PESAN FATIMA
& PERTEMPURAN KITA YANG TERUS BERLANGSUNG, DEMI JIWA DARI GEREJA
Awal pekan ini, peringatan 102 tahun
dari pesan pertama Fatima terjadi. Banyak umat Katolik tidak pernah berharap
untuk melihat akhir tahun ke seratus ini tanpa mukjizat besar terjadi – yaitu beberapa
tanda surgawi untuk mengakhiri pemurnian sekarang.
Namun di sinilah kita, dua tahun
kemudian, tanpa memiliki jawaban lebih lanjut.
Mungkin Bunda Maria tidak memiliki
sesuatu yang baru untuk dikatakan ketika dia menunggu pemenuhan atas permintaannya
yang asli: agar Rusia dikonsekrasikan dengan benar dan bahwa lebih banyak dari
kita melakukan devosi silih Lima Sabtu
Pertama.
Tetapi ketika kita kembali kepada perkataannya
berulang kali, patut juga dipertimbangkan bahwa mungkin pesan yang sangat perlu
kita dengar telah ada di sini, di depan kita selama ini. Dalam penampakan
pertamanya kepada anak-anak Fatima pada 13 Mei 1917, Bunda Maria bertanya:
Apakah kamu mau mempersembahkan dirimu
kepada Allah untuk menanggung semua penderitaan yang Dia berikan kepadamu, baik
sebagai tindakan silih untuk dosa-dosa yang telah menentang-Nya serta tindakan
permohonan demi pertobatan orang berdosa?
Ketika anak-anak itu menjawab ‘YA’dengan
tegas, Bunda Maria berkata:
“Kalau
begitu, kamu akan banyak menderita. Namun rahmat Tuhan akan menjadi penghiburan
bagimu.”
Bukankah ini tepatnya yang kita alami
sekarang? Penderitaan yang Tuhan kirimkan kepada kita sekarang adalah sesuatu
yang tidak dapat kita perbaiki, tetapi kita hanya bisa bertahan, dan memang
sangat sulit untuk menanggung apa yang sedang terjadi pada Gereja kita yang
terkasih ini. Meski begitu, Bunda Maria telah memberi tahu kita bahwa kita
dapat menjadikan penderitaan ini bermanfaat dengan cara mempersembahkannya kepada
Allah sebagai silih atas dosa serta demi pertobatan orang berdosa.
Are we remembering to set aside our anger and bitterness to do this?
Apakah kita ingat untuk bersedia mengesampingkan
kemarahan dan kepahitan kita untuk melakukan ini?
Dan sungguh, saat kita menyaksikan
kegilaan disforia gender, agenda LGBT, serangan-serangan terhadap pernikahan Kristiani,
dan nafsu aborsi yang tak pernah terpuaskan di masyarakat kita di mana-mana,
dapatkah kita bertanya: apakah dunia memang membutuhkan pertobatan yang lebih
besar? Dan ketika kita melihat Bunda Gereja Kudus, dan kita melihat segala
macam kebusukan, skandal, pelecehan, tidak menghormati hal-hal yang suci,
tidakkah kita melihat bahwa kebutuhan akan pertobatan dan pemulihan itu
merupakan urgensi yang terbesar?
Kita memiliki kemampuan untuk melakukan
beberapa perbaikan yang nyata, dengan menyatukan penderitaan kita dengan
Kristus. Janganlah kita membiarkan pemurnian di masa kepausan ini dan semua
kejahatan yang telah terjadi, menjadi sia-sia. Dalam ensikliknya tentang Kerajaan
Sosial Kristus, Quas Primas, Paus
Pius XI mengingatkan kita bahwa di masa-masa awal era Kristiani, ketika umat
Kristus menderita penganiayaan yang kejam, pemujaan para martir dimulai, kata
St. Agustinus, “agar pesta para martir dapat menyemangati orang-orang untuk menjadi
martir.”
Penghargaan liturgis yang diberikan kepada
para bapa pengakuan, para perawan dan janda-janda, memberikan hasil yang luar biasa dalam
semangat yang meningkat untuk meraih kebajikan, yang diperlukan bahkan di masa
damai. Tetapi yang lebih berbuah lagi adalah pesta yang diadakan untuk
menghormati Perawan Maria. Sebagai hasil dari orang-orang ini tumbuhlah, tidak
hanya di dalam pengabdian mereka kepada Bunda Allah sebagai pembela yang selalu
hadir, tetapi juga dalam kasih mereka terhadapnya sebagai seorang Ibu yang
diwariskan kepada mereka oleh Penebus mereka. Tidak kurang di antara
berkat-berkat yang dihasilkan dari penghormatan publik dan sah yang diarahkan kepada
Perawan Terberkati dan orang-orang kudus, adalah kekebalan Gereja yang sempurna
dan abadi dari berbagai kesalahan dan bidaah. Kita mungkin mengagumi
kebijaksanaan luar biasa dari Penyelenggaraan Allah, yang selalu membawa
kebaikan dari sebuah kejahatan, dari waktu ke waktu menderita karena iman dan
kesalehan orang-orang yang menjadi lemah, dan membiarkan kebenaran Katolik
diserang oleh doktrin-doktrin palsu , tetapi hasil akhirnya selalu kebenaran itu
bersinar dengan kemegahan yang lebih besar, dan bahwa iman manusia, yang muncul
dari kelesuannya, telah menunjukkan dirinya lebih kuat daripada sebelumnya.
