Bayside - REALITAS API PENYUCIAN …
Kutipan dari buku The
End of the Present World and the Mysteries of the Future Life oleh pastor Charles
Arminjon, yang diterbitkan tahun 1881:
2Mak 12:46 Ini sungguh suatu pikiran
yang mursid dan saleh. Dari sebab itu maka disuruhnyalah mengadakan korban
penebus salah untuk semua orang yang sudah mati itu, supaya mereka dilepaskan
dari dosa mereka.
Keberadaan api penyucian secara eksplisit disampaikan oleh Kitab Suci dan
oleh tradisi yang menetap dalam Gereja Yahudi dan Kristen. Dikatakan dalam kitab
Makabe bahwa: adalah pemikiran yang suci dan sehat untuk berdoa bagi
orang-orang mati, agar mereka dapat terbebas dari kesalahan dan
ketidak-sempurnaan dimana dengan hal itu mereka telah menodai diri mereka
sendiri selama hidup di dunia: ut a peccatis solvantur. (lht. 2
Mac. 12:46) Berbicara tentang pengkhotbah yang malas dan sombong yang dalam
pelaksanaan pelayanan mereka, disesatkan oleh kasih akan pujian dan menyerah
pada pikiran kesombongan dan perasaan berpuas diri, St. Paulus mengatakan bahwa
mereka akan diselamatkan, tetapi setelah pertama kali diadili oleh api: sic quasi per ignem. (lht. 1 Kor. 15:32)
St. Gregorius mengajarkan bahwa jiwa-jiwa yang bersalah atas
pelanggaran-pelanggaran yang belum cukup ditebus oleh mereka selama hidup di
dunia, mereka akan dibaptis dalam api: ab
igne baptizabuntur. Itu akan menjadi baptisan kedua mereka. Baptisan pertama
diperlukan untuk memperkenalkan kita ke dalam Gereja di dunia, dan baptisan yang
kedua untuk memperkenalkan kita ke dalam Gereja di Surga.
Menurut St Sirilus dan St. Thomas, api di Api Penyucian adalah sama dengan
api di neraka. Ia memiliki intensitas yang sama, dan berbeda hanya karena
sifatnya yang sementara. Liturgi kudus mengajarkan kepada kita bahwa Api
Penyucian adalah sebuah jurang yang mengerikan, tempat di mana jiwa-jiwa berada
dalam kesedihan dan harapan yang kejam, sebuah bara api di mana jiwa-jiwa
disana terbakar tanpa henti, mengalami akibat api yang lembut, yang disulut
oleh nafas keadilan Ilahi, dimana kekuatan api itu menjadi ukuran dari pembalasan
yang paling adil dan paling mengerikan: Dies
irae, dies ilia ... Lacrymosa meninggal ilia, qua resurget ex favilla
judicandus homo reus.
Dalam Kanon dari Misa, Gereja menyampaikan permohonannya kepada Allah
untuk mendapatkan bagi jiwa-jiwa ini locum
lucis, sebuah tempat cahaya: di mana mereka saat ini berada di malam hari,
dan diselimuti kegelapan yang pekat dan tak dapat ditembus. Gereja berusaha
mendapatkan bagi mereka locum refrigerii,
sebuah tempat penyegaran; karena jiwa-jiwa disana berada dalam rasa sakit yang
tak tertahankan. Sekali lagi, Gereja meminta locum pacis bagi mereka, sebuah
tempat kedamaian: karena mereka ditelan oleh rasa takut dan kecemasan yang tak
terkatakan.
Deskripsi sederhana ini membuat seluruh tubuh kita gemetar karena ngeri.
Mari kita cepat-cepat mengatakan bahwa penghiburan bagi jiwa-jiwa yang tertawan
ini juga tak dapat diungkapkan besarnya.
