CARDINAL BERGOGLIO DARI BUENOS
AIRES:
BEBERAPA
PERTANYAAN YANG BELUM DIJAWAB
Henry
Sire, sejarawan
dan penulis buku The Dictator Pope, adalah penulis enam buku tentang sejarah dan
biografi Katolik, termasuk satu tentang Jesuit, penulis, dan filsuf Inggris
yang terkenal Pastor Martin D’Arcy. Dictator Pope adalah buah dari empat
tahun Henry Sire tinggal di Roma dari 2013 hingga 2017. Selama waktu itu dia
secara pribadi berkenalan dengan banyak tokoh di Vatikan, termasuk kardinal dan
pejabat curia, bersama dengan para wartawan yang berspesialisasi dalam urusan
Vatikan.
********
Ketika saya menulis buku The Dictator Pope, saya
menunjukkan kegagalan para kardinal pada tahun 2013 untuk memberi tahu diri
mereka sendiri tentang catatan masa lalu Kardinal Jorge Bergoglio sebagai uskup
agung Buenos Aires, karena jika mereka mengetahuinya, bahkan meski secara
dangkal, mereka tidak akan mau memilihnya. Semakin banyak yang diketahui
tentang catatan itu, semakin benar fakta ini muncul. Semakin jelas bahwa
Kardinal Bergoglio tidak hanya memiliki kapasitas di bawah standar yang
biasanya diharapkan oleh seorang calon paus; dia mewakili, dalam orang-orang
dekatnya, jika bukan dalam perilaku pribadinya, tautan kepada beberapa tokoh
paling korup dalam Gereja Amerika Selatan. Beberapa contoh ini perlu
dijelaskan.
1. Penipuan melawan Sociedad Militar Seguro de Vida
Dalam buku saya, saya menulis tentang skandal
keuangan di Buenos Aires yang meletus tak lama sebelum Bergoglio menjadi uskup
agung disana. Pengungkapan kasus yang dibuat sejak saat itu tentang sosok yang
berada di pusatnya, Monsignor Roberto Toledo, telah memberikan aspek yang
bahkan lebih menyeramkan daripada yang muncul saat itu.
Ceritanya
sebagai berikut: pada tahun
1997, Jorge Bergoglio telah selama lima tahun menjadi uskup auksilier di Buenos
Aires, dan dia telah diberikan hak mewarisi jabatan Kardinal Quarracino, yang
sakit dan yang meninggal pada tahun berikutnya. Kard.Quarracino memiliki
hubungan dekat dengan sebuah bank, Provinsi Banco de Crédito, yang dimiliki
oleh keluarga Trusso, yang dianggap sebagai pilar Gereja dan merupakan teman
dekat kardinal. Quarracino telah berperan dalam mengamankan, bagi kepentingan
BCP, rekening besar dana pensiun militer Argentina, Sociedad Militar Seguro de
Vida, dan pada tahun 1997, Quarracino diminta untuk memberikan pinjaman kepada
keuskupan agung Buenos Aires sebesar sepuluh juta dolar, yang ditanggung oleh
BCP. Pertemuan untuk mengatur kontrak ini diadakan di kantor keuskupan agung,
tetapi Kardinal Quarracino terlalu sakit untuk bisa hadir; dia diwakili oleh
sekretaris jenderalnya, Monsinyur Roberto Toledo. Ketika saatnya tiba untuk
menandatangani kontrak, Monsignor Toledo mengeluarkan dokumen yang diperlukan
itu dari ruangan dengan dalih akan membawanya kepada kardinal, dan ia segera
membawanya kembali dengan tanda tangan, yang, seperti yang di kemudian hari
muncul, sebenarnya telah dipalsukan oleh Toledo sendiri.
Monsignor Toledo adalah contoh mengerikan dari klerus
yang korup dan busuk yang sangat menonjol dalam Gereja dimana kelakuannya
banyak disorot oleh kepausan paus Francis. Dia adalah seorang homosex aktiv dan
diketahui memiliki kekasih laki-laki, seorang instruktur olahraga, yang
‘bekerja’ sebagai saluran pengaruh keuangan keluarga Trussos dengan pihak
keuskupan agung. Dalam beberapa minggu setelah penyelesaian pinjaman, dan
karena alasan yang tidak ada hubungan sama sekali, bank BCP mengalami
kebangkrutan; dan terungkap memiliki utang besar yang tidak bisa dibayar, dan
uang Sociedad Militar, yang disimpan di bank, hilang. Ketika Sociedad berusaha
menarik pinjamannya sebesar sepuluh juta dolar dari keuskupan agung, Kardinal
Quarracino (yang sakit itu) membantah pernah menandatangani kontrak.
