PERANG PANJANG MAFIA ST. GALLEN UNTUK MENGUBAH IMAMAT AKAN
MEMILIKI MOMEN YANG MENENTUKAN PADA SINODE AMAZON NANTI
By Julia Meloni
"Kelangkaan
imam hanyalah dalih yang jelas untuk menghapuskan selibat secara praktis (bukan
secara teoritis) di Gereja Latin. Hal ini telah menjadi tujuan sejak Luther dulu."
—Bishop Athanasius Schneider
4 Juli 2019 (LifeSiteNews) - Empat puluh empat tahun sebelum
dia berhasil memimpin perjuangan untuk
memilih Paus Fransiskus, Cormac Murphy-O'Connor — calon anggota mafia St.
Gallen — menghadiri sinode 1969 di bawah Paus Paul VI. Mendengarkan semua
pidato radikal yang menentang selibat klerus, dia tiba-tiba merasakan
"aliran darah ke kepala," ketika dia mengenang di An English Spring. Dalam "bahasa
Latin," Murphy-O'Connor membuat pidato dadakan yang mengumumkan bahwa "mungkin penahbisan pria yang sudah
menikah bisa dipertimbangkan."
"Segalanya tampaknya telah siap untuk diperebutkan"
pada saat pascakonsiliasi yang memabukkan itu. Seorang imam bahkan mengatakan
kepada Murphy-O'Connor: "Saya cukup yakin akan ada perubahan dalam aturan
selibat, dan saya mengambil sumpah saya dengan membawa pemikiran itu dalam benak
saya." Menjelang sinode 1971 tentang imamat dimana Murphy -O'Connor
membantu merencanakan acara itu,
anggota mafia masa depan itu menulis sebuah artikel yang menyatakan bahwa
"pada akhirnya mewartakan sabda dan administrasi sakramen-sakramen jauh
lebih penting daripada berbicara tentang hukum gerejawi dari imam yang tidak menikah."
Akhirnya, baik dia dan mafia pendahulunya, Basil Hume,
menerima surat dari Roma karena mengatakan apa yang digambarkan Murphy-O'Connor
sebagai "hal-hal yang agak provokatif" tentang penahbisan pria yang
sudah menikah. "Aku akan memberitahumu apa, Cormac," kata Hume,
"mengapa kita tidak pergi ke Roma dan kita menghadapi mereka? Kami akan
pergi bersama dan menyelesaikan masalah ini."
Sementara itu, kawan mafia masa depan mereka, Walter Kasper
dan Karl Lehmann, menandatangani dokumen tahun 1970
yang menuntut "penyelidikan serius" atas hukum selibat dan
kemungkinan menahbiskan pria yang sudah menikah. Tetapi pada sinode tahun 1971
yang bergejolak tentang imamat, mayoritas (dengan perbedaan yang tipis) para
uskup memilih menentang penahbisan
pria yang menikah bahkan dalam "kasus-kasus tertentu."
Seperti yang dikemukakan oleh
seorang kardinal, bahwa memperkenalkan segala jenis perubahan akan membuat
“mustahil untuk membatasi penahbisan pria yang menikah bahkan dalam batas-batas
yang disarankan.”
“Seseorang tidak dapat mengizinkan hal itu pada satu negara
Eropa dan melarang hal yang sama pada bagian Eropa lainnya. Juga seseorang
tidak bisa melarangnya di seluruh Eropa dan membiarkannya berlaku di beberapa
negara di dunia,” demikian kata kardinal itu. Menurut The New York Times, argumen itu justru
menimbulkan lebih banyak masalah karena dengan satu atau dua pengecualian, maka
mereka yang lebih suka menahbiskan pria yang sudah menikah, meski dengan beberapa
syarat tertentu, tetapi mereka tetap memberi pertanda terhadap perubahan yang
lebih radikal dari mengizinkan mereka
yang sudah menjadi imam untuk menikah."
Akan tetapi, beberapa dekade setelah sinode, banyak anggota
mafia mulai membuat pernyataan aneh yang penuh percaya diri tentang penahbisan
pria yang sudah menikah. Pada konferensi pers tak lama sebelum konklaf 2013,
Murphy-O'Connor mengumumkan bahwa ‘masalah
itu (imam menikah) sangat mungkin akan muncul,’ meskipun itu tidak akan ‘baru pertama
dalam agenda’ (21:38). Kemudian, setahun setelah dia berhasil memimpin upaya
untuk memilih Paus Francis, Murphy-O'Connor menyatakan bahwa dia akan
meminta Roma "untuk menahbiskan pria menikah yang cocok" jika dia
adalah seorang uskup yang hanya memiliki sejumlah kecil imam. Kardinal Kasper,
sementara itu, menyatakan bahwa paus
yang baru ini (paus Francis) menyukai
usulan itu.