Memang benar bahwa mata mereka belum disegarkan oleh cahaya yang lembut,
dan para malaikat tidak turun dari Surga untuk mengubah api mereka menjadi
embun yang menyegarkan; tetapi mereka memiliki harta yang paling manis, yang
cukup untuk membangkitkan orang yang paling sedih di bawah beban
kesengsaraannya, dan membawa fajar ketenangan kepada keadaan yang paling penuh
kesedihan dan penderitaan mereka: mereka memiliki kebaikan yang, di bumi,
diluputkan dari orang-orang yang paling celaka dan kekurangan, ketika mereka telah
menyelesaikan semua penderitaan dan kesakitan: mereka memiliki harapan. Mereka memiliki harapan dalam
tatanan tertinggi, dalam tingkatan yang mengesampingkan semua ketidakpastian
dan ketakutan, yang membuat hati bisa beristirahat, dalam keamanan yang terdalam
dan paling mutlak: "sebuah mahkota yang pantas menanti aku." (lht. 2
Tim. 4: 8)
Jiwa-jiwa ini diyakinkan akan keselamatan mereka. St Thomas memberi kita
dua alasan untuk kepastian tak tergoyahkan ini, yang begitu menghibur, sehingga
membuat mereka, dalam arti tertentu, melupakan rasa sakit mereka. Pertama-tama,
jiwa-jiwa ini tahu bahwa adalah karena iman maka orang-orang yang bersalah
tidak dapat mengasihi Tuhan, tidak mau membenci dosa-dosa mereka, atau tidak
mau melakukan perbuatan baik apapun: sekarang mereka memiliki kesadaran batin
bahwa mereka mengasihi Tuhan, bahwa mereka membenci kesalahan mereka dan tidak bisa
lagi melakukan kejahatan. Terlebih lagi, mereka tahu dengan keyakinan iman
bahwa jiwa-jiwa yang mati dalam keadaan dosa berat dilemparkan ke dalam neraka
tanpa penundaan lagi, saat mereka menghembuskan desahan terakhir mereka. Mereka
telah menghabiskan hari-hari mereka di dunia di tengah segala kekayaan, dan
suatu saat mereka harus turun kedalam neraka. (lht. Ayub 21:13)
Sekarang, jiwa-jiwa yang saya bicarakan ini tidak menyerah kepada
keputusasaan, tidak melihat wajah para iblis, tidak mendengar kutukan dan
hujatan mereka; dari fakta ini, mereka dengan tanpa salah bisa menyimpulkan
bahwa mereka tidak mati dalam keadaan dosa berat , tetapi berada dalam keadaan
rahmat dan berkenan bagi Tuhan.
Juga, betapa besar sumber kebahagiaan itu bagi mereka untuk dapat berseru
dengan keyakinan St. Paul: "Tidak ada lagi kekambuhan ke dalam dosa! Tidak
ada lagi perpisahan antara Tuhan dan diriku sendiri: Certus sum enim! Karena aku yakin! Tidak ada lagi keraguan yang
menakutkan tentang tujuan hidupku. Ah! sudah berakhir, aku diselamatkan ... Aku
telah mendengar dari mulut Allahku pernyataan yang tidak dapat dibatalkan
tentang keselamatanku; Aku tahu demikian karena tidak pernah lagi aku
meragukannya bahwa suatu hari nanti gerbang-gerbang kota Surgawi akan terbuka
untuk masuknya diriku ke tempat itu dengan kemenangan dan bahwa langit, bumi,
kerajaan dan kekuatan bersama-sama tidak berdaya untuk memisahkan aku dari
kemurahan hati Allah dan menjauhkan aku dari mahkota kekalku; 'karena aku yakin
bahwa baik kematian maupun kehidupan, tidak juga malaikat atau pemerintah, baik
masa kini maupun masa depan, atau kekuatan, baik ketinggian maupun kedalaman,
maupun makhluk yang lain, akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah yang
datang kepada kita di dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.'"(Rom 8:38 -39)
Oh, tidak diragukan lagi jiwa ini akan berseru: Betapa tajamnya rasa
sakitku! Tidak ada yang bisa dibandingkan dengan kerasnya hukumanku; tetapi
hukuman dan penderitaan ini tidak mampu untuk membawaku menjauh dari Tuhan,
untuk menghancurkan api kasih-Nya dalam diriku: "Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Percobaan,
atau kesusahan, atau kelaparan?" (Roma 8:35) Oh! Kelemahanku sekarang
tidak lagi dapat mengungkapkan dirinya dalam bentuk ledakan amarah, dalam ketidak-sabaran
dan gumaman. Aku akan mengundurkan diri dan datang kepada kehendak dan
kesenangan Allah, aku memberkati tangan yang menghukum diriku; Aku menerima
semua siksaanku dengan sukacita.
