These Last Days News - October 30, 2020
Hanya Dengan Kembali Kepada Doktrin Dan Iman Tradisionil, Gereja Bisa
Diselamatkan
https://www.tldm.org/news47/only-a-return-to-traditional-doctrine-and-faith-can-save-the-church.htm
Rorate-Caeli.blogspot.com reported on October 30, 2020:
by Prof.Roberto
de Mattei
Adakah
korelasi antara pandemi virus yang telah menyerang dua miliar orang selama
sepuluh bulan terakhir dengan ‘pandemi kesalahan’ yang telah menginfeksi dunia
selama beberapa dekade? Dalam kedua kasus tersebut, kita menemukan diri kita
dihadapkan pada agen-agen patogen yang menyerang organisme sosial. Dalam kasus
pertama, penyerangnya adalah virus yang menyerang tubuh dan hanya dapat diidentifikasi
dengan mikroskop; dalam kasus kedua kita memiliki kuman yang menginfeksi dan
merusak jiwa dimana identitasnya diungkapkan oleh Surga pada tahun 1917, ketika
Bunda Maria di Fatima menyatakan bahwa jika umat manusia tidak mau mengubah
cara hidupnya, maka Rusia akan menyebarkan kesalahannya, dan perang, revolusi serta
pemusnahan seluruh bangsa-bangsa akan terjadi.
Perawan
Maria yang Terberkati, di hadapan matanya, tidak hanya menyaksikan dua kali
perang dunia yang menakutkan dengan ratusan juta orang tewas, korban
totaliterisme Komunis dan Sosialis Nasional, tetapi juga krisis kesehatan yang
sedang dialami dunia saat ini, dengan semua konsekuensi politik dan sosial yang
muncul dengan jelas. Sebuah perspektif - bukan dari kontrol sosial oleh kediktatoran
kesehatan seperti yang dipikirkan banyak orang - tetapi sebaliknya, dari
keruntuhan sosial dan bahkan sebelum itu, dari [keruntuhan] psikologis
masyarakat modern, yang karena menyimpang dari Tuhan, telah memilih jalan
pembubaran dan penghancuran diri sendiri.
Skenario
tragis ini tampaknya tidak dapat diubah, karena selain ketidaksabaran umat
manusia, kita juga melihat kemurtadan dalam kepemimpinan Gereja, yang tidak
lagi berkhotbah tentang perlunya doa, penebusan dosa dan pertobatan kepada Satu
Gereja Kristus, tetapi justru memproklamasikan ‘injil’ yang baru, "injil"
ekologis, ekumenis dan globalis. Bagaimana kita dapat menghindari hukuman yang
diramalkan oleh Bunda Maria di Fatima, ketika kita menemukan diri kita harus
menghadapi orang-orang dalam gereja seperti Kardinal yang baru ini, Raniero
Cantalamessa, yang selama bertahun-tahun dengan tegas mengulangi perkataannya bahwa malapetaka tidak pernah merupakan hukuman ilahi! (Avvenire, 23
April 2011 dan baru-baru ini, Corriere della Sera, 10 April 2020), Deus non irridetur! Tuhan tidak untuk diejek,
kata Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat Galatia (6,7).
Kardinal
Raniero Cantalamessa, seperti banyak uskup lainnya, adalah buah yang asli dari
KV II. Namun bahkan orang-orang yang menyangkal tanggung jawab KV II, artinya
membela KV II, mereka tidak dapat menyangkal adanya krisis nilai yang belum
pernah terjadi sebelumnya, yang diekspresikan dalam bentuk hilangnya konsep akan
yang baik dan yang jahat, dalam relativisme, dalam atheisme praktis di mana
umat manusia saat ini hidup di dalamnya, dan setelah berhenti percaya kepada
Tuhan, kemudian mereka mengaku percaya kepada berhala seperti Ibu Pertiwi
Amazon (pachamama).
Pembalikan
prinsip-prinsip yang ditransmisikan oleh perlindungan yuridis dan sosial yang
diberikan kepada homoseksualitas adalah ekspresi yang fasih dan dramatis dari
proses degradasi moral yang sedang berlangsung saat ini. Namun, yang lebih
parah adalah persetujuan, atau kepatuhan, yang nampak ditunjukkan oleh otoritas
tertinggi Gereja atas kemerosotan ini dalam masyarakat.
