These Last Days News - October 11, 2017
Sebuah Homili Dari Seorang Uskup San Francisco
USKUP AGUNG SALVATORE CORDILEONE:
KITA TIDAK BISA LEBIH LAMA LAGI
MENGABAIKAN PERMINTAAN-PERMINTAAN
DARI BUNDA FATIMA ...
NCRegister.com reported on October 9, 2017:
Homili berikut, “Fatima:
Panggilan menuju pembentukan Pasukan Spiritual demi Keselamatan dan Perdamaian
Dunia,” disampaikan oleh Uskup Agung Salvatore Cordileone pada 7 Oktober lalu ketika dia mengkonsekrasikan Keuskupan
Agung San Francisco kepada Hati Maria yang Tak Bernoda.
Pendahuluan
Di saat yang sangat penting dalam sejarah dunia ini, saat
kita menandai peringatan ke-100 tahun
penampakan Bunda Maria di Fatima, dapat dimengerti, bahwa banyak
perhatian telah diberikan pada fenomena supernatural ini. Saya tahu, bahwa
mudah bagi kita untuk merasa terganggu oleh unsur-unsur sensasional dari
penampakan ini: prediksi perang dan bencana, matahari yang menari, penglihatan
atas neraka. Kita mudah tergelitik dengan bagian-bagian dari cerita itu,
mungkin begitu banyak, hingga kita kehilangan inti keseluruhannya, yang tentu
saja, adalah pesannya sendiri.
Penglihatan atas neraka dan waktu 100 tahun yang telah
berlalu
Penglihatan atas neraka adalah sebuah momen terkenal dalam kisah penampakan Fatima: tiga anak
gembala melihat jiwa-jiwa yang tersiksa di neraka dengan penderitaan yang tak
terlukiskan, sebuah penglihatan yang begitu mengerikan dan menakutkan hingga
mereka menjerit keras karena ketakutan.
Segera setelah penglihatan ini, Bunda Maria meminta penyebarluasan
devosi kepada Hatinya Yang Tak Bernoda. Sekarang, ada beberapa orang, saya
yakin, yang ingin menganggap semua ini sebagai khayalan belaka; bahkan ada
beberapa orang yang menyangkal keberadaan neraka. [Lihat (*) di bawah.] Tetapi jika kita berpikir tentang apa yang telah terjadi
selama 100 tahun terakhir ini sejak dari pesan ini diberikan, ditambah dengan
kegagalan kita untuk melaksanakannya, apakah itu tidak memberi tahu kita bahwa tahun-than
yang baru saja kita lewati tidak lain adalah sebuah pengalaman neraka?
Yang pasti, dalam banyak hal, telah ada kemajuan besar selama
abad yang lalu: orang segera memikirkan perbaikan dalam teknologi yang telah
meningkatkan kemudahan dan kecepatan komunikasi, perdagangan, dan perjalanan;
kemajuan dalam perawatan dan pengurangan penyakit fisik dan mental; kemajuan
dalam hak-hak sipil. Namun, ada juga kemunduran yang mengerikan di bidang lain,
dan bahkan di bidang-bidang di mana kemajuan telah dibuat. Jika kita berpikir
tentang abad yang sekarang kita jalani, apakah itu tidak menunjukkan dirinya
sebagai tahun-tahun yang dalam banyak hal merupakan cerminan neraka yang hidup,
yang di banyak bidang telah mengolok-olok Allah secara total?
Contoh-contohnya terlalu banyak untuk disebutkan di sini,
tetapi yang langsung terlintas dalam pikiran, dimulai dengan dua perang besar
yang menyelimuti seluruh dunia di dalam kekerasan dan pertumpahan darah. Ada kamp-kamp
kematian dan genosida -- yang paling terkenal, yang dilakukan terhadap
orang-orang yang pertama-tama dipilih Allah untuk menjadi milik-Nya.
