German Cardinals
Walter Kasper and Reinhard Marx
By Sandro Magister
PEMBONGKARAN
ATAS SELIBAT IMAM DALAM SINODE AMAZON AKAN SEGERA MENYEBAR KE JERMAN
20 Juni 2019 (L'Espresso) - Pada hari Senin 17 Juni, sinode Amazon yang
dijadwalkan diadakan pada Oktober ini di Roma memiliki “Instrumentum laboris” (dokumen kerja) untuk didiskusikan.
Dokumen ini setebal hingga 59 halaman, tetapi
beberapa baris dari paragraf 129 sudah cukup untuk memahami ke mana paus
Francis ingin menuju:
Dengan menegaskan bahwa selibat adalah sebuah
karunia bagi Gereja, maka hal itu akan menuntut bahwa untuk zona-zona yang
terpencil di suatu wilayah, memberi kemungkinan untuk dipelajari tentang
penahbisan imamat bagi kaum pria dewasa, lebih disukai pribumi, yang dihormati
dan diterima oleh komunitas mereka, meskipun para pria itu mungkin sudah
memiliki keluarga yang mapan dan stabil, demi menjamin tersedianya sakramen-sakramen
yang menyertai dan menopang kehidupan Kristiani.
Terakhir kali paus Francis menyampaikan tujuan
ini adalah pada konferensi pers dalam
penerbangan kembali dari Panama pada 27 Januari 2019, ketika muncul pertanyaan:
"Apakah Anda mengizinkan pria yang sudah menikah untuk menjadi imam?"
Lebih dahulu paus Francis merespons dengan mengulangi pernyataan paus Paulus
VI: "Saya lebih suka menyerahkan hidup saya daripada mengubah hukum
selibat," tetapi segera setelah itu paus Francis mengakui kemungkinan penghapusan
selibat "di daerah-daerah terpencil" seperti di "kepulauan
Pasifik" dan "mungkin" juga di Amazon dan "di banyak tempat
lainnya." Dan dia mengakhiri perkataannya dengan rekomendasi untuk membaca
sebuah buku karya Uskup Fritz Lobinger yang menyajikan
antara lain ide - "menarik" menurut Francis - untuk menahbiskan pria
yang sudah menikah dan memberikan mereka satu-satunya "munus," atau tugas,
untuk memberikan sakramen-sakramen, tidak termasuk tugas untuk mengajar dan
memerintah, seperti yang selalu terjadi dalam setiap penahbisan imamat.
Lobinger, 90 tahun, adalah uskup di Aliwal,
Afrika Selatan, dari tahun 1988 hingga 2004. Tetapi dia lahir dan besar di
Jerman, tempat dia tinggal sampai hari ini. Dan dia bukan uskup atau teolog
Jerman pertama yang didaftar oleh Jorge Mario Bergoglio dalam beberapa
tahun terakhir untuk meningkatkan perhatian dan persetujuan bagi penahbisan
pria yang telah menikah, dengan Amazon sebagai landasan peluncurannya.
Sebelum Lobinger, sudah ada seorang ahli
teologi dan spiritual, Wunibald Müller, yang dengannya Francis sering berkorespondensi
pada tahun 2015 tentang masalah ini, dalam surat-surat yang kemudian
dipublikasikan oleh Müller sendiri.
Tetapi di atas semuanya, kita harus ingat akan uskup
emeritus dari Xingu, Brasil, yang bernama Erwin Kräutler, 80 tahun, yang aslinya dari Austria,
seorang anggota komite persiapan sinode Amazon, yang dalam pertemuan berulang kali
dengan paus selalu mendapat dorongan besar darinya untuk memperjuangkan tujuan ini
(penahbisan pria yang menikah untuk menjadi imam), dan kini dia juga sebagai
anggota komite persiapan sinode.
Belum lagi Cardinal Cláudio Hummes, 85 tahun, dari
Brasil, tetapi dari keluarga Jerman; dia juga selama bertahun-tahun menjadi
pendukung terbuka penahbisan pria yang sudah menikah. Dia juga adalah presiden
jaringan gereja pan-Amazon yang menyatukan 25 kardinal dan uskup dari
negara-negara di wilayah itu, dan dipilih oleh paus Francis sebagai relator
jenderal sinode nanti.
Dan semua mereka tidaklah lepas dari berkat tak
berkesudahan dari rekan favorit Bergoglio di antara para kardinal dan teolog
Jerman, Walter Kasper, 86 tahun, yang dalam sebuah wawancara dengan
surat kabar "Frankfurter
Rundschau" baru-baru ini mengatakan bahwa Francis berharap hanya
membubuhkan tanda tangannya saja pada keputusan sinode yang mendukung
pentahbisan pria yang sudah menikah.
Namun, hubungan antara paus Argentina ini dengan
Jerman bukan hanya menjadi karakteristik dari sinode Amazon ini, karena hal itu
juga memiliki kisah tersendiri sebelum dan sesudahnya.
* * *
‘Kisah
sebelumnya’ adalah merupakan kelahiran dari dua sinode tentang keluarga (2014
& 2015)
Ketika Bergoglio, belum sampai setahun setelah
menjadi paus, telah mempercayakan kepada Kardinal Kasper untuk menyusun pidato pendahuluan untuk konsistori Februari 2014 dimana Kasper mengusulkan
di dalamnya untuk memberikan Komuni Kudus kepada umat yang bercerai dan menikah
kembali, maka tujuan akhir dari sinode tentang keluarga (2014 & 2015) sudah
ditentukan dan dituliskan.
Sinode itu, dalam dua sesi tahun 2014 dan 2015,
meski telah membagi dua pertanyaan itu (mengenai pemberian Komuni kepada orang
yang bercerai dan menikah lagi), tetapi Francis tetap memutuskan, atas
wewenangnya, untuk sampai pada tujuan yang telah ditentukan, meskipun dalam
bentuk yang sangat ambigu karena hanya dicantumkan pada catatan kaki dalam anjuran
post synodal "Amoris Laetitia."
Dan sejak itu, setiap uskup di dunia memiliki
wewenang, di keuskupannya sendiri, untuk memberikan Komuni Kudus kepada umat yang
bercerai dan menikah kembali, yang pertama kalinya diusulkan pada tahun 1990-an
oleh beberapa uskup Jerman dengan Kasper sebagai pemimpinnya, yang saat itu dengan
tegas ditentang oleh Paus Yohanes Paulus II dan oleh Kardinal Joseph Ratzinger,
sebagai kepala Kongregasi untuk Ajaran Iman.
* * *
Setelah dua sinode tentang keluarga, ada sebuah
saat istirahat di Vatikan, dimana hal ini juga dipenuhi dengan aroma Jerman, atau
lebih tepatnya dari kota Jerman Switzerland yang bernama Sankt Gallen, tempat
pertemuan, sebelum dan sesudah 2000, dari klub para kardinal progresif – sebagai
calon kuat pemilih masa depan Bergoglio untuk menduduki tahta kepausan – dimana
anggotanya antara lain: di Jerman, Karl Lehmann dan Kasper, dan di Italia ada Carlo
Maria Martini (Jesuit) sebagai perwakilan utamanya.
Bagi mereka, masalahnya adalah menentukan topik
bagi sinode berikutnya, dan di bagian paling atas dari agenda paus Francis adalah
soal penahbisan pria yang sudah menikah.
Itu adalah salah satu dari "masalah
utama" yang diajukan Kardinal Martini untuk dibahas dalam serangkaian
sinode terkait, dalam komentarnya yang mengesankan tentang sinode 1999 di mana dia
berkata sebagai berikut:
"Kekurangan imam-imam yang tertahbis,
peran perempuan dalam masyarakat dan di dalam Gereja, disiplin pernikahan, visi
Katolik tentang seksualitas ...."
Tetapi Bergoglio memutuskan untuk menunda hal itu
sementara waktu, dan berfokus pada sinode yang dijadwalkan pada Oktober 2018
dengan tema tentang kaum muda, dengan pokok bahasan di sana adalah "visi
Katolik tentang seksualitas," termasuk homoseksualitas.
Namun implikasi ini tidak terbentuk, karena sebuah ‘keputusan bijaksana’ oleh Bergoglio sendiri selama
persidangan, dan sinode tentang kaum muda itu akhirnya menjadi salah satu yang
paling membosankan dan tidak bermanfaat dalam sejarah.
Tetapi ada juga sinode khusus untuk Amazon yang
dijadwalkan tahun 2019. Dan di sini agenda Martini telah diterapkan secara penuh, tidak hanya
dengan penahbisan pria yang sudah menikah, yang praktis telah diputuskan sebelum
sinode dimulai, tetapi bahkan dengan keinginan yang misterius, yang diungkapkan
dalam paragraf 129 dari "Instrumentum laboris," untuk
"mengidentifikasi jenis pelayanan resmi yang dapat diberikan bagi kaum wanita,"
yang tidak hanya akan menjadi "diakon wanita," yang ditunda oleh Paus
Francis guna melakukan "eksplorasi lebih lanjut," tetapi ia masih
akan menjadi sebuah "pelayanan," mungkin bersifat sakramental yang dilakukan
oleh wanita.
* * *
Tetapi semua ini belum berakhir. Karena sinode
Amazon juga akan memiliki akibat berikutnya "setelah itu." Dan itu
akan tepat dilakukan di Jerman.
Maret lalu, konferensi episkopal Jerman, yang berkumpul
dalam sidang paripurna di Lingen, memasukkan ke dalam sinode nasional dengan tiga "forum"
persiapan dengan tema-tema berikut:
- "Kekuasaan, partisipasi, pemisahan
kekuasaan," yang dipimpin oleh Uskup Speyer Karl-Heinz Wiesemann;
- "Moralitas seksual," yang dipimpin oleh Uskup Osnabrück Franz-Josef Bode;
- "Bentuk kehidupan imamat," yang dipimpin oleh Uskup Münster Felix Genn.
- "Moralitas seksual," yang dipimpin oleh Uskup Osnabrück Franz-Josef Bode;
- "Bentuk kehidupan imamat," yang dipimpin oleh Uskup Münster Felix Genn.
Sekali lagi agendanya benar-benar adalah ‘milik’
Martini, dan dalam pembicaraan pendahuluan majelis pleno di Lingen dikatakan
"apertis verbis" bahwa tujuannya adalah untuk sampai pada keputusan yang
melegitimasi (mengesahkan atau membenarkan) tindakan homoseksual (ini adalah tujuan
sinode yang belum terpenuhi pada saat sinode kaum muda tahun 2018), dan memperkenalkan
penahbisan pria yang sudah menikah di Jerman juga (jadi, tidak lagi hanya di Gereja
pinggiran dan terpencil seperti di Amazon).
Disitu juga desakan bahwa untuk meraih keputusan
seperti itu, suara mayoritas sudah cukup, tanpa pihak minoritas dapat
menghalangi hal itu mulai berlaku dan tanpa memerlukan lampu hijau dari Gereja
Katolik secara keseluruhan.
Begitulah, semuanya memperjelas bahwa Francis tidak mengajukan keberatan terhadap
program Gereja Jerman ini.
Hal ini merupakan salah satu Gereja yang paling
dilanda bencana di dunia, dengan semua jarum menunjuk warna merah, kecuali
untuk kekayaan moneter. Namun justru itulah yang dipromosikan oleh Bergoglio
sebagai lampu suar kepausannya.
Published with permission
from L'Espresso.
No comments:
Post a Comment