisik yang terlalu besar bagi Benediktus. Pada tahun
2012, para pengunjung ke istana apostolik melaporkan bahwa meskipun di pagi
hari itu paus nampak sehat, tetapi pada tengah hari dia akan terlihat
kelelahan, kehilangan konsentrasi, dan butuh istirahat sebelum dia dapat
melanjutkan tugasnya yang produktif. Bermasalah dengan lutut rematik, dia
kurang mantap pada kakinya. Dia sedang mendekati ulang tahunnya yang ke delapan
puluh lima.
Pada saat yang sama, masalah-masalah
yang menuntut perhatian paus nampak menumpuk semakin tinggi:
• Skandal pelecehan seks yang telah
menghancurkan Gereja di Amerika Serikat satu dekade sebelumnya kini menyapu
seluruh Eropa. Ada desakan marah untuk mengundurkan diri kepada para uskup yang
telah gagal dalam melakukan tindakan terhadap para klerus pelaku pelecehan itu.
Benediktus, yang pada malam pemilihannya telah mencela adanya
"kotoran" yang mengotori profesi imamat Katolik, dimana dia telah meningkatkan
upaya Vatikan untuk menyingkirkan para pelanggar itu dari tugas pelayanan
mereka.
• Tim pemeriksa perbankan Eropa menuduh
bank Vatikan, yang dikenal sebagai Lembaga Karya Keagamaan, telah menyediakan
tempat perlindungan bagi pencucian uang. Vatikan telah memulai serangkaian
reformasi ekonomi yang dirancang untuk memastikan adanya transparansi dan
memulihkan kepercayaan kepada lembaga itu.
• Dalam apa yang disebut skandal
"Vatileaks", dokumen rahasia Vatikan, yang sebagian besar terkait
dengan transaksi keuangan yang dipertanyakan, telah jatuh ke tangan jurnalis
Italia, yang menggunakannya sebagai dasar bagi cerita-cerita sensasional
mereka. Investigasi internal telah melacak kebocoran ada pada pembantu dekat
paus sendiri, Paolo Gabriele, yang kemudian dinyatakan bersalah oleh pengadilan
Vatikan. (Pengampunan paus telah membebaskannya dari hukuman penjara delapan
belas bulan.) Tetapi banyak pengamat yang meragukan temuan pengadilan bahwa
Gabriele bertindak sendirian. Tampaknya masuk akal untuk berspekulasi bahwa
para pejabat senior Vatikan lainnya, yang memiliki lebih banyak alasan untuk
terlibat dalam intrik internal, telah menuntun kepada kebocoran itu.
• Sebuah komisi khusus yang terdiri atas
tiga orang kardinal yang sudah pensiun menyelidiki Vatileaks dan menyampaikan
laporan yang sangat banyak kepada Paus pada akhir 2012. Meskipun hasil
penyelidikan itu tidak pernah dipublikasikan, tetapi Roma diguncang oleh
desas-desus, beberapa diterbitkan di surat kabar terkemuka, bahwa para kardinal
itu telah membuka adanya jaringan homoseksual di dalam Vatikan yang
menghadapkan para klerus kepada ancaman pemerasan.
Rupanya Benediktus telah mencapai
kesimpulan bahwa dirinya, sekarang, sebagai seorang pria lanjut usia dan secara
alami dan terdidik sebagai seorang ilmuwan, daripada seorang administrator, dia
merasa tidak memiliki kekuatan maupun bakat yang diperlukan untuk menyelesaikan
krisis internal ini. Ketika mereka berkumpul di Roma untuk memilih
penggantinya, para kardinal dari seluruh dunia jelas-jelas berpikiran serupa.
Mereka sering berbicara kepada wartawan tentang bagaimana menemukan seorang
pemimpin dengan kemampuan administratif yang kuat yang dapat memimpin reformasi
birokrasi Vatikan yang sangat dibutuhkan saat ini.
