MAIKE
HICKSON
LUCIA, VISIUNER
FATIMA, YAKIN BAHWA AMERIKA SERIKAT AKAN MENJADI NEGARA KOMUNIS JIKA TANPA
KONSEKRASI KEPADA MARIA
"Dengan melihat kepada agenda resmi
dari gerakan Black Lives Matter,
orang dapat dengan mudah mendeteksi adanya ideologi anti-keluarga dari Marxis
dan LGBT yang ada di dalam gerakan ini"
Tue Jun 9,
2020 - 2:49 pm EST
·
Sister Lucia of Fatima
9 Juni 2020 (LifeSiteNews) - Ada sebagian kecil dari wawancara yang dilakukan oleh
sejarawan Amerika yang terkenal dan penulis buku, William Thomas Walsh, dengan
Suster Lucia, visiuner Fatima, yang sekarang Walsh memberikan inspirasi khusus
kepada kami, dengan melihat kondisi kacau dan revolusioner yang sedang
berlangsung di Amerika Serikat.
Suster Lucia dari Fatima adalah salah satu dari tiga anak
yang menyaksikan penampakan Bunda Maria pada tahun 1917 di Fatima, dan dia
terus menerima pesan-pesan dari surga selama bertahun-tahun sesudahnya. Salah
satu pesan itu berkaitan dengan Revolusi Bolshevik yang akan terjadi di Rusia
dan adanya kebutuhan untuk mengkonsekrasikan Rusia kepada Hati Maria yang Tak
Bernoda.
Pada tahun 1947, Profesor William Thomas Walsh menulis sebuah
buku tentang Fatima, berjudul Our Lady of Fatima, di mana dia menceritakan dalam sebuah epilog sebuah
wawancara yang telah dia lakukan dengan Suster Lucia dari Fatima tahun
sebelumnya.
Berbicara dengan Sr.Lucia pada tahun 1946 tentang permintaan
Bunda Maria sebelumnya, agar Rusia dikonsekrasikan kepada Hati Maria Yang Tak
Bernoda, yang harus dilakukan oleh Paus bersama dengan para uskup di dunia, Sr.
Lucia mengatakan kepada Profesor Walsh:
“Apa yang diinginkan oleh Bunda Maria adalah bahwa Paus bersama
semua uskup di dunia mengkonsekrasikan Rusia kepada Hatinya Yang Tak Bernoda
pada sebuah hari tertentu. Jika hal ini dilakukan, maka dia akan mempertobatkan
Rusia dan akan ada kedamaian di dunia. Jika tidak dilakukan, maka kesalahan
Rusia akan menyebar ke setiap negara di dunia."
"Apakah ini berarti," Walsh kemudian bertanya,
"menurut pendapat Anda, bahwa setiap negara, tanpa kecuali, akan dikuasai oleh
Komunisme?" Dan Suster Lucia menjawab: "Ya."
Sebagai penerjemah dari wawancara ini, Pastor Manuel Rocha, kemudian
mengungkapkan, Walsh kemudian bertanya secara eksplisit tentang Amerika
Serikat, dan menambahkan: "... apakah itu berarti Amerika Serikat
juga?" Lalu, Sr. Lucia menjawab sekali lagi dengan “ya.”
Dengan kata lain, Sr.Lucia, yang peristiwa penampakannya telah
diakui oleh Gereja Katolik, meramalkan bahwa Amerika Serikat, dalam kondisi
tertentu, juga akan menjadi Komunis. Kutipan ini juga dapat ditemukan di sini.
Jawaban ini mungkin terdengar agak tidak realistis pada tahun
1946 yang lalu, tepat setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua dan awal dari Perang
Dingin. Namun, hari ini, mengingat kerusuhan revolusioner yang tampaknya
mengubah Amerika secara sangat mendalam, mereka (komunis) mungkin akan
menyerang dengan nada yang lebih kuat.
Gerakan Black Lives Matter tampaknya adalah
organisasi yang menjadi pusat pemberontakan melawan struktur sosial yang telah
mapan di AS, untuk melakukan penggundulan terhadap lembaga kepolisian dan
perubahan radikal pada masyarakat. Pengaruh mereka dibuktikan oleh fakta bahwa
Washington D.C. baru saja memberi nama sebuah taman di sebelah Gereja St. John
yang baru dibakar oleh beberapa pengunjuk rasa, dengan nama Black Lives Matter Plaza.
Kelompok ini telah menerima
dana besar dari promotor kaya pendukung kaum kiri, George Soros
(seperti halnya organisasi mitranya, Color
of Change dan the National Association for the Advancement of Colored People NAACP.)