Siksaan-siksaan ini tidak dapat menghancurkan jiwaku atau membuatnya
gelisah, pahit, atau cemas: Non
contristabit justum quidquid ei acciderit (lih. Ams. 12:21). Saya tahu
bahwa mereka ditahbiskan dan dimoderasi oleh Penguasaan Ilahi yang, demi
kebaikan makhluk, akan mengatur segala sesuatu dengan kasih dan kesetaraan.
Saya bisa mengatakan lebih banyak: Saya harus lebih memilih
siksaan-siksaan saya demi kesenangan surga, jika hal itu bisa diberikan kepada
saya untuk menikmatinya agar saya tidak melawan keinginan dari Kehendak Kedaulatan
itu yang saat ini saya akan benar-benar tunduk dan tidak dapat ditarik kembali.
Keinginan dan aspirasi saya bisa dirangkum dalam satu semboyan: "Semua
yang Tuhan inginkan, adalah seperti yang Dia inginkan, dan pada saat Dia
menginginkannya." Ya Allah dari hatiku, hartaku dan semua milikku, siapakah
diriku ini hingga Engkau berkenan untuk turun kepadaku dan, dengan tangan-Mu,
memurnikan jiwa yang tidak bersyukur dan tidak setia ini!
Oh, tusuklah langsung hingga jauh kedalam daging, agar aku bisa menimba
dari cawan-cobaan-Mu yang tak terbayangkan! Agar aku hanya mendengar kehormatan-Mu
dan menaruh perhatian pada kepentingan keadilan-Mu, dan sampai hal ini
sepenuhnya dipuaskan, janganlah Engkau menghiraukan keluhan atau eranganku.
Jiwa-jiwa yang malang! Mereka hanya memiliki satu nafsu, satu hasrat yang
membara, satu harapan: menghancurkan rintangan yang menghalangi mereka untuk maju
ke arah Tuhan, yang selalu memanggil dan menarik mereka kepada diri-Nya dengan
semua energi dan semua kekerasan dari keindahan-Nya, kerahiman-Nya, dan kasih-Nya
yang tak terbatas.
Oh, jika mereka bisa, mereka akan dengan senang hati membangkitkan dan
mengobarkan api yang menelan dan membakar dirinya, dan bersaing satu sama lain untuk
mengumpulkan segala siksaan, segala sakitnya pemurnian di Api Penyucian, untuk
mempercepat datangnya hari bahagia dari pembebasan mereka. Dalam jiwa-jiwa ini masih
ada jejak sisa dosa, paduan penderitaan, cacat, dan noda yang tidak
memungkinkan mereka untuk bersatu dengan Substansi Ilahi.
Ketidaksempurnaan mereka, kesalahan-kesalahan kecil yang menyebabkan
mereka ternoda, telah membuat gelap dan buram mata batin mereka. Jika saja,
sebelum pemurnian mereka sepenuhnya, cahaya Surga yang terang dan mempesona
menyinari mata mereka yang kabur dan sakit, mereka akan merasakan kesan seribu
kali lebih menyakitkan dan lebih membakar daripada yang mereka rasakan di
tengah-tengah kegelapan terdalam dari jurang. Allah sendiri ingin segera
mengubah mereka menjadi serupa dengan kemuliaan-Nya dengan cara menerangi
mereka dengan cahaya murni keilahian-Nya; tetapi sinar ini, karena terlalu
terang dan mempesona, tidak dapat menembus mereka. Mereka akan terhalang oleh
sampah dan sisa-sisa dari debu dan lumpur duniawi yang dengan semua itu mereka
masih dalam keadaan ternoda.
Adalah penting bahwa, karena telah dibuang ke dalam sebuah cawan pembakar
yang melumatkan, mereka akan menyingkirkan sisa ketidaksempurnaan manusia,
sehingga, dari keadaan dosa, sehitam karbon, mereka akan dapat muncul dalam
bentuk kristal bening yang berharga dan transparan. Mereka harus dibuat menjadi
lembut, dibersihkan dari setiap campuran dengan bayang-bayang dan kegelapan, hingga
mereka menjadi mampu menerima, tanpa perlawanan, segala pancaran dan kemegahan
dari Kemuliaan Ilahi, yang mengalir dalam kelimpahan di dalam jiwa mereka, pada
suatu hari nanti, dan akan memenuhi mereka, seperti sebuah sungai tanpa tepi atau
dasar.
