A. Ralph Epperson
Bab
28
Serangan
terhadap agama
Tata Dunia Baru sudah ada di sini.
Sudah ada orang-orang dan organisasi-organisasi yang
menyerang keluarga, nasionalisme, hak milik pribadi, hak untuk beribadah, dan
hak untuk mempraktikkan moralitas yang baik, di antara hal-hal yang lainnya.
Salah satu sasaran pertama dari Tata Dunia Baru untuk didatangi
dan untuk dihancurkan adalah Gereja Kristiani.
Dan salah satu yang pertama diserang dalam waktu
belakangan ini adalah pendeta Everett Sileven dari Louisville, Nebraska.
Dia adalah pendeta dari sebuah gereja fundamentalis di
komunitas itu, dan dia mengajarkan jemaatnya bahwa mereka memiliki kewajiban
alkitabiah untuk mengajari anak-anak mereka sendiri. Dan, untuk mencapai tujuan
ini, gereja memilih untuk membuka sekolah Kristen pada musim panas 1977.
Gereja merasa bahwa mendidik anak-anak kongregasi adalah
pelayanan gereja, sama seperti sekolah Minggu, atau berkhotbah. Dan, karena
gereja merasa perlu melakukan hal ini sebagai bagian dari kewajiban agama
mereka, maka mereka memilih untuk tidak mendaftarkan sekolah mereka, atau
melisensikan guru mereka, kepada negara bagian Nebraska. Mereka juga percaya
bahwa Amandemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat melindungi hak mereka atas
kebebasan beragama.
Amandemen Pertama berbunyi (sebagian): "Kongres tidak
akan membuat undang-undang yang menganjurkan pembentukan agama, atau melarang
pelaksanaan ajaran agama secara bebas..."
Karena pemerintah dilarang mengesahkan undang-undang yang menghalangi
pelaksanaan hak-hak keagamaan mereka secara bebas, maka gereja merasa bahwa
mereka tidak akan diintervensi.
Gereja ini adalah yang pertama di Nebraska yang membuka
sekolah Kristen tanpa meminta lisensi atas guru-guru mereka. Maka mereka adalah
yang pertama ditentang oleh pemerintah negara bagian Nebraska.
Kemudian, pada bulan Agustus, Departemen Pendidikan Nebraska
memasuki sekolah dan memberi tahu pendeta bahwa sekolah itu melanggar hukum
negara karena mereka belum melakukan sertifikasi instruktur/guru mereka.
Mereka mengutip Aturan bernomor 14 dan 21, yang mereka
katakan adalah prosedur untuk mendapatkan lisensi sekolah, dan untuk lisensi
fakultas mereka.
Pendeta menjelaskan posisi mereka, tetapi argumennya tidak
didengarkan. Kemudian, sheriff datang dan menangkap pendeta itu, dan kasus itu
dibawa ke pengadilan daerah. Pendeta juga menggunakan pembelaannya dengan Pasal
1, Bagian 4 dari Konstitusi Negara Nebraska yang berbunyi: "Semua orang
memiliki hak alami yang tidak dapat dibatalkan (didefinisikan sebagai hak yang
tidak dapat dibatalkan atau ditiadakan") untuk menyembah Allah yang
Mahakuasa sesuai dengan perintah dari hati nurani mereka sendiri ... dan tidak
akan ada campur tangan terhadap hak-hak hati nurani yang diizinkan.
Agama, moralitas dan pengetahuan, bagaimanapun,
menjadi penting bagi pemerintahan yang baik, dan itu menjadi tugas legislatif
untuk mengesahkan undang-undang yang sesuai untuk melindungi setiap pemeluk
agama dalam menjalankan dengan damai ibadah publik mereka sendiri, dan untuk
mendorong sekolah-sekolah dan sarana pembelajaran."
Pendeta kemudian bersaksi: "... keberatan utama dari
Gereja Baptis Iman untuk menerima lisensi dari Negara adalah pelanggaran
terhadap Efesus 1:22 yang berbunyi: “Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki
Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala
yang ada.” dan Kol 1:18 Ialah (Yesus) kepala
tubuh, yaitu jemaat.
Pendeta terus menolak, dan hakim menghadiahi perlawanan itu
dengan beberapa hukuman di dalam penjara.
Pendeta Sileven menulis penjelasan mengapa dia menolak
untuk mengizinkan negara mengontrol sekolahnya dalam bukunya yang berjudul, THE PADLOCKED CHURCH: "Kami sampai pada kesimpulan yang pasti, dengan suara bulat, bahwa
Kristus tidak dapat diserahkan kepada otoritas negara, memberi kepada negara
hak untuk menentukan filosofi kurikulum atau kualifikasi para guru." (558)
Selain itu, pendeta melihat perbuatan hakim yang memutuskan
dalam kasus ini: "Hakim yang memimpin dalam kasus kami mengakui bahwa dia
tidak melihat Amandemen Pertama (Konstitusi Amerika Serikat) sebelum memutuskan
kasus kami. Dia juga mengakui bahwa dia mendefinisikan pendidikan sebagai
non-agama; oleh karena itu, dia mendefinisikan keyakinan dan hak dari agama
kita menurut caranya sendiri." (559)
Pendeta dan para anggota Gereja Baptis Iman tetap percaya
bahwa operasional sekolah untuk mengajar anak-anak anggota gereja adalah bagian
dari pelayanan gereja. Negara membalas dengan argumen bahwa mereka tidak
memenuhi syarat untuk menentukan apa yang diajarkan kepada anak-anak mereka,
atau tidak mampu menentukan siapa yang harus mengajari mereka.
Dan, karena pendeta menolak untuk menutup
sekolahnya atau mengizinkan negara untuk memberi surat lisensi kepada gurunya, maka
hakim memerintahkan sheriff untuk memasuki gereja selama kebaktian, menangkap sang
pendeta serta dan siapa saja yang menolak, dan kemudian menggembok pintu gereja
itu.
Hasil akhir dari keseluruhan kasus ini terjadi pada bulan
Januari 1985 ketika Mahkamah Agung Negara membatalkan hukuman penjara delapan
bulan atas sang pendeta, dan tampaknya tidak akan ada tindakan pengadilan lebih
lanjut atas kasus ini.
Negara telah menggunakan kekuatannya tanpa dasar dan dukungan
hukum, dan sekolah Kristen dari Gereja Baptis Iman terus beroperasi. Gereja
Kristen, setidaknya di Nebraska, tidak harus mengizinkan negara untuk mengatur
kebijakan sekolah, menentukan kurikulum, atau memberi lisensi kepada guru dari anak-anak
mereka.
Namun pertempuran belum berakhir. Baru dimulai.
Ini hanyalah salah satu dari pertempuran awal.
No comments:
Post a Comment