GEMBALA
YANG SESAT
BAGAIMANA
PAUS FRANCIS SEDANG MENYESATKAN KAWANANNYA
BAB DUA
Efek
Francis
Selama masa-masa awal kepausannya, Paus
Fransiskus menarik perhatian dunia dengan gayanya yang tidak biasa. Pidatonya
yang sederhana dan kebenciannya terhadap kemegahan bertentangan dengan
pandangan stereotip tentang bagaimana seorang paus harus berbicara dan
bertindak. Beberapa orang merasa senang dengan pendekatan egaliternya,
sementara yang lain - terutama pecinta tradisi Vatikan – merasa kecewa. Tapi
semua orang terus memperhatikannya.
Lapangan Santo Petrus dipenuhi untuk
khalayak umum pertama paus pada hari Minggu, 17 Maret 2013. Dia menyapa orang
banyak dengan sederhana, dengan cara yang sama seperti dia memperkenalkan diri
setelah pemilihannya: Buon giorno! (Selamat pagi!)
Berbicara dalam bahasa Italia dan membumbui komentarnya dengan komentar-komentar
ringan, dia mendapat tepuk tangan
meriah. Kemudian setelah sekitar lima belas menit dia membawa pidatonya
pada tengah hari kepada sebuah kesimpulan yang menggembirakan: "Semoga
harimu menyenangkan, dan nikmatilah makan siangmu."
Setelah mengunjungi apartemen kepausan,
Francis memutuskan bahwa dia tidak dapat tinggal
dalam isolasi ketat
dari istana kepausan dan dia pindah secara permanen ke Domus Sanctae Marthae — St.
Martha's House — wisma Vatikan, tempat dia dan para kardinal lainnya menginap selama
konklaf. Di sana dia akan menikmati
arus pengunjung yang ramai ke
Roma bersama dengan lalu lintas yang sibuk dari para pejabat Vatikan.
Selanjutnya paus mulai merayakan Misa setiap pagi di kapel
kediamannya, St. Martha, dengan jemaat yang terdiri dari siapa pun yang
kebetulan tinggal di sana pada saat itu. Di sini juga dia membuka fondasi yang baru,
karena para pendahulunya merayakan Misa harian secara pribadi atau dengan
beberapa tamu undangan di sebuah kapel di istana apostolik. Dia berkhotbah
setiap hari — tanpa mitra yang melambangkan pangkat kepausannya — dan laporan
singkat tentang homili yang singkat itu diberitakan setiap hari oleh Radio
Vatikan.
Fransiskus memang tidak dapat diprediksi. Dia melakukan panggilan
teleponnya sendiri, dengan mengejutkan
mereka yang menerima panggilan tak terjadwal dari Paus Roma. Segera setelah
pemilihannya, dia menelepon pemilik kios di Buenos Aires di mana dia mengambil sendiri
korannya setiap pagi untuk membatalkan kebiasaannya berlangganan — dan
mengobrol sebentar. Dia muncul tiba-tiba di toko-toko di seluruh Roma, pertama,
untuk membeli kacamata baru, kemudian, untuk membeli sepasang sepatu ortopedi.
Para wartawan menyukai paus baru ini yang memberi mereka
banyak cerita menarik, dan dia menerima liputan media yang sangat baik.
Berbicara dengan seorang wartawan di Roma yang telah meliput Vatikan selama beberapa
tahun, saya menyampaikan adanya perlakuan simpatik yang diterima Francis dari
pers. Teman wartawan ini dengan tegas setuju, dan dia mencatat bahwa wartawan -
termasuk beberapa yang tidak terlalu terpikat dengan gaya paus ini –menghapus beberapa
cerita yang berpotensi merusak, dan tidak mereka laporkan, karena mereka pikir
tidak ada yang ingin mendengar berita buruk tentang Paus ini. "Saya tidak
bisa membayangkan apa yang akan dilakukan untuk mengubah pemberitaan media
melawan Francis,” katanya.
Ada sebuah contoh dalam hal ini, karena kurangnya rasa
tertarik dari media saat itu untuk memberitakan hal-hal yang kurang baik
mengenai paus. Setelah kesibukan singkat yang berupa perhatian besar kepada
paus, maka pastor Bergoglio, sebagai seorang Jesuit provinsial, diberitakan telah
mendukung kediktatoran militer Argentina pada 1970-an. Seorang wartawan sayap
kiri Argentina, Horatio Verbitsky, menuduh Bergoglio terlibat dalam penangkapan
dua imam Yesuit radikal yang berada di bawah tanggung jawabnya. Verbitsky memberikan
bukti-bukti bagi perkataannya itu, selain dari kecurigaan yang disuarakan oleh
salah satu imam yang bersangkutan. Imam itu sudah meninggal pada saat Bergoglio
menjadi paus, dan yang lainnya menyatakan keyakinan bahwa Bergoglio tidak
terlibat. Tetapi para wartawan telah diketahui suka menyelidiki kisah semacam
itu, meski dengan peluang tipis bahwa mereka mungkin bisa menemukan skandal yang sensasional. (Sampai
hari ini, beberapa penulis menyebutkan bahwa Benediktus XVI adalah anggota dari
pemuda kelompok Nazi - tidak peduli bahwa Ratzinger muda memang dipaksa untuk
bergabung, dan akhirnya dia keluar dari kelompok itu tanpa izin, meski dengan
resiko penangkapan karena melakukan desersi.) Sementara itu ada sedikit bukti,
bahwa Bergoglio bertanggung jawab atas penahanan dua orang Yesuit ini, masih ada banyak ruang untuk
menanyakan tentang hubungan paus masa depan dengan pemerintah militer.
Pertanyaan-pertanyaan itu tidak dibuka, dan media dengan cepat mengesampingkan ceritanya.
Media justru berfokus pada pesan-pesan yang disampaikan oleh
paus, sering kali dalam bahasa yang kasar dan sembrono. Dia mendorong
orang-orang muda untuk "mengguncangkan segalanya" dan "membuat
kekacauan." Dia mengatakan bahwa uskup-uskup yang baik, seperti gembala-gembala
yang baik, harus memiliki "bau dari domba mereka." Dia menyesalkan
bahwa beberapa umat Katolik menjadi "terobsesi" dengan
masalah-masalah publik, seperti aborsi, ketika mereka harus menghabiskan energi
mereka pada tugas yang lebih penting untuk menarik orang-orang lebih dekat
kepada Kristus. Dia berbicara — dengan frekuensi yang dikhawatirkan beberapa
orang — tentang iblis. Dia menyamakan Gereja dengan rumah sakit lapangan,
merawat orang yang terluka. Berbeda sekali dengan Benediktus XVI yang sangat berhati-hati
dan ilmiah, Francis berbicara secara impulsif; dia sering tampak memprovokasi pendengarnya
secara sengaja.
Dengan paus yang terus-menerus menjadi berita utama, umat
Katolik dan non-Katolik sama-sama sering membicarakan tentang Gereja Katolik.
Imam-imam Italia melaporkan antrean panjang orang yang datang untuk mengaku
dosa, termasuk banyak yang telah jauh dari sakramen selama bertahun-tahun. Para
klerus Amerika mengatakan bahwa mereka melihat adanya tren yang sama.
Kegembiraan di sekitar sosok Paus ini tampaknya mendorong orang untuk
mempraktekkan iman mereka dengan cara yang sederhana dan langsung. Para
jurnalis menyebut hal ini sebagai “efek Francis,” dan para pendukung paus yang
paling antusias memprediksi bakal ramai orang-orang yang bertobat kepada Iman
Katolik.
"Siapakah saya
hingga berhak menilai?"
Tetapi "efek Francis" terjadi dengan ongkos. Jika
pernyataan kurang ajar dari paus kadang-kadang memberi inspirasi, terkadang
juga hal itu membingungkan, dan jika dia bermaksud memprovokasi, dia kadang-kadang
juga merasa tersinggung. Seiring waktu berlalu, dukungan Paus kepada hal-hal
yang kontroversial dan kecenderungannya untuk mengeluarkan pernyataan-pernyataan
serampangan mulai menyulut banyak pertanyaan, dan kemudian menyulut
keprihatinan orang banyak.
Pada mulanya, Francis kelihatannya menentang klasifikasi sederhana
mengenai adanya kelompok "liberal" dan kelompok "konservatif,"
tetapi ketika bulan-bulan berlalu, sebuah pola tertentu muncul dari dukungan-dukungannya
terhadap isu-isu yang biasanya dikaitkan dengan politik Kiri (komunis) —
environmentalisme, perlucutan senjata, imigrasi tak terbatas, redistribusi
pendapatan. Peringatannya tentang "orang-orang yang terobsesi" dengan
aborsi dan kontrasepsi membuat banyak umat Katolik yang setia menjadi gelisah;
tidak perlu mengeluh tentang "obsesi" dengan isu-isu yang jarang dibicarakan
di paroki. Namun, bahkan seorang Katolik pro-kehidupan yang gigih, yang dapat
menelan teguran keras dan menerima peringatan paus ini, akan membacanya sebagai
seruan untuk strategi retoris baru atau untuk mengakui bahwa evangelisasi lebih
penting daripada aktivisme politik.