MENCARI GAYA KEPEMIMPINAN BERBEDA
Ada tema-tema lain yang jelas, juga
dalam percakapan yang mendahului konklaf, yang akan dibuka pada 12 Maret. Para
kardinal bersemangat untuk mengejar "evangelisasi baru" yang telah
menjadi prioritas, baik bagi Yohanes Paulus II maupun Benediktus XVI, tetapi
mereka bersikap terbuka untuk gaya kepemimpinan yang berbeda. Selama kepausan
panjang Yohanes Paulus II, Kardinal Joseph Ratzinger adalah asisten terdekat
dan kepercayaan dari paus Polandia itu. Karena dia, Joseph Ratzinger, selalu
meneruskan kebijakan pendahulunya ketika dia menggantikannya sebagai paus, maka
Gereja dalam banyak hal telah diatur oleh rezim kepausan yang sama selama tiga
puluh lima tahun. Sebuah pepatah lama Vatikan mengatakan bahwa “seorang paus
gemuk mengikuti seorang paus kurus,” dimana hal ini berarti bahwa sebuah
konklaf haruslah memilih seorang pria dengan kualitas pribadi yang berbeda,
gaya kepemimpinan yang berbeda.
Beberapa
kardinal menyarankan bahwa waktunya mungkin sudah matang bagi seorang paus dari
Dunia Ketiga. Terpilihnya Yohanes Paulus II, paus non-Italia pertama dalam
berabad-abad sebelumnya, merupakan keberhasilan yang spektakuler. Mungkin sudah
waktunya untuk melihat lebih jauh. Katolisisme telah banyak bermanfaat di
Afrika dan Amerika Selatan, sementara pengaruh Gereja mulai memudar di Eropa.
Argumen untuk memilih seorang paus
non-Eropa diperkuat oleh tidak adanya calon yang menonjol di antara kandidat
paus dari Eropa. Kardinal Ratzinger telah menjadi pilihan yang jelas masuk ke
dalam konklaf tahun 2005. Sebagai uskup paling berpengaruh di dunia, dia akan
menjadi favorit yang luar biasa bagi pemilihan paus kecuali pertanyaan mengenai
kesehatannya. Pada tahun 2013, Kardinal Angelo Scola dari Milan secara umum
dianggap sebagai pesaing dari Italia yang terkemuka, tetapi lapangan telah
penuh sesak.
Cardinal Scola mungkin adalah kandidat
yang disukai dari pada paus yang lain. Tetapi Benediktus tidak akan
berpartisipasi dalam konklaf atau membuat komentar sama sekali — tentang
pemungutan suara atau tentang kebutuhan Gereja. Setelah bersumpah setia kepada
Paus di masa depan, dia meninggalkan Vatikan untuk tinggal di tempat istirahat
kepausan musim panas di Castel Gandolfo sampai saatnya paus baru itu menetap di
kantornya. Bahkan setelah kepulangannya, paus yang sudah pensiun itu akan
mempertahankan keheningan yang ketat dengan urusan gerejawi saat ini.
Pada hari-hari menjelang konklav, para
kardinal di dunia yang sudah berkumpul di Roma, bertemu di “sidang umum” harian
yang memiliki dua tujuan. Pertama, karena tidak ada paus yang bisa membuat
keputusan akhir selama masa kosong saat itu, maka para kardinal bekerja sama
dalam urusan-urusan penting Tahta Suci. Kedua, dan yang lebih penting, para
kardinal bertukar pikiran tentang kebutuhan Gereja - kebutuhan yang akan diminta
kepada paus berikutnya untuk menjawabnya.
Kongregasi atau rapat umum ini tertutup
bagi orang luar, dan kantor pers Vatikan hanya memberikan laporan yang tidak
jelas tentang apa yang telah dibicarakan atau diputuskan oleh para kardinal.
Selama beberapa hari pertama dari pertemuan di 2013, para kardinal dari Amerika
Serikat mengadakan briefing harian, memberikan kepada media massa informasi
lebih lanjut tentang pembicaraan itu. Tapi kardinal-kardinal lainnya mengeluh
tentang apa yang mereka lihat sebagai pelanggaran kerahasiaan, tetapi para
uskup Amerika dengan enggan menghentikan pemberian briefing mereka. Pastor
Federico Lombardi, direktur kantor pers Vatikan, menjelaskan bahwa sikap diam
para kardinal Amerika akan sesuai dengan pengertian masyarakat umum bahwa
selama hari-hari menjelang konklaf paus, sikap para kardinal adalah
"menahan diri” dalam rangka untuk melindungi kebebasan berrefleksi dari
masing-masing anggota College of Cardinals yang harus membuat keputusan penting
saat itu.”
