MELONGGARKAN
PRAKTEK SELIBAT IMAMAT DI WILAYAH AMAZON AKAN MEMPENGARUHI SELURUH GEREJA
UNIVERSAL
by Diane Montagna
ROMA,
20 Juni 2019 (LifeSiteNews) - Kardinal Raymond Burke menentang pernyataan
baru-baru ini yang dibuat oleh para penyelenggara Sinode Amazon, dengan
mengatakan bahwa adalah sebuah tindakan yang ‘tidak jujur’ jika mengatakan bahwa
pertemuan Oktober mendatang hanyalah untuk "menangani masalah selibat bagi
klerus di wilayah itu saja."
"Jika
[sinode] berniat untuk menjawab pertanyaan itu, yang saya pikir tidak tepat
untuk dilakukan, karena hal itu akan mempengaruhi seluruh disiplin Gereja
universal," kata Kardinal Burke kepada LifeSiteNews pada 19 Juni.
“Sebenarnya,”
kardinal itu menambahkan, “sudah ada seorang Uskup di Jerman yang telah
mengumumkan bahwa, jika Bapa Suci memberikan kelonggaran pada kewajiban selibat
yang sempurna bagi para klerus di Wilayah Amazon, maka para Uskup Jerman akan
meminta hal yang sama."
Komentar
Kardinal ini muncul sebagai tanggapan terhadap komentar yang dibuat oleh
penyelenggara sinode pada hari Senin, saat peluncuran dokumen kerja yang kontroversial
[Instrumentem laboris], yang akan menjadi
dasar dari diskusi dan keputusan bagi pertemuan selama tiga minggu pada bulan
Oktober mendatang.
Pertanyaan saat peluncuran dokumen kerja sinode
Pada
konferensi pers di Vatikan 17 Juni lalu, wartawan LifeSiteNews bertanya kepada penyelenggara sinode, Kardinal Lorenzo
Baldisseri dan Uskup Fabio Fabene, tentang kemungkinan dampaknya bagi Gereja
universal.
Koresponden ini bertanya:
Saat
membaca dokumen kerja, saya mendapat kesan bahwa ide itu tidak hanya untuk
membantu wilayah Amazon saja, tetapi juga untuk memberi kepada seluruh Gereja
"sebuah wajah Amazon," ini adalah istilah yang digunakan oleh paus
Francis dalam berbagai kesempatan. Akankah Sinode ini memiliki implikasi dan
konsekuensi bagi seluruh Gereja?
Dan
mengingat bahwa selibat [dalam arti luas dari tindakan pantang yang sempurna] adalah
milik dari tradisi apostolik, seperti misalnya yang dikatakan oleh Kardinal
Robert Sarah, tidakkah lebih baik untuk mengirimkan imam-imam misionaris yang baik ke Amazon, untuk memperkuat
gereja lokal, dan berdoa memohon adanya panggilan imamat?
Uskup
Fabene, wakil sekretaris Sinode Para Uskup, menanggapi pertanyaan pertama, dengan
menegaskan bahwa “sinode ini adalah sinode khusus yang hanya menyangkut wilayah
Pan-Amazon. Karena itu, sinode ini akan menjawab tuntutan dari komunitas-komunitas
Kristiani disana.”
“Bukannya
kami ingin membuat wajah dari seluruh Gereja universal menjadi ‘berwarna’ Amazon,
tetapi hanya wajah gereja Amazon saja,” kata Uskup Fabene.
Dia
menambahkan: “Bisa jadi hasil sinode ini mungkin memiliki beberapa implikasi
dari sudut pandang pastoral dan juga bagi Gereja, terutama saya percaya akan
akibatnya di bidang ekologi,
karena ada wilayah-wilayah, seperti yang telah disebutkan, misalnya Kongo, yang
serupa dengan Amazon."
"Karena
itu, pasti akan ada dampaknya," katanya. “Tapi sinode itu adalah sinode yang
khusus untuk Amazon. Ini jelas."