Lagi pula, pada isu-isu politik hangat lainnya, Francis
kelihatannya mengambil posisi konservatif — setidaknya pada awalnya. Selama
masa jabatannya sebagai uskup agung Buenos Aires dia mencela proposal untuk
penerimaan pernikahan sesama jenis dengan mengatakannya sebagai ulah iblis. Namun
baru-baru ini, dia mengakui bahwa dia khawatir tentang kemungkinan pengaruh
dari "lobi gay" di Vatikan.
Tetapi jika umat Katolik ortodoks menyimpulkan bahwa Francis
akan berdiri teguh melawan pengaruh homoseksual di dalam Gereja, kepercayaan
mereka menjadi hancur oleh ucapannya kepada wartawan dalam perjalanan ke Brasil
pada Juli 2013. Ditanya tentang para imam homoseksual, dia menjawab, "Jika
mereka menerima Tuhan dan memiliki niat baik, siapakah saya hingga berhak untuk
menghakimi mereka?"
Konteks pernyataan itu sangatlah penting. Sandro Magister,
reporter Vatikan berpengaruh untuk jurnal Italia L'Espresso, telah melaporkan
bahwa Msgr. Battista Ricca, yang baru-baru ini ditunjuk Francis sebagai kepala bank
Vatikan, memiliki sejarah dalam urusan homoseksual yang amat memalukan.
Magister melanjutkan dengan tuduhan bahwa "lobi gay" Vatikan telah ‘memutihkan’
catatan buruk Mgr. Battista Ricca untuk memperlancar jalan bagi pengangkatannya. Francis
bersikeras bahwa dia telah memeriksa tuduhan-tuduhan itu dan meyakinkan dirinya
sendiri bahwa "tidak ada apa-apa dengan Ricca."
Setelah menjawab pertanyaan wartawan, paus seolah berhenti di
sana, tetapi ternyata dia melanjutkan, dan tampaknya ingin mengatakan sesuatu
tentang homoseksualitas. Meskipun ada banyak laporan tentang “lobi gay” di
Vatikan, tidak ada kelompok yang dapat dikenali dengan jelas — dia “tidak
pernah melihatnya di kartu identitas Vatikan,” kata Francis bercanda. Adalah
penting, katanya, untuk membedakan antara para imam yang mungkin memiliki
orientasi homoseksual dan mereka yang mungkin aktif dalam “lobi” di dalam
Gereja. "Masalahnya bukan orientasinya," ia menyimpulkan;
"Masalahnya adalah memiliki lobi."
Ya, tetapi pernyataan paus tidak membahas kebijakan Vatikan
yang ada, yang ditetapkan pada 2005 dalam sebuah instruksi dari Kongregasi
untuk Pendidikan Katolik, bahwa pria dengan kecenderungan homoseksual tidak
boleh ditahbiskan menjadi imam. Instruksi itu juga tidak meredakan kekhawatiran
tentang pengaruh imam homoseksual di Roma dan di tempat lain.
Yang lebih penting lagi, kata-kata kunci dalam jawaban paus
Francis terhadap pertanyaan — sebagai ‘gigitan tajam’ yang akan dibawa ke
seluruh dunia dan diulang-ulang selama bertahun-tahun - adalah "Siapakah saya hingga berhak
menilai?" Seperti dilansir wartawan yang pada umumnya suka menyoroti
masalah-masalah homoseksual di Vatikan, pernyataan
paus itu tampaknya menyarankan bahwa Gereja harus menjauh dari ajarannya yang
jelas dan menetap bahwa tindakan homoseksual sangat tidak bermoral. Dan
siapakah seharusnya yang menjadi pembela utama ajaran menetap Gereja di dunia?
Uskup Roma. Sejauh dia mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang otoritas
pengajaran Gereja, Francis justru meremehkan dan mengabaikan otoritasnya
sendiri sebagai paus. Filsuf politik Hannah Arendt berpendapat bahwa hati
nurani yang aktif kadang-kadang mengharuskan seseorang untuk menilai tindakan
orang lain. Ketika dia menulis dalam catatan pribadinya, "Jika Anda
berkata pada diri sendiri dalam hal-hal seperti itu: ‘Siapakah aku hingga
berhak menilai?’ — maka Anda sudah tersesat."
Pernyataan paus telah banyak menimbulkan kegemparan secara langsung,
ketika ada aktivis gay bergegas mengklaim paus Francis sebagai sekutu mereka, dan
para penulis editorial menyambut gempar apa yang mereka lihat sebagai posisi Gereja
Katolik yang lebih tercerahkan. Sementara itu umat Katolik Ortodoks terus berusaha
keras untuk membatasi kerusakan ini, menunjukkan bahwa paus berbicara tanpa
persiapan, bahwa dia tidak membuat pernyataan yang resmi, dan bahwa dalam hal
apa pun dia tidak bertentangan dengan aspek mana pun dari pengajaran Gereja.
Namun paus Francis telah membuat pernyataan yang menentukan— “Siapakah aku hingga berhak menilai?” -
dan dunia Katolik akan dipaksa untuk hidup dengan harta warisannya.
Mengapa Francis membiarkan dirinya membahas topik
kontroversial seperti itu tanpa menyiapkan jawaban dengan hati-hati? Mengapa
kata-kata paling terkenal dari kepausannya justru diucapkan dalam sesi tanya
jawab informal di pesawat terbang?
Pewawancara Favorit
Paus
"Wawancara bukanlah keahlian saya," kata Kardinal
Jorge Bergoglio kepada wartawan di Buenos Aires. Karena alasan itu maka dia
jarang duduk untuk berbicara dengan jurnalis dalam rekaman. Ketika dua wartawan
mencari wawancara formal yang panjang, dia menolak permintaan mereka dan malah
mendorong mereka untuk menerbitkan kutipan dari khotbah dan esainya. Tetapi
sekarang, sebagai Paus Roma, ketika kata-katanya lebih banyak diperhatikan
orang, dia sering memberikan wawancara — seringkali dengan hasil yang amat merusak.
Pada Oktober 2013, misalnya, paus duduk bersama jurnalis
Eugenio Scalfari, seorang yang mengaku dirinya atheis. Perbincangan mereka,
yang diterbitkan di La Repubblica,
sebuah surat kabar yang berhaluan kiri yang didirikan oleh Scalfari, berisi
serangkaian ‘bom.’ Paus menolak pewartaan Injil dan menganggapnya sebagai
“omong kosong yang khusyuk,” dia menyebut pengadilan Vatikan sebagai “kusta
kepausan,” dan menyatakan, “Kejahatan paling serius yang menimpa dunia dewasa
ini adalah pengangguran kaum muda dan kesepian orang jompo.” Mengomentari
tentang gagasan paus, Scalfari menulis: "Jika Gereja menjadi lebih seperti
dia dan menjadi seperti yang dia inginkan, itu akan menjadi sebuah perubahan
besar."
Setelah wawancara itu dipublikasikan — hal itu mengejutkan staf
humas Vatikan, karena mereka belum diberi tahu tentang hal itu — beberapa
detail mengejutkan muncul. Scalfari, yang berusia sembilan puluh tahun saat
itu, tidaklah mencatat jawaban-jawaban paus atas pertanyaannya atau bahkan
mencatat tetapi dia lebih mengandalkan ingatannya untuk merekonstruksi
kata-kata paus. Karena itu, keakuratan kutipan yang dikaitkan dengan Paus di La Repubblica patut dipertanyakan. Tidak
ada penasihat PR yang kompeten yang akan membiarkan kliennya terperangkap dalam
situasi berbahaya seperti itu. Tetapi Francis tidak meminta nasihat dari
stafnya sebelum memberikan wawancara itu.
Luar biasanya, paus kemudian mengajukan wawancara berikutnya dengan
Scalfari pada Juli 2014, dan sekali lagi jurnalis tua itu mengandalkan
ingatannya untuk mengambil kutipan-kutipan paus. Tanpa memakai memori
fotografis, Scalfari menjelaskan bahwa ia lebih suka memasukkan pemikiran
subjeknya (dalam hal ini Paus Francis) ke dalam kata-katanya sendiri, yang
mungkin lebih elegan. Pendekatan seperti itu mungkin bisa dibenarkan jika
Scalfari mengerti dengan sempurna apa yang dikatakan oleh subjeknya, tetapi
tidak ada seorang pun yang bisa memahami orang lain dengan sempurna. Kutipan-kutipan
yang direkonstruksi Scalfari, kemudian, mencerminkan apa yang dimengerti oleh Scalfari
sendiri pada apa yang dikatakan paus, yang mungkin sangat berbeda dari apa yang
dimaksudkan oleh paus.