Kardinal Quarracino meninggal tak lama setelah itu,
dan Uskup Agung Bergoglio mengambil alih sebagai penggantinya. Dalam
biografinya The Great Reformer, Austen Ivereigh menghadirkan sosok
Bergoglio sebagai orang yang membawa kejujuran finansial kepada keuangan
keuskupan agung Buenos Aires [1], tetapi sekaligus dia menghilangkan sejumlah
detail penting untuk kasus ini. Yang pertama adalah cara Uskup Agung Bergoglio
menangani klaim Sociedad Militar untuk pengembalian uang sepuluh juta dolar. Bergoglio
menunjuk Roberto Dromi sebagai pengacara keuskupan agung untuk mengelola kasus
ini, seorang pengacara yang paling curang dalam sistem hukum Argentina, seorang
pria yang telah sering dituntut jaksa karena berbagai pelanggaran korupsi [2]. Mempekerjakan
orang seperti itu oleh Uskup Agung Bergoglio telah menjadi penyebab utama dari
timbulnya skandal. Roberto Dromi melecehkan Sociedad sedemikian rupa atas
klaimnya sehingga pada akhirnya, pihak Sociedad berkewajiban untuk membatalkan
tuntutannya.
Keluarga Trusso hancur oleh runtuhnya bank mereka,
dan beberapa dari mereka mengklaim bahwa mereka menderita ketidakadilan. Pada
tahun 2002, jurnalis Olga Wornat mewawancarai Francisco Trusso dan bertanya
kepadanya mengapa dia tidak berbicara dengan Bergoglio tentang tanda tangan
palsu. Dia menjawab: “Saya telah meminta berbicara, dan istri saya juga telah
meminta berbicara. Anak saya, kakak saya. Tetapi dia (Bergoglio) tidak mau
menerima kami [.] ... Dia melarikan diri, dia tidak ingin mendengar keluhan
kami. Ini pasti karena ekornya tidak terlalu bersih. Dia pasti telah
menandatangani sesuatu ”[3].
Yang lebih penting adalah perlakuan Uskup Agung
Bergoglio terhadap Monsignor Toledo. Pertama, Mgr.Toledo dikirim kembali ke
kota asalnya tanpa alasan dan sanksi. Pada 2005, dia diadili karena penipuan,
tetapi tidak ada hukuman yang pernah dijatuhkan. Perlakuan ini berkaitan dengan
pola kelambanan dan kebiasaan Bergoglio dalam kasus-kasus pelanggaran, tetapi
ada catatan khusus untuknya: sebagai sekretaris Kardinal Quarracino pada tahun
1991, Monsignor Toledo adalah orang yang berjasa menyelamatkan Pastor Bergoglio
dari pengasingan internal dimana pihak Jesuit telah mengirimnya dan membuatnya
diangkat menjadi uskup auksilier Buenos Aires. Sejak itu, sebagai balas jasa, Bergoglio
berusaha untuk mencegah reputasi Kardinal Quarracino atau Monsignor Toledo
ternoda oleh berbagai skandal yang berkumpul di sekitar mereka [4].
Sebuah catatan tambahan mengerikan untuk cerita ini
muncul pada Januari 2017, ketika Monsinyur Toledo, yang telah bertugas selama
delapan belas tahun sebagai pastor paroki di kota kelahirannya, yang masih juga
tidak dihukum, dituduh membunuh seorang teman lama guna memperoleh surat
wasiatnya [5]. Kami memperoleh sekilas kejelasan di sini tentang konsekuensi
dari belas kasihan Bergoglio yang terkenal, dan kami mulai memahami kepribadiannya,
yang karena hal itu dia berhasil naik jabatan di lingkungan Gereja dan dengan
siapa dia bekerjasama saat menjabat.