Siapakah yang berani mengatakan bahwa kebiadaban seperti itu
bukan merupakan cemoohan terhadap Allah? Ini adalah abad yang menghasilkan
rezim paling brutal dalam sejarah dunia, dan di seluruh muka bumi. Dan kemudian
ada juga penganiayaan terhadap Gereja di setiap dekade abad ini dan di seluruh
dunia, dan sekarang penindasan dan pemusnahan umat Kristen dan minoritas agama
lainnya di Timur Tengah dan di tempat lain, yang permohonannya untuk meminta perlindungan
dan keadilan dari komunitas internasional, telah masuk ke telinga yang tuli.
Kita tidak harus melihat jauh melintasi ruang dan waktu.
Masih segar dalam ingatan kita dan berat di hati kita, adalah korban kekejaman
di Las Vegas hanya beberapa hari yang lalu, yang tragis hanyalah penembakan
massal terbaru dan paling dahsyat dalam serangkaian kekerasan yang tidak masuk
akal di negara kita selama bertahun-tahun hingga sekarang.
Dan kemudian ada juga serangan terhadap kehidupan manusia
yang tidak bersalah: tanah kami sendiri telah dikotori oleh darah anak-anak
yang tidak bersalah dalam apa yang telah menjadi epidemi mematikan sama dengan
genosida, terhadap kehidupan di dalam rahim; dan sekarang kita semakin
menyaksikan ditinggalkannya saudara-saudari kita yang menderita di ujung
perjalanan kehidupan mereka.
Dan bahkan di kota kita sendiri San Francisco,
kita melihat di jalan-jalan kita ada banyak orang menderita kerusakan akibat
kecanduan dan penyakit mental, serta adanya perayaan dan bahkan meninggikan hal-hal
yang vulgar dan menghujat, mengolok-olok rencana Allah yang indah dalam cara
Dia menciptakan kita, di dalam tubuh kita sendiri, untuk persekutuan dengan satu
sama lain dan persekutuan dengan Tuhan sendiri. Tuhan diejek di jalan-jalan
kita, dan itu disambut dengan tepuk tangan dan sorak sorai di tengah komunitas
kita - namun, kita tetap diam.
Apa yang terjadi pada dunia kita? Dengan berbagai cara, apa
yang tadinya tidak terpikirkan, kini telah menjadi rutinitas. Abad sejak
penampakan Fatima yang sekarang berakhir, telah mengolok-olok Tuhan,
tetapi Tuhan tidak akan bisa diejek: bukan karena Dia senang membalas dendam
kepada kita, tetapi karena jika kita memalingkan punggung kita kepada Tuhan
hanya akan memantulkan kembali akibatnya kepada kita, yang menjurus kepada
penghancuran diri kita sendiri.
Sekarang, orang mungkin berpendapat bahwa semua ini telah
terjadi, bukan karena orang lebih rusak moralnya di zaman kita daripada di masa
lalu, tetapi karena cara-cara modern untuk melakukan kekerasan, perusakan dan
kerusakan moral jauh lebih canggih dan masif sekarang daripada di masa lalu.
Ini mungkin benar, tetapi jika demikian, hal itu semakin menunjukkan kebutuhan
kita untuk memperhatikan pesan Fatima dan memohon belas kasihan Tuhan.
Pembela kita
Maka kita musti berpaling kepada Bunda kita, karena akar dari
semua penderitaan dan kehancuran ini adalah penyakit spiritual, yang, bertolak
belakang dengan jenis penyakit fisik
dan mental, yang telah tumbuh di zaman kita
dan sebagian besar tidak ditangani. Ini adalah penyakit yang ‘melucuti’ Tuhan
dan menggantikan-Nya dengan ‘ego yang otonom,’
menjadikan diri kita sebagai Tuhan, menciptakan realitas sendiri untuk diri
sendiri. Ini adalah penyakit yang menolak untuk mengakui Putra Allah, Yesus
Kristus, sebagai kebenaran tertinggi dan ikon kasih yang sempurna.