Namun demikian, jurnalis Vatikan yang
giat mampu menghasilkan laporan dari sidang harian. Terlepas dari persepsi
bahwa urusan Vatikan diselimuti kerahasiaan, tetapi rumor selalu merebak, dan
laporan tentang diskusi internal selalu bocor ke dalam surat kabar Italia. Bahkan
setelah konklaf kepausan, di mana setiap kardinal bersumpah bahwa dia tidak
akan membocorkan apa pun tentang apa yang terjadi, para wartawan biasanya dapat
memberikan penjelasan yang cukup jelas tentang prosesnya dalam seminggu
sesudahnya, dan tidak ada yang meragukan bahwa laporan itu cukup akurat. Selama
masa vakum, ketika para kardinal tinggal di apartemen mereka sendiri dan
mengadakan percakapan makan malam dengan para pembantu dan teman-teman mereka,
para wartawan merasa relatif mudah untuk menggodok rincian tentang diskusi
selama sidang.
Misalnya, sebelum konklaf 2013, seorang
wartawan Italia mengungkapkan bahwa para kardinal akan diberi pengarahan oleh
tiga orang uskup — Kardinal Julián Herranz, Jozef Tomko, dan Salvatore De
Giorgi — yang telah menyiapkan berkas tebal dan berat tentang skandal Vatileaks
untuk Benediktus. Karena ketiga kardinal itu berada pada komisi investigasi
berusia di atas delapan puluh, maka tidak ada yang akan berpartisipasi dalam
konklaf itu sendiri. Jadi mereka akan berbicara selama sidang-sidang
pendahuluan, di mana kardinal-kardinal tua dapat mengambil bagian, dan
memberikan garis besar secara umum — tetapi bukan rincian lengkap — dari temuan
mereka.
Dicari: Evangelisasi Baru dan Reformasi Vatikan
Bocoran dari hasil sidang harian
membenarkan apa yang sudah diketahui oleh para pengamat Vatikan: bahwa para
kardinal khawatir tentang evangelisasi, tentang penyelesaian skandal pelecehan
seks dan masalah bank Vatikan, dan tentang pertikaian dan ketidakefisienan yang
terungkap di dalam Curia Roma. Beberapa uskup menyerukan perombakan menyeluruh
dari birokrasi Vatikan dan pengangkatan seorang kepala staf yang akan
mengkoordinasikan tugas dari lembaga-lembaga yang berbeda. Media massa dengan
patuh melaporkan saran-saran ini — meskipun mereka menurut saja dengan
kerahasiaan isi diskusi, tetapi laporan yang keluar biasanya tidak menyebutkan
kardinal tertentu yang menjadi sumbernya.
Namun, para wartawan itu kehilangan
acuan yang paling penting yang dibuat selama sidang-sidang umum, yang terungkap
hanya setelah konklaf. Seorang kardinal dari Argentina, Jorge Bergoglio, telah
menarik perhatian saudara-saudaranya dengan ajakan singkat namun tegas agar
Gereja “keluar dari dirinya dan pergi ke pinggiran.” Ketika Gereja tidak
melakukan ini, dia berkata, “ia menjadi cinta-diri dan kemudian menjadi sakit.”
Acuan ini jelas membuat banyak kardinal memikirkan Bergoglio sebagai calon
paus. Hal itu membuat kesan yang begitu mendalam pada Kardinal Jaime Ortega di
Havana bahwa setelah pemilihan Bergoglio, dia mencari dan menerima izin untuk
membuat pernyataan publik.
Kardinal Bergoglio sama sekali tidak
dikenal. Menurut laporan yang kurang diakui, pada kenyataannya, dia telah
menjadi runner-up untuk bersaing dengan Kardinal Ratzinger pada konklaf 2005.
Tetapi sejak saat itu dia telah bertugas dengan tenang sebagai uskup agung
Buenos Aires. Beberapa orang menganggapnya sebagai ‘paus penantian’. Dia belum
pernah berkeliling dunia dan memberikan pidato. Dia telah mengajukan permohonan
kepada Tahta Suci pengunduran dirinya sebagai uskup agung, seperti yang
disyaratkan oleh hukum kanonik, setelah mencapai ulang tahunnya yang ke tujuh
puluh lima. Namanya tidak termasuk lusinan yang disebutkan oleh pembuat berita
sebagai kandidat teratas pada 2013.
Namun setidaknya beberapa kardinal ingat
akan dukungan yang dimiliki oleh Bergoglio dalam konklaf terakhir dan percaya
bahwa dia akan menjadi kandidat yang baik sekali lagi. Rupanya Bergoglio
sendiri cukup akrab di antara mereka. Dalam suatu kesempatan pertemuan tepat
sebelum konklaf dimulai, seorang klerus muda dengan bercanda menanyakan
kepadanya nama apa yang akan dia ambil jika dia terpilih nanti.