Bayangkan seseorang yang terserang penyakit mengerikan yang menggerogoti
dagingnya dan membuatnya menjadi obyek pengucilan dan kejijikan bagi
orang-orang di sekitarnya. Dokter, yang berusaha menyembuhkannya, menggunakan
forsep dan api tanpa rasa ragu. Dengan instrumennya yang mengerikan itu, dia akan
memeriksa sumsum tulang pasien itu.
Dokter itu akan menyerang sumber dan akar penyakit di pusat yang paling dalam.
Begitu kerasnya kejang-kejang dari si pasien hingga dia hampir mati; tetapi,
ketika operasi penyembuhan selesai, pasien itu akan merasa terlahir kembali, karena
penyakitnya telah hilang, dan dia telah pulih dalam kecantikan, dalam masa
mudanya, dan dalam kekuatannya. Ah! Jauh dari terbang ke dalam kemarahan disertai
dengan segala keluhan dan celaan, pasien itu tidak memiliki kata-kata atau
berkat yang cukup besar untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada dokter
yang terampil itu, yang dengan membuatnya menderita seribu kesengsaraan, dokter
itu memberinya hal yang paling berharga: kesehatan dan kehidupan.
Demikian juga dengan jiwa-jiwa di Api Penyucian. Mereka sangat gembira
ketika mereka melihat noda dan kotoran mereka lenyap melalui efek yang luar
biasa dari hukuman yang menyembuhkan itu. Di bawah jilatan api yang memurnikan
itu, diri mereka yang dalam keadaan rusak, disegarkan dan dipulihkan. Api itu
sendiri, St. Thomas mengatakan, kehilangan intensitasnya sesuai dengan besarnya
ia menelan dan menghancurkan kesalahan dan ketidaksempurnaan suatu jiwa. Suatu
penghalang dengan ukuran yang tak terlihat masih memisahkan jiwa-jiwa ini dari
tempat pembebasan mereka. Oh! Mereka merasakan perjalanan sukacita yang tak
terlukiskan, ketika mereka melihat sayap-sayap yang tumbuh yang memungkinkan
mereka segera bergerak maju menuju tempat tinggal di Surga.
Mereka sudah melihat fajar pembebasan mereka. Meski mereka belum mencapai tempat
yang dijanjikan itu, tetapi seperti Musa, mereka telah menyusun gambaran mental
tentang tempat itu. Mereka memiliki firasat mengenai terangnya dan pantai-pantainya
yang menyenangkan, menghirup wanginya dan anginnya yang berbau harum. Setiap
hari, setiap saat, mereka melihat fajar pembebasan mereka semakin meningkat di
cakrawala yang tidak begitu jauh; mereka bisa merasakan tempat istirahat kekal
mereka semakin dekat dan dekat saja: Requies de labore. Apa lagi yang
harus saya katakan? Jiwa-jiwa ini memiliki kasih yang kali ini telah menguasai
secara lengkap dan mutlak dari hati mereka; mereka mengasihi Allah, mereka
sangat mengasihi Dia sehingga mereka bersedia untuk dilebur dan dimusnahkan demi
kemuliaan-Nya.
St John Chrysostomus berkata, "Orang yang dikobarkan oleh api kasih Ilahi
tidak peduli pada kemuliaan maupun cela, seolah-olah dia berada sendirian dan
tidak terlihat di dunia ini. Dia tidak peduli dengan semua godaan. Dia tidak
lagi terganggu oleh penjepit yang menyiksa, alat pembakar, atau compang-camping
lainnya seolah penderitaan itu dialami oleh orang lain, bukan tubuhnya sendiri.
Apa yang penuh dengan manisnya dunia ini tidak menarik sama sekali baginya, karena
semua itu tak berasa baginya; dia lebih merisaukan keterikatan kepada si jahat
daripada keterikatan kepada emas yang tujuh kali dimurnikan dalam cawan
pembakar, dia merasa lebih ternoda oleh karat dalam jiwanya. Seperti itulah pengaruh
dari kasih Ilahi ketika ia dengan kuat memeluk jiwa, bahkan sejak di dunia
ini.”