Jadi, ya, kita berpaling kepada Bunda kita. Sekarang, memang,
kita merasa tidak membutuhkan Maria untuk menunjukkan jalan kepada Kristus bagi
kita. Kita tahu di mana Dia berada: Dia berada di tabernakel, di dalam
sakramen, dalam Sabda-Nya, Dia hadir di dalam Gereja. Sebaliknya, yang kita
butuhkan adalah seseorang untuk
menjemput kita dan membawa kita kepada-Nya, karena kita terlalu lemah untuk
sampai ke sana sendirian. Jadi, karena Maria memiliki peran khusus dalam
mengasuh Putra Allah, maka dia memiliki peran khusus pula dalam mengasuh kita
ke dalam kehidupan di dalam Putranya. Perutusan Keibuan ganda dari Bunda Maria
ini - dalam kehidupan Putranya dan dalam kehidupan umat beriman -- dijelaskan
secara mendalam oleh Paus St. Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya Bunda Penebus (no. 24):
… ada kaitan yang unik antara saat Inkarnasi Sabda dan saat
kelahiran Gereja. Orang yang mengaitkan dua momen penting ini adalah Maria:
Maria di Nazareth dan Maria di Ruang Atas di Yerusalem… Demikianlah dia yang
hadir dalam misteri Kristus sebagai Ibu – atas kehendak Putra dan kuasa Roh
Kudus – telah ikut serta dan
selalu hadir dalam misteri Gereja. Di dalam Gereja Maria juga terus memperlihatkan kehadiran keibuannya, seperti yang
ditunjukkan oleh kata-kata yang diucapkan Yesus dari Salib: 'Wanita, lihatlah
putramu!'; dan "Lihatlah, Ibumu."
Dalam kehadiran keibuannya, Maria ada di sana (Fatima) untuk
mendukung kita. Kita melihat hal ini dalam gambar Bunda Fatima kita. Di bagian
bawah jubahnya ada sebuah bintang. Bintang itu dapat dilihat sebagai referensi
untuk Ester dalam Perjanjian Lama, yang namanya berarti "bintang." Ester
adalah orang yang memohon kepada raja Persia untuk meluputkan
nyawa rakyatnya, dan hal itu beresiko
besar bagi hidupnya sendiri. Raja, yang telah mengambilnya sebagai ratu,
tertipu untuk mengeluarkan dekrit yang memerintahkan pembantaian orang-orang
Yahudi, dan untuk meminta raja agar menyelamatkan rakyat Ester, maka Ester harus
mengungkapkan kepada raja identitas Yahudi-nya.
Dengan memohon kepada raja, dia menyelamatkan rakyatnya.
Bunda Maria, Bintang Evangelisasi Baru, juga tidak berhenti memohon bagi kita
kepada Raja kita, seperti yang dia lakukan untuk pasangan miskin yang baru
menikah di Kana. Ini bukan karena kita
akan diperlakukan dengan keras oleh Putranya jika kita mendekati-Nya secara
langsung. Tidak, melainkan kita harus menyadari bahwa Allah akan memperlakukan
kita dengan adil jika kita meminta belas kasihan. Tuhan ingin kita meminta
belas kasihan, dan Dia ingin kita meminta melalui Ibu dari Putra-Nya untuk
membantu kita, sama seperti Maria menolong pasangan di Kana.
Mengindahkan permintaan Bunda Maria dan 100 tahun berikutnya
Selama 100 tahun kita telah mengabaikan pesan Fatima; atau,
mungkin, itu bukan pesan yang terlalu mudah kita abaikan
begitu saja, karena kita sangat menyadari pesan
peringatan dan sejarah yang dihasilkannya. Namun, adalah permintaan dari Bunda Maria yang kita
abaikan. Tetapi kita tidak boleh melakukannya
lagi. Kita harus memperhatikan permintaan Bunda Maria di Fatima. Kita harus melakukan apa yang dikatakan Maria kepada para
pelayan di Kana: lakukan apa yang Dia katakan kepadamu. Dan apa yang Kristus
perintahkan agar kita lakukan? Dia mengungkapkan hal ini melalui permintaan-permintaan
Bunda Maria di Fatima. Sekarang adalah saatnya untuk memperhatikan permintaan
itu. Kita mungkin tidak memiliki kekuatan untuk mengubah sejarah dunia, tetapi paling
tidak, kita dapat mengubah apa yang terjadi dalam keluarga dan komunitas kita
sendiri jika kita mengindahkan pesan itu. Abad berikutnya ini bisa sangat
berbeda dari yang sebelumnya, asalkan kita mengindahkan pesan dan menanggapi
permintaan Bunda Maria Fatima.
