“Rosario adalah doa yang paling indah dan yang paling kaya akan rahmat dari semua doa. Itu adalah doa yang paling menyentuh hati Bunda Allah… dan jika anda ingin damai memerintah di rumah anda, lakukanlah doa rosario keluarga.” Paus Saint Pius X
tentang Api Penyucian
Pastor Reginald
Martin, O.P.
https://www.rosarycenter.org/on-purgatory/
[Pastor Reginald
memasuki biara Dominikan pada tahun 1968, dan ditahbiskan pada tahun 1974. Dia
melakukan pelayanan kampus Provinsi Barat di Universitas Washington dan
Universitas Oregon, dan dengan sangat bersemangat menjadi direktur Rosario
Center dari tahun 2004 hingga 2016. Saat ini dia adalah direktur dari
Vallombrosa Retreat Center dan Chaplain untuk para biarawati Dominika di Biara
Corpus Christi — keduanya di Menlo Park, California.]
Pengalaman manusiawi
kita mengajarkan bahwa kita tidak asing dengan dosa. Ini adalah pemikiran yang
menakutkan, ketika kita mempertimbangkan kalimat dari Kitab Suci, “Tidak ada
yang kotor boleh masuk ke dalamnya [Kerajaan Allah]… tetapi hanya mereka yang namanya
tertulis di dalam Kitab Kehidupan Anak Domba.” (Why.21: 27) Ini adalah
pengingat yang kuat tentang nilai kehidupan yang bijak, dan alasan yang sangat
besar untuk bersyukur. Tuhan telah menyediakan sarana yang dengannya kita dapat
disucikan dari dosa bahkan setelah
kematian kita.
Obat ini, tentu
saja, adalah Api Penyucian, dan apa
yang diminta oleh Iman kita untuk kita percayai tentang Api Penyucian dapat
diungkapkan dengan sangat ringkas:
Jiwa orang benar
yang pada saat kematian masih terbebani oleh dosa ringan atau hukuman sementara
karena dosa, masuk ke dalam Api Penyucian. (De Fide)
Dua puluh empat
kata ini luar biasa maknanya untuk apa yang tidak mereka (kalimat ini) ucapkan,
sebagaimana apa yang mereka (kalimat ini) nyatakan. Mereka (kalimat ini) tidak
mengatakan apa-apa tentang di mana Api Penyucian berada, berapa lama jiwa
menghabiskan waktu di sana, atau apa yang cenderung ditemukan jiwa begitu ia
tiba disana. Para teolog telah memberikan refleksi atas semua pertanyaan ini,
dan kita akan membahasnya sebentar lagi. Untuk saat ini, bagaimanapun, mari
kita pertimbangkan hanya keyakinan Gereja Katolik bahwa Tuhan menawarkan cara
yang dengannya mereka yang tidak sepenuhnya siap untuk memasuki Kerajaan-Nya,
akan dimurnikan sehingga mereka dapat masuk surga secara layak.
Api Penyucian bukanlah kesempatan kedua; itu adalah langkah terakhir dalam perjalanan seumur hidup yang menuntun kepada Tuhan. Iman kita meyakinkan kita bahwa Tuhan memberikan rahmat yang sesuai untuk setiap langkah perjalanan ini, dan Api Penyucian adalah pemenuhan janji Yesus bahwa Dia akan hadir di saat langkah terakhir kita dengan membawa kasih yang sama yang menyapa kita pada langkah pertama kita dulu.
Dan inilah
kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah
diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada
akhir zaman. (Yoh
6:39)
Api Penyucian, seperti Misa, mewartakan janji dan kuasa dari kasih Kristus yang memelihara dan meninggikan. Dan seperti Ekaristi, Api Penyucian mengundang kita untuk mengidentifikasi diri kita sendiri dalam drama spiritual yang diingatkan oleh Santo Paulus kepada kita bahwa kita berbagi dengan Kristus.