Hari ini, kita menghadapi Sinode Amazon yang, sebagaimana dikatakan oleh Kardinal
Walter Brandmüller, "bertekad, di atas segalanya, untuk mendorong melaksanakan
dua proyek yang paling dihargai yang belum pernah dilaksanakan: yaitu, penghapusan selibat imam dan
pengenalan imamat perempuan – yang dimulai lebih dulu dengan pengangkatan diakon
perempuan." Menjelang sinode, Paus Francis telah banyak memuji upaya radikal
Uskup Fritz Lobinger, yang berupaya menahbiskan "penatua" yang sudah
menikah bagi seluruh Gereja.
Dengan jumlah penatua yang sudah menikah jauh lebih banyak daripada
jumlah imam reguler, maka Lobinger
berharap untuk memperbanyak Misa yang diselenggarakan oleh kelompok-kelompok yang dirayakan
oleh ‘manajer bank, sopir bus, tukang kayu.’ Lobinger secara terbuka mengakui bahwa beberapa
imam yang ada akhirnya akan diberikan pengecualian untuk menikah, dan dia telah
berulang kali menyarankan bahwa model
imamatnya yang "berbasis komunitas" akan membuka jalan bagi
penahbisan wanita.
Paus Fransiskus dengan demikian telah memberikan sebuah
renungan sinodal untuk mewujudkan aspirasi tentang adanya "pendahulu-paus" dan
pemimpin St. Gallen Mafia, Kardinal Carlo Martini. Pada Sinode 1999, Martini mengumumkan
"mimpinya" untuk menggunakan "sinodalitas" untuk
menyelesaikan masalah yang antara lain
adalah "kurangnya imam-imam yang ditahbiskan," "peran
wanita" di dalam Gereja, dan "perlunya menghidupkan kembali harapan-harapan
ekumenis." Dalam bukunya Night
Conversations, yang merupakan cetak biru untuk kepausan
Francis, Martini memuji adanya penahbisan pria yang sudah menikah, gagasan
diaken wanita, dan agenda gereja untuk menahbiskan wanita menjadi imam.
Seperti yang dia jelaskan:
Di Canterbury, selama tahun 90an, saya mengunjungi Uskup
Agung Dr. George Leonard Carey, yang pada waktu itu adalah Kepala the Church of England. Gerejanya mengalami
ketegangan karena penahbisan wanita. Saya mencoba memberinya keberanian untuk
mengambil risiko yang juga bisa membantu kami memperlakukan wanita lebih adil
dan memahami bagaimana hal-hal dapat berkembang lebih lanjut. Kita seharusnya
tidak merasa sedih bahwa gereja-gereja Protestan dan Anglikan menahbiskan
perempuan dan dengan demikian memperkenalkan sesuatu yang penting ke dalam
arena ekumenisme yang lebih luas.
Dalam buku Edward Pentin 2015 The Rigging of a Vatican Synode?,
Kardinal Brandmüller secara profetis menguraikan adanya alur revolusi dan
hubungannya dengan ekumenisme radikal. Seperti yang dia katakan:
Komuni Kudus bagi
orang yang bercerai dan 'menikah lagi' akan dilakukan terlebih dahulu. Kemudian
penghapusan selibat imamat. Imamat bagi perempuan adalah tujuan utama, dan
terakhir adalah penyatuan dengan kaum Protestan. Kemudian kita akan memiliki
gereja nasional Jerman untuk terpisah dari Roma. Akhirnya, kita bersama dengan
semua orang Protestan.
Tujuan yang sama ditemukan
dalam buku
terkenal
dari Kasper tentang Martin Luther, dimana Kasper menemukan harapan ekumenis
dalam "pernyataan Luther bahwa dia akan ... mencium kaki seorang paus yang
mengizinkan dan mengakui Injilnya." Paus yang mengizinkan Injil versi Luther
ini, buku Kasper secara terbuka mengatakan: adalah Francis sendiri. Karenanya
agenda Luther yang mengilhami kepausan ini adalah untuk melemahkan
(bahkan menghilangkan) Gereja Katolik, melemahkan tanda-tanda khas, seperti
selibat klerus, demi ekumenisme radikal.
Baru-baru ini, Kasper menghadiri
sebuah
pertemuan
rahasia
pra-sinode, yang menganjurkan penahbisan pria yang sudah menikah maupun pembahasan
kembali tentang diakon wanita. Tidak ada anggota mafia St.Gallen di sana;
hampir semua telah mati terlalu cepat untuk melihat buah-buah revolusi mereka yang
terlambat. Tetapi melalui Kasper, perang yang sangat panjang itu — perang yang dimulai
sejak Luther sendiri — terus berkobar hingga kini.
No comments:
Post a Comment