STEVE BANNON MERAMALKAN BAHWA KRISIS DI DALAM GEREJA AKAN SEMAKIN
MEMBURUK. SAATNYA UMAT AWAM UNTUK BERTINDAK
Mantan penasihat strategis
Presiden Donald Trump memperkirakan bahwa "krisis kepercayaan
eksistensial" di dalam Gereja akan semakin memburuk, terutama jika Paus
Francis tidak mau berdialog dengan mereka yang dia anggap sebagai lawannya.
Diakui secara luas sebagai
pelopor gerakan "berdaulat" yang mengklaim sejumlah kemenangan dalam pemilihan Parlemen
Eropa baru-baru ini, Bannon percaya bahwa tidak adanya dialog semacam itu (antara
Francis dengan para 'lawannya') akan menyebabkan ketidakpuasan yang semakin
meningkat di bangku-bangku gereja. Vatikan semakin mengarah menjadi partai
politik “hijau” dari “far-left,”
dan kemungkinan besar terjadi perpecahan di dalam Gereja.
Eksekutif media, tokoh
politik dan mantan bankir investasi ini melihat perlunya nuansa untuk mengatasi
polarisasi yang meluas, dan mengusulkan konferensi besar di Roma yang
mempertemukan para umat dari semua kelompok untuk membahas jalan ke depan.
Dialog, katanya, “adalah cara kita menyatukan Gereja.”
Dalam wawancara telepon 4
Juni 2019 ini, Bannon, yang berasal dari "Demokrat Katolik Irlandia kelas
pekerja" di Virginia, juga membahas kesepakatan Vatikan-Cina yang
kontroversial itu, mengapa dia dengan sepenuh hati menolak tuduhan sebagai anti-Semit
dan fasis, dan proyeknya untuk menciptakan sebuah akademi untuk mempertahankan
Yudeo-Kristen Barat di biara Cistercian abad ke-13 di dekat Roma.
Steve Bannon, yang didukung oleh pemilihan
Parlemen Eropa baru-baru ini serta contoh-contoh lainnya, namun Bapa Suci
tampaknya jelas tidak mau terlibat dengan "gerakan berdaulat." Bagaimana,
menurut Anda, tepatnya pendekatannya?
STEVE BANNON: Ini sudah berlangsung beberapa
saat. Untuk menganalisanya dengan benar, saya pikir Anda harus membagi dua:
Paus sebagai vikaris Kristus di dunia, dan teologi serta dogma Gereja, melawan sisi
administrasinya.
Paus telah bertindak terang-terangan sejak awal.
Dia melakukan upaya yang berbeda untuk mempengaruhi pemilihan presiden 2016
ketika dia pergi ke Meksiko dan merayakan Misa di perbatasan. Dan apa yang dia
katakan dalam penerbangan pulang, sungguh luar biasa [Paus mengatakan
“seseorang yang hanya berpikir tentang membangun tembok, di mana pun mereka
berada, dan bukan membangun jembatan, bukanlah orang Kristen”]. Dia tidak
pernah benar-benar dipanggil untuk tugas seperti itu. Saya pikir, dengan tidak
adanya orang yang berdiri dan berkata: "Anda telah melewati batas kewenangan
Anda di situ," maka hal itu hanya membuat paus Francis semakin berkelanjutan
dalam tindakannya.
Saya pikir yang paling mengganggu saat ini adalah
Anda mengalami situasi yang mengerikan, secara alkitabiah, dan tragis, di
Afrika sub-Sahara, Afrika Utara, Timur Tengah, dan Amerika Tengah, di mana ada orang-orang
dipaksa bergerak ke utara karena kondisi ekonomi, tetapi beban itu telah jatuh kepada
orang-orang dari kelas pekerja di Eropa selatan, apakah itu Yunani, atau di
Italia, atau di Hongaria, dan di Amerika Serikat, sekitar Texas, New Mexico,
Arizona, dan California. Hal itu menghancurkan jaring pengaman sosial, dan
menghancurkan orang-orang kelas pekerja di sana.
Siapakah yang paling
bertanggung jawab atas hal ini?
Itu adalah kaum elit global. Dan yang paling mengganggu
adalah bahwa paus Francis terus menerus menggunakan bahasa yang sama, dan
referensi yang sama, sebagai "partai Davos." Dia, pada dasarnya, berpihak pada elit global saat ini, bukan pada
orang miskin, karena dia tidak berbicara tentang solusi. Dia hanya terus
berbicara tentang migrasi terbuka. Dia terus berbicara tentang perbatasan
terbuka. Dia pada dasarnya, mendorong apa yang akan menjadi sebuah situasi
anarki.