Menanggapi
pertanyaan kedua tentang selibat imam, Uskup Fabene menegaskan bahwa “tidak ada
orang di sini yang ingin menentang selibat.” Dia melanjutkan:
Anda
mendengar ketika kami berbicara tentang nomor 129 [dari Instrumentum laboris], dengan jelas apa yang tertulis di sana:
‘Menegaskan bahwa selibat adalah sebuah karunia bagi Gereja.’ Karena itu,
pertama-tama ada penegasan selibat. Kemudian, mengenai pengiriman imam dari
benua lain dan dari negara-negara lain ke Amazon, para misionaris selalu
melakukan ini, sejak evangelisasi pertama. Namun, saya percaya bahwa saatnya
juga tiba, sesuai dengan permintaan itu sendiri, bahwa panggilan bagi penduduk
asli bangkit dan tumbuh.
Kardinal
Lorenzo Baldisseri, sekretaris jenderal sinode para uskup, mendukung tanggapan
Uskup Fabene tentang selibat, dengan mengatakan "jawabannya adalah benar,
dalam arti bahwa yang satu tidak mengecualikan yang lain."
Kardinal
itu menambahkan bahwa "menghargai" masyarakat adat juga "secara
alami menyiratkan mempromosikan panggilan bagi penduduk asli" yang akan
"memikul tanggung jawab" di wilayah tersebut.
Menyoroti
rekomendasi dokumen kerja untuk mempelajari kemungkinan menahbiskan
"penatua" yang "telah memiliki keluarga" [dokumen tersebut
tidak menggunakan kata "menikah" untuk menggambarkan para penatua ini],
Kardinal Baldisseri mengatakan ini akan dilakukan "dengan kriteria yang
sangat spesifik" dan "akan menjadi sebuah pengecualian."
"Kami sudah memiliki kehadiran Anglicanorum coetibus, atau Gereja-Gereja
Timur," katanya. "Ini bukanlah pertanyaan dogmatis tapi pertanyaan tentang
disiplin, yang tergantung pada keadaan yang ada."
Dalam
wawancara lebih lanjut setelah konferensi pers, LifeSiteNews bertanya kepada Kardinal Baldisseri tentang masalah
selibat imam dalam tradisi kerasulan.
Kami
bertanya kepadanya: “Dokumen itu mengatakan bahwa selibat adalah sebuah karunia
bagi Gereja, tetapi itu juga milik tradisi kerasulan, seperti yang dikatakan
Kardinal Sarah dan yang lain-lainnya. Jadi, apa yang saya katakan adalah bahwa,
mengingat [selibat] bukan hanya karunia, tetapi juga bagian dari tradisi kerasulan ... "
"Apakah
Anda tahu apa artinya tradisi kerasulan?" tanya Kardinal menyela.
"Ya,"
jawab kami.
"Apakah
Anda pikir itu hanya bagi para rasul?" tanya dia.
“Tidak,
juga bagi para penerus para rasul,” jawab kami.
“OK,
penerus para rasul. Apakah Anda tidak ingat St. Paul ketika dia pergi dan
mendirikan sebuah gereja? "
"Ya,"
jawab kami.
“Dia
menyerahkan kepada para penatua setempat sebagai kepala gereja. Dia adalah
seorang misionaris, dan seperti itulah bagaimana presbiteriat dilahirkan; dan
ini adalah bersifat apostolik dalam pengertian ini, karena St. Paulus mewakili
Gereja dan imam-imam yang ditahbiskan, para presbiteriat.”
“Ya,
tetapi apakah mereka hidup selibat atau tidak?” kami bertanya kepada kardinal.
"Mereka
laki-laki. Tidak tertulis bahwa mereka selibat. Itu tidak benar, "katanya.
"Itu
tidak benar?" kami bertanya.
"Itu
tidak benar bahwa mereka selibat. Tidak, tidak, ”dia bersikeras. “Mereka adalah
penatua. Titik!."
"Saya
mengerti. Anda mengatakan bahwa mungkin
mereka sudah menikah,” kami melanjutkan.
"Tentu
saja," katanya.