Sekarang, kasih Ilahi bertindak atas jiwa-jiwa yang saya bicarakan ini
dengan kekuatan yang lebih besar, karena dengan dipisahkan dari tubuh mereka,
mereka dirampas dari semua penghiburan manusia dan diserahkan kepada seribu
tindakan kemartiran, mereka dipaksa untuk mencari jalan keluar kepada Tuhan dan
untuk mencari semua yang tidak mereka miliki di dalam Dia saja
Salah satu penderitaan terbesar mereka adalah pengetahuan bahwa rasa sakit
yang mereka alami itu tidak bermanfaat bagi mereka. Malam hari telah tiba bagi
mereka, ketika mereka tidak bisa lagi berusaha atau memperoleh sesuatu: "Kita
harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan
datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes
9: 4) Saat manusia dapat membuat penebusan sendiri bagi dosa-dosanya, saat untuk mengumpulkan pahala dan meningkatkan mahkota surgawinya, telah
berakhir dengan tibanya saat kematian. Saat dia memasuki kehidupan
yang lain, setiap manusia menerima pernyataan atas hukumannya yang kekal.
Nasibnya telah ditetapkan secara kekal, dan dia tidak lagi memiliki pilihan untuk menyelesaikan perbuatan baik
atau buruk, yang bisa dia pertanggung-jawabkan di hadapan pengadilan Tuhan. Namun, jika jiwa-jiwa di Api Penyucian tidak bisa bertumbuh dalam
kekudusan dan mengumpulkan pahala-pahala baru dengan melalui kesabaran dan penyangkalan diri, tetapi mereka tetap sadar bahwa mereka tidak lagi kehilangan pahala, dan bagi mereka,
itu adalah sukacita yang manis untuk menderita secara sukarela demi kasih, tanpa rasa
cinta diri.
Tidak
diragukan lagi, campuran kebahagiaan yang khas ini di
tengah siksaan yang paling kejam, adalah merupakan sebuah keadaan yang tak bisa dipahami oleh pikiran tumpul kita; tetapi coba tanyakan kepada para martir: Teresas, Lucian, pecinta abadi dari Salib. Mereka akan mengatakan kepada Anda bahwa, seringkali, dalam kesedihan dan di tengah-tengah kesengsaraan dan penderitaan rohani yang paling kejam, maka orang yang berusaha untuk hidup di dalam Allah akan mengalami semacam rasa pendahuluan dari Surga, dan dia akan merasakan sukacita dan kesenangan yang paling manis dan paling menggembirakan yang dicurahkan ke dalam hatinya.
Jiwa-jiwa di Api Penyucian mengasihi Tuhan; lebih jauh lagi, mereka
dikasihi
oleh gereja-gereja surga dan bumi (Gereja yang jaya
dan Gereja yang militan), yang memelihara hubungan dan relasi berkelanjutan dengan mereka. Gereja Katolik menghimbau kemurahan hati
anak-anaknya, dan melalui pengantaraan mereka, mencurahkan permohonannya dan membantu mereka (jiwa-jiwa di Api Penyucian) siang dan malam. Setiap saat, kemurahan hati dari para malaikat yang baik melimpahkan kepada mereka embun Surgawi yang dikirimkan oleh Yesus dalam Hati-Nya. Mereka saling mengasihi dan saling menghibur dengan percakapan yang tak terlukiskan.
Tidak ada teluk, berapapun luasnya, yang dapat memisahkan jiwa-jiwa ini dengan teman-teman mereka di dunia, dan kita bebas setiap saat untuk
membawa kepada mereka setetes air yang dicari-cari orang bodoh secara sia-sia dari belas kasihan Lazarus. (lht. Lukas 16:24)
St.Yohanes pernah mengalami sebuah penglihatan yang indah: dia melihat sebuah bait suci, dan di tempat kudus bait suci
ini, dia
melihat sebuah altar, dan di bawah altar ini ada banyak jiwa yang menderita: vidi subtus altare animas interfectorum. (Why. 6: 9) Jiwa-jiwa ini tidak berada di depan altar, seperti yang pernah dikatakan oleh seorang komentator; mereka tidak
diizinkan berada di sana. Mereka boleh menerima buah dari Kurban Ekaristi itu hanya secara tidak langsung, dengan cara
melalui
pengantaraan orang lain. Mereka berada di bawah altar, dan hanya menunggu saja, berdiam diri, dalam keadaan tersiksa, menunggu datangnya bagian yang kita sampaikan ke bibir mereka.