Ini berarti bahwa apa yang kita lakukan hari ini tidak dapat
dianggap sebagai peristiwa yang mengharukan dan memori yang menyenangkan dalam
sejarah Keuskupan Agung kita. Alih-alih menjadi sesuatu yang kita periksa pada
daftar yang harus dilakukan, apa yang kita sadari tentang hari ini tidak lain
adalah panggilan untuk berjuang: dengan memakai senjata spiritual. Kita hidup
di masa dan medan pertempuran spiritual yang hebat, dan hanya dengan mengangkat
senjata spiritual maka kita akan dapat meringankan penyakit spiritual, yang
merupakan akar dari begitu banyak penderitaan fisik dan mental di dunia saat
ini. Sudah saatnya untuk meninggalkan hal-hal yang sensasional, dan menanggapi permintaan Bunda kita di
Fatima. Apa yang dia minta kita lakukan? Seharusnya tidak mengejutkan, karena
itu adalah bagian utama dari pesannya di mana pun dan kapan pun dia menampakkan
diri: doa, penebusan dosa dan adorasi. Dan dia berbicara sangat jelas di Fatima
tentang dua tujuan dari permintaan ini: untuk menyelamatkan jiwa-jiwa dari
neraka, dan untuk menciptakan perdamaian di dunia. Pesan Fatima bukan hanya
tentang tatanan duniawi, tetapi di atas segalanya, tatanan keabadian. Dalam
kedua tatanan ini, taruhannya tidak bisa lebih tinggi lagi: perdamaian dunia
dan keselamatan kekal bagi jiwa kita! Karena itu saya memanggil semua umat
beriman dari Keuskupan Agung San Francisco untuk mempertimbangkan resep mujarab
ini demi perdamaian dan keselamatan, seperti yang diminta Bunda Maria kepada
kita.
Sebuah program pelaksanaan
Pertama-tama, doa:
Bunda Maria telah meminta kita secara khusus untuk berdoa Rosario setiap hari.
Saya meminta setiap umat Katolik di Keuskupan Agung San Francisco, jika Anda
belum melakukannya, untuk berdoa Rosario setiap hari. Dan saya meminta semua
keluarga untuk berdoa rosario bersama setidaknya sekali seminggu. Dengan cukup
tepat, kita merayakan Misa konsekrasi Keuskupan Agung kita ini kepada Hati
Maria yang Tak Bernoda pada Peringatan Bunda Rosario kita, sebuah pengingat
yang mengharukan bagi kita akan kekuatan doa Rosario untuk mewujudkan
perdamaian dan bahkan mengubah arah sejarah dunia. Maka, hal itu tentu saja
dapat mengubah arah sejarah dalam keluarga dan komunitas kita sendiri.
Tobat: terutama kita harus mengangkat senjata spiritual kita
yang berupa pertobatan, karena itu adalah senjata ampuh dalam gudang
persenjataan spiritual kita yang telah kita abaikan terlalu lama. Reformasi
atas disiplin praktik penyesalan dan tobat di Gereja, bukannya menyangkal
pentingnya hal itu, tetapi hal ini dimaksudkan untuk menanamkan semangat yang
lebih dewasa dalam menerapkan ciri khas kehidupan Kristiani dalam kehidupan
umat beriman secara individu. Secara khusus, hari Jumat masih merupakan
hari-hari untuk pertobatan dan penyesalan, karena hari-hari Jumat masih selalu
diperlakukan secara khusus di Gereja, berdasarkan kebiasaan masa kerasulan
dulu. Umat beriman sekarang dapat memilih untuk melakukan bentuk lain dari
puasa sebagai ganti praktik tradisional untuk tidak makan daging, jika
penebusan dosa semacam itu bagi mereka merupakan pengorbanan yang terlalu
berat. Saya meminta setiap umat Katolik di Keuskupan Agung San Francisco untuk
mendedikasikan hari Jumat sebagai hari penebusan dosa untuk menghormati hari
dimana Tuhan kita mati untuk kita, memilih satu bentuk konkrit puasa tubuh
untuk dilaksanakan pada hari ini, apakah itu berpantang dari daging atau
jenis makanan lain atau atas beberapa jenis minuman yang biasanya mereka
nikmati, atau tidak makan sama sekali. Praktek pertobatan kita juga dimaksudkan
untuk menuntun kita guna mencari jalan lain yang
lebih serius dan lebih sering kepada Sakramen Tobat. Tidak akan
ada kebangkitan spiritual, dan khususnya kebangkitan devosi kepada Ekaristi,
tanpa ada pembaruan dalam praktik Sakramen Tobat kita. Saya
memanggil semua umat beriman dari Keuskupan Agung San Francisco untuk
meningkatkan ketulusan dan frekuensi mereka dalam memanfaatkan sakramen ini,
dan paling tidak, untuk mengakui dosa-dosa mereka melalui
Sakramen Tobat setidaknya sebulan sekali.
