Bab 29
Serangan atas keluarga
Unit
keluarga telah lama disebut sebagai batu penjuru peradaban. Konsep bahwa orang
tua bertanggung jawab atas pengasuhan anak-anak yang dihasilkan selama
pernikahan adalah landasan kehidupan Amerika. Namun, ada upaya di Amerika saat ini
untuk melemahkan, atau bahkan menghancurkan, unit keluarga sama sekali.
Keinginan
untuk menghancurkan unit keluarga, seperti yang telah secara singkat disinggung
dalam bagian-bagian sebelumnya dari penelitian ini, adalah salah satu tujuan
dari gerakan New Age-Humanist-Communist.
Marilyn
Ferguson, penulis New Age, telah menulis tentang unit keluarga dalam bukunya
yang berjudul, THE AQUARIAN CONSPIRACY:
"Banyak sosiolog mengantisipasi 'evolusi' monogami. Perkawinan, kata
mereka, harus dirubah menjadi sebuah institusi jika ia ingin bertahan hidup
sama sekali.
Jika
monogami terikat erat dengan pembatasan semua ekspresi seksual pada pasangan,
mereka mengatakan, hal itu pada akhirnya akan menjadi monogami yang menderita."
(560)
Kata
"monogami" memiliki dua makna, yang keduanya berlaku untuk penelitian
ini. Kata tersebut didefinisikan sebagai:
1.
Praktek atau keadaan menikah dengan hanya satu orang pada
satu waktu.
2.
Praktek menikah hanya sekali selama hidup.
Kamus menambahkan embel-embel kepada definisi kedua:
dikatakan bahwa definisi itu "langka." Dan memang benar.
Tradisi
di Amerika bahwa suami mengambil seorang istri, dan kemudian tetap setia kepada
pasangan itu selama sisa hidup mereka bersama ada pada kelompok orang
Yahudi-Kristen. Dengan kata lain, hal itu berasal dari kepercayaan dan ajaran
dari dua agama mereka.
Karena
adat kebiasaan ini bukan sesuatu yang ditulis secara naluriah ke dalam hati
semua orang, dan karena manusia diberikan pilihan bebas, maka manusia bebas
untuk menerima atau menolak institusi keluarga yang diciptakan seperti itu.
Pria yang sudah menikah tidak harus memiliki satu istri dan tetap setia
kepadanya. Hanya agama yang mengajarkan bahwa pernikahan monogami adalah gaya
hidup yang lebih dikehendaki.
Marilyn
Ferguson, seorang penulis New Age, menulis lebih lanjut: "Monogami
tradisional bertentangan dengan pengertian yang berkembang saat ini bahwa
kebaikan terbesar dari eksistensi manusia adalah hubungan interpersonal yang
mendalam, karena banyak dari hal ini sesuai dengan perasaan dan selera mereka.
...
orang-orang muda mencoba merancang dan menciptakan suatu bentuk pernikahan yang
sesuai dengan era baru." (561) Seperti yang telah digambarkan sebelumnya,
Gerakan New Age dan Gerakan Komunis ingin menghancurkan struktur keluarga. Di
sini, salah satu dari penulis besar New Age mengatakan bahwa adalah orang-orang
muda yang mencoba untuk merancang sebuah lembaga pernikahan yang baru. Anak-anak
diajarkan untuk merubah kontrak pernikahan oleh mereka yang mengikuti Gerakan New
Age yang telah menulis buku-buku teks, atau mendorong sebuah dialog dengan
maksud untuk merubah sikap mereka.
Bahkan
definisi sebuah keluarga, yang berarti suami laki-laki, istri perempuan, dengan
anak atau anak-anak, harus didefinisikan ulang bagi gerakan New Age. Marilyn
Ferguson telah mengatakan kepada kami bahwa hal ini telah terjadi:
"Asosiasi Ekonomi Rumah Amerika mendefinisikan kembali keluarga pada tahun
1979 sebagai 'dua atau lebih orang (yang berarti boleh dua pria, atau dua
wanita, atau satu pria dan satu wanita, atau bahkan lebih dari dua orang) yang saling
berbagi sumber daya, berbagi tanggung jawab satu sama lain seiring dengan waktu.
Keluarga
adalah iklim dimana 'seseorang bisa pulang;' dan ini adalah jaringan untuk berbagi
dan komitmen yang paling tepat menggambarkan unit keluarga, terlepas dari
darah, ikatan hukum, adopsi, atau pernikahan. '"
Konsep
perkawinan Amerika adalah suami laki-laki, dan istri perempuan. Pernikahan
homoseksual atau lesbian adalah tidak sah. Tetapi itu bisa saja berubah kapan
saja mereka yang membuat undang-undang memutuskan untuk merubahnya. Kaum New
Age rupanya ingin merubah hukum untuk memungkinkan pernikahan antara dua pria
atau dua wanita.