***
Gereja Katolik tidak membuat pernyataan tentang lokasi dari Api Penyucian. Berbagai pendapat yang berbeda telah diungkapkan atas masalah ini oleh para Doktor dan Bapa Gereja, dan kita bebas memilih salah satu pendapat dari mereka, tanpa takut kehilangan sifat ortodoksi atau takut kalau-kalau
menjauhi Iman yang benar.
St. Thomas, St. Bonaventure, dan St. Augustinus mengajarkan bahwa Api Penyucian terletak di pusat bumi ini. Mereka mengutip, guna mendukung pendapat mereka, kata-kata
yang dinyanyikan atas perintah Gereja: "Tuhan, bebaskanlah jiwa-jiwa umat beriman yang meninggalkan penderitaan
neraka dan lubang yang dalam."
Demikian juga, kutipan dari Kitab Wahyu ini: “Tetapi tidak ada seorangpun yang di sorga atau yang di
bumi atau yang di bawah bumi, yang dapat membuka gulungan kitab itu atau yang
dapat melihat sebelah dalamnya.” (Wahyu 5: 3) Dari kalimat St. Yohanes ini, dapat dipastikan bahwa hanya orang-orang benar yang diundang untuk membuka kitab misterius itu. Sekarang, dengan referensi ini bagi mereka yang berada di bawah bumi, bukankah rasul Yohanes
tampaknya memberi kita alasan untuk memahami
bahwa ada beberapa orang yang ditahan di kedalaman yang gelap ini
untuk sementara waktu?
Di bagian yang lain, Kitab Sirakh, dikatakan: "Aku akan masuk ke bagian bawah bumi, dan akan
mengunjungi orang-orang yang tidur, dan harapan keselamatan akan muncul di
hadapan mereka." (Bdk. Ecclus 24:45)
Kenyataannya, jika para Bapa Bangsa dan orang-orang benar dari Perjanjian Lama, setelah dimurnikan dari semua
dosa-dosa mereka, menerima wilayah yang lebih rendah di bumi sebagai tempat
tinggal mereka sampai saat ketika dosa yang diwariskan kepada kita oleh Adam, telah
benar-benar dihapuskan oleh Salib Kristus, maka tampaknya lebih tepat lagi jika jiwa-jiwa yang bersalah atas
dosa-dosa yang mereka lakukan yang belum cukup mereka tebus, maka mereka harus dihukum
dan ditahan di kedalaman bumi ini: Inferiores partes terrae.
Kesaksian St Agustinus menambahkan kemungkinan lebih jauh bagi pendapat ini: dalam Suratnya XCIX, ad Evodium, dia mengatakan bahwa ketika Kristus turun ke
neraka, Dia pergi bukan hanya menuju limbo tetapi juga ke dalam Api Penyucian, di mana Dia membebaskan beberapa dari jiwa-jiwa yang ditawan disana, seperti yang ditunjukkan dalam Kisah Para Rasul: Solutis doloribus inferni. (Kis. Kis
2:24)
Pendapat kedua tentang lokasi Api Penyucian diberikan oleh St. Victor dan oleh St. Gregorius
Agung dalam buku Dialogues. Keduanya mempertahankan pendapatnya bahwa Api Penyucian bukanlah adalah sebuah tempat yang tetap, dan bahwa sejumlah
besar jiwa yang telah mati akan menebus kesalahan mereka selama di bumi, dan di tempat-tempat yang sama di mana mereka paling sering
melakukan dosa.
Teologi suci menyatukan kesaksian-kesaksian yang berbeda ini
dengan menetapkan, pertama, bahwa Api Penyucian adalah sebuah tempat yang tetap, dengan batas-batas tertentu, terletak di pusat bumi, di
mana sebagian
besar jiwa masuk kesana untuk menebus kesalahan-kesalahan mereka yang membuat jiwa mereka menjadi kotor.
Namun demikian, Api Penyucian tidaklah terbatas pada satu tempat ini saja. Entah karena beratnya dosa-dosa mereka atau melalui dispensasi khusus dari Kebijaksanaan Ilahi, ada sejumlah besar jiwa lain yang
tidak perlu
bersedih merana di dalam penjara itu, tetapi mereka menjalani hukuman mereka di bumi, dan di
tempat-tempat
di mana mereka telah berdosa. Penafsiran ini, yang berasal
dari para teolog besar, menjelaskan dan menegaskan banyak penampakan dan wahyu
yang diberikan
kepada orang-orang kudus, dimana beberapa dari mereka memiliki tanda-tanda kebenaran yang
membuat tidak mungkin untuk mengabaikannya.
Agar sepenuhnya dapat menjelaskan doktrin kita, kita akan memilih, di antara semua wahyu yang
dikutip oleh St. Gregorius dalam bukunya yang berjudul Dialogues, yang mana otentisitasnya tak
perlu dipertanyakan lagi.
Dalam sejarah Citeaux, dikisahkan bahwa ada seorang peziarah dari distrik Rodez, yang kembali dari Yerusalem, dipaksa oleh
badai yang
menyerang saat itu untuk masuk ke pelabuhan di sebuah pulau
dekat Sisilia. Di sana dia mengunjungi seorang pertapa suci, yang bertanya
tentang hal-hal yang berkaitan dengan agama di negaranya, Perancis, dan juga bertanya apakah dia tahu biara Cluny dan
Abbot Odilon. Peziarah itu menjawab bahwa dia tahu, dan menambahkan bahwa dia akan berterima-kasih jika pertapa itu mau mengatakan kepadanya apa tujuan dia menyampaikan pertanyaan itu. Sang pertapa menjawab, "Di dekat tempat itu ada sebuah kawah yang puncaknya dapat kita lihat; pada waktu-waktu tertentu, ia
menyemburkan awan asap dan api. Saya telah melihat setan membawa keluar jiwa
orang-orang berdosa dan melemparkan mereka ke dalam jurang yang amat menakutkan, untuk menyiksa mereka
sementara waktu. Sekarang, pada hari-hari tertentu, saya
mendengar roh-roh jahat berbicara di antara mereka sendiri, dan mengeluh bahwa
beberapa dari jiwa ini telah melarikan diri dari
mereka, dan mereka menyalahkan orang-orang saleh
yang dengan doa dan pengorbanan mereka, mempercepat pembebasan jiwa-jiwa ini. Odilon dan para rahibnya adalah orang-orang yang tampaknya paling
membuat setan merasa ketakutan. Itulah sebabnya, ketika Anda kembali ke negara Anda, saya
meminta Anda dalam nama Tuhan untuk mendesak kepala biara dan biarawan Cluny
untuk melipat-gandakan doa dan sedekah mereka untuk membebasakan jiwa-jiwa yang malang ini." Peziarah itu, sekembalinya di rumah, melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Kemudian Abbot Odilon yang kudus itu merenung dan menimbang segala sesuatunya dengan hati-hati. Dia memohon pencerahan dari Tuhan, dan kemudian mengesahkan bahwa di semua biara-biara ordonya, hari
kedua bulan November setiap tahun, harus ditetapkan sebagai hari untuk memperingati semua umat beriman yang meninggal dunia. Seperti itulah asal-muasal dari Pesta seluruh
jiwa-jiwa di Api Penyucian.
++++++++++++++++++++++++
Berikut Ini
Beberapa Kutipan Dari Pesan-Pesan Bayside Yang Berkaitan Dengan Tulisan Di
Atas:
"Teruskanlah sekarang
dengan doa-doa silihmu. Bertekunlah, karena saat-saat doamu akan membebaskan
banyak jiwa dari Api Penyucian." -
Our Lady, Bayside, 5 April 1975
"Aku telah
meminta kepadamu, anakku, untuk memberikan doa bagi masyarakat di Api Penyucian.
Banyak bala tentara Surgawi akan mendapatkan anggota dari mereka yang datang
dari tempat pembersihan itu ke dalam Kerajaan." - Our Lady, Bayside, 14 April 1973
BISA MELIHAT
"Aku meyakinkan
kamu, anakku, seandainya manusia bisa melihat ke dalam
Api Penyucian, maka dia akan memohon untuk menemukan - dia akan mencari setiap
saat dalam hidupnya di
bumi, untuk menemukan cara guna membersihkan dirinya dengan penebusan dosa dan penderitaan. Tahun-tahun yang ada
di duniamu hanya singkat
saja; tetapi waktu yang ada di balik
tabir kematian adalah bersifat
selamanya dan tanpa akhir." - Our Lady, Bayside, 22 Mei 1974
No comments:
Post a Comment