Adorasi: Bunda kita mendukung kita, dia menjemput kita, untuk membawa
kita kepada Putranya. Semua devosi kita, sama seperti semua praktik penyesalan
kita, harus mengarah kepada pemujaan kepada Tuhan. Devosi yang diminta Bunda
Maria dimaksudkan untuk memurnikan kita dari kecenderungan kita untuk menyembah
dewa-dewa palsu dari masyarakat kontemporer, dan untuk menyerahkan diri kita
kepada penyembahan total: Allah yang sejati. Seperti yang dikatakan Lucia dalam
merefleksikan kembali pengalaman masa kecilnya menerima wahyu di Fatima: “...
pemujaan kita harus menjadi puji-pujian yang sempurna,
karena, bahkan sebelum kita ada, Tuhan sudah mengasihi kita, dan tergerak oleh kasih
ini untuk memberi kita keberadaan kita." Karenanya, konsekrasi kita juga
harus membawa pembaruan kasih dan devosi kita kepada Tuhan dalam Sakramen
Mahakudus. Saya meminta kepada setiap umat Katolik di Keuskupan Agung San
Francisco untuk mendedikasikan waktu setiap minggu untuk berdoa di hadapan
Sakramen Mahakudus. Jika tidak mungkin selama seminggu, luangkan waktu sebelum
atau setelah Misa Minggu untuk berdoa dan berlutut di hadapan Tuhan
kita yang hadir di dalam tabernakel. Setidaknya beberapa kali seminggu berdoalah
di hadapan Tuhan kita dalam Sakramen Mahakudus - Tubuh, Darah, Jiwa dan
Keilahian-Nya – yang akan memenuhi keinginan-Nya agar kita memohon belas
kasihan kepada-Nya. Dan tentu saja, Bunda Maria juga meminta kita untuk melaksanakan
devosi Lima Sabtu Pertama, persis seperti anak-anak Fatima itu menerima
penglihatan akan neraka, dimana Maria juga meminta devosi kepada Hatinya Yang
Tak Bernoda. Devosi ini terdiri dari: menghadiri Misa dan menerima Komuni
sebagai silih atas dosa-dosa kita pada lima hari Sabtu pertama berturut-turut dalam lima bulan, tak lama setelah atau
sebelum pergi mengaku dosa, dan meluangkan waktu seperempat jam berdoa Rosario.
Lagi-lagi kita melihat kepedulian Bunda Maria untuk membantu kita mencapai
keselamatan kekal: tujuan dari devosi ini adalah untuk membuat perbaikan atas dosa-dosa
kita, terutama dosa penghujatan. Saya meminta semua umat untuk menjadikan Lima
Sabtu Pertama sebagai prioritas dalam kehidupan devosional mereka dengan melaksanakannya
setahun sekali.