Apakah Anda pikir dia menjadi
lebih keras dalam hal ini, dalam beberapa tahun terakhir ini?
Dari pemilihan presiden 2016 hingga pemilihan
Parlemen Eropa 2019, yang paling meresahkan adalah bahwa paus Francis telah
berselisih dengan para globalis, elit global, dan partai Davos. Dia sekarang
berada dalam situasi di mana [katanya] semua penyakit di dunia adalah karena
gerakan kedaulatan nasionalis populis dan itulah yang mendorong terjadinya semua
masalah di dunia. Itu sama sekali tidak
benar. Saya pikir dia sedang memainkan permainan yang sangat berbahaya di
sini.
Menurut Anda, krisis apa yang
sedang dihadapi oleh Gereja?
Gereja memiliki sebuah krisis eksistensial saat
ini, krisis kepercayaan. Dalam krisis ini, paus Francis telah gagal mengatasi
masalah administrasi dan keuangan Gereja. Agar nampak langsung secara brutal,
pernyataan-pernyataannya yang tidak akurat tentang situasi McCarrick saat ini,
pernyataannya yang tidak akurat tentang Chili, telah mengajak kita semua untuk mempertanyakan
kejujurannya. Saya tidak berpikir dia memiliki ‘modal’ saat ini untuk bertindak
dan mencoba secara esensial menghadapi para politisi seperti [Perdana Menteri
Hongaria Viktor] Orban, [Wakil Perdana Menteri Italia Matteo] Salvini,
[Pemimpin Partai Brexit Nigel] Farage, [Presiden Rally Nasional Perancis] Party
Marine] Le Pen, [Presiden AS Donald] Trump, [Presiden India Narendra] Modi. Dia
pada dasarnya, menganggap dirinya sebagai orang terdepan bagi partai Davos, untuk
menentang gerakan kedaulatan.
Tetapi dia telah berbohong dengan tindakannya
dalam menghadapi krisis paling eksistensial, yang saya pikir, yang pernah
dialami oleh Gereja. Ini akan menjurus dengan cepat, dan saya telah mengatakan hal
ini secara konsisten selama satu tahun ini, menuju kepada krisis yang bahkan
lebih besar lagi dalam Gereja. Krisis itu sekarang terkait erat dengan paus
Francis. Saya telah menjadi pendukung terbesarnya sejauh suksesi langsung dimana
dia tidak mau mengundurkan diri ketika [Uskup Agung Carlo Maria] Vigano
mengeluarkan memonya [kesaksian Agustus 2018 yang menyerukan Francis untuk
mengundurkan diri karena merehabilitasi McCarrick]. Saya adalah orang
konservatif pertama yang mengatakan, ketika ada dorongan ramai bagi pengunduran
dirinya, "Tidak." Saya berkata: "Dia adalah penerus Kristus. Dia
adalah wakil Kristus. Sudah ada suksesi yang logis. Anda tidak bisa melakukan
itu. Kami tidak dapat meminta orang untuk mengundurkan diri. Kami tidak bisa
meminta paus untuk mengundurkan diri."
Tetapi situasi yang terjadi sekarang akan
mengambil momentumnya dan akan menjadi lebih buruk lagi, dimana paus Francis terpaku
pada isu-isu seperti perubahan iklim dan masalah-masalah lainnya. Dan mengenai
masalah kedaulatan ini, di mana dia terus menyalahkan orang-orang, orang-orang
kecil di lorong-lorong -- dia berusaha menghindarinya dan / atau salah
mengartikan apa penjelasannya. KTT di Vatikan tentang pelecehan terhadap anak-anak
di bawah umur [dihadiri para uskup, pada bulan Februari 2019] adalah suatu bentuk
kegagalan. KTT itu gagal karena paus Francis gagal untuk mewujudkan "toleransi
nol." Paus Francis tidak mau mengakui bahwa ada kegagalan transparansi.
Dia gagal untuk membuktikan pertanggungjawaban total, dan dia gagal untuk mendapatkan
otoritas sipil untuk memperbaiki masalah ini dan memperbaiki situasi hukum.
Dengarlah: saya pikir, ini adalah masalah besar dan ini menjalar cepat.
Read the
rest at Ed Pentin’s blog
No comments:
Post a Comment