Benar saja, wawancara itu lagi-lagi, mengandung beberapa
dinamit. Francis dikutip mengatakan bahwa ada imam, dan ”bahkan para uskup dan
kardinal,” yang bersalah karena pedofilia. "Dan yang lain-lain lagi, lebih
banyak jumlah mereka, tahu kasus itu tetapi mereka tetap diam," tambahnya.
Kantor pers Vatikan merasa perlu mengeluarkan peringatan bahwa kutipan yang
dikaitkan dengan paus itu tidak dapat diandalkan. Pastor Federico Lombardi,
juru bicara kepausan, memperparah masalah dengan mengatakan bahwa wawancara paus
dengan Scalfari telah "sangat ramah dan paling menarik" dan bahwa
"tema keseluruhan artikel itu menangkap semangat dari percakapan paus."
Jadi pembaca yang tidak berdaya dan tidak mengerti, dibiarkan begitu saja untuk
menebak-nebak sendiri bagian mana, jika ada, yang tidak akurat.
Pada bulan Maret 2015, paus yang suka bicara itu kembali mengadakan
wawancara dengan Scalfari untuk media La
Repubblica. Kali ini Francis — setidaknya, sebagaimana ditafsirkan oleh
pewawancara favoritnya itu — tampak meragukan keberadaan neraka:
Apa yang terjadi pada jiwa yang sesat itu? Apakah ia akan
dihukum? Dan bagaimana? Tanggapan Francis sangat berbeda dan sangat jelas:
tidak ada hukuman, tetapi ada penghancuran atas jiwa itu. Semua jiwa yang lain
akan ikut serta dalam kebahagiaan hidup di hadirat Bapa. Jiwa-jiwa yang
dimusnahkan tadi tidak akan ikut ambil bagian dalam perjamuan itu; dengan
kematian tubuh perjalanan mereka selesai sudah.
Ensiklis pertama
Seolah larut dan hilang dalam badai wawancara, homili, dan
pernyataan-pernyataan yang tidak resmi, adalah beberapa dokumen pengajaran
formal pertama paus. Ensiklik pertamanya, Lumen
Fidei (“Terang Iman”), yang diterbitkan pada Juni 2013, relatif segera
setelah pemilihannya, yang dimulai oleh Benediktus XVI sebagai yang ketiga dari
trio ensiklik tentang keutamaan teologis yang berupa kemurahan hati, pengharapan,
dan iman. Francis mencangkokkan idenya sendiri ke dalam draft yang ditinggalkan
oleh Benediktus padanya, hasilnya adalah sebuah dokumen hibrida yang aneh.
Dalam bentuknya yang lengkap, Lumen Fidei jelas merupakan karya Francis, bukan Benedictus.
Ensiklik adalah dokumen pengajaran, yang membawa wewenang dari Paus Roma.
Benediktus telah melepaskan otoritas itu. Maka Francis bebas melakukan apa pun
yang dia inginkan dengan manuskrip yang ditinggalkan oleh Benediktus — dibuang,
dirubah, atau pun diselesaikan — dan itu telah menjadi ensikliknya. Namun
pembaca yang jeli dan cerdik dapat mendeteksi jejak gaya prosa Benedictus dan
bahkan mengidentifikasi bagian-bagian mana dari dokumen itu yang disiapkan oleh paus yang mana.
Pada saat konferensi pers untuk memperkenalkan ensiklis baru,
Uskup Agung Rino Fisichella, presiden Dewan Kepausan untuk Promosi Evangelisasi
Baru, mengomentari pertanyaan tentang kepenulisan ensiklis itu: “Harus
dikatakan tanpa ragu, bahwa sementara Lumen
fidei melanjutkan beberapa intuisi dan tema-tema khas dari pelayanan
Benediktus XVI, maka ensiklis ini sepenuhnya adalah teks dari paus Francis.” Francis
sendiri, dengan jelas bermaksud menggarisbawahi bahwa ajarannya itu sepenuhnya
sesuai dengan ajaran Benediktus, mengatakan dalam pengantarnya bahwa teks itu “sejalan
dengan semua yang telah dinyatakan oleh magisterium Gereja tentang kebajikan
teologis."
Ensiklis ini mencakup beberapa argumen yang merupakan inti
dari pengajaran Benediktus XVI selama masa kepausannya, seperti misalnya, pentingnya
menggabungkan iman dengan nalar dan bahayanya jika kita menghilangkan Tuhan
dari perbincangan-perbincangan publik. Dokumen (ensiklis) itu juga memiliki
nada ilmiah dari paus emeritus, termasuk acuannya terhadap Nietzsche, Dante,
Dostoevsky, Wittgenstein, dan T. S. Eliot, bersama dengan kutipan-kutipan dari para
Bapa Gereja dan sejumlah besar referensi Kitab Suci. Pada saat yang sama,
ensiklis ini mencakup tema-tema yang ditekankan oleh Francis, termasuk
ketidakmungkinan mendapatkan penilaian yang benar karena melihat jasa seseorang,
dan pentingnya melaksanakan iman melalui pertolongan kepada kaum miskin.
Lumen Fidei dibuka
dengan pengamatan bahwa karunia iman selalu dikaitkan dengan terang, yang
memungkinkan umat beriman untuk melihat sesuatu dengan jelas. Namun, dalam
pemikiran modern, ternyata "iman menjadi terkait dengan kegelapan,"
dan para filsuf telah mencari kebenaran secara terpisah dari iman. Pencarian
itu terbukti ilusi belaka, dimana Paus menulis: “Namun perlahan tapi pasti,
menjadi jelas bahwa terang dari penalaran yang mandiri tidak cukup untuk
menerangi masa depan; akhirnya masa depan tetap dalam keadaan gelap dan penuh
dengan ketakutan akan hal-hal yang tidak diketahui.” Ensiklik ini menekankan
perlunya mendapatkan kembali pemahaman yang benar tentang kemitraan alami
antara iman dengan akal. "Saat ini, lebih daripada sebelumnya, kita perlu
diingatkan tentang ikatan antara iman dan kebenaran, dengan mengingat adanya krisis
kebenaran di zaman kita."
“Siapa pun yang berangkat di
jalan untuk berbuat baik kepada orang lain,” tulis Francis, “sudah
semakin dekat dengan Tuhan, sudah ditopang oleh pertolongan-Nya, karena hal itu adalah sifat khas dari cahaya ilahi untuk mencerahkan mata kita setiap kali
kita berjalan menuju kepenuhan kasih.” ”Meski demikian,
ia menulis, “Adalah
mustahil untuk percaya pada diri kita
sendiri.” Dalam Perjanjian
Baru, Yesus menawarkan Gereja sebagai penjamin iman. Selain itu, Iman disebarkan
dan diperkuat melalui kehidupan
sakramental Gereja, khususnya dalam baptisan. Berbagi di dalam Iman, semua anggota Gereja, setiap saat, “memiliki sebuah
persatuan yang memperkaya kita, karena ia diberikan kepada kita dan menjadikan kita satu.”
Sebuah Cetak Biru
untuk Kepausan?
Dokumen penting berikutnya yang dikeluarkan oleh Francis adalah
juga merupakan hibrida, tetapi dalam arti yang berbeda. Evangelii Gaudium (“Sukacita Injil”), yang dipublikasikan pada
November 2013, adalah nasihat apostolik — sebuah dokumen kepausan yang
menanggapi sebuah pertemuan Sinode para Uskup. Sinode itu telah berlangsung pada
bulan Oktober 2012, selama kepausan Benediktus XVI, untuk mempertimbangkan adanya
"evangelisasi baru." Tetapi Benediktus tidak membuat tanggapan atas
hal itu, dan Francis, mewarisi rekomendasi yang telah diterima oleh para uskup,
dan mengatakan bahwa dia ingin menempatkan hal itu dalam kerangka kerja yang
lebih luas.
Hasilnya, sayangnya, adalah sebuah dokumen yang sangat panjang.
Tidak diragukan lagi bahwa Paus mulai dengan sebuah ringkasan dari tema-tema
yang muncul dalam diskusi-diskusi sinode sebelumnya dan dia melakukan yang
terbaik untuk menggabungkan semuanya, tetapi sesekali dia menyimpang dari fokus
utamanya atau berputar kembali ke topik-topik yang telah dia diskusikan.
Panjangnya teks (222 halaman, dalam versi yang dirilis oleh Vatikan) akan
membuat banyak orang enggan membacanya.
Namun demikian, para pembaca yang meluangkan waktu untuk
membaca nasihat apostolik ini — atau bahkan bagian pembuka saja, yang
memberikan pengertian yang baik tentang pesan keseluruhan paus — memperoleh
‘imbalan.’ Francis menulis dengan energi yang besar, dan teks itu ditaburi secara
bebas dengan bagian-bagian yang sangat mudah dikutip. (Aman untuk mengatakan,
saya pikir, bahwa ini adalah dokumen kepausan pertama di mana terjemahan bahasa
Inggris resmi berisi kata "sourpusses.")
