Dengan Kematian Uskup Pedro Casaldáliga, Teologi Pembebasan Kehilangan Pewartanya
https://www.tfp.org/death-of-bishop-pedro-casaldaliga-liberation-theology-loses-its-herald/
September 18, 2020 |
Samuele Maniscalco
Uskup Pedro Casaldáliga, pewarta “Teologi Pembebasan”
Hanya sedikit orang yang mengetahuinya, tetapi pewarta teologi pembebasan yang getol ini diam-diam telah meninggal. Wali gereja Claretian Spanyol dan penyair, uskup Pedro Casaldáliga, meninggal di Brasil pada awal Agustus lalu. Dia adalah uskup emeritus dari Keuskupan Amazon São Félix do Araguaia, dan salah satu eksponen paling aktif dari teologi pembebasan. Meskipun dia tidak berpartisipasi dalam Sinode Amazon baru-baru ini di Roma, karena usianya yang sudah lanjut, namun dokumen-dokumen Sinode sebelumnya dan bahkan nasihat kerasulan, Querida Amazonia, memberi penghormatan kepada peran utamanya.
Hanya sedikit orang yang mengingat sikap dramatis wali gereja Catalan ini yang mendukung teologi radikalnya. Pada 28 Februari 1980, misalnya, dia menghadiri program “Malam Sandinista” di Universitas Katolik Kepausan São Paulo, Brasil. Selama acara tersebut, pemimpin gerilyawan Nikaragua, Daniel Ortega, memberi penghormatan kepada Uskup Pedro Casaldáliga dengan memberinya seragam militer gerilya. Ortega, yang baru saja merebut kekuasaan, muncul bersama ‘pastor’nya, Uriel Molina, pendukung teologi pembebasan dan anggota rezim Sandinista baru lainnya. Dalam iklim antusiasme histeris yang menyerupai pengalaman ‘trance mistis,’ negara-negara lain di kawasan itu secara eksplisit dihasut untuk mengulangi jalan perang saudara Nikaragua menuju Revolusi. Wali gereja itu mengenakan jaket militer dan berkata:
“Saya ingin berterima kasih atas ‘sakramen (teologi) pembebasan’ ini, yang saya terima dengan fakta, dan, jika diperlukan, juga dengan darah! Berpakaian sebagai pejuang gerilya, saya merasa seperti seorang pastor dengan jubahnya. Perang gerilya dan Misa adalah perayaan yang sama yang mendorong kita menuju harapan yang sama. Kita harus menjadi saksi atas komitmen kita sampai mati! ” (1)
Episode ini dan kasus-kasus serupa lainnya, seperti invasi terhadap tanah-tanah pertanian, membuat otoritas Brasil mempertimbangkan untuk mengusirnya dari negara tersebut. Meskipun menjadi pejabat gereja di keuskupan Amazon, dia masih seorang warga negara asing yang mendorong tindakan subversi dengan kekerasan. Namun, wali gereja Catalan yang penuh semangat ini selalu menemukan pendukung yang kuat bagi dirinya, seperti Kardinal São Paulo, Paulo E. Arns, yang pada tahun 1976 mengatakan, “Saya mendengar dari Paulus VI sendiri bahwa mengutak-atik uskup Dom Pedro Casaldáliga seperti mengutak-atik Paus sendiri.” (2)
Selama
konferensi internasional bertajuk “Amazonia:
the Stakes,” yang diselenggarakan oleh Institut
Plinio Corrêa de Oliveira di Hotel Quirinale di Roma pada tanggal 5 Oktober
2019, anggota TFP Amerika James Bascom, dalam pidato berjudul “Green is the New Red,” menyatakan:
“Orang Indian Amerika pra-Kristiani dan yang masih primitif, berfungsi sebagai model dan contoh untuk paham sosialisme dan ekologi. Di Amerika Latin pada tahun tujuh puluhan, khususnya di Brasil, ide-ide ini diadopsi dan diterapkan oleh kaum Katolik kiri (komunis). (…)
“Menanggapi Revolusi ini, pada 1977 Plinio Corrêa de Oliveira menulis sebuah buku berjudul Indian Tribalism: Communist-Missionary Ideal for Brazil in the Twenty-First Century.
“Prof. Plinio menunjukkan, dengan kata-kata mereka sendiri, bagaimana para misionaris Katolik beraliran kiri (komunis) di Brasil melihat gaya hidup, moral, dan agama orang Indian Brasil sebagai ekspresi prinsip-prinsip sosialisme dan ekologi yang paling tinggi. Orang Indian primitif ini hidup tanpa kapitalisme, kepemilikan pribadi, tanpa keyakinan atau moral Kristiani, dan mereka hidup dalam keharmonisan dengan Bumi. Dengan kata lain, mereka hidup dalam utopia paham sosialis dan ekologis.