Kami
masih ingin kejelasan atas masalah ini, kami menyela dan berkata: "Maaf,
sudah menikah tetapi tidak hidup selibat, karena ada perbedaan besar antara
pria yang menikah dan pria yang menikah tetapi meninggalkan segalanya untuk
Tuhan, seperti St. Peter, sebagai contohnya. Dia selibat."
Kardinal
Baldisseri menjawab:
St.
Petrus meninggalkan segalanya dan kemudian dia pergi, dia pergi bersama Tuhan.
Tetapi coba pikirkan, bahwa komunitas yang dibentuk bukan hanya berada di
tangan para rasul. Karena para rasul hanya berjumlah dua belas orang. Titik. Lalu
apa yang terjadi setelah itu, tidak ditentukan di mana pun, jika mereka yang
datang dalam keadaan selibat atau jika mereka menikah. Begitu banyak
Gereja-Gereja Timur tetap mempertahankan
kebebasan, dan mereka masih melanjutkan dengan dua kemungkinan ini, hidup selibat
atau tidak. Sangat menarik karena gereja-gereja Timur memberi tahu kita hal
ini: bahwa untuk menjadi uskup ... di sana Anda melihat dengan lebih baik peranan
Paulus, yang berpindah dari satu komunitas ke komunitas lain seperti pengawas.
Faktanya, inilah yang dimaksud dengan 'episkopal': pengawas atas presbiterat di
tempat itu. Dan karena pada saat itu selibat tidak dianggap sebagai sesuatu
yang sangat diperlukan, kami tidak menemukannya datanya di mana pun. Faktanya,
Anda tahu bahwa St. Paul mengatakan bahwa seorang uskup harus hanya memiliki
satu istri. Bacalah surat-surat St. Paulus dan Anda akan menemukan kualitas seorang
imam di sana.
Kardinal Burke berkata:
Dalam
komentarnya kepada LifeSiteNews pada
19 Juni 2019, Kardinal Burke mengatakan bahwa dia menemukan "banyak
elemen" dalam wawancara dengan Uskup Fabene dan Kardinal Baldisseri
(mengenai disiplin selibat sempurna bagi para klerus) dengan menyebutnya
sebagai "cara yang membingungkan."
Yang
Mulia Card.Burke mengatakan bahwa selibat yang sempurna bagi para klerus
"pastilah berasal dari semangat kerasulan, seperti yang ditunjukkan oleh buku
yang berisi penelitian klasik Pastor Christian Cochini, S.J., Les origines apostoliques du célibat sacerdotal.”
Buku
tersebut diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul Apostolic Origins of Priestly Celibacy (Ignatius Press). Dalam karya ilmiah
ini, Pater Cochini menelaah pertanyaan tentang tradisi selibat imam yang
dimulai di Gereja Latin dan melacaknya kembali ke asalnya pada para rasul dulu.
Dia menunjukkan “melalui sumber-sumber patristik dan dokumentasi konsili
sejak permulaan Gereja, meskipun para pria yang menikah dapat menjadi imam, tetapi
mereka diharuskan bersumpah selibat sebelum ditahbiskan, yang berarti mereka
bermaksud menjalani kehidupan pantang (dalam hubungan sex). Faktanya, semua ini
dibahas secara mendalam pada saat Sidang Umum Biasa Kedua dari Sinode para
Uskup pada tahun 1971, yang membicarakan tentang dua masalah: Perutusan Imamat dan
Keadilan di Dunia."
Card.Burke
mengatakan bahwa selama masa setelah KV II, ada kekacauan besar mengenai
selibat wajib bagi klerus serta sebuah dorongan yang kuat untuk menjadikan selibat
klerus sebagai hal yang opsional (pilihan).
Dia
mengatakan bahwa “terlepas dari tekanan yang hebat, para Uskup, dalam dokumen
akhir Sinode, Ultimis temporibus (30
November 1971), diikuti oleh ajaran dan disiplin abadi yang telah ditetapkan
dalam Surat Ensiklik Paus Paul VI Sacerdotalis
Caelibatus (24
Juni 1967)."
Dalam
Sacerdotalis Caelibatus, Paul VI
mengatakan bahwa Gereja "menyadari adanya kekurangan imam yang kritis bila
dibandingkan dengan kebutuhan spiritual penduduk dunia."