Di dalam Evangelii
Gaudium, Francis tidak hanya menawarkan panduan untuk “evangelisasi baru”
tetapi juga garis besar rencananya bagi reformasi Gereja. Dengan kata lain,
dokumen tersebut merupakan cetak biru untuk kepausannya ke depan.
Evangelisasi, kata paus menekankan, adalah inti dari misi
Gereja. Dorongan untuk membagikan Kabar Baik Injil disemangati - seperti kata-kata
pembuka dari nasihat itu - oleh sukacita yang ditemukan umat beriman di dalam
iman mereka. Hari ini, Gereja harus menyampaikan sukacita itu kepada sebuah dunia
yang penuh dengan masalah. Francis menyerukan rasa urgensi yang baru dan
mengurangi struktur dan sikap birokrasi. Dalam sebuah kalimat yang merangkum
pendekatannya untuk reformasi, dia menulis: "Pelayanan pastoral dalam
kunci misionaris berusaha untuk meninggalkan sikap berpuas diri dengan mengatakan:
‘Kami selalu melakukannya dengan cara ini.’ "
Pastor Roger Landry, seorang pastor dan pengkhotbah berbakat
dari Massachusetts, menangkap pesan itu dengan baik: "Paus Francis
mengatakan bahwa reformasi mendasar yang dibutuhkan Gereja adalah beralih dari
upaya mempertahankan berbagai struktur Gereja kepada sebuah keadaan misi yang
permanen."
“Terdapat beberapa struktur gerejawi yang dapat menghambat
upaya evangelisasi,” tulis Francis, “namun bahkan struktur yang baik hanya
membantu ketika ada sebuah kehidupan yang terus-menerus mendorong, mempertahankan,
dan mengawasinya.” Dia menyatakan tekadnya untuk merampingkan organisasi Gereja
untuk merangsang, bukannya menghambat, aktivitas apostolik.
Menjabarkan rencananya bagi reformasi ini, paus mengakui
perlunya desentralisasi. Dia menegaskan, Vatikan ada untuk membantu para uskup
diosesan, bukan untuk mengendalikan mereka, dan dia mengusulkan peran yang
lebih besar pada konferensi-konferensi uskup lokal sehingga mereka dapat merangsang upaya-upaya
di tingkat nasional daripada selalu memandang ke Roma. “Sentralisasi yang
berlebihan, alih-alih terbukti membantu, mempersulit kehidupan Gereja dan diluar
jangkauan upaya misioner,” tulis paus.
Kepausan sendiri harus direformasi, lanjut Francis, demi
persatuan Kristiani. Mengutip keinginan Yohanes Paulus II untuk menemukan cara dalam
menjalankan pelayanan Petrus yang akan melestarikan keutamaan kepausan sambil memberikan
ruang lingkup penuh bagi otoritas para uskup diosesan, dia berkata seakan menyesali,
“Kami telah membuat sedikit kemajuan dalam hal ini.”
Bagian terbesar dari Evangelii
Gaudium dikhususkan untuk menghadapi tantangan evangelisasi. Francis
memberikan beragam saran yang bermanfaat bagi para pastor dan bagi umat awam
yang ingin membagikan iman mereka. Dalam bagian yang paling terinci dan praktis,
dia memusatkan perhatian panjang lebar— dengan “agak cermat,” seperti yang dia
katakan — tentang bagaimana para imam harus mempersiapkan homili mereka.
Pada saat yang sama, paus mencemooh upaya untuk "mempertahankan
ego" dan menjaga prestise kelembagaan Gereja. Dia mengkritik setiap orang Katolik
yang "lebih suka menjadi jenderal pasukan yang kalah daripada menjadi
pribadi dalam unit yang terus berjuang."
Dalam dokumen yang panjang ini, Francis membahas panjang
lebar tentang urusan ekonomi, menantang umat beriman untuk mengakui bahwa
mengejar kekayaan bukanlah tujuan hidup. Dia terutama bersikap kritis terhadap
sistem ekonomi global, yang katanya didasarkan pada ‘penyembahan berhala keberhasilan
materi.’ Pesan itu telah mengundang kemarahan dari para pembela sistem ekonomi
pasar bebas, yang mengeluhkan bahwa paus telah mengabaikan keberhasilan
kapitalisme dan dia secara jelas telah mendukung sosialisme.
Uskup James Conley dari Lincoln, Nebraska — yang daripadanya
orang mengharapkan simpati terhadap ahli teori pasar bebas — menolak kritik itu
dan menganggapnya sebagai “karikatur sophomoric” dari dokumen kepausan, yang
mengikuti jalur pengajaran sosial Katolik yang sudah usang. Seperti yang dia
tulis dalam jurnal konservatif National Review:
Evangelii Gaudium
tidaklah menolak kapitalisme, atau bahkan teori-teori pasar tertentu.
Sebaliknya, ia menolak penyembahan berhala dari sistem ekonomi apa pun sebagai
obat yang mujarab, dan ia menyerukan umat Katolik untuk mewujudkan solidaritas
manusia dalam konteks kebijakan publik. Paus menegaskan bahwa pasar harus
dipahami dan dikelola dengan adil, dengan memperhatikan kedaulatan dan
solidaritas keluarga dan martabat manusia. Paus Benediktus XVI menyajikan
gagasan serupa secara mendalam pada tahun 2009, seperti halnya Santo Thomas
Aquinas dan Santo Agustinus.
Ensiklis Lingkungan
Lumen Fidei
bukanlah sebuah dokumen yang kontroversial, dan sementara itu Evangelii Gaudium membuat beberapa
pembaca konservatif merasa gelisah, yang lain bersikeras bahwa paus tidaklah
tersesat ke dalam politik partisan. Namun, dengan ensiklis keduanya, Francis telah
beralih ke topik dengan implikasi politik yang jelas: lingkungan.
Lihat saja ensiklis 'Laudato Si', yang menyandang subtitle On Care for Our Common Home (Peduli Pada
Rumah Kita Bersama), yang telah dibocorkan ke media sebelum publikasi resmi
pada Juni 2015, dan para wartawan dengan cepat mengumumkan bahwa ensiklis itu dikhususkan
untuk topik “perubahan iklim.” Penilaian itu dilakukan tidak cukup akurat —
lebih akurat untuk mengatakan bahwa Romeo dan Juliet karya Shakespeare adalah
drama tentang bunuh diri. Ya, topiknya disebutkan; memang itu adalah bagian
yang sangat penting dari cerita ini. Tapi itu bukanlah tema utama.
Seorang pembaca yang terlibat dalam pertempuran ideologis ini,
setelah mencerna teks setebal 192 halaman penuh, mungkin menyimpulkan bahwa
ensiklik ini banyak bicara tentang pembangunan berkelanjutan, atau
antroposentrisme, atau keuntungan dan beban yang tidak setara, terkait dengan
eksploitasi sumber daya alam. Secara umum, ini adalah tentang hidup secara harmoni
dengan alam, melestarikan penghormatan pada keindahan alam yang rumit dan
keseimbangan dari penciptaan. Seorang pembaca yang tanggap akan dapat berkomentar
dengan cukup akurat, bahwa Laudato Si
dapat dibaca sebagai penghormatan paus ini kepada dua pendahulunya yang
terbaru, yang pemikirannya sering dikutip olehnya.
Dapat dikatakan bahwa aspek yang paling menarik dari ensiklik
ini adalah pengembangan konsep “hutang ekologis” paus.” Paus-paus sebelumnya merujuk
pada “hipotek sosial” pada properti pribadi. Maka “Hutang ekologis” adalah
konsep serupa. Dalam ajaran sosial Katolik, hak atas kepemilikan pribadi sangat
penting, tetapi itu tidak mutlak. Karena semua sumber daya materi harus
melayani kebaikan bersama, dan karena siapa pun yang memiliki harta benda yang
berharga pada akhirnya berhutang budi kepada Tuhan atas berkah-Nya, maka segelintir
orang kaya memiliki kewajiban moral untuk menggunakan sumber daya mereka untuk melayani
orang miskin. Maka istilah "Hipotek sosial," kira-kira setara dengan
kewajiban bangsawan — dengan datangnya uang dan kekuasaan, maka datang juga kewajiban
tertentu kepada masyarakat. Demikianlah konsep "hutang ekologis" juga
didasarkan pada logika yang sama. Ketika kita mengekstrak bijih atau bahan
bakar fosil dari bumi atau memasukkan bahan kimia berbahaya ke udara dan air, maka
kita meninggalkan masalah bagi anak-anak dan cucu kita. Jadi, kita harus
berhenti menanggung hutang lingkungan yang harus dibayar oleh generasi
mendatang atau setidaknya, demikian argumen Francis, kita harus menemukan cara
untuk membantu mereka membayar hutang-hutang itu.