Kawanan
tidak memiliki pemimpin agama dan politik - tetapi pada akhirnya – akan memiliki
para pastor yang layak bagi mereka. Memang protes terhadap otoritas agama dan
publik tidaklah cukup, jika seseorang tidak mulai mereformasi dirinya sendiri
terlebih dahulu; cara hidup seseorang, cara berpikir seseorang, melepaskan diri
dari setiap kompromi dengan dunia modern tempat penyebab utama krisis berada.
Nada
dominan hari ini tampaknya biasa-biasa saja, yaitu penolakan terhadap kebesaran
dan supremasi jiwa, dan digantikan oleh pengejaran kesuksesan dan kepentingan
diri sendiri. Skandal saat ini yang melanda Sekretariat Negara Vatikan,
mengungkap cara yang vulgar dan egois dalam melayani Gereja, di mana kesesatan
teologis dan moral menemukan tempat subur untuk berkembang biak secara alami disana,
di Vatikan.
Dengan alasan yang bagus, Ernesto Galli della
Loggia, dalam sebuah artikel berjudul The
Vanishing Catholic Church and Italy, yang terbit dalam the Corriere della Sera of October 17, 2020, merujuk pada manajemen
bencana keuangan Vatikan, dia berkata “Hilangnya seorang aristokrat dan Katolik
Italia yang konservatif yang keterampilannya, hingga beberapa waktu yang lalu
digunakan oleh Gereja dengan berbagai cara, dan yang melayani Gereja dan tujuan
Katolisitas dalam semangat komitmen etis yang kuat dan bebas dari kepentingan
pribadi yang substansial.”
“Kurangnya kompetensi sejati yang bersifat
ekstra-religius, dan pada saat yang sama, tidak adanya kemungkinan untuk mengandalkan
kompetensi masyarakat sipil Katolik yang sekarang tidak ada atau berada jauh, akan
merusak, bukan hanya pengelolaan keuangan Tahta Suci, tetapi lebih banyak lagi
secara umum, semua hubungannya dengan "zaman kita" yang hidup dalam
bahaya, tanpa akhir, di ambang penipuan atau ilegalitas, atau paling banter,
dalam ketidakcakapan yang paling merusak.”
Pada
tanggal 30 Oktober 1993, di Pallavicini Palazzo di Roma, sebuah konferensi
internasional diadakan pada saat penerbitan buku Prof. Plinio Corrêa de
Oliveira Nobiltà ed élites tradizionali analoghe nelle alokasiu di Pio XII al
patriziato e alla nobiltà romana (Marzorati, Milan 1993). Kardinal
Alfonso Maria Stickler menyerukan kepada para elit tradisional untuk berjuang
dengan berani dalam upaya mempertahankan nilai-nilai Kristiani dan kemanusiaan
(Tommaso Monfeli, Cattolici senza Compromessi, Fiducia 2019, hlm. 137-138).
Beberapa orang menanggapi seruan ini, tetapi perlawanan terhadap beberapa orang
ini, yang terus berjuang, menunjukkan jalan untuk kelahiran kembali moral
Italia dan Eropa: membentuk elit masa depan. Para elit sejati, terutama di
bidang spiritual, dan juga bidang politik dan sosial; sebuah aristokrasi jiwa,
pikiran dan pendidikan, yang menjunjung tinggi panji Kontra Revolusi Katolik,
sementara fondasi masyarakat diguncang dari bawah. Inilah jalan yang kita lalui
sekarang dan apa yang kita tunjukkan kepada mereka yang tidak ingin tersedot ke
pusaran rawa, kini berada tepat di depan kita.
*****
*****
Uskup
Agung Viganò melihat bukti 'bahwa akhir zaman...
Sebuah
senjata yang ampuh: 15 kutipan tentang Rosario Kudus
17
Alasan Mengapa Kaum Kiri Membenci Iman Katolik
Elit
Global Akan Menghancurkan Kita Dalam Penyetelan Ulang (Reset) Besar