2. Universitas Katolik di Argentina dan IOR
Peristiwa lain yang saya sebutkan dalam buku saya
berkaitan dengan Universitas Katolik Argentina, di mana Bergoglio adalah
sebagai pengurus ex officio dan
sebagai uskup agung Buenos Aires. Orang kepercayaan Bergoglio di sini adalah
Pablo Garrido, yang adalah manajer keuangan keuskupan agung dan yang oleh Bergoglio
juga ditunjuk sebagai manajer keuangan universitas (pos tempat dia dipindahkan
pada 2017). Universitas itu memiliki dana abadi sebesar 200 juta dolar, dan memberi
kepada Uskup Agung Bergoglio uang yang dibutuhkannya dalam upayanya untuk
mendapatkan pengaruh di Vatikan, dimana sistem keuangannya ditinggalkan dalam
keadaan karut marut dan petaka akibat aktivitas ilegal dari Monsinyur Marcinkus
dan rekan penggantinya, Monsinyur de Bonis.
Antara 2005 dan 2011, sekitar 40 juta dolar
ditransfer dari Universitas Katolik Argentina kepada Istituto per le Opere di
Religione (IOR) (Bank Vatikan), dalam sebuah transaksi yang seharusnya
merupakan setoran, tetapi yang
sampai sekarang diperlakukan oleh IOR sebagai sumbangan.
(Baru tahun ini, laporannya mengatakan bahwa
penyelewengan ini sudah mulai diperbaiki, tetapi hanya sebagian.) Pablo Garrido
bertanggung jawab atas pemindahan keuangan ini, untuk menghadapi protes dari anggota
universitas yang mengatakan bahwa universitas, sebagai yayasan pendidikan,
tidak dapat memberikan sumbangan ke pada bank asing. Bersama dengan kasus
Sociedad Militar Seguro de Vida, ini adalah salah satu episode keuangan yang
tidak jelas dalam pemerintahan Uskup Agung Bergoglio yang layak untuk
dipelajari secara mendalam oleh seorang peneliti yang berkualitas.
3. Para kroni episkopal dari Bergoglio
Yang sama jelasnya adalah dengan melihat rekan dekat
Cardinal Bergoglio di keuskupan Buenos Aires. Yang pertama untuk
dipertimbangkan adalah Juan Carlos Maccarone, yang diangkat oleh Bergoglio
menjadi uskup auksilier pada awal masa jabatannya, pada tahun 1999. Pada tahun
2005, Maccarone diberhentikan dari jabatan uskupnya oleh Paus Benediktus
setelah dalam video kedapatan dia melakukan hubungan sex dengan seorang pelacur
homosex di sakristi katedralnya. Namun Kardinal Bergoglio secara terbuka
membelanya, dengan menyatakan bahwa pembuatan video itu adalah direkayasa
sedemikian rupa untuk menjatuhkan uskup Juan Carlos Maccarone karena komitmennya
politik sayap kiri. Perlu dicatat, Maccarone menyatakan bahwa semua orang sudah
mengetahui kegiatan homosexnya dan dia telah ditunjuk menjadi uskup tanpa
memperhitungkan perbuatannya itu.
Teman dan anak didik lainnya dari Kardinal Bergoglio
adalah Joaquín Mariano Sucunza, yang ditahbiskan sebagai uskup auksilier pada
tahun 2000 meskipun Bergoglio tahu bahwa Sucunza telah terlibat dalam kasus
perceraian rumah tangga orang lain karena dia menjadi kekasih seorang wanita
yang menikah, yang suaminya menuduhnya telah menghancurkan pernikahan mereka [6
] Uskup Sucunza terus melanjutkan jabatannya sebagai uskup pembantu dan
kemudian ditunjuk oleh Paus Francis sebagai administrator sementara keuskupan
agung pada tahun 2013 setelah naiknya Bergoglio pada tahta kepausan.
4. Perlindungan kepada para pelaku pencabulan
Tidak ada pelanggaran yang lebih merusak para uskup
dalam beberapa tahun terakhir ini selain tuduhan tidak bertindak dengan tegas
terhadap para imam yang dicurigai melakukan pelecehan seksual terhadap
anak-anak. Beberapa uskup telah menghancurkan karier mereka karena masalah ini,
dan selalu kasus mereka tetap tidak jelas. Paus Francis sendiri
memproklamasikan kebijakan " toleransi nol" dalam masalah ini dan
seharusnya dia memperkenalkan pemerintahan barunya dengan transparansi. Namun
jika kita mencermati hal itu, kita menemukan bahwa karir masa lalunya sendiri
dipenuhi dengan episode-episode yang patut mendapat perhatian penuh, seperti
halnya kasus-kasus yang telah menjatuhkan para uskup lainnya.