Atau tidak tahukah
kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam
kematian-Nya?Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh
baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari
antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam
hidup yang baru. (Rm 6: 3-4)
Api Penyucian telah
menjadi isi bagi iman kita sejak masa awal kita. Dalam Kitab Kedua Makabe,
Yudas dan para pengikutnya mengatur untuk menguburkan rekan-rekan mereka yang
telah meninggal, “Merekapun lalu mohon dan minta, semoga dosa yang telah
dilakukan itu dihapus semuanya. Tetapi Yudas yang berbudi luhur memperingatkan
khalayak ramai, supaya memelihara diri tanpa dosa, justru oleh karena telah
mereka saksikan dengan mata kepala sendiri apa yang sudah terjadi oleh sebab
dosa orang-orang yang gugur itu. (2 Mac 12:42)
Banyak Reformator
Protestan tidak percaya bahwa Kitab Makabe telah diilhamkan, sehingga Gereja
sering berpaling ke tempat lain untuk mengidentifikasi kepercayaan Alkitabnya tentang
Api Penyucian. St. Yohanes mencatat perkataan Yesus, "Dia yang hidup dan percaya padaku tidak akan mati
selamanya." (Yoh 11:26)
Tetapi Kitab Wahyu
mengamati bahwa tidak ada yang dapat mengklaim kemuliaan ini (Surga) tanpa dimurnikan
lebih dulu, karena tidak ada yang kotor yang dapat memasuki Kerajaan Allah.
Jadi, para teolog Gereja telah mengajarkan bahwa suatu bentuk pemurnian harus dapat diakses setelah kematian.
Salah satu dari teolog
ini, St. Gregorius Agung, mengarahkan kita pada kata-kata Yesus, "... dia
yang akan berbicara menentang Roh Kudus, tidak akan diampuni dia, baik di dunia
ini maupun di dunia yang akan datang." (Mat 12:32)
St.Gregory berkata:
Apabila seorang mengucapkan sesuatu
menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus,
ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun
tidak.” (Mat
12:32)
Mengenai kesalahan kecil tertentu, kita harus percaya bahwa
sebelum Penghakiman Terakhir ada suatu api yang memurnikan. Dia yang adalah kebenaran
mengatakan bahwa siapa pun yang mengucapkan hujatan terhadap Roh Kudus tidak
akan diampuni baik di zaman ini maupun di zaman yang akan datang. Dari kalimat
ini kita memahami bahwa pelanggaran tertentu dapat dimaafkan di zaman ini,
tetapi pelanggaran lainnya tidak akan dimaafkan sampai di zaman yang akan datang.
Kita bisa mengutip
ayat-ayat Alkitab lainnya untuk memperkuat kepercayaan kita pada Api Penyucian,
(misalnya, 1 Kor 3:12), tetapi yang mungkin jauh lebih menarik - dan berharga
bagi kehidupan rohani kita - adalah mempertimbangkan sifat karunia yang telah diberikan
Tuhan kepada kita di Api Penyucian.
Untuk memulai, kita
boleh bertanya mengapa Api Penyucian dapat dianggap sebagai "hadiah"
ketika para teolog dan mistikus Gereja yang hebat semuanya menggambarkan rasa
sakit di Api Penyucian jauh lebih parah daripada yang kita tanggung dalam hidup
di dunia ini? Jawabannya cukup sederhana: rasa sakit di Api Penyucian tidak
berbahaya, tidak seperti rasa sakit yang menimpa kita di bumi. Rasa sakit di
Api Penyucian dimaksudkan untuk kebaikan kita, untuk mengingatkan kita betapa
besar kasih Tuhan yang telah kita korbankan oleh karena dosa kita, dan betapa
banyak sukacita surgawi yang akan kita rasakan jika kita tidak begitu sering
memilih perbuatan yang hina.