Dari Gelap Menuju Terang
Dalam bacaan pertama untuk Misa kita hari ini, nabi Yesaya
berbicara tentang orang-orang yang berjalan dalam kegelapan melihat terang yang
besar, terang yang adalah sukacita keselamatan Allah. Tuhan datang untuk
membantu umat-Nya dengan menghancurkan sarana penindasan Asyur dan mengirim kepada
mereka seorang raja untuk membebaskan mereka. Berdoa Rosario, puasa dan adorasi
kepada Tuhan kita dalam Sakramen Mahakudus: ini adalah senjata spiritual Allah
yang akan menghancurkan penindasan spiritual yang telah merusak kita selama 100
tahun terakhir dari sejarah dunia, dan hal itu akan membawa rahmat dan belas
kasih Tuhan bagi kita, dan rahmat itu adalah berupa perdamaian dunia dan
keselamatan kekal. Ada satu hal lagi yang sangat penting yang dikatakan Bunda
Maria kepada anak-anak Fatima setelah penglihatan mereka tentang neraka, bukan
permintaan, tetapi sebuah janji: "Pada akhirnya, Hatiku Yang Tak Bernoda akan
menang." Maka marilah kita memperhatikan pesannya, mari kita melaksanakan
permintaannya, untuk mempercepat kemenangan itu, yang merupakan kemenangan Putranya
atas kematian, karena Maria tidak terpisahkan dari Putranya, yang datang untuk
mendapatkan keselamatan kekal bagi kita. Hati Maria yang Tak Bernoda adalah
pintu yang terbuka bagi kita untuk masuk ke dalam kemenangan itu. Melalui pintu
itulah kita berjalan dari kegelapan dosa dan kematian menuju terang kebenaran
dan belas kasih Kristus. Di sana, di sisi lain pintu itu, ada tempat yang
mulia, luas, dan dipenuhi cahaya, yaitu surga. Hati Maria adalah gerbang surga.
Kesimpulan
Maka, dengan tepat, kita akan mengakhiri doa kita hari ini,
setelah Misa, Prosesi dan Tindakan konsekrasi, dengan Adorasi dan Doa Penutup
dari Sakramen Mahakudus. Maria selalu berada di sana untuk menjemput kita dan
membawa kita kepada Putranya. Maria ingin membawa kita melalui Hati Keibuannya,
dari kegelapan di mana kita berjalan, menuju terang Putranya, dan Putranya
ingin agar kita mengizinkan Ibu-Nya melakukan hal ini. Mari kita lakukan itu,
dengan mematuhi permintaannya untuk melakukan apa pun yang Yesus katakan kepada
kita. Yaitu, mari kita melaksanakan segala permintaan Maria, agar kita dapat
selalu menjaga mata kita tertuju kepada Putranya, Putra Allah dan Juru Selamat
dunia. Maka mari kita simpulkan refleksi hari ini dengan menjadikan kata-kata
Santo Thomas Aquinas menjadi milik kita sendiri, sebagaimana dikutip oleh Paus
St. Yohanes Paulus II dalam kesimpulannya terhadap ensikliknya tentang
Ekaristi, ketika Paus yang suci itu menasihati kita, “dengan harapan untuk
merenungkan tentang tujuan yang diinginkan oleh hati kita dalam kehausan kita
akan sukacita dan kedamaian ”:
Datanglah, ya Gembala yang baik, Roti Ilahi,
tunjukkanlah tanda belas kasih-Mu kepada kami;
berilah kami makanan, pertahankanlah kami tetap menjadi
milik-Mu;
agar kami dapat melihat kemuliaan-Mu yang bersinar
di tengah belantara tak bermoral ini.
Oh Yesus, Engkau adalah maha bijaksana, maha kuasa, dan
maha baik.
Engkau adalah Makanan kami saat ini dan tempat istirahat kami
di masa depan.
Datanglah, jadikan kami masing-masing sebagai tamu pilihan-Mu,
ahli waris-Mu, dan bersama para sahabat kami yang
terberkati,
orang-orang kudus yang berada bersama-Mu. [Amin.]
*****
FATIMA
"Anakku,
berapa banyak peringatan yang telah kuberikan kepada dunia, namun hal itu
diabaikan.
"Aku berharap kamu mengumumkannya,
atau menyegarkan ingatan anak-anakku dengan kunjunganku ke tanah Fatima."
*****
(*)
Pope Francis reportedly denies
the existence of hell. Vatican panics.
We’ve seen this before.
From denying existence of ‘hell’ to LGBTQ in churches, here’s why Pope
Francis has raked up a storm
*****
No comments:
Post a Comment