Kasus pertama yang perlu diperhatikan adalah kasus pastor
Rubén Pardo, yang dilaporkan ke uskup auksilier Buenos Aires pada tahun 2002
karena mengundang seorang bocah lelaki berusia lima belas tahun ke rumahnya dan
mencabulinya di tempat tidur. Ibu dari anak itu mengalami kesulitan dalam meminta
kepada otoritas gerejawi untuk mengakui kasus itu; dia menganggap bahwa
Kardinal Bergoglio telah melindungi pastor yang bersalah dan ibu itu marah
karena memberi pastor itu tempat tinggal di keuskupan. Ibu dari anak itu mengeluh
karena ketika dia mencoba untuk berbicara dengan kardinal Bergoglio di kediaman
dinasnya, tempat dia diusir keluar oleh staf keamanan. Imam pelaku pelecehan
sex itu meninggal karena AIDS pada 2005; pada 2013, pengadilan Buenos Aires
mewajibkan Gereja Katolik untuk membayar kompensasi keluarga atas kerugian yang
mereka derita. Pendapat ibu itu tentang penanganan kasus ini adalah:
"Komitmen Bergoglio-lah yang bicara." (Ese es el compromiso de
Bergoglio: de la boca para fuera) [7].
Kasus instruktif lainnya adalah kasus Pastor Julio
Grassi, yang dihukum tahun 2009 karena melakukan pelecehan seksual terhadap
seorang remaja laki-laki [8]. Apa yang mengejutkan dalam kasus ini adalah upaya
luar biasa dari Konferensi Uskup Argentina, di bawah kepemimpinan Kardinal
Bergoglio, yang berusaha keras untuk membersihkan nama Pastor Grassi, dengan
menerbitkan sebuah dokumen setebal 2.600 halaman untuk tujuan itu. Dokumen itu
diajukan kepada hakim setelah pemeriksaan terhadap Grassi sebelum mereka
menjatuhkan hukuman, dan oleh pengacara Juan Pablo Gallego (pengacara si kurban
pelecehan) hal itu dikatakan sebagai "contoh skandal lobi dan tekanan kepada
Pengadilan."
Janganlah kita menyangkal pentingnya membela orang
yang tidak bersalah terhadap tuduhan palsu, tetapi kita tidak bisa dibiarkan
memiliki kesan bahwa seorang uskup gereja memiliki catatan "toleransi
nol" terhadap pelecehan seksual. Mungkin yang lebih penting adalah
komentar Kardinal Bergoglio kepada Rabi Abraham Skorka, yang diterbitkan pada
2010, setahun setelah kesaksian Pastor Grassi tentang adanya kasus pencabulan
sexual, dimana Bergoglio berkata bahwa kasus-kasus pelecehan seksual klerus “tidak
pernah muncul” di keuskupannya [9]. Ini adalah contoh kebiasaan khas Jorge
Bergoglio untuk menghilangkan fakta-fakta yang tidak menyenangkan dengan cara menyangkal
keberadaan fakta-fakta itu.
Contoh lain dari kelemahan Bergoglio ini disampaikan
oleh ayah dari seorang murid di sekolah Jesuit di Buenos Aires di mana Bergoglio
mengajar sebagai seorang pemuda di tahun 1960-an. Empat puluh tahun kemudian,
ketika Bergoglio menjadi kardinal dan uskup agung, ayah itu diberi tahu oleh
putranya bahwa kepala sekolah telah mengajukan usul kepadanya di ruang
pengakuan. Dia melaporkan kasus itu kepada kardinal dan terkejut menemukan
bahwa kardinal tidak mengambil tindakan apa pun, dengan tanggapan Bergoglio
bahwa kita membicarakan hal itu di waktu saja dan dia sedang menghadapi segala
jenis pelanggaran yang cukup banyak. Tak lama setelah itu, sang ayah heran
mendengar Kardinal Bergoglio menjawab pertanyaan dalam pertemuan dengan para orang
tua murid di sekolah, dimana Bergoglio menyatakan bahwa masalah pelecehan
seksual dan klerus homoseksual hampir
tidak ada di keuskupannya.