Melihat ke dalam agenda resmi Black Lives Matter, orang dapat dengan
mudah mendeteksi adanya ideologi anti-keluarga dari Marxis dan LGBT dari
gerakan ini, yang telah didanai oleh mereka yang berada di luar komunitas kulit
hitam, seperti Soros, si globalis:
“Kami akan merusak segala persyaratan bagi struktur keluarga
inti yang telah ditentukan di Barat dengan mendukung satu sama lain sebagai
keluarga besar dan 'desa' yang secara kolektif memelihara satu sama lain,
terutama anak-anak kami, sampai para ibu, orang tua, dan anak-anak merasa
nyaman.
Kami membina jaringan yang mendukung kami.
Ketika kami berkumpul, kami melakukannya dengan maksud untuk membebaskan diri
dari cengkeraman ketat pemikiran heteronormatif, atau lebih tepatnya,
kepercayaan bahwa semua orang di dunia adalah heteroseksual (kecuali jika mereka
mengungkapkan sebaliknya)."
Elemen agresif lain dari protes kekerasan saat ini yang telah disebut
oleh Presiden Trump sendiri adalah gerakan Antifa. Seperti yang baru-baru ini ditunjukkan,
simbol yang masih digunakan oleh gerakan Antifa hari ini - dua bendera yang
diletakkan di atas satu sama lain – yang mengingatkan kita kembali kepada pendirian
Antifaschistische Aktion (Aksi
Anti-fasis) pada 1930-an oleh Komunis Jerman. Dan bahkan penerus
yang lebih baru dari gerakan asli ini diorganisir pada tahun 1970 oleh Liga Komunis
Maois Jerman (Kommunistischer Bund). Dengan demikian, jenis protes yang keras
dan agresif saat ini di Amerika Serikat adalah inspirasi dari paham Komunis.
Mereka memiliki pandangan anarkis yang sama terhadap otoritas negara dan
khususnya terhadap polisi.
Seperti komentar
Tucker Carlson dari Fox News baru-baru
ini tentang perkembangan politik baru yang bertujuan untuk menggunduli lembaga kepolisian,
namun pada saat yang sama mereka menindas pesan-pesan dari warga yang
mengumumkan bahwa mereka akan membela diri dengan senjata mereka sendiri:
"Ini adalah langkah menuju kontrol sosial otoriter.” "Mereka
menciptakan kekacauan," katanya
pada 8 Juni 2020, "Anda tidak diizinkan membela diri."
Masa depan dari ‘kelompok kiri,’ seperti yang diamati oleh Tucker
Carlson, adalah: bahwa hanya mereka yang akan memiliki senjata "yang ada
di dalam tim mereka, dan itulah yang benar-benar berarti 'menggunduli lembaga
kepolisian'," yaitu: "penegakan hukum partisan." Carlson juga
menggambarkan dalam wawancaranya “...adanya tindakan keras terhadap kebebasan
berbicara dan kebebasan berpikir” yang telah terjadi dalam beberapa hari
terakhir. Aturan yang baru nanti adalah: "Anda
tidak diizinkan untuk mempertanyakan Black Lives Matter dengan cara apa
pun," dan ini akan diberlakukan oleh raksasa media sosial seperti Facebook
dan lain-lainnya. Setelah menambahkan bahwa "kita tidak pernah hidup
di dalam lingkungan seperti ini," jurnalis itu menambahkan bahwa banyak
orang mendapatkan pesan ini dan mengikutinya. "Dan mereka yang lemah akan sangat
cepat untuk bergabung, seperti kelompok Pengawal
Merah (Red Guards) kecil yang selalu ada di bawahnya," jelasnya. Mengingat
teknik-teknik penghinaan publik terhadap mereka yang memiliki pendapat atau berada
pada posisi yang berbeda - di sini adalah contoh penghinaan publik terhadap
walikota Minneapolis ketika ia menolak untuk dipaksa berjanji untuk membubarkan
Departemen Kepolisian - orang juga teringat akan teknik-teknik revolusi Komunis
sebelumnya, yang memaksa orang-orang dari pandangan yang lain untuk tunduk.
Juga dengan mengingat aksi penjarahan dan kerusuhan yang
memalukan, yang telah meneror jutaan orang Amerika selama dua minggu terakhir,
kita dapat mengatakan bahwa kita berada semakin dekat dengan, setidaknya,
atmosfer Komunis di Amerika. Kita semakin teringat akan suasana yang mirip
dengan negara-negara komunis Timur di Eropa dimana warganya diharuskan
mendukung tesis penderitaan abadi dan superioritas moral kaum proletariat, yang
pada akhirnya orang harus merasa malu dengan latar belakang dan warisannya
sendiri, jika ada, yang bukan dari latar belakang proletar. Pemaksaan akan mengikuti
paham ini, untuk memasukkan pemindahan "patung kontra-revolusioner"
dan barang-barang lain dari tradisi dan warisan. Korban jutaan nyawa di seluruh
dunia sudah kita ketahui.