"Francis," terdengar jawaban yang cepat.
Dan begitulah yang terjadi.
Selama konklaf itu sendiri, dengan para
kardinal yang dikurung di Kapel Sistine, dimana pemikiran mereka tertutup dari
dunia luar, para jurnalis yang berkumpul di Roma yang menanti berita besar
menjadi frustrasi karena tidak adanya materi bagi pemberitaan mereka. Seorang
wartawan Fox News marah dengan mengatakan
bahwa Gereja Katolik sangat perlu merubah cara memilih paus. Aturan yang ada
saat ini tidak berfungsi — yang artinya bahwa aturan yang ada saat ini tidak
memberinya bahan apa pun untuk diberitakan.
Tetapi masih untung bagi para wartawan,
hasilnya datang dengan cepat. Pada hari kedua konklaf, pada pemungutan suara
kelima, Kardinal Bergoglio terpilih : orang Amerika Latin pertama dan Yesuit
pertama yang menjadi paus Roma. Segera setelah asap putih naik dari cerobong
asap di atas Kapel Sistina, kerumunan besar berkumpul di St Peter's Square
untuk bertemu dengan paus baru.
Beberapa hari kemudian muncul keinginan,
bahwa segera setelah pemilihannya, sebelum diperkenalkan ke publik, paus baru
telah menentukan prioritas utamanya untuk menyebut paus emeritus, ketika
Benediktus XVI memutuskan untuk menentukan peranan dirinya. Ternyata itu
bukanlah tugas yang mudah. Ketika mereka memasuki konklaf, para kardinal telah
menyerahkan ponsel mereka, dan Kapel Sistine telah dibersihkan dari segala
pengaruh luar untuk memastikan bahwa tidak ada sarana komunikasi elektronik di
dalamnya. Ketika segel konklaf itu rusak, paus baru bergegas melalui istana
apostolik mencari telepon yang masih berfungsi. Dia akhirnya menemukan satu di
ruangan yang berantakan dan penuh sesak yang digunakan oleh staf Radio Vatikan
untuk disimpan dan dimasukkan ke dalam panggilan ke Castel Gandolfo. Tetapi
Paus Benediktus tidak mendengar dering teleponnya. Dia sedang menonton
televisi, menunggu berita yang sama yang ingin didengar oleh seluruh dunia.
Pengumuman, ketika ia disampaikan, cukup
membingungkan. Jean-Louis Tauran, yang memiliki privilege sebagai kardinal
protodeacon untuk memperkenalkan paus baru kepada dunia, mengundang tepukan
tangan ketika dia mengucapkan formula tradisional, "Habemus papam!"
(Kami memiliki seorang paus!) Tapi suara dari kerumunan dan umpan balik dari
public mengaburkan kata-katanya sambil melanjutkan dengan kata: "Eminentissimum ac reverendissimum
Dominum, Dominum Georgium Marium, Sanctae Romanae Ecclesiae Cardinalem
Bergoglio." Beberapa orang mengharapkan nama "Georgium," dan
gemuruh dari lapangan Santo Petrus membuatnya lebih sulit untuk mendengar kata
"Bergoglio," jadi ada momen keheningan di tengah kerumunan orang
banyak — yang dipimpin oleh peziarah dari Argentina — dan kemudian mereka mulai
bertepuk tangan dengan antusias.
Tetapi ketika Kardinal Tauran
melanjutkan, kegembiraan di lapangan Santo Petrus meningkat. Paus yang baru,
dia mengumumkan, telah memilih nama “Fransiskus.” Dengan menyebutkan Fransiskus
dari Asisi, salah satu dari orang-orang kudus yang paling dicintai, nama itu
menunjukkan komitmen paus baru itu kepada kesederhanaan, kerendahan hati, dan
cinta sepenuh hati kepada semua ciptaan Allah. Pada saat yang sama, dengan
mengingat pesan yang diterima oleh orang kudus besar dari Tuhan di gereja San
Damiano: "Francis, pergilah, bangunlah kembali rumah-Ku, seperti yang kamu
lihat saat ini adalah berupa reruntuhan."
