Msgr. Nicola Bux,
Cooperatores Veritatis / YouTube screen grab
By Edward Pentin
Nov 15, 2018 - 11:12 am EST
SEORANG
TEOLOG VATIKAN (MSGR. NICOLA BUX) BERKATA:
PAUS
FRANSISKUS TELAH MENYIMPANG DARI PARA PAUS SEBELUMNYA, HINGGA MENYEBABKAN TERJADINYA
'BIDAAH DAN SKISMA'
15 November 2018 (edwardpentin.co.uk) - Dalam sebuah wawancara yang
‘penuh semangat’, seorang pengamat Vatikan, Aldo Maria Valli dari Italia, dengan
Msgr. Nicola Bux, dimana dalam kesempatan ini Monsinyur Nicola Bux telah
memperingatkan bahwa kepausan saat ini telah mengeluarkan berbagai pernyataan
yang menghasilkan "ajaran sesat, skisma, dan kontroversi dari berbagai
jenis" dan bahwa Bapa Suci harus mengeluarkan sebuah pernyataan
iman untuk memulihkan kesatuan dalam Gereja.
Dalam wawancara,
yang diterbitkan 13 Oktober 2018 lalu, tetapi banyak diabaikan karena adanya Sinode Pemuda yang berlangsung di Roma bulan
lalu, teolog konsultan untuk Congregation for the Causes of Saints (Kongregasi yang
meneliti alasan untuk menentukan orang kudus) mengatakan "pernyataan-pernyataan
sesat" tentang pernikahan, tentang kehidupan moral dan penerimaan sakramen-sakramen
kini berada "di pusat perdebatan besar yang menjadi semakin sengit dari
hari ke hari."
Msgr. Bux mengatakan asal muasal dari berbagai ajaran yang
dipertanyakan ini - yang dipermasalahkan dalam koreksi
kekeluargaan pada September 2017 dan pada sebuah konferensi
di Roma pada bulan April mengenai terjadinya kebingungan doktrinal di dalam
Gereja - adalah berupa sebuah seruan apostolik Paus, pasca-sinode mengenai
keluarga 2014 & 2015, yang berjudul Amoris Laetitia, dimana hal ini telah
menjadi semakin “jauh lebih buruk dan lebih rumit."
Dia mengatakan bahwa hal ini telah membuat beberapa uskup
senior, seperti Kardinal Walter Brandmüller, salah satu dari empat kardinal yang
menandatangani dubia
pada tahun 2016, untuk mengulangi seruan mereka untuk melakukan sebuah "pernyataan
atau pengakuan iman dari pihak Paus."
Tapi Msgr. Bux mengatakan bahwa hal ini akan sulit dipenuhi
mengingat visi Paus ini mengenai Gereja sebagai federasi komunitas gerejani -
sesuatu yang digambarkan Mgr. Bux sebagai "sedikit seperti komunitas
Protestan."
Karena kedua sinode mengenai keluarga tersebut, teolog
Italia itu mengatakan bahwa kini ada "dua buah roda" iman dan
moralitas, yang terlihat paling jelas mengenai apakah akan memberikan Komuni Kudus
kepada orang yang bercerai yang "menikah kembali". Hal ini telah
menyebabkan "ketidak-nyamanan" bagi "banyak uskup dan pastor
paroki" karena "situasi pastoral yang tidak stabil dan
membingungkan," katanya.
Untuk memperbaiki situasi ini, Msgr. Bux, mantan konsultan
Kongregasi untuk Ajaran Iman di bawah Benediktus XVI, masih percaya bahwa
semacam pengakuan iman diperlukan dari pihak Paus. Dia merujuk pada pengakuan yang
sama yang dilakukan oleh St. Paulus VI pada tahun 1968 yang menegaskan kembali
apa yang menjadi ajaran Katolik "dalam menghadapi berbagai kesalahan dan
bidaah" yang terjadi segera setelah Konsili Vatikan Kedua.
“Jika hal ini ini
(pernyataan atau pengakuan iman) tidak dilakukan,”
dia memperingatkan, “maka kemurtadan
akan semakin dalam dan skisma, de facto, akan semakin meluas.”
Siapa Yang Salah?
Msgr. Bux merasakan bahwa situasinya
telah menjadi sangat mendesak setelah Paus Francis mengubah Katekismus pada bulan Agustus 2018
lalu, untuk menyatakan bahwa
hukuman mati "tidak
dapat diterima." Perubahan ini bertentangan dengan
Katekismus Tridentine dan St. Pius X, kata teolog
itu menegaskan, dimana
Katekismus mengajarkan bahwa
legitimasi hukuman mati adalah "sepenuhnya sesuai dengan Wahyu
Ilahi."