Banyak analis telah meramalkan bahwa paus ini akan mengecam sikap
skeptisisme terhadap perubahan iklim. Dan mereka tidak kecewa. "Sebuah konsensus
ilmiah yang sangat kuat menunjukkan bahwa kita saat ini menyaksikan pemanasan
yang mengganggu dari sistem iklim dunia," Francis menulis, dan dia mencatat
bahwa "sejumlah penelitian ilmiah menunjukkan bahwa sebagian besar
pemanasan global dalam beberapa dekade terakhir adalah karena konsentrasi gas
rumah kaca yang besar (karbon dioksida, metana, nitrogen oksida, dan lainnya)
dilepaskan terutama sebagai hasil dari aktivitas manusia."
Francis, seorang pemimpin spiritual, yang mempertimbangkan
perdebatan ilmiah, jelas dia telah keluar dari kapasitasnya. Perubahan iklim
buatan manusia adalah kenyataan ilmiah atau bukan. Pernyataan Paus - yang tidak
memiliki otoritas khusus dalam masalah ilmiah seperti ini - tidak akan
memengaruhi kenyataan itu dengan satu atau lain cara. Dalam Laudato Si, paus telah berpihak pada
pendapat mayoritas, dan dia melakukannya secara tidak perlu, karena pertanyaan
tentang perubahan iklim tidak penting dan tidak berhubungan dengan argumen
moral yang dia eksplorasi.(1)
Terjun lebih jauh ke dalam debat ilmiah dan politik, Francis
melanjutkan dengan menyatakan bahwa alam “sekarang menjerit kepada kita karena
kerugian yang telah kita timbulkan kepadanya oleh penggunaan dan penyalahgunaan
barang-barang yang tidak bertanggung jawab yang telah diberikan Tuhan
kepadanya.” Sama seperti Paus Yohanes XXIII telah mengeluarkan ensiklis Pacem in Terris ketika umat manusia
berdiri di ambang bencana nuklir, maka Francis juga menyatakan, bahwa dia
mengeluarkan Laudato Si pada saat
bencana lingkungan telah menjulang.
“Simpati hijau" dari Paus terlihat jelas di seluruh
dokumen ensiklis. Dalam keluh kesahnya atas hilangnya pemandangan alam dan
pertanian keluarga, perusahaan multinasional yang kuat, dan lanskap perkotaan
yang rusak, Francis dapat dibaca sebagai seorang liberal konvensional. Tetapi
keluhan yang sama itu adalah ciri khas dari strain penting konservatisme, yang
diwakili oleh kaum agraris dan distributor, pengikut Russell Kirk dan murid
kecil yang cantik dari E. F. Schumacher. Pembaca dari kedua ujung spektrum
politik ini dapat menemukan dalam dokumen ini beberapa alasan untuk bersorak.
Ambil contoh misalnya, (meskipun ini jelas bukan masalah
kecil), desakan paus tentang penghormatan terhadap seluruh kehidupan manusia. Adalah
"menyusahkan," demikian tulis Francis, "bahwa ketika beberapa
gerakan ekologis mempertahankan keutuhan lingkungan, dengan tepat mereka menuntut
batasan-batasan tertentu untuk diberlakukan pada penelitian ilmiah, tetapi mereka
kadang gagal menerapkan prinsip-prinsip yang sama itu dalam kehidupan
manusia." Dan dia memperingatkan tentang adanya "skizofrenia konstan,
di mana teknokrasi yang tidak melihat nilai intrinsik pada makhluk yang lebih
rendah, hidup berdampingan dengan titik ekstrem lainnya, yang tidak melihat
nilai khusus pada manusia." Argumen bahwa pertumbuhan populasi adalah menjadi
sumber dari kesengsaraan lingkungan kita, dia katakan ‘adalah salah satu cara untuk
menolak dalam menghadapi masalah."
Di sisi lain, para pembela ekonomi pasar bebas sekali lagi
terguncang oleh argumen paus bahwa hanya mengandalkan pasar saja merupakan
bentuk relativisme moral. Kemudian dia menambahkan: "Untuk mengklaim
kebebasan ekonomi, sementara kondisi nyata menghalangi banyak orang dari akses
aktual ke sana, dan sementara kemungkinan untuk lapangan pekerjaan terus
menyusut, adalah dengan cara mempraktikkan ‘pembicaraan ambigu’ hingga membuat
politik menjadi jelek."
Di atas semua itu, Francis mengkritik masyarakat yang
mendefinisikan kemajuan dari sudut stimulasi dan kepuasan kebutuhan materiil
murni: "Paradigma ini membuat orang percaya bahwa mereka bebas, selama
mereka memiliki kebebasan, untuk mengkonsumsi.”
Mengeluarkan tantangan bagi profesi ekonomi, Francis menulis,
"Prinsip maksimalisasi keuntungan, yang sering terpisah dari pertimbangan
lain, mencerminkan kesalahpahaman konsep ekonomi."
Tetapi tunggu — jika tujuan kegiatan ekonomi bukan untuk
memaksimalkan laba, lalu apa tujuannya? Francis menyarankan konsepsi yang lebih
luas tentang apa yang merupakan kesuksesan. Berkali-kali dia berbicara tentang
"pembangunan berkelanjutan," dengan menekankan bahwa kegiatan ekonomi
masyarakat yang sehat harus membuka jalan untuk "pembangunan
berkelanjutan" bagi generasi mendatang.
Naluri khas Kristiani untuk berbagi — baik dengan yang kaum miskin
maupun dengan generasi mendatang — secara diametris adalah menentang impuls
yang oleh Fransis dianggap sebagai “budaya yang dibuang”. Dalam Laudato Si, paus memperluas tema ini, dengan
mengutuk kecenderungan manusia modern yang mengidentifikasi sumber daya
produktif, menggunakannya, dan menghabiskannya tanpa memikirkan konsekuensi
jangka panjangnya. Kaum miskin tidak menikmati kesempatan yang sama untuk
mengambil keuntungan dari hasil kemajuan teknologi, demikian pendapat paus,
namun mereka menderita secara tidak proporsional dari kerusakan lingkungan.
Karena itu kepedulian terhadap lingkungan adalah bentuk kepedulian terhadap
orang miskin.
Pawai Untuk Reformasi
Iklim di Lapangan St. Petrus
Jika ensiklik ini memberikan argumen untuk kegiatan aktivisme
lingkungan oleh umat Katolik, Vatikan menindaklanjuti dengan sebuah aplikasi
konkret - dan jelas partisan - beberapa bulan kemudian. Pada bulan Desember
2015, sebuah pertunjukan cahaya yang disebut “Fiat Lux: Illuminating Our Common Home” ditampilkan di seluruh bagian
depan Basilika Santo Petrus.
Uskup Agung Fisichella mengatakan bahwa pertunjukan itu,
“diilhami oleh ensiklik Paus Fransiskus, Laudato si , dan dimaksudkan untuk
menyajikan keindahan penciptaan, terutama pada kesempatan Konferensi Perubahan
Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-20.” Promotor acara tersebut juga membuat
situs web Fiat Lux, yang mendorong
pengunjung untuk "menuntut reformasi iklim" dan mendesak mereka untuk
menandatangani petisi yang ditujukan kepada "Presiden Obama dan para
pemimpin Cina, Uni Eropa, India dan Rusia," yang "mewakili lima produsen
karbon terbesar di dunia dan oleh karena itu mereka memegang tanggung jawab
atas masa depan spesies yang tak terhitung jumlahnya di tangan [mereka].”
"Fiat Lux," adalah sebuah urusan dan acara yang
murni sekuler, diproduksi oleh yayasan yang terlibat dalam kegiatan politik
partisan, dengan dukungan dari beberapa orang terkaya di dunia, termasuk Paul
Allen, pendiri Microsoft, dan Li Ka Shing, dari Hong Kong, yang diyakini sebagai
orang terkaya di Asia. Jika pertunjukan seperti itu, yang berupa pencapaian
teknis yang mengesankan, ditampilkan dalam lingkungan sekuler — misalnya pada dinding
Grand Canyon, atau pada tebing putih Dover — hanya sedikit orang yang merasa keberatan.
Kemudian lagi, disana akan sedikit saja yang menontonnya. Tetapi pertunjukan di
Vatikan itu menarik perhatian dunia justru karena ditampilkan di gereja yang paling
terkenal di dunia, simbol Iman Katolik yang diakui secara universal. Tujuan
dari pertunjukan cahaya adalah untuk menempatkan lingkungan hidup di latar depan
dan Iman Katolik sebagai latar belakang, untuk meminta dukungan dari agama,
tanpa mendukung agama sama sekali.
Eksekutif yayasan yang canggih itu, yang meminta Vatikan
untuk mengatur pertunjukan ini, tahu persis apa yang mereka lakukan. Apakah
Vatikan, di bawah Francis, mengakui bagaimana pengaruh Gereja telah dan sedang dieksploitasi?
Orang Kristen mana pun — orang beragama apa pun, dalam hal ini — harus mengakui
kewajiban moral untuk menjadi pemelihara ciptaan yang baik. Jika perdebatan
politik yang panas telah membuat sebagian dari kita cenderung curiga terhadap
retorika lingkungan, maka semakin banyak alasan bagi paus Roma untuk mencari
perspektif yang berbeda, yang lebih konsisten dengan Iman.
Pembelaan terhadap lingkungan dari paus Francis telah membelok
ke wilayah doktrinal dalam pesannya untuk ‘Hari Doa Sedunia untuk Ciptaan’ pada
September 2016, ketika ia mengatakan bahwa kepedulian terhadap lingkungan harus
ditambahkan ke dalam daftar tradisional Gereja tentang karya-karya fisik dan
spiritual dari perbuatan belas kasihan rohani. Tidak seperti penilaiannya yang
dipertanyakan tentang masalah-masalah ilmiah dan politik, pernyataannya tentang
karya-karya belas kasihan berkaitan langsung dengan ajaran moral Gereja.
Jika pernyataannya tidak dianggap sebagai retorika yang
berkembang, paus menyarankan perubahan dalam Katekismus. Orang muda Katolik dari
generasi masa depan akan diajari bahwa ada delapan karya dalam setiap kategori.
Bersamaan dengan karya-karya fisik, seperti memberi makan kepada yang lapar dan
memberi pakaian kepada yang telanjang, mereka akan menemukan kepedulian
terhadap lingkungan juga. Di samping karya-karya rohani seperti mengajar orang
yang bodoh dan menegur orang yang berdosa, mereka akan menemukan… apa tepatnya?
Dukungan untuk Sierra Club? Perubahan itu tidak mudah dibatalkan.
Francis tidak mengusulkan perubahan organik pada daftar karya-karya
belas kasihan. Dia menempatkan segala sesuatu — tindakan kebajikan, mungkin —
dalam sebuah kategori di mana hal itu tidak termasuk. Mematikan lampu yang
tidak perlu, seperti yang diminta paus, tidak diragukan lagi adalah sebuah ide
yang bagus. Tetapi ini bukanlah karya belas kasihan, karena umat Katolik selalu
memahami istilah itu. Karya-karya belas kasih tradisional — jasmani dan rohani
— semuanya memiliki pribadi manusia sebagai subjek dan objek. Objeknya adalah
seseorang yang membutuhkan. Subjeknya adalah Anda atau saya — seseorang yang
ditantang untuk meniru Kristus dengan memenuhi kebutuhan itu. Dalam karya belas
kasih baru yang diusulkan Francis, objeknya adalah lingkungan alami, bukan jiwa
manusia. Dan banyak orang
beranggapan bahwa subyek dari karya-karya baru ini bukanlah individu Kristiani tetapi
pemerintah, yang seharusnya membuat undang-undang untuk melindungi lingkungan.
Mendesak umat yang setia untuk mematikan lampu, ikut memakai
kendaraan umum, dan memisahkan kertas dari plastik - betapapun baiknya tindakan
tersebut – hal itu telah melemahkan otoritas wewenang pengajaran paus, hal itu mengundang
bahaya bahwa kecaman-kecamannya atas penistaan agama dan aborsi akan dianggap
sama derajatnya seperti sarannya yang lain, misalnya ajakannya untuk
menggunakan kendaraan umum.
Menjelaskan
Pernyataan-pernyataan Paus
Pernyataan-pernyataan paus tentang urusan lingkungan
mensyaratkan penilaian bukti ilmiah yang tidak memenuhi syarat untuk dibuat.
Kritik yang sama juga bisa ditujukan pada banyak komentarnya tentang urusan
ekonomi.
Pada bulan Maret 2017, Francis secara terbuka mengenali sekelompok
eksekutif dari jaringan televisi Sky
Italy yang hadir pada audiensi umum mingguannya. Sky Italy baru-baru ini mengumumkan rencana untuk berhemat dan
merestrukturisasi, dan tiga ratus pekerja akan diminta untuk pindah dari Roma
ke Milan. Berbicara kepada para eksekutif ini, Paus mengatakan, "Dia yang
menutup pabrik dan menutup perusahaan sebagai akibat dari operasi ekonomi dan
negosiasi yang tidak jelas, yang membuat laki-laki dan perempuan kehilangan
pekerjaan, melakukan dosa yang sangat berat." Harus diakui disini bahwa pernyataan
itu sungguh kacau. (Penerjemah tidak dapat disalahkan karena kebingungan;
hukumannya sama tidak jelasnya dalam bahasa Italia). Tetapi dalam konteks
berbicara dengan perwakilan perusahaan tertentu, paus tampaknya menuduh eksekutif
Sky Italy telah melakukan "dosa
yang sangat berat." Apakah dia mengerti keadaan yang mendorong keputusan
perusahaan itu? Ketika dia mengatakan bahwa PHK tidak boleh dilakukan dengan
alasan "operasi ekonomi," apa yang dia maksud? Jika pengusaha dilarang
menutup pabrik, haruskah mereka membiarkan pabrik tetap terbuka bahkan ketika
mereka kehilangan uang, sampai perusahaan mengalami kebangkrutan — dan karyawan
toh tetap kehilangan pekerjaan mereka?
Dengan pernyataan yang amat tidak bijaksana seperti ini,
Francis memberi kepada umat Katolik yang setia untuk mencari cara dalam menafsirkan
pesan-pesannya sehingga mereka dapat mempertahankan dukungan sepenuh hati yang
selalu mereka berikan kepada Paus Roma. Ketika bulan-bulan kepausan terus berlalu,
dan buku besar pesan-pesan partisan tumbuh semakin tidak seimbang, maka upaya
itu menjadi semakin sulit.
Sejak awal, pendekatan paus yang tidak konvensional telah
mengecewakan banyak umat Katolik. Segera setelah pemilihannya, dia mengunjungi
kantor pers Vatikan untuk memperkenalkan dirinya kepada para wartawan yang
meliput Tahta Suci. Para jurnalis mengharapkannya untuk mengakhiri kunjungan
dengan memberikan berkat. Tetapi paus yang baru itu memutuskan untuk tidak
membuat tanda Salib, dan berkata kepada mereka, “Karena banyak dari Anda bukan dari
Gereja Katolik, dan yang lain-lainnya bukan orang beriman, maka saya dengan
hormat akan memberikan berkat ini kepada Anda masing-masing secara diam-diam,
dengan menghormati hati nurani setiap individu, tetapi dalam pengetahuan bahwa
Anda masing-masing adalah anak Allah.” Kemudian ia menundukkan kepalanya,
berdoa dalam keheningan selama beberapa saat, dan meninggalkan ruangan begitu
saja. Para wartawan Katolik yang kebingungan saat itu — dan sebagian besar
jurnalis Vatikan adalah Katolik — saling memandang satu sama lain dengan
bingung, merasa seolah-olah peristiwa itu belum berakhir. Seorang reporter
memberi tahu saya bahwa dia merasa dicurangi karena tidak adanya berkat
kepausan.
Demikian pula ketika dia berbicara di Gedung Putih dan
sebelum sidang gabungan Kongres pada September 2015, Francis tidak pernah
menyebut nama Yesus Kristus sama sekali. Para pembelanya menjelaskan bahwa
tidak pantas menyebutkan nama Tuhan dalam pidato resmi kepada audiensi sekuler.
Tetapi ingat, ketika Santo Petrus dinasihati "untuk tidak mengajar dalam
nama ini" (Kis. 5:28), dia mengabaikan batasan itu. Mengapa penggantinya (Francis)
harus bertindak berbeda sekarang? Dalam penampilannya di hadapan Kongres, paus
diperlakukan sebagai kepala negara sekuler dan dengan ceroboh diperkenalkan
kepada majelis dengan gelar yang tidak masuk akal "Paus Tahta Suci". Tetapi
mengapa para politisi Amerika harus tertarik pada pendapat pemimpin negara-kota
yang kecil itu? Ketika uskup Roma bepergian ke luar negeri, dia mungkin
menjelaskan mengapa orang harus mendengarkan pesannya: karena dia berbicara
dalam nama Yesus.