“Oleh karena itu, untuk menyelamatkan Bumi dan diri mereka sendiri dari kehancuran, orang Barat harus menghancurkan institusi ekonomi, politik dan sosial mereka dan meniru kehidupan suku Indian Amazon.
“Uskup Pedro Casaldáliga, seorang tokoh suku pribumi di Brasil pada tahun tujuh puluhan, menggambarkan dirinya dan gerakannya sebagai 'trans-komunis,' yaitu, sebuah gerakan yang didasarkan pada prinsip-prinsip komunisme yang sama namun membawa mereka kepada kesimpulan yang lebih radikal. Penggenapan sempurna dari komunisme, jika Anda mau mengatakan demikian. Demikian pula, tribalisme adat ekologis ini, yang ingin diterapkan oleh Sinode Pan-Amazon, tidak lain adalah komunisme lama yang bermetamorfosis.
“Komunisme tidaklah mati, tapi ia hidup dalam bentuk ekologi. Hijau adalah merah baru. Ekologi adalah pemenuhan sempurna dari impian egaliter Karl Marx dan subversi total terhadap tatanan hierarki yang ditempatkan Tuhan di alam semesta. Tidak mungkin membayangkan penolakan yang lebih besar terhadap perintah Tuhan daripada impian Karl Marx ini." (3)
Pada tahun tujuh puluhan dan delapan puluhan, sikap yang agak berisiko dari Uskup Casaldáliga telah berlipat ganda. Dalam sebuah artikel berjudul "The Outburst begin" (Folha de S. Paulo, 7/20/81), Plinio Corrêa de Oliveira menulis:
… “Ada ledakan pernyataan reformis oleh uskup
tertentu. Ini dimulai dengan pidato di Rio Grande do Sul, oleh Uskup Pedro
Casaldáliga dari S. Felix do Araguaia. Dia mulai dengan mencela Gereja itu
sendiri: jika "selama dua puluh abad, Gereja telah mengikuti program Sabda
Bahagia, kita akan memiliki masyarakat yang tersosialisasi ... Cita-cita Kristiani setara dengan cita-cita
sosialisme." Beberapa saat kemudian, wali gereja itu bahkan menjadi lebih
jelas mengenai kecenderungan dan gagasannya: “Saya tidak mengkanonisasi
sosialisme Soviet atau Kuba, tetapi ada aspek positif darinya : Kuba telah
memberikan pelajaran dalam hal kesehatan dan pendidikan kepada semua rakyatnya…
Sosialisme Nikaragua adalah jalan yang baik." Akhirnya, setelah menyangkal kenyataan bahwa sosialisme adalah penyebab panen yang buruk di Rusia, wali gereja itu menegaskan: "Di negara-negara sosialis orang-orangnya hidup lebih baik, dan di sana kelaparan lebih sedikit daripada di negara-negara kapitalis" (cf. Jornal do Brasil, 6 / 17/81). Sejauh absurditas berlaku, pernyataan yang ini benar-benar monumental.” (4)
Uskup Pedro Casaldáliga meninggal pada usia lanjut, 92 tahun. Dia hidup untuk melihat penolakan keras atas klaimnya bahwa "orang hidup lebih baik di negara-negara sosialis." Dia juga melihat banyak utopia sosialis-kesukuannya, yang dilambangkan dengan sosok Pachamama dalam Sinode Amazon, diusulkan sebagai model “kehidupan yang baik” (lihat Querida Amazonia halaman 8, 26, 71), berbeda dengan dugaan atau kerugian nyata yang menimpa peradaban Barat, yang difitnah oleh wali gereja Catalan itu selama beberapa dekade. Seperti eksponen utama teologi pembebasan lainnya, Uskup Pedro Casaldáliga melakukan seluruh perjalanan dari paham Marxisme sosio-ekonomi lama hingga kepada paham neo-Marxisme budaya dan hijau.
*****
Pandemi
global lainnya: seksualisasi anak-anak kita
Mafia
St. Gallen Mafia Dan Kepausan Francis Saat Ini
'Fratelli
Tutti' Disambut Hangat Oleh Pionir Teologi Pembebasan
Apakah arsitek utama di balik Misa Baru (Novus Ordo) adalah Freemason? Bukti baru muncul
No comments:
Post a Comment