Dari semua fakta ini, maka pernyataan dan tudingan selama
ini tentang keterlibatan paus Francis dalam tindakan menutup-nutupi kasus pelecehan
sexual di Amerika Serikat, telah mengenai sasarannya dengan sangat tepat. Hal itu
sepenuhnya berada dalam karakter seorang pria yang sepanjang kariernya telah
menunjukkan ketidakpedulian sepenuhnya terhadap tuduhan kebusukan para klerus ketika
semua itu sampai ke telinganya. Ketika kita mengingat usulan paus Francis untuk
mengangkat Uskup Maccarone dan Uskup Sucunza, maka hal ini tidaklah mengejutkan
karena dia adalah teman dekat Kardinal McCarrick, yang pada tahun-tahun sebelum
pemilihan Bergoglio sebagai paus, McCarrick telah dijatuhi sanksi oleh Paus
Benediktus karena tindakan pelecehan sexualnya yang meluas terhadap anak
laki-laki dan laki-laki muda, tetapi McCarrick masih tetap dapat memainkan
peran yang berpengaruh dalam pemilihan Bergoglio. Hal
ini juga sepenuhnya bisa menjelaskan mengapa setelah menjadi paus, Bergoglio memilih
sebagai sekutunya yang terkemuka orang seperti Kardinal Danneels (sekarag sudah
almarhum), yang diketahui telah menutupi kasus pelecehan anak di Belgia, serta Kardinal
Wuerl, yang perannya di Amerika Serikat terbukti sama busuknya.
Kita kembali pada fakta bahwa, jika para kardinal
memiliki pengetahuan tentang latar belakang Kardinal Bergoglio di Buenos Aires,
maka mereka tidak akan pernah memilihnya. Mereka mungkin tidak bisa melihat
sikap congkak Bergoglio terhadap doktrin Katolik, tetapi apa yang mereka cari
adalah seorang pria yang akan menghadapi masalah-masalah rumit, yang telah
mengalahkan Benediktus XVI, menghadapi reformasi keuangan dan moral di Vatikan
dan wabah yang meluas dari pelecehan sexual para klerus. Jika mereka menyadari
kurangnya integritas moral para klerus, dimana dengan mereka semua Bergoglio telah
menyelimuti dirinya sejak di Buenos Aires; juga tentang skandal keuangan di
keuskupannya, tentang kelambanannya yang biasa dilakukannya dalam kasus-kasus
kesalahan, tentang penolakannya yang berulang kali terhadap orang-orang yang
datang kepadanya dengan membawa berbagai keluhan, dan sikapnya yang sering berdiam
diri terhadap kritik, maka hal ini akan jelas bagi mereka bahwa Bergoglio adalah
kandidat terakhir yang cocok dengan profil seorang reformis.
[1] Austen Ivereigh, The Great Reformer, 2014, p. 244.
[2] See the articles “Acusan a Dromi
de cobrar sobornos. Guillermo Laura dice que el exministro recibió US$ 7
millones de firmas viales” (“Dromi accused of taking bribes.
Guillermo Laura says ex-minister received US$ 7 million from road construction
firms”) in La Nación, 9 September 1999; and “La Justicia
pidió un embargo millonario contra Menem y Dromi. Presunta venta irregular de
un terreno de 241 ha. a Radio Nacional” (“Court demands embargo of
millions against Menem and Dromi. Alleged irregular sale of 241 ha. plot to
Radio Nacional”) in La Gaceta (Tucumán), 23 April 2008.
[4] See Urgente24 (an Argentine online newspaper), 23
March 2013: “Una causa judicial que todavía le importa al papa” (“A court case
that still matters to the pope”). In this article, published just after
Bergoglio was elected pope, the author also reports the story related by Bishop
Justo Laguna of Morón, that at the time of the 2005 Conclave the Argentine
Cardinal Leonardo Sandri remarked to him, referring to Bergoglio: “You’d better
pray to St Joseph that this man doesn’t become pope.”
[5] See https://www.infobae.com/sociedad/2017/01/29/una-muerte-dudosa-una-herencia-millonaria-y-un-cura-bajo-sospecha/ (“A
suspicious death, a millionaire inheritance and a priest under suspicion”).
[6] See the article by Marcelo González in Panorama Católico
Internacional, 20 September 2010: “Obispo Adúltero: Nombre y Pruebas”
(“Adulterer Bishop: Name and Proofs).”
[7] See the article in Público, 3 May 2013, “El Papa encubrió al cura
que abusó de mi hijo” (“The Pope covered up for the priest who abused my son”).
[9] Sobre el cielo y la tierra, a book of conversations
between Cardinal Bergoglio and Rabbi Abraham Skorka, published in Buenos Aires
in 2010.
No comments:
Post a Comment