Pada bulan-bulan awal kepausannya, masih dimungkinkan untuk
menjelaskan pernyataan-pernyataan paus yang lebih merepotkan, sebagai bagian
dari upaya untuk mencapai keseimbangan antara pandangan liberal dan
konservatif. Pada November 2013, Ross Douthat, seorang kolumnis untuk New York Times dan seorang Katolik,
menyarankan agar paus berusaha untuk mengakhiri "semacam perang saudara
kelembagaan tingkat rendah" yang telah menimpa Gereja sejak Konsili
Vatikan Kedua hingga membuat semua orang menjadi pihak yang kalah.” Saya
sendiri menulis bahwa para analis di kedua ujung spektrum politik dan teologis,
untuk tujuan partisan mereka sendiri, mencoba menggambarkan paus sebagai
seorang radikal. Setahun kemudian, saya siap untuk menyimpulkan bahwa mungkin
Francis benar-benar radikal, dan Douthat ada beberapa langkah di depan saya,
menyarankan bahwa umat Katolik ortodoks “mungkin ingin mempertimbangkan
kemungkinan bahwa mereka memiliki peran untuk dimainkan, dan bahwa Paus ini
mungkin dilindungi dari kesalahan hanya jika Gereja sendiri yang menolaknya."
Sandro Magister menulis pada bulan Maret 2015 bahwa Francis sedang
melakukan “dua langkah,” mencampur pernyataan-pernyataan tentang pengajaran
Katolik tradisional dengan konsesi yang mengejutkan bagi pemikiran sekuler
liberal. "Pembaruan kepausannya ini," tulisnya, "adalah bahwa
bersamaan dengan penegasan kembali doktrin abadi Gereja, hal itu juga
memberikan kebebasan untuk mengendalikan doktrin dan praktik pastoral yang
berbeda dan terkadang bertolak belakang."
Pesan Yang Campur
Aduk Tentang Kontrasepsi…
Pada Januari 2015, Francis menjadi berita utama karena salah
satu wawancaranya yang terkenal di
udara. Dalam perjalanan ke Filipina, dia mengungkapkan kepada wartawan bahwa dia
pernah "menegur" seorang wanita dengan riwayat kehamilan bermasalah
yang saat itu menantikan kelahiran anaknya yang kedelapan, dan Francis bertanya
kepada ibu itu, "Tetapi apakah Anda ingin meninggalkan tujuh anak
yatim?" Dia menyerukan untuk "menjadi orang tua yang bertanggung
jawab." Paus tidak mendukung kontrasepsi buatan dan dengan hati-hati
menyatakan bahwa "Tuhan memberi Anda metode untuk bertanggung jawab,"
dimana hal ini mengacu kepada keluarga berencana alami. Tetapi perkataannya itu
memicu putaran baru olok-olok editorial umat Katolik atas penolakan mereka
terhadap kontrasepsi - ejekan di mana Paus sendiri tampaknya membela komentarnya,
“Beberapa orang berpikir seperti itu, maaf jika saya menggunakan kata itu, bahwa
untuk menjadi umat Katolik yang baik kita harus seperti kelinci. Tidak!"
Sekali lagi, pola pernyataan yang membingungkan pada 2015
mulai tampak jelas setahun kemudian. Pada bulan Februari 2016, dalam wawancara dalam
pesawat lain - wawancara yang sama di mana dia menyarankan bahwa pembangunan
tembok pembatas oleh Donald Trump adalah "bukan berjiwa Kristiani" -
paus menanggapi pertanyaan tentang proposal PBB untuk mendistribusikan alat
kontrasepsi di beberapa bagian Amerika Latin yang terkena dampak Virus Zika,
yang dapat menyebabkan cacat lahir yang serius. "Menghindari kehamilan (dengan
pemakaian kontrasepsi) bukanlah kejahatan absolut," demikian jawab
Francis.
Ditanya apakah kontrasepsi adalah "lebih rendah dari dua
kejahatan" ketika virus Zika bisa menyebabkan cacat lahir, paus menjawab
sebagian, "Pada kejahatan yang lebih rendah, menghindari kehamilan, kita
berbicara dalam hal konflik antara Perintah Kelima dan Keenam." Konflik
apa? Apakah dia bermaksud menyarankan bahwa dalam beberapa kasus, mematuhi
salah satu hukum Tuhan mungkin berarti melanggar hukum Tuhan yang lainnya?
Dalam kalimat berikutnya, paus merujuk pada keputusan yang
diakui oleh Paus Paulus VI yang mengizinkan biarawati di Kongo Belgia untuk
menggunakan alat kontrasepsi ketika mereka diancam akan diperkosa. Tetapi tidak
sepenuhnya jelas arah apa yang sebenarnya diberikan Paulus VI kepada para
biarawati. Jika dia mengizinkan penggunaan kontrasepsi, beberapa teolog moral
Katolik berpendapat, nasihatnya tidak bijaksana. Bagaimanapun, arahan kepausan
itu tidak berlaku untuk situasi di Amerika Latin yang dilanda virus Zika. Kontrasepsi
adalah tidak bermoral karena melanggar integritas tindakan perkawinan. Di
Kongo, beberapa teolog moral berpendapat, kontrasepsi dibenarkan sebagai cara
untuk menggagalkan tindakan kekerasan — ini memang logis tetapi tidak berlaku
untuk kasus virus Zika.
Memang benar bahwa paus tidak benar-benar mengatakan jika kontrasepsi
dapat dibenarkan. Dia hanya mengatakan bahwa "menghindari kehamilan
bukanlah kejahatan absolut." Tapi apa kesimpulan lain yang kemungkinan
diambil wartawan dari pernyataannya ini? Jika Anda bertanya kepada saya apakah
dapat dibenarkan untuk merampok bank, dan saya menjawab bahwa perampokan bank
bukanlah kejahatan absolut, belumkah saya menunjukkan bahwa saya terbuka untuk
diskusi tentang apakah perampokan bank itu sah dalam keadaan tertentu? Tentu
saja saya belum memberi kesan bahwa saya pikir perampokan bank selalu tidak
bermoral.
Para pejabat PBB menyarankan bahwa pasangan yang sudah
menikah harus secara rutin melakukan kontrasepsi buatan karena epidemi Zika.
Tidak ada dalam pernyataan paus yang menyatakan bahwa ada masalah moral dengan
pendekatan itu. Selain itu, paus telah gagal menunjukkan kelemahan dalam premis
utama argumen untuk pemakaian kontrasepsi rutin: asumsi bahwa virus Zika
bertanggung jawab atas penyakit mikrosefali pada anak. Tetapi ada sedikit bukti
ilmiah yang mendukung asumsi itu, seperti yang ditunjukkan oleh perwakilan paus
sendiri dalam presentasi di PBB.
Seberapa merusak wawancara kepausan ini? Para pembela setia paus
mengatakan bahwa kata-katanya telah dikeluarkan dari konteks. Tapi masalahnya
bukan pelaporan sensasional. Para pendukung kontrasepsi dan aborsi telah
mengeksploitasi epidemi Zika untuk memajukan perjuangan mereka. Dalam
pernyataannya yang membingungkan, Francis menyampaikan kesan bahwa dia siap
untuk membahas moralitas kontrasepsi dalam konteks epidemi Zika.
….Dan Juga Mengenai
Ideologi Gender
Kemudian pada tahun 2016, paus menyebabkan kekecewaan orang
banyak dengan pernyataannya tentang topik hangat lainnya: ideologi gender.
Selama kunjungan bulan Oktober ke Tbilisi, Georgia, paus mengecam keras ideologi
gender. "Saat ini ada sebuah perang dunia untuk menghancurkan pernikahan,"
katanya, dan teori gender adalah bagian penting darinya. Dia mendesak rakyat
Georgia untuk menentang "penjajahan ideologis yang menghancurkan — bukan
dengan senjata tetapi dengan gagasan." Ini adalah pernyataan yang keras.
Tetapi pada hari berikutnya, dalam sebuah ilustrasi tentang
apa yang oleh Sandro Magister disebut sebagai "dua langkah," paus membatalkan
pernyataannya sendiri. Dalam sebuah wawancara dengan para wartawan dalam
penerbangannya kembali ke Roma — wawancara dengan pesawat lain! — dia menunjukkan
bahwa dirinya bersedia memberi kepada para ahli teori gender apa yang paling
mereka inginkan: kebebasan untuk mengubah ucapan.
Sebagai jawaban atas pertanyaan seorang jurnalis Amerika tentang
kecamannya terhadap teori gender, paus memberikan jawaban yang berbelit-belit
namun terbuka:
Tahun lalu saya menerima surat dari seorang Spanyol yang
menceritakan kisahnya sebagai seorang anak, seorang pemuda. Aslinya dia adalah
seorang gadis, seorang gadis yang sangat menderita karena dia merasa seperti
anak laki-laki, tetapi secara fisik dia adalah seorang gadis. Dia memberi tahu
ibunya dan ibunya. . . gadis itu berusia sekitar 22 tahun mengatakan bahwa dia
ingin melakukan intervensi bedah (ganti kelamin) dan semua hal yang berhubungan
dengan itu. Dan sang ibu berkata untuk tidak melakukan hal itu saat dia masih
hidup. Dia sudah tua dan dia meninggal segera setelah itu. Kemudian gadis itu menjalani
operasi dan seorang pegawai kementerian di kota Spanyol pergi melapor kepada
uskup, yang banyak mendampingi [orang ini]. Uskup yang baik. Saya menghabiskan sementara
waktu menemani pria ini. Kemudian pria (yang semula adalah wanita) itu menikah,
dia mengubah identitas sipilnya, menikah dan menulis surat kepada saya yang
mengatakan bahwa baginya akan menjadi sebuah penghiburan untuk bisa bertemu
saya, bersama istrinya, pria itu yang sebelumnya adalah wanita, tetapi dia pria
(sekarang)!
Perhatikanlah bahwa baris terakhir: referensi paus untuk
"pria itu yang semula adalah wanita, tetapi dia pria (sekarang)!"
Kata-kata itu tidak termasuk dalam ringkasan resmi wawancara dengan Vatikan,
tetapi frasa penuturannya dilaporkan oleh kantor berita lain, dengan hanya
sedikit variasi dalam terjemahan. Paus mengatakan bahwa "wanita itu"
telah menjadi "pria." Bahkan menurut ringkasan resmi Vatikan, paus memperkenalkan
seseorang, yang lahir sebagai wanita, dengan ucapan "pria Spanyol."
Disini paus menerima perubahan identitas seksual sebagai fakta yang bisa dia
terima.
Paus melanjutkan dengan mengatakan bahwa dia telah bertemu
dengan pasangan Spanyol itu, “dan mereka sangat bahagia.” Dan dia sama sekali
tidak menyarankan bahwa “pria yang sesungguhnya wanita itu” sedang bermasalah
atau telah berbuat kesalahan. Memang, jawaban paus terhadap pertanyaan wartawan
hanyalah menyarankan bahwa mengajarkan ideologi gender di sekolah berarti “mengubah
mentalitas” siswa. Dalam kasus ini, gadis Spanyol itu rupanya membuat keputusan
sendiri untuk memanipulasi identitas seksualnya, dan paus tidak menyatakan
keberatan atas hal itu. Dia memuji uskup Spanyol yang bersedia mendampingi dan
menasihati gadis itu. Apakah uskup itu mendesak gadis itu untuk tidak menyalahkan
dirinya sendiri, tidak memberontak terhadap rencana Tuhan bagi hidupnya? Jika
ya, Francis tidak menyebutkannya.
Seorang gadis muda yang tidak bahagia menjadi seorang gadis,
membutuhkan simpati, dukungan, dan perhatian penuh kasih. Tetapi jika dia
menganggap dirinya sebagai anak laki-laki, dia tidak boleh didorong terus
berada dalam khayalan itu. Perempuan adalah perempuan, dan laki-laki adalah
laki-laki, dan prosedur medis maupun suntikan hormon tidak dapat mengubah
kenyataan itu. Ketika Tuhan menetapkan bangsa manusia, Kitab Kejadian memberi
tahu kita, "pria dan wanita diciptakan-Nya." Perbedaan antara
identitas pria dan wanita adalah "pemberian besar," merupakan bagian
integral dari rencana Allah — bukan hanya untuk kemanusiaan sebagai keseluruhan,
tetapi untuk kita masing-masing. Gagasan bahwa seseorang dapat memutuskan jenis
kelaminnya sendiri berarti dia menolak penciptaan. Itu adalah sebuah klaim
bahwa individu dapat menentukan realitasnya sendiri, bahwa tidak ada
"pemberian" itu - singkatnya hal itu adalah sebuah penolakan terhadap
kedaulatan Allah.
Jadi apa yang terjadi dalam kasus gadis Spanyol yang malang
itu? Apakah Tuhan menciptakannya sedemikian rupa sehingga tubuhnya bertentangan
dengan jiwanya? Saran itu menggelikan, jika tidak boleh dianggap sebagai menghujat.
Lalu apakah dia memberontak terhadap rencana Tuhan? Jika demikian, dia
membutuhkan bantuan pastoral, bukan justru dorongan dalam upaya pemberontakannya.
Dan hal yang sama juga berlaku untuk orang muda bingung lainnya, yang mungkin
mendengar tentang kasus ini, dan menyimpulkan (secara keliru, tidak diragukan
lagi, tetapi dapat dimengerti) bahwa paus akan mendukung keputusan mereka untuk
mengubah identitas seksual mereka.
"Saya ingin menjadi jelas," kata paus. “Tolong
jangan katakan, 'Paus merestui transgender' '- sebuah baris kalimat garis yang
dihilangkan olehnya, cukup aneh, dari ringkasan Vatikan. Sayangnya, ingin jelas,
tetapi idak menjamin kejelasan. Pastinya Bapa Suci tidak menjadikan orang
transgender sebagai model. Dan kita semua bisa sepakat bahwa paus tidak
mendukung operasi perubahan jenis kelamin. Tetapi jika ada seorang anak muda
yang bingung membaca jawaban paus, dan dia mencari beberapa alasan untuk tidak
mengubah identitas seksualnya, maka dia tidak akan menemukannya dalam jawaban
paus Francis. Dalam pertempuran penting antara kebenaran dan kepalsuan, para
pembela kebenaran baru saja dihantam oleh tembakan persahabatan dari paus.
Banyak orang (termasuk saya) yang tertarik dengan pendekatan
baru Francis dalam dua minggu pertama masa kepausannya, kemudian merasa
khawatir setelah dua tahun pertama, dan pada ulang tahun keempat kenaikannya ke
tahta St. Peter menjadi benar-benar kecewa.
Sementara itu perubahan lain telah terjadi, yang sebagian
besar diabaikan oleh media sekuler. Kerumunan orang yang dulu memadati audiensi
paus tahun 2013, kini mulai jauh berkurang. Diskusi energetik tentang Katolisitas
juga mereda. "Efek Francis" mulai menghilang.
Jean-Marie Guénois, editor agama dari harian Prancis Le Figaro, mungkin adalah jurnalis
pertama yang menyaksikan tren seperti itu. Pada November 2014, ketika Francis
melakukan perjalanan ke Strasbourg untuk berpidato di Parlemen Eropa, Guénois —
yang telah menjadi anggota korps pers Vatikan selama lebih dari dua puluh tahun
dan ikut berada di pesawat kepausan selama lebih dari lima puluh perjalanan paus
Farncis ke luar negeri — memperhatikan bahwa ada dua hal yang berubah. Pertama,
jalan-jalan Strasbourg hampir kosong ketika iring-iringan kendaraan kepausan
Francis bergerak dari bandara menuju ke gedung
Parlemen Eropa. Hampir tidak ada orang di trotoar yang menyambutnya — atau
bahkan untuk mencela — paus. Kedua, perjalanan singkat paus disana tidak memasukkan
acara yang terbuka untuk umum (umat), betapapun singkatnya. Francis berpidato
di Parlemen Eropa, berbicara dengan para pemimpin Dewan Eropa, dan dengan cepat
naik pesawat kembali ke Roma. Guénois menyimpulkan dengan sedih, "Paus
tidak ingin melihat orang-orang Alsace, dan orang-orang Alsace juga tidak ingin
melihat Paus."
Dalam perjalanan kepausan yang lain kemudian, orang banyak yang
tidak mau menyambutnya. Selama kunjungannya ke Amerika Serikat pada tahun
berikutnya, misalnya, paus berbicara kepada orang banyak yang mengesankan di
Washington dan New York, dan pada audiensi itu diperkirakan beberapa ratus ribu orang menyambutnya
di Philadelphia. Tetapi reaksi publik yang dingin terhadap kunjungan kepausan
ke Strasbourg mungkin merupakan insiden yang patut dicermati. Karena perjalanan
singkat ke Strasbourg merupakan indikasi bahwa antusiasme awal dari publik kepada
paus Francis mulai terkikis.
________________________
1. Uskup
Marcelo Sánchez Sorondo, kanselir Akademi Ilmu Pengetahuan Kepausan, telah
menyalah-artikan perkataan paus pada bulan Desember 2015 dengan menyatakan pada
sebuah konferensi bahwa penilaian paus tentang perubahan iklim “harus dianggap sebagai
ajaran magisterium [yaitu, pengajaran resmi Gereja] — itu bukanlah sebuah opini
paus." Kemudian seorang Jesuit Amerika, Joseph Fessio, mengoreksi
kesalahan itu dalam sebuah wawancara dengan LifeSite News:" Baik Paus
maupun Uskup Sorondo tidak dapat berbicara tentang masalah sains dengan
otoritas kepausan yang mengikat, sehingga menggunakan kata 'magisterium' dalam
kedua kasus tersebut adalah samar-samar dan dalam hal apa pun itu adalah bodoh.
Menyamakan sikap kepausan tentang aborsi dengan sikap terhadap pemanasan global
[seperti yang dilakukan Uskup Sorondo] adalah lebih buruk daripada salah; hal itu
sangatlah memalukan bagi Gereja.”
No comments:
Post a Comment