"Tidak ada orang yang mengatakan bahwa
Gereja telah mengajarkan keabsahan sesuatu yang tidak sesuai dengan Injil yang
secara praktis telah
berlangsung selama dua ribu tahun,
atau orang harus mengakui bahwa Paus Bergoglio-lah yang keliru," kata Mgr.
Bux, dan dia juga menambahkan: “Ini adalah masalah yang sangat sensitif,
tetapi cepat atau lambat dia (paus Francis) harus meluruskan hal ini. Dan bukan hanya untuk hukuman mati saja."
Ketika
ditanya oleh Valli, apakah ini
akan menjadi preseden bagi paus Francis untuk mengubah lebih banyak lagi isi Katekismus sekehendak dia, teolog ini mengatakan
bahwa ini adalah
"pertanyaan yang sangat mengganggu," dan bahwa "keprihatinan
yang sah" lainnya adalah untuk menjaga dan mempertahankan deposit
iman dari "ketergantungan
kepada kepekaan masyarakat hari
ini atau besok."
Paus tidak bisa
"memaksakan pendapatnya sendiri" pada Gereja, kata Mgr. Bux menekankan, mengutip Joseph Ratzinger, karena
dalam masalah iman, moral dan sakramen, Gereja hanya dapat "menyetujui kehendak Kristus saja." Dia juga mengatakan bahwa "banyak
poin" dalam Amoris Laetitia adalah
sangat "rumit dan kontradiktif" serta bertentangan dengan
pemikiran St Thomas Aquinas, disamping adanya banyak desakan yang menyatakan
sebaliknya.
Mgr. Bux juga menunjukkan bahwa kecenderungan paus
Francis untuk bersikap
diam dalam menghadapi kritik, atau
menolak untuk menanggapi bahwa dirinya terlibat pada tuduhan
bidaah atau murtad, hal
ini mengingatkan kita
pada peringatan dari St. Pius X dalam ensikliknya Pascendi
dominici gregis tahun 1907: “Bahwa
tidak pernah secara
jelas mengakui kesesatannya sendiri adalah perilaku khas dari kaum modernis, karena dengan cara ini mereka dapat
menyembunyikan diri mereka di dalam Gereja."
Valli dan Msgr. Bux kemudian melanjutkan untuk membahas
kesulitan praktis, teologis dan yuridis untuk mengoreksi seorang paus dari
kesalahan semacam itu. Ini termasuk sebuah rintangan
bahwa suatu kesalahan harus "dibuka
dan disampaikan kepada publik," bahwa Paus harus
sepenuhnya sadar dan secara
sukarela mempertanyakan kebenaran iman, dan bahwa dia juga memiliki
"semacam kekebalan dari yurisdiksi" karena prinsip kanonik yang mengatakan
bahwa tidak ada yang bisa
menilai Tahta Apostolik dan bahkan yang lebih kecil lagi: dapatkah mereka “menilai gembala mereka.”
Teologi Yang
Tidak Dapat Diandalkan
Kesulitan lebih lanjut saat ini, katanya, adalah "mengidentifikasi bentuk
yang tepat dari suatu kesalahan" karena disini teologi
"tidak lagi dapat diandalkan." Sebaliknya, dia mengatakan, bahwa
itu telah menjadi "semacam
arena" di mana sebuah kebenaran
ditegaskan, tetapi ada orang
lain yang selalu "berkeinginan
untuk membela yang sebaliknya."
"Yang lebih
berguna daripada koreksi persaudaraan,” katanya, “adalah dengan memeriksa ‘validitas yuridis’ dari pengunduran
diri Paus Benediktus XVI dan ‘apakah itu penuh atau
parsial.’ Dia
berkata bahwa Yesus, tidak memberikan
kunci Surga kepada Petrus dan Andreas tetapi "Yesus mengatakan hal itu hanya kepada Peter." Studi mendalam tentang pengunduran diri Paus Benediktus
XVI itu, katanya, dapat membantu "mengatasi masalah yang saat
ini tampaknya tak dapat diatasi oleh kita."