Jika ada cahaya di ujung terowongan perjalanan
hidup kita, itu adalah pengetahuan bahwa semua yang baik akan dikuatkan, dan
apa yang jahat akan dihancurkan dibawah kaki Bunda Maria.
Hal ini pun juga akan terjadi.
Sampai saat itu terjadi, kita akan
melakukan pertarungan, dengan selalu ingat akan peringatan St. Petrus dalam
surat pertamanya:
1 Peter 5:6-11:
Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang
kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang
memelihara kamu. Sadarlah
dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa
yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab
kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang
sama. Dan Allah,
sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada
kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan
mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya. Ialah yang empunya kuasa sampai
selama-lamanya! Amin.
Ini adalah kata-kata yang penting untuk
diingat. Jika badai (kerahasiaan sinode) bisa sedikit berkurang untuk sesaat,
kita dapat melihat di cakrawala bahwa sinode Pan-Amazon sedang mendekat. Instrumentum Laboris (semacam agenda sinode)
yang akan memandu sinode itu, pada kenyataannya, diharapkan bulan depan sudah beredar.
Kami diyakinkan oleh teman dekat kepausan dan sekutu Kardinal Claudio Hummes
bahwa menurut percakapannya dengan paus, ada sebuah “kebutuhan besar akan jalan yang baru, tidak perlu takut akan hal-hal
baru, jangan menghalanginya, jangan menentangnya. Kita harus menghindari membawa
barang-barang lama seolah-olah itu lebih penting daripada yang baru.” Dia
juga mengatakan bahwa kita harus memahami bahwa sinode itu "akan memiliki
dampak universal." (Berkat sifatnya yang blak-blakan, kita sudah tahu
bahwa kemungkinan akibatnya akan berupa serangan
terhadap kehidupan selibat imam, dengan kedok kekurangan jumlah imam untuk memberikan
sakramen-sakramen.) Kami telah mendengar harapan besar dari uskup-uskup progresif
lainnya bahwa sinode itu akan menangani masalah tambahan soal moralitas seksual
dan imamat pria, dan bahwa “tidak ada yang
sama seperti dulu." Ini
adalah kalimat yang sungguh tidak menyenangkan. Dan kita sendiri tidak berdaya
untuk menghentikan agenda mereka.
Tapi kita punya jalan lain. Sudah saya
sebutkan sebelumnya minggu ini, tentang perlunya kita kembali ke pada misi
semula: membangun kembali budaya Katolik dan memulihkan tradisi Katolik. Selalu
menjadi harapan saya untuk menggunakan platform ini guna melakukan tindakan
kita: perkuatlah saudara-saudara seiman,
agar mereka dapat lebih tahan terhadap badai yang akan datang.
Itu adalah sinode pertama dari kepausan
ini - yang berbicara soal pernikahan dan keluarga - yang sangat memukul kita tentunya.
Ketika kami melihat betapa sedikitnya liputan kritis terhadap sinode itu yang dihasilkan
oleh media Katolik, kami sadar bahwa kami harus menentukan sikap. Dan kami
telah, karena kurangnya istilah yang lebih baik, kami telah sampai pada pijakan
untuk berperang sejak itu. Bereaksi terhadap cerita-cerita adalah lebih dari
proaktif dengan membantu para pendengar kami untuk memperkuat pengetahuan dan
praktik Katolisitas mereka.
Kali ini, kami tidak akan membiarkan hal
itu terjadi. Kami akan memantau Sinode itu, sejauh masuk akal untuk
melakukannya, tetapi pada saat yang sama kami tidak akan membiarkan mereka
mengalihkan perhatian kami dari apa yang benar-benar penting. Kami akan terus
bekerja untuk menawarkan tidak hanya deskripsi racun, tetapi resep untuk
penawarnya. Kami akan mengingatkan diri kami sendiri tentang keindahan iman,
sebuah salep untuk luka-luka yang ditimbulkan oleh mereka yang berusaha membuat
atau menghancurkannya. Mereka dapat mengambil banyak hal dari kita, tetapi
mereka tidak dapat mengambil jiwa kita. Tetap saja, itu terserah kita untuk
membentenginya.
In Christ,
Steve Skojec
Publisher & Executive Director
OnePeterFive
Publisher & Executive Director
OnePeterFive
No comments:
Post a Comment