Untuk memahami makna sepenuhnya dari
nama baru yang dipilih paus ini, ingatlah bahwa selama 1.100 tahun, setiap paus
yang baru terpilih telah memilih nama yang telah digunakan oleh beberapa paus
lainnya di hadapannya. Nama setiap paus sejak Lando, yang memerintah dari tahun
913 hingga 914, diikuti oleh sebuah
angka Romawi, dan satu-satunya paus yang telah memilih nama baru, John Paul
I, telah secara eksplisit menyebutkan nama pausnya menurut nama dua
pendahulunya, John XXIII dan Paulus VI. Maka ketika Bergoglio memilih nama yang
benar-benar baru, Paus Fransiskus menunjukkan bahwa dia siap untuk bergerak ke
jurusan yang baru.
Sebuah Debut Sensasional
Ketika paus yang baru terpilih ini
melangkah keluar ke loggia basilika Vatikan, penampilannya menimbulkan sensasi
yang lain. Dia mengenakan jubah putih kepausan dan zucchetto, tetapi tidak
dalam mozzetta (jubah merah pendek) dan stola dimana paus-paus sebelumnya telah
memakai bagi penampilan publik pertama mereka. Setelah kejutan awal yang agak
canggung dari burung gagak itu, dia berdiri dengan tenang, tangannya terlipat,
sampai tepuk tangan mulai mereda. Ketika dia berbicara, dia mulai dengan salam
sederhana: Buona sera.
Melanjutkan dengan nada yang sama, paus
baru itu mengatakan kepada orang banyak, “Anda tahu, adalah tugas konklaf untuk
memberi kepada Roma seorang uskup baru.” Tentu saja! Tidak seorang pun di St.
Peter's Square perlu diingatkan tentang keadaan yang ada. Francis melanjutkan,
”Sepertinya saudara-saudaraku, para kardinal, telah hampir sampai ke ujung bumi
untuk menemukannya. Tapi di sini kita berada.”
Ini adalah sebuah sensasi: seorang paus
yang mengatakan kepada dunia bahwa para kardinal diharuskan memilih seseorang
sebagai paus tertinggi dan tampaknya dia seakan menyesali pilihan mereka.
Kata-katanya mengisyaratkan bahwa pemilihan dirinya adalah kebetulan — "di
sini kita berada" — dia dan dunia Katolik harus membuat yang terbaik dari
hasil pemilihan itu.
Ketika ia melanjutkan, Francis menyebut dirinya sebagai uskup
Roma, tidak pernah menyebut dirinya sebagai "paus" dan menyinggung
keunggulan barunya hanya secara tidak langsung, ketika ia mengamati bahwa
Gereja di Roma "adalah orang yang memimpin semua gereja di kemurahan hati."
Apakah ini menjadi tampilan lain dari kerendahan hati? Tidak diragukan lagi,
tapi itu adalah sesuatu yang lebih. Francis meletakkan dasar bagi pemahaman baru
tentang jabatan Petrus, yang akan menghilangkan jebakan kekuasaan monarki, dan
bukannya menekankan peran uskup Roma sebagai fokus persatuan bagi Gereja
universal.
Saat dia melanjutkan, Francis menyebut
dirinya sebagai uskup Roma, tidak pernah berbicara tentang dirinya sendiri
sebagai "paus" dan mengacu pada keunggulan barunya hanya secara tidak
langsung, ketika dia mengamati bahwa Gereja di Roma "adalah orang yang
memimpin semua gereja di Roma." amal. ”Apakah ini tampilan kerendahan hati
yang lain? Tidak diragukan lagi, tapi itu lebih dari itu. Francis meletakkan
dasar untuk pemahaman baru tentang kantor Petrine, yang akan menjatuhkan
perangkap kekuasaan monarki dan lebih menekankan peran uskup Roma sebagai fokus
kesatuan Gereja universal.
Paus baru ini menyimpulkan dengan satu
gerakan sensasional lagi. Dia diharapkan untuk mengakhiri ceramah pertamanya
dengan memberikan berkatnya urbi et orbi
— kepada kota (di sini diwakili oleh orang banyak di St Peter's Square) dan
kepada seluruh dunia. Francis memperkenalkan kerutan baru: “Sebelum uskup memberkati umatnya, saya meminta anda untuk berdoa
kepada Tuhan agar memberkati saya.” Kemudian dia, sebagai “uskup,”
menundukkan kepalanya, dan keheningan turun di atas Vatikan selama beberapa
saat yang panjang sebelum akhirnya dia memberikan berkatnya. Bahkan saat itu
meski dia belum selesai, dia berkata lagi "Berdoalah untuk saya," dia
mendesak kepada kerumunan massa, "dan kita akan melihat satu sama lain
segera."