Sebuah Langkah besar dalam merubah definisi tradisional
keluarga baru saja terjadi di negara bagian New York. Judul artikel 6 Juli 1989
yang membahas perubahan itu, berbunyi: "Pengadilan
menetapkan pasangan gay sebagai sebuah 'keluarga' yang sah."
Artikel
itu melaporkan: "Pengadilan tertinggi New York memutuskan hari ini bahwa
pasangan dalam relasi homoseksual jangka panjang dapat mengambil alih apartemen
sewa dari pasangan itu ketika kekasih yang menandatangani kontrak itu
meninggal.
...
Pengadilan Banding memerintahkan pengadilan yang lebih rendah untuk
mempertimbangkan kembali keputusannya untuk mengusir seorang pria New York City
dari sebuah apartemen sewaan yang dia bagikan ... kepada kekasihnya yang
sekarang sudah mati.
...
pengadilan memperluas definisi atas sebuah 'keluarga' ...
Kata
ini sangat penting karena hukum negara mengatakan hanya 'anggota keluarga' yang
dapat mengambil alih apartemen yang disewa ketika penyewa yang tercatat,
meninggal.
Pengadilan
mengatakan bahwa definisi tersebut harus mencakup orang dewasa yang menunjukkan
komitmen finansial dan emosional jangka panjang satu sama lain, bahkan meski ia
tidak sesuai dengan arti tradisional dari 'keluarga'." (562)
Jadi, bahkan definisi keluarga sedang diserang
saat ini. Maka definisi itu harus dirubah jika keluarga mau dihancurkan.
Sebagaimana telah dibahas
sebelumnya, ada beberapa yang ingin agar unit keluarga dihancurkan sama sekali.
Penghancuran unit keluarga telah menjadi sasaran kelompok Komunis dan Sosialis
selama lebih dari 140 tahun. Karl Marx, yang disebut sebagai bapak Komunisme,
menulis bahwa itulah tujuan dari Partainya: "Penghapusan keluarga!
Bahkan
pihak yang paling radikal pun mendukung usulan Komunis yang terkenal ini."
(563)
Dan Robert Owen, yang disebut sebagai bapak Sosialisme,
menulis: "Di dunia moral yang baru nanti, nama-nama suami dan istri, orang
tua dan anak, yang tidak rasional, tidak akan didengar lagi. Semua hubungan keluarga
akan menjadi hasil dari kasih sayang; anak
tidak diragukan lagi akan menjadi milik seluruh komunitas." (564)
Dan proses perubahan dari gagasan bahwa ‘membesarkan anak
harus menjadi tanggung jawab keluarga’ kepada gagasan bahwa ‘anak akan
dibesarkan oleh negara’ telah dimulai di beberapa negara Komunis.
Salah
satu dari negara-negara seperti itu adalah Kuba.
Orang-orang
Kuba pada dasarnya adalah orang-orang yang religius, dengan mayoritas besar
adalah anggota Gereja Katolik. Tetapi banyak yang telah berubah sejak Fidel
Castro, Komunis, merubah bangsa itu menjadi negara komunis. Komentar-komentar
ini berasal dari sebuah artikel 1988 di majalah the New American:
"Hubungan heteroseksual (laki dan perempuan) di Kuba dicirikan oleh
maraknya pergaulan bebas dan prostitusi yang meluas.
Kemiskinan
yang sangat buruk di mana Castro telah membawa bangsanya, telah mendorong
prostitusi.
Lembaga
pernikahan hampir kehilangan maknanya di Kuba. Banyak orang menikah dan lebih
banyak lagi yang bercerai.
...
rezim Castro telah bekerja untuk menghancurkan ikatan keluarga dan mematahkan
kendali orang tua atas anak-anak mereka. Kaum Komunis di Kuba telah memancing
anak-anak agar tinggal dan hidup di sekolah-sekolah di pedesaan. Di
sekolah-sekolah ini siswa belajar setengah hari dan kemudian harus bekerja di
ladang untuk setengah hari berikutnya.
Kehadiran
di 'escuelas en el campo' ini (yang artinya kamp sekolah)
memang tidak wajib, tetapi siswa tingkat SMP dan SMA didorong untuk hadir.
Bahkan siswa yang tidak menghadiri sekolah live-in harus berpartisipasi setiap
tahun dalam periode kerja enam minggu di lokasi yang jauh di daerah pedesaan
Kuba.
Rejim
Castro sangat bergantung pada penggunaan ratusan ribu anak sekolah yang tidak
dibayar untuk bekerja di ladang setiap tahun. Di bawah perlindungan Undang-undang
program pendidikan, rezim Castro telah mengeksploitasi pekerja anak dan
mengganggu otoritas orang tua atas anak-anak mereka." (565)
Sangat
menarik bahwa pemimpin Kuba, Fidel Castro, menjadi teladan bagi perselingkuhan
dan persetubuhan dalam relasi pernikahan. Dia memiliki lima anak yang dikenal
lahir di luar nikah dengan para ibu yang berbeda. (566)
Negara-negara
Komunis lainnya telah menunjukkan komitmen mereka terhadap kehancuran keluarga.