Santo Agustinus
mengajarkan, "Api Penyucian adalah lebih parah daripada rasa sakit apa pun
yang dapat dirasakan, dilihat, atau diterima di dunia ini…." Ini karena,
di Api Penyucian, kita akan menyadari bahwa salah satu konsekuensi dari
kehidupan kita yang berdosa di dunia ini adalah tertundanya penglihatan kita
akan Tuhan. St. Thomas Aquinas mengatakan, "Semakin sensitif suatu dosa,
semakin besar pula rasa sakitnya." Jadi, tanpa tubuh kita mengalihkan
perhatian kita dari kerinduan kita akan Tuhan, dan melindungi kita dari rasa
sakit ini, kita tidak akan memiliki apa pun untuk berdiri di antara kita dan
rasa sakit dari penundaan persatuan dengan Tuhan yang sangat kita nantikan.
Beberapa orang akan
bertanya berapa lama kita harus menghabiskan waktu di Api Penyucian? Untuk
menjawab pertanyaan ini kita harus ingat bahwa sekali kita "melepaskan ikatan
fana ini" kita tidak lagi berurusan dengan jam duniawi. Surga dan Neraka
adalah realitas kekal; keduanya mutlak, dan sekali jiwa diserahkan ke salah
satu tempat itu, tidak ada yang bisa mengubah kondisi jiwa itu. Api Penyucian,
sebaliknya, adalah keadaan "sementara," dan suatu jiwa akan menanggung
lebih banyak atau lebih sedikit rasa sakit di Api Penyucian daripada yang lain.
Yang menentukan pengalaman di Api Penyucian adalah kondisi jiwa pada saat
kematian. Jika seseorang terus menerus melakukan dosa ringan, dia bisa berharap
untuk menanggung hukuman yang lebih berat (yaitu, lebih lama) di Api Penyucian.
Bagian dari pengalaman Api Penyucian adalah untuk mengajar jiwa tentang kebodohan
dosa, dan memulihkan jiwa kepada kondisi kesehatan rohani yang sempurna yang
akan membuatnya memenuhi syarat untuk masuk kedalam Surga. Beberapa jiwa lebih
membutuhkan manfaat penyembuhan ini daripada yang lain; ini, dapat dimengerti, dan
mereka harus menjalani pengalaman Api Penyucian yang lebih intens.
Selama
berabad-abad, umat beriman Gereja telah berusaha untuk menentukan sifat rasa
sakit yang ditanggung jiwa di Api Penyucian. Seperti yang telah kita lihat,
para teolog mengajarkan bahwa rasa sakit itu ada dua. Kami telah
mempertimbangkan rasa sakitnya kehilangan, yang bersifat sementara, yaitu kehilangan
pandangan akan Tuhan. Tetapi jiwa-jiwa di Api Penyucian juga menderita sakit indera.
Dan di sinilah kita menemukan apa yang, sejak Abad Pertengahan, digambarkan
sebagai "api" di dalam Api Penyucian. Hukuman ini sering dibandingkan
dengan hukuman yang dialami orang terkutuk di Neraka. Jadi beberapa orang berpendapat
bahwa Api Penyucian terletak di lingkungan neraka. Kitab Suci tidak memberikan
petunjuk, dan para guru Gereja juga diam tentang hal itu. Sifat "api"
di Api Penyucian juga sulit dipahami.
Meskipun demikian,
persamaan antara hukuman yang ditanggung oleh jiwa di Api Penyucian mirip
dengan hukuman di Neraka karena keduanya adalah hukuman yang harus ditanggung
oleh jiwa setelah kematian; keduanya adalah hukuman spiritual; dan rasa sakit
mereka jauh lebih besar dari apapun yang bisa kita bayangkan dalam hidup ini.
Di sana, bagaimanapun, kesamaan neraka dan Api Penyucian berakhir. Tidak
seperti mereka yang dihukum dengan hukuman kekal di Neraka, jiwa-jiwa di Api
Penyucian memiliki iman, harapan, dan kasih. Selain itu, mereka bersukacita
dalam mengharapkan hadiah untuk meredakan rasa sakit mereka, dan meskipun
mereka tidak dapat melihat Tuhan yang mereka rindukan, namun mereka tidak
meragukan kehadiran-Nya atau keselamatan akhir mereka.
Kami secara aktif berpartisipasi dalam kegembiraan penuh
harapan yang dialami oleh jiwa-jiwa di Api Penyucian saat kami berdoa untuk
mereka. Lumen Gentium, dokumen Konsili Vatikan II, mengingatkan kita:
Dalam kesadaran
penuh akan persekutuan seluruh Tubuh Mistik Yesus Kristus, Gereja dalam anggota
peziarahnya… [menghormati] dengan sangat hormat kenangan akan orang mati… [dan]
bahwa mereka (jiwa di Api Penyucian) dapat dilepaskan dari dosa-dosa mereka, maka
dia (Gereja di dunia) dapat menawarkan hak pilihnya untuk mereka yang berada di
Api Penyucian. (LG, 50)
Hal ini menggemakan
keyakinan St. John Chrysostom, yang berkhotbah:
Marilah kami menolong
dan memperingati mereka. Jika putra-putra Ayub dimurnikan oleh pengorbanan ayah
mereka, mengapa kita harus meragukan bahwa persembahan kita untuk orang mati akan
membawa penghiburan bagi mereka? Marilah kita tidak ragu-ragu untuk menolong
mereka yang telah meninggal dengan mendoakan mereka.
Pada abad ke-19
Kardinal Manning menyampaikan serangkaian khotbah tentang karunia-karunia Roh
Kudus. Ketika dia berkhotbah tentang Kesalehan - yang oleh seorang penulis
modern disebut kasih yang memberi "agama hati" - dia mengamati bahwa
Api Penyucian adalah tempat di mana - tidak peduli seberapa aktif
individu-individu dalam kehidupan – jiwa-jiwa dipaksa untuk menjadi pasif.
Mereka (jiwa-jiwa di
Api Penyucian) tidak dapat melakukan apa pun… untuk diri mereka sendiri: mereka
tidak lagi memiliki sakramen-sakramen; mereka bahkan tidak bisa berdoa untuk
diri mereka sendiri. Mereka begitu sesuai dengan kehendak Allah, sehingga
mereka menderita di sana dalam penyerahan diri dan keheningan… Oleh karena itu,
adalah tugas kita untuk membantu mereka… dengan doa kita, penebusan dosa kita, penyangkalan
diri dan mati raga kita, sedekah kita, dengan Korban Kudus Altar… Jika tidak
ada yang mengingat mereka sekarang, Anda, setidaknya, jika Anda memiliki di
dalam hati Anda karunia kesalehan, akan berdoa untuk mereka.
Sebuah motto pada
jam matahari tua berbunyi, "omnes vulnerant, ultima
necat." Ini mengacu pada jam-jam dari kehidupan kita dan berarti,
"Mereka semua terluka, yang terakhir membunuh." St. Agustinus
mengajarkan bahwa kita yang hidup secara alami merinding atas kematian karena hal
itu begitu asing, sangat menakutkan, dan sangat menyedihkan. Keyakinan kita
pada Api Penyucian seharusnya sangat menghibur, karena itu mengingatkan kita
bahwa meskipun kematian adalah saat terakhir dalam hidup kita, namun di dalam kematian
menyediakan hubungan yang paling intim dengan Kristus. Itu juga menawarkan kita
kesempatan unik untuk menjangkau satu sama lain, dengan berdoa untuk mengurangi
rasa sakitnya orang-orang yang telah meninggal, dan dengan memohon agar Tuhan
segera memberikan kepada jiwa orang yang kita cintai yang sudah meninggal,
persatuan dengan Tuhan yang sangat mereka rindukan.
*****
LDM
– Kutipan Nubuat Tentang Perang Dunia III
Ned
Dougherty - October 3, 2020
Ensiklik
Terbaru Francis: Aborsi Tidak Ada Dalam Daftar Keprihatinan Politiknya ...
Giselle
Cardia, 03 Oktober 2020 - Pesan dari Bunda Maria
Tentang
Neraka: Kejelasan Adalah Sebuah Bentuk Belas Kasih...
No comments:
Post a Comment