Setelah penampilan publik pertamanya,
Francis dan semua kardinal yang telah memilihnya kembali ke rumah kediamannya
di St. Martha, tempat mereka menginap selama konklaf, untuk mengambil
barang-barang mereka. Ketika minibus terakhir meninggalkan Basilika Santo
Petrus, beberapa kardinal tercengang melihat bahwa pengganti Santo Petrus ikut
naik mobil bersama mereka. Dia tidak berpikir bahwa dia dapat memerintahkan
memakai kendaraannya sendiri dan bahwa para pembantu Vatikan akan segera
melompat untuk melakukan perintahnya. Dia masih menganggap dirinya sebagai satu
anggota — diakui sebagai anggota terkemuka — dari persekutuan para uskup.
Keesokan harinya, hari Kamis, Francis
keluar dari Vatikan untuk berdoa di Basilika St. Mary Major, di Roma. Mengapa
dia memilih gereja itu? Karena St. Mary Major adalah gereja tertua di Roma yang
didedikasikan untuk Bunda Maria, yang terbesar dan paling menonjol? Ya, dan
paus juga memilihnya karena basilika itu menyimpan gambar Maria Salus Populi
Romani: pelindung orang-orang Roma. Sekali lagi dia menekankan jabatan uskup
Roma dan komitmennya pada keuskupan setempat.
Staf basilika dipojokkan ke dalam
kebingungan oleh kunjungannya yang tak terduga. Bangunan itu, seperti biasa,
penuh peziarah dan turis. Haruskah orang-orang itu diminta minggir sehingga
paus bisa berdoa secara pribadi? Francis menentang langkah-langkah khusus
seperti itu, dan bersikeras bahwa dia hanya ingin berdoa di hadapan ikon yang
dicintai banyak orang. Dengan sebuah kesepakatan mendadak, petugas setempat
tidak perlu mengosongkan seluruh basilika, tetapi hanya membersihkan daerah
tempat paus akan berada.
Sekembalinya ke Vatikan, paus yang baru
itu berhenti di Domus Internationalis Paulus VI, di mana dia telah menginap
sebelum konklaf, untuk mengambil barang-barangnya dan melunasi tagihannya.
Laporan-laporan tentang demonstrasi kerendahan hati paus ini — bayangkan
seorang paus mengambil dari dalam dompetnya sendiri untuk membayar tagihan!
—menyebar cepat ke seluruh dunia. Sebenarnya adegan itu belum pernah terjadi
sebelumnya. Setelah pemilihannya, Benediktus XVI diam-diam mengunjungi
apartemen yang telah dia tempati selama bertahun-tahun untuk mengambil beberapa
buku dan barang-barang lainnya, tetapi tidak ada fotografer yang mencatat bahwa
paus sedang mengurusi kepentingan pribadinya.
Citra paus baru ini sebagai seorang pria
sederhana dan rendah hati, yang mengesampingkan ornamen megah dari istana
kepausan, dengan cepat tertancap di benak publik. Tapi ada satu catatan masam
yang sebagian besar hilang dalam liputan media atas kepausan baru itu. Menurut
beberapa wartawan, ketika seorang pembantu mencoba menempatkan mozzetta
tradisional di pundaknya sebelum penampilan pertamanya di loggia Santo Petrus,
Francis menyikatnya dengan saksama, menyatakan bahwa “karnaval sudah berakhir.”
Laporan-laporan itu sepertinya tidak
mungkin. Ucapan "karnaval," jika benar, jelas merupakan tamparan bagi
Paus Benediktus, yang dengan senang hati menghidupkan kembali penggunaan
beberapa jubah kepausan tradisional, seperti saturno bertepi lebar dan sandal
merah, karena penghargaan yang besar bagi sejarah dan otoritas yang
dilambangkannya. Mengapa seorang paus baru, pada saat ini, sebelum
penampilannya yang penuh dengan kemenangan, membuat komentar pedas tentang
pendahulunya? Kisah lain adalah tentang paus yang menolak mozzetta dengan lembut,
"Saya lebih suka tidak memakainya." Tetapi mengapa seorang reporter
menciptakan kata "karnaval" jika hal itu tidak diucapkan paus? Dan
jika dia benar-benar telah menggunakan kata itu, atau sesuatu seperti itu,
mengapa paus yang baru terpilih menjadi sangat marah?
No comments:
Post a Comment