Dalam semua kekacauan ini, kekristenan yang melemah semakin
terkikis, karena kita sekarang dapat menyaksikannya dengan mata kepala sendiri,
di mana seorang uskup agung justru menegur
Presiden AS karena mengunjungi sebuah tempat ziarah Katolik dan seorang pastor berharap
bahwa George Floyd akan menjadi pengantara bagi kita, karena pastor ini percaya
bahwa George Floyd sudah berada di surga,
terlepas dari bagaimana kehidupan moralnya sendiri di dunia.
Kita juga ingat di sini surat
terbuka yang baru dari Uskup Agung Carlo Maria Viganò kepada Presiden
Donald Trump, di mana ia menulis: “Kita juga bisa melihat bahwa kerusuhan pada
hari-hari ini dipicu oleh mereka yang, melihat bahwa virus itu pasti memudar
dan bahwa alarm sosial dari pandemi akan berkurang, tentu mereka harus
memprovokasi gangguan sipil, karena mereka akan diikuti oleh penekanan yang,
meskipun sah, dapat dikutuk sebagai agresi yang tidak dapat dibenarkan terhadap
warga. Hal yang sama juga terjadi di Eropa, dalam sinkronisasi yang sempurna.
Cukup jelas bahwa penggunaan protes jalanan sangat berperan bagi tujuan mereka
yang ingin melihat seseorang terpilih dalam pemilihan presiden mendatang, yang akan
mewujudkan tujuan negara bagian dan yang mengekspresikan tujuan-tujuan itu
dengan setia dan dengan keyakinan. Tidak akan mengejutkan jika, dalam beberapa
bulan, kita belajar sekali lagi bahwa tersembunyi di balik tindakan perusakan
dan kekerasan ini ada orang-orang yang
berharap mendapat untung dari pembubaran tatanan sosial sehingga dapat
membangun dunia tanpa kebebasan: Solve et Coagula, seperti pepatah Masonik mengajarkan."
Mengingat kata-kata Uskup Agung Viganò tentang aturan Masonik,
mari kita ingat di sini sebuah surat
bersejarah tahun 1918 – yang ditulis tidak lama setelah penampakan Bunda
Maria tahun 1917 di Fatima - di mana Gereja Katolik diperingatkan oleh Kaisar
Jerman, Willhelm II, tentang pengambilalihan Bolshevic yang akan datang sebagai
bagian dari rencana Freemasonic untuk mendirikan sebuah ‘republik dunia.’ Surat
ini asli dan telah ditemukan di Arsip Rahasia Vatikan.
Pesan dari Kaisar adalah “bahwa, menurut berita yang datang
kepadanya kemarin, Grand Orient [Freemasonic] baru saja memutuskan untuk
menggulingkan semua Penguasa - pertama-tama dia, Kaisar - kemudian untuk
menghancurkan Gereja Katolik, untuk memenjarakan paus, dll dan, akhirnya, untuk
membangun reruntuhan masyarakat borjuis yang lama, sebuah republik dunia di
bawah kepemimpinan American Big Capital. Freemason Jerman konon loyal kepada
Kaisar [Jerman] (yang harus diragukan disini!) Dan mereka memberitahunya
tentang hal itu. Inggris juga ingin mempertahankan tatanan borjuis saat itu.
Prancis dan Amerika, bagaimanapun, dikatakan berada di bawah pengaruh penuh
dari Grand Orient [Freemasonic Lodge]. Bolshevisme dikatakan sebagai alat
eksternal untuk menetapkan kondisi yang diinginkan. Dalam menghadapi bahaya
besar yang mengancam selain Monarki, juga Gereja Katolik, dengan demikian
penting bahwa keuskupan Jerman diberi tahu dan bahwa paus juga harus diperingatkan."
Surat ini berumur lebih dari seratus tahun. Pembaca kami
dapat menilai sendiri apakah ada kesamaan dengan situasi kami saat ini.
Semoga kita menyadari permulaan yang berbahaya ini
dan melawannya selama kita masih bisa. Tetapi tidak hanya dengan cara praktis
seperti artikel dan item berita; yang paling penting, ini perlu dilakukan
dengan cara spiritual. Kita perlu banyak
berdoa Rosario Kudus, melakukan devosi kepada Hati Maria yang Tak Bernoda
sebagaimana diminta oleh surga, dan, akhirnya, kita perlu mendesak agar konsekrasi
Rusia secara lengkap, eksplisit dan benar, musti dilakukan, seperti yang dianjurkan
lagi oleh Kardinal
Raymond Burke dan sejarawan Italia Profesor Roberto de Mattei baru-baru
ini.
*****
ayo daftar di agen365*com :D
ReplyDeleteWA : +85587781483