“Perubahan besar di dalam Gereja telah dapat dirasakan di bawah Paus Francis ini, kata Mgr. Bux, “bersama dengan adanya
‘niatan yang jelas’ untuk menandai sebuah
garis diskontinuitas, atau sebuah
pemutusan, dengan kepausan
sebelumnya." “Perpecahan
semacam ini,” katanya lebih lanjut, “adalah sebuah
‘revolusi’ yang hanya ‘menghasilkan
ajaran sesat, skisma, dan kontroversi dalam berbagai
bentuknya,’ dan semua itu dapat ditelusuri asal muasalnya, yaitu dosa."
Dia merujuk pada Bapa Gereja abad ke 3, Origen dari Aleksandria, yang mengatakan, “Di mana ada dosa, maka
terjadilah penggandaan dosa, skisma, bidaah,
pertikaian. Tetapi di mana ada kebajikan, maka ada
kesatuan dan persatuan, yang berdasarkan bahwa semua orang beriman adalah
satu hati dan satu jiwa.”
Krisis saat ini telah
mempengaruhi liturgi secara negatif, katanya, tetapi sebagai sebuah dorongan, dia mengutip pidato St. Athanasius dari Aleksandria kepada
orang-orang Kristen yang menderita di bawah kaum Arian:
“Meski kamu berada di luar tempat-tempat ibadah, tetapi iman berdiam dalam dirimu. Marilah kita lihat: apa yang lebih penting, tempat atau iman?
Iman sejati, tentu saja. Siapa yang kalah dan siapa yang menang dalam
pertarungan ini, yang mempertahankan Tahta atau yang
melaksanakan iman? Memang benar, bangunannya memang bagus, ketika iman apostolik diberitakan
kepadamu; bangunan itu memang suci jika segala sesuatu yang terjadi di situ dilakukan dengan cara yang suci… Kamu adalah orang-orang yang berbahagia, kamu yang tetap berada di dalam
Gereja karena imanmu, yang mempertahankan fondasi-fondasinya tetap kuat karena ia telah diwariskan kepadamu melalui tradisi apostolik. Dan jika ada beberapa kecemburuan yang mencoba untuk mengguncangkannya, dalam
berbagai kesempatan, hal itu tidak berhasil. Mereka adalah orang-orang yang
memisahkan diri dari krisis saat ini. Tidak seorang pun, tidak pernah, akan
menang melawan imanmu, saudara-saudara
terkasih, dan kami percaya bahwa Tuhan akan membuat kita, suatu hari nanti, mengembalikan gereja-gereja kita. Semakin keras mereka
berusaha menduduki tempat ibadah, semakin mereka memisahkan diri dari Gereja.
Mereka mengklaim bahwa mereka mewakili Gereja, tetapi dalam kenyataannya mereka
adalah orang-orang yang, pada gilirannya, diusir darinya dan pergi meninggalkan
jalan itu”(Coll. Selecta SS. Eccl. Patrum. Caillu dan Guillou, vol. 32, pp 411
-412).
Valli akhirnya bertanya, apakah kesesatan itu bukan hanya berupa menyebarkan
doktrin palsu tetapi juga "membungkam kebenaran tentang doktrin dan
moral."
"Tentu saja seperti itu," jawab Msg. Bux. “Di mana tidak ada doktrin, maka ada masalah-masalah
moral - seperti yang kita lihat terjadi saat ini. Ketika Paus Francis dan uskup-uskupnya melakukan
hal ini, mereka menggunakan jabatan
mereka untuk menghancurkan (doktrin).”
Dengan
mengutip St Augustine, dia berkata “…mereka hanya mencari
kepentingan mereka sendiri, bukan kepentingan Yesus Kristus; mereka menyampaikan
Sabda Kristus, tetapi sebenarnya
mereka menyebarkan ide-ide mereka
sendiri.”
“Nama Yesus Kristus,” Msg. Bux berkata
dengan mengacu pada komentar oleh
Kardinal Giacomo Biffi dari Bologna, “…telah dijadikan
alasan untuk berbicara tentang sesuatu yang lain: soal
pengungsi, soal ekologi dan sebagainya. Jadi, kita tidak bertindak
seperti 1 Kor 1:10, dan pada
kenyataannya Gereja telah
terpecah.”
++++++++++++++++++++++
1Kor 1:10 Tetapi aku
menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya
kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya
supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir.
Editor's note: This article first appeared on Edward
Pentin's blog here. It is republished by permission of the
author.
Note: Follow LifeSite's new Catholic twitter account to
stay up to date on all Church-related news. Click here: @LSNCatholic
No comments:
Post a Comment