Kaum Komunis di Cina juga, setidaknya, berhasil sebagian dalam upaya mereka
untuk menghancurkan unit keluarga. Mereka yang telah mempelajari masa lalu bangsa
itu dan tahu bahwa unit keluarga telah menjadi batu penjuru peradaban mereka
selama berabad-abad.
Seorang
warga Cina yang beruntung bisa melarikan diri dari negaranya setelah Komunis
mengambil alih pada tahun 1949 adalah Pendeta Shih-ping Wang, direktur
Evangelisasi Masyarakat Baptis di Asia Timur. Dia memberi kesaksian di depan
Komite bagi Kegiatan-Kegiatan Non-Amerika, tentang apa yang terjadi pada
keluarga ketika Komunisme menguasai Cina: "Unit keluarga menjadi rusak.
Suami dan istri dipisahkan di barak yang berbeda. Anak-anak direbut dari
orangtua mereka dan ditempatkan di pusat pembibitan yang dikelola pemerintah.
Suami
dan istri hanya bertemu seminggu sekali selama dua jam dan mereka tidak
memiliki kontak yang lain ...
Orang tua dapat melihat anak-anak mereka sekali seminggu dan
ketika mereka melihat mereka, mereka tidak dapat menunjukkan kasih sayang
terhadap anak-anak mereka. Nama telah dilepaskan dari anak-anak itu dan mereka hanya
diberi nomor.
Tidak
ada lagi identitas individu atau pribadi." (567)
Beberapa
tindakan untuk mengendalikan unit keluarga di Cina agak halus, sementara yang
lain tidak. Sebagai contoh, setiap pasangan yang ingin menikah harus memiliki
izin dari Partai Komunis. Para pembangkang politik, misalnya, tidak diizinkan
untuk menikah. Sekali pasangan diberi izin untuk menikah, maka keputusan untuk
menentukan berapa banyak anak yang bisa dimiliki pasangan itu, dalam apa yang
disebut sebagai "pernikahan", itu adalah keputusan pihak lain
(pemerintah).
Orang
yang memberi kesaksian tentang fakta itu adalah pengungsi Cina lainnya, Dr. Han
Suyin, penduduk asli Peking, yang melaporkan dalam sebuah pidato kepada Swiss
Society of Surgeons pada 1975 bahwa: "Penghuni setiap lingkungan di
Republik Rakyat Cina bertemu setiap tahun untuk memutuskan berapa banyak bayi
akan lahir selama tahun depan dan untuk keluarga yang mana.
Prioritas
diberikan kepada wanita yang baru menikah tanpa anak. Sebagai jaminan terhadap
kemungkinan atau kesalahan sehingga pasangan itu tidak sampai hamil, maka pil
kontrasepsi didistribusikan di setiap jalan setiap pagi." (568)
Kebijakan
ini memungkinkan "orang-orang" untuk memutuskan berapa banyak anak
yang dapat dimiliki setiap pasangan di Cina telah menimbulkan praktik
pembunuhan bayi, yang berarti pembunuhan bayi secara sengaja. Pemerintah tidak
mengizinkan pasangan untuk memiliki lebih dari satu anak, dan dekrit ini telah
menyebabkan masalah berikut: "Surat kabar terkemuka dari Cina Selatan
melaporkan bahwa selama tahun 1980, delapan bayi perempuan ditemukan tewas,
ditinggalkan di depan markas besar partai lokal ...
Sebagian
besar telah mati tercekik." (569)
Artikel
itu berlanjut dengan menjelaskan mengapa hanya anak-anak perempuan yang dibunuh
oleh orang tua yang putus asa: "Jika anak pertama adalah perempuan, maka banyak
orangtua takut bahwa mereka akan ditinggalkan tanpa ahli waris atau sumber
dukungan di usia manula mereka.
Jadi,
di daerah-daerah tertentu beberapa orangtua mulai membunuh anak perempuan
sulung mereka."
Pilihan lain tersedia bagi orang tua yang tidak memiliki
keberanian untuk membunuh anak-anak mereka. Sebuah laporan baru-baru ini, pada
Maret 1989, melaporkan bahwa beberapa orang tua telah mengembangkan metode lain
yang memungkinkan anak-anak mereka untuk bertahan hidup: "Diperkirakan 25
juta 'ilegal' tinggal di Cina Merah (Komunis).
Mereka
adalah anak-anak tidak terdaftar yang bukan imigran atau orang asing, tetapi
orang Cina kelahiran asli, yang orang tuanya menyembunyikