Uskup Agung Viganò:
Liberalisme
global dan komunisme menghancurkan Gereja dan masyarakat dari
dalam
Masa depan Great Reset akhirnya akan hancur, kata Uskup Agung
Viganò, yang mendesak orang-orang untuk membentuk bagian dari perlawanan dengan
cara membesarkan keluarga-keluarga yang hidup suci.
Claire Chretien / LifeSiteNews
Fri Jul 1, 2022 - 3:22 pm EDT
(LifeSiteNews) – Kebusuka di dalam Gereja
dan di masyarakat adalah saling terkait, kata Uskup Agung Carlo Maria Vigan, dan kedua bidang tersebut
telah berubah menjadi “kediktatoran komunis.”
Berbicara
kepada mantan penasihat Trump,Steve Bannon, di acaranya Bannon's War Room, uskup agung itu membahas beragam topik, mulai dari
kebusukan di dalam Gereja Katolik hingga Great
Reset dan perang Rusia-Ukraina.
Dia menggambarkan tentang "pembagian
Manichean antara yang baik dan yang jahat," yang dimanifestasikan dalam
pandangan yang berlawanan seperti "kiri vs kanan, liberalisme vs fasisme,
globalisme vs kedaulatan, vaksin vs tanpa vaksin."
Uskup
Agung Viganò mengatakan bahwa di mata masyarakat, “'orang baik' jelas adalah
mereka yang berada di kiri: liberal tetapi suportif, globalis, inklusif,
ekumenis, tangguh, dan berkelanjutan,” sedangkan “patriot, Kristen, sayap
kanan, penguasa, dan heteroseksual” dipandang sebagai “orang jahat.”
Menyinggung
perubahan sosial yang meluas di Barat, Uskup Agung Viganò menggambarkan proses
ini sebagai “peleburan liberalisme terburuk dengan sosialisme kolektif
terburuk.”
Hari ini kita melihat, setelah dua tahun lelucon
pandemi, bagaimana liberalisme globalis telah menggunakan metode komunis dan
diktator untuk memaksakan diri dengan Great Reset, dan bagaimana rezim komunis
menggunakan metode liberal untuk memperkaya eselon atas partai tanpa kehilangan
kendali penuh atas penduduk.
“Ini
menunjukkan bahwa keseimbangan geopolitik bergeser ke arah visi multi-kutub dan
bahwa bipolarisme yang didorong oleh the deep state sedang
menurun,” katanya.
Kemunduran negara-negara Barat tercermin di dalam Gereja
Uskup
Agung Viganò, yang menjabat sebagai Nuncio Kepausan untuk AS selama lima tahun
dari 2011 hingga 2016, mengatakan kepada Bannon bahwa “deep church” lahir dari
sifat korup masyarakat Barat, yang disebut “deep
state.”
“The deep church adalah cabang dari the deep state, dalam
arti tertentu,” katanya. Dengan demikian, Uskup Agung Viganò merasa tidak dapat
dihindari bahwa “Iman dan Moral” sedang dihancurkan demi proses ganda
“ekumenisme dan sinodalitas”, karena Gereja mempraktikkan “kesalahan liberal”
masyarakat.
Untuk
alasan ini seharusnya tidak mengejutkan kita jika kita menyaksikan penghancuran
Iman dan Moral atas nama ekumenisme dan sinodalitas, menerapkan kesalahan paham
liberal dalam bidang teologis; dan di sisi lain transformasi Kepausan dan Kuria
Romawi menjadi politbiro, di mana otoritas gerejawi bersifat mutlak dan juga
dilepaskan dari kesetiaannya kepada Magisterium, mengikuti modalitas
pelaksanaan kekuasaan dalam kediktatoran tipe komunis.
Bukannya hukum
yang berdasarkan pada "keadilan," tempat sekarang sedang dibangun di
atas "kenyamanan dan utilitas mereka-mereka yang menerapkannya,"
katanya. Sebagai buktinya, Uskup Agung Viganò menunjuk pada perlakuan “keras”
Vatikan saat ini terhadap klerus dan umat tradisional yang sangat kontras
dengan “betapa besar pujian Vatikan kepada para aktivis pro-aborsi yang
terkenal kejam (saya ingat akan Biden dan Pelosi, di antara yang paling kasus
mencolok) serta para propagandis ideologi LGBTQ dan teori gender.”
Gereja Katolik sedang mengalami
proses penghancuran internal, kata mantan Nuncio itu, karena “liberalisme dan
komunisme telah membentuk aliansi untuk menghancurkan institusi Gereja dari
dalam, seperti yang terjadi di ranah sipil.”
Pembalikan
'deep state' di AS
Untuk
membalikkan proses seperti itu, setidaknya di AS, Uskup Agung Viganò menunjuk
pada “kolaborasi dan pengorbanan semua orang, dan visi spiritual yang solid
yang mengilhami rekonstruksi tatanan sosial.”
Kembalinya
mantan Presiden Donald Trump ke Gedung Putih “akan memungkinkan negosiasi damai
yang nyata, setelah the deep state telah
diberantas dari Administrasi dan lembaga-lembaga pemerintah,” tambahnya. Agar
hal ini terjadi, uskup agung imam-imam menyatakan bahwa “kecurangan pemilu yang
ditunjukkan pada pemilihan presiden terakhir” perlu dilakukan, yang akan
membuat kemenangan Trump pada akhirnya “bahkan lebih mencolok.”
Masa
jabatan kedua Trump sebagai presiden “akan memiliki dampak yang kuat pada
konsekuensi the deep state di Eropa dan khususnya di Italia,” katanya.
Dia
menunjuk pemilihan paruh waktu yang akan datang di AS sebagai momen penting
dalam prosedur untuk mengakhiri kontrol pihak Demokrat atas sistem politik,
dengan mengatakan bahwa jika Partai Republik mendapatkan tempat, itu berarti
bahwa “para hamba dari the deep state –
termasuk pertama-tama 'neo-kontra' – telah digulingkan.”
Reset Hebat ditakdirkan untuk gagal
Meskipun
sebelumnya telah memperingatkan
tentang “niat sengaja untuk menyakiti” dari para globalis, Uskup Agung Viganò menambahkan
bahwa Great Reset memiliki akhir yang berupa kegagalan yang “tak terhindarkan”,
yang waktunya tergantung pada “kapasitas kita untuk menentangnya dan juga apa
yang terkandung di dalam rencana Penyelenggaraan Ilahi.”
Uskup
agung ini mendesak keluarga-keluarga untuk membentuk bagian dari sebuah gerakan
untuk melawan agenda “membangun kembali dengan lebih baik” dari Great Reset,
dan alih-alih untuk “membangun kembali apa yang telah dihancurkan”:
keluarga,
ikatan perkawinan, pendidikan moral anak, cinta tanah air, dedikasi pada kerja
keras, dan tindakan amal persaudaraan, terutama terhadap mereka yang paling
tidak berdaya dan membutuhkan. Kita harus menegaskan kembali kekudusan dan
kesucian hidup yang tak tersentuh dari pembuahan manusia baru hingga kematian
alami; membela sifat komplementer dari dua jenis kelamin melawan kegilaan dari ideologi
gender, melindungi anak-anak dari kebusukan dan menjamin kepolosan yang menjadi
hak mereka.
Pertobatan
seperti itu dari the “deep state” dan "the
deep church” tidak
dapat dinegosiasikan, kata Uskup Agung Viganò, karena "kembali kepada
Tuhan" seperti itu adalah "keharusan yang ditentukan oleh tatanan
ilahi yang telah dicantumkan oleh Sang Pencipta pada ciptaan."
Berbeda
dengan gaya pergolakan masyarakat Great Reset, Uskup Agung Viganò menggambarkan
proses perubahan masyarakat bukan sebagai “visi kolektivis atau komunitarian di
mana individu menghilang dan larut ke dalam massa, melainkan dalam visi pribadi
dan individu, di mana masing-masing dari kita dengan bebas mengakui bahwa tidak
ada yang lebih baik daripada apa yang telah Bapa Surgawi kita persiapkan bagi
kita, karena Dia mengasihi kita dan ingin membuat kita berbagi dalam
kemuliaan-Nya.”
Wawancara Uskup Agung Viganò ini dipuji dengan hangat oleh Dr. Robert Malone, penemu teknologi mRNA, yang digunakan secara luas dalam suntikan COVID yang tercemar aborsi saat ini. Malone memberi tahu Liz Yore bahwa wawancara itu menunjukkan Viganò sebagai "pembela kemanusiaan yang hebat."
------------------------------
Silakan membaca artikel lainnya di sini:
Kekurangan
Makanan Yang Mengancam Dunia Saat Ini Bukanlah Suatu Kebetulan
Pastor
Skotlandia Menulis Surat Terbuka Mengenai Keadaan Gereja
Gisella
Cardia, 21, 25, 28 Juni & 3, 5, 9 Juli 2022
Seorang
Imam Secara Terbuka Menantang paus Francis: Apakah Anda Seorang Freemason?