Tetapi
Paus menambahkan bahwa Gereja “… yakin akan harapannya yang didasarkan pada
kekuatan rahmat yang tak terbatas dan misterius, bahwa kualitas spiritual yang tinggi dari para utusannya (imam-imam) akan
membawa peningkatan juga dalam jumlah mereka, karena segalanya adalah mungkin
bagi Allah.”
“Pada
akhirnya,” Kardinal Burke menjelaskan, “Gereja semakin memahami kehendak Tuhan bagi
mereka yang dipanggil untuk ikut serta dalam perutusan Apostolik, kehendak yang
juga dicontohkan-Nya sendiri, melalui kehidupan-Nya sendiri, dengan melalui selibat-Nya
yang sempurna.”
“Karena
itu,” dia menambahkan, “Gereja telah memahami bahwa, ketika Tuhan kita
memanggil seseorang untuk menjadi imam, Dia juga memanggilnya untuk menjalani
selibat yang sempurna sebagai ekspresi esensial dari identitas imam dengan
diri-Nya sebagai Kepala dan Gembala dari kawanan domba, dan dengan kemurahan
hati pastoral-Nya."
"Kepada
mereka yang Dia panggil Dia juga memberikan rahmat untuk menjawab
panggilan-Nya," katanya.
Yang
Mulia Card.Burke juga mencatat bahwa karunia atau rahmat dari selibat yang sempurna
diberikan “di setiap saat dan di setiap tempat, seperti yang diilustrasikan secara
luar biasa oleh sejarah Gereja.” Dia melanjutkan:
Dalam
hal itu, saya ingat akan kunjungan bersama seorang Uskup Brasil, selama
kunjungan saya ke Brasil pada Juni 2017, dimana dia telah menjadi Uskup di
Wilayah Amazon selama lebih dari satu dekade. Selama percakapan kami, saya
bertanya kepadanya tentang panggilan imamat di Wilayah Amazon karena saya telah
mendengar dari berbagai sumber bahwa para pemuda di Wilayah Amazon tidak bisa menerima
tindakan selibat. Dia segera menjawab bahwa, jika Uskup menjalankan panggilannya
secara baik, akan ada tanggapan yang bersemangat terhadap panggilan imamat dan mereka
akan mau memeluk tindakan selibat yang sempurna.
Kardinal
Burke mengakhiri komentarnya dengan tiga pengamatannya.
Pertama, dia berkata: “…bagi
saya, tampaknya pertanyaan tentang selibat klerus di antara para klerus di
Wilayah Amazon dicampuradukkan dengan gagasan evangelisasi yang keliru, yang
pada akhirnya akan menerima praktik-praktik adat yang, pada kenyataannya, justru
membutuhkan pemurnian dan peningkatan, dimana rahmat dari Kristus akan selalu
membawa orang-orang ke suatu tempat melalui evangelisasi yang benar."
"Kedua," tambahnya, "…adalah tidak jujur untuk
mengatakan bahwa sinode Pan Amazon sedang menangani masalah selibat klerus hanya
bagi wilayah itu saja."
“Jika
hal itu menyulut pertanyaan, yang menurut saya (penghapusan selibat) tidak
benar untuk dilakukan, hal itu akan berhubungan langsung dengan disiplin Gereja universal. Bahkan, sudah ada
seorang Uskup di Jerman yang menyatakan bahwa jika Bapa Suci memberikan
pelonggaran terhadap kewajiban selibat sempurna bagi para klerus di Wilayah
Amazon, maka para Uskup Jerman akan meminta pelonggaran yang sama.”
“Terakhir,” mantan prefek Signatura Apostolik itu mencatat bahwa “…mengemukakan
kasus seorang Anglikan yang menikah dengan orang Katolik, atau para pendeta
Protestan yang telah diterima dalam persekutuan penuh Gereja Katolik Roma, dan
ditahbiskan menjadi imam, hal itu belum mempertimbangkan bahwa praktik yang
menyangkut selibat klerus, membutuhkan studi dan klarifikasi yang lebih mendalam."
No comments:
Post a Comment