John-Henry Westen / LifeSiteNews.com
IMAM-IMAM JERMAN YANG
SETIA:
AJARAN POPE FRANCIS
MENGENAI PERKAWINAN BERTETANGAN DENGAN HUKUM-HUKUM TUHAN
by MAIKE HICKSON
27 Juni 2019 (LifeSiteNews)
— Communio
veritatis, sekelompok imam-imam Jerman,
baru-baru ini menerbitkan, pada Pesta Kelahiran Kelahiran Santo Yohanes
Pembaptis, sebuah pernyataan yang memuji para kardinal dubia yang “pemberani”
dan mengingatkan kita akan kesaksian Santo Yohanes Pembaptis, yang mati karena
pembelaannya atas kesucian perkawinan.
Berbicara tentang anjuran pasca-sinode
dari paus Francis, Amoris Laetitia, para imam itu menyatakan bahwa anjuran itu
menciptakan "kontradiksi" dengan hukum Allah tentang pernikahan.
Ketika Paus Francis menerbitkan Amoris Laetitia pada bulan Oktober 2017, dalam AAS (Official Acts of the Apostolic See), yaitu pedoman para uskup Buenos Aires untuk mengijinkan
beberapa orang yang bercerai dan kemudian ‘menikah kembali’ untuk menerima
Komuni Kudus, hal ini akan menimbulkan "pelanggaran secara terbuka,"
tambah mereka.
“Sekarang nampak jelas betapa Magisterium
dari nashat Apostolic Familiaris Consortio dan pengajaran
kosong dari Amoris Laetitia berada dalam pertentangan yang jelas satu sama
lain, dan orang yang dapat berpikir, akan memiliki keuntungan yang jelas atas hal
ini.”
Para imam Jerman yang setia ini
memuji Santo Yohanes Pembaptis karena kemartirannya dan menyatakan bahwa St.Yohanes
telah ‘menyerahkan kepalanya demi kebenaran.’ “Dia bersaksi atas kebenaran dan
menegur perzinahan yang dilakukan oleh raja: 'Tidak sah bagimu untuk memiliki istri
saudaramu' (Markus 6:18)!” Demi kebenaran ini orang suci itu harus mati.
"Apakah St.Yohanes akan mau mempresentasikan bab kedelapan dari Amoris
Laetitia," Communio veritatis
melanjutkan, "…kemungkinan besar dia akan dipekerjakan sebagai pemimpin
agama di istana Herodes dan kemudian, beberapa dekade kemudian, dia akan
meninggal dengan damai."
Bagi para imam Jerman ini, kesaksian
St. Yohanes Pembaptis menunjukkan bahwa “kejelasan
dalam hal kebenaran adalah mutlak diperlukan.” Di sini, mereka merujuk pada
Nasihat Apostolik Familiaris Consortio dari Paus Yohanes Paulus II, di mana Paus itu “…dengan
jelas menegaskan kembali, sejalan dengan Kitab Suci, tentang praktik Gereja,
yang dengan hal itu orang-orang yang bercerai dan menikah kembali dan hidup secara
more uxorio [sebagai suami dan istri]
tidak boleh menerima Komuni Kudus."
Selain itu, kelompok imam-imam
yang setia ini juga mengingatkan kita bahwa pada tahun 1994, Kardinal Joseph
Ratzinger telah merujuk kembali kepada Familiaris Consortio dan dia bersikeras
bahwa "tidak ada pengecualian untuk kasus-kasus tertentu maupun setelah adanya
keputusan dari hati nurani," demikian pernyataan para imam itu. Katekismus
Gereja Katolik (CCC
1650) juga menyatakan bahwa mereka yang “menikah kembali”
setelah perceraian, “tidak dapat menerima Komuni Kudua selama situasi mereka masih
berlanjut,” karena kehidupan mereka secara objektif adalah menentang hukum
Allah.
Ketika Amoris Laetitis pasal
delapan muncul, hal itu ”menimbulkan kontradiksi yang membingungkan, dan empat orang
kardinal pemberani menyampaikan dubia mereka dengan kuat untuk memenuhi
tanggung jawab mereka di hadapan Allah,” jelas para imam itu. "Tidak adanya jawaban sama sekali dari
pihak paus Francis atas dubia mereka, adalah merupakan jawaban yang paling
jelas dari semuanya."
Karena paus Francis tidak mau menanggapi,
maka Kardinal Gerhard Müller – yang waktu itu menjadi kepala Kongregasi untuk
Ajaran Iman - yang kemudian membuat sebuah pernyataan, pada Februari 2017. Para
imam Jerman ini mengutip sebuah wawancara di mana Kardinal Müller menyatakan
bahwa hanya pasangan yang hidup dalam keadaan pantang (atas hubungan sexual)
yang boleh menerima sakramen-sakramen, sama seperti yang diperintahkan oleh
Yohanes Paulus II di dalam Familiaris
Consortio. "Orang tidak boleh mengatakan
bahwa ada keadaan-keadaan tertentu di mana perzinaan bukanlah dosa berat,"
seperti yang dikatakan Müller saat itu. “Ini
adalah substansi Sakramen,” lanjutnya, “dan tidak ada kuasa di surga atau di
bumi, malaikat maupun Paus, konsili, atau hukum yang dikeluarkan oleh para
uskup yang bisa merubah hal ini.”
Dalam konteks
pernyataan-pernyataan ini, kelompok imam-imam ini melihat adanya “pelanggaran
yang jelas” sebagaimana dilakukan pada Oktober 2017, ketika paus Francis memerintahkan penerbitan
pedoman para uskup Buenos Aires di AAS. Pedoman ini, kata para imam itu,
secara eksplisit menyatakan bahwa beberapa orang yang bercerai dan kemudian menikah
secara sipil, bisa menerima sakramen-sakramen bahkan jika mereka tidak mau
hidup secara berpantang (atas hubungan sexual).
“Dalam suratnya kepada
Uskup Buenos Aires, Uskup Roma (paus Francis) tidak hanya menyetujui 'pedoman'
ini, tetapi juga memberi mereka status eksklusif,” tambah imam-imam Jerman itu.
Pedoman ini “sepenuhnya menjelaskan arti dari bab kedelapan Amoris Laetitia.
Tidak ada interpretasi lain,” karena seperti itulah tulisan paus, sebagaimana
para imam ini mengingatkan kita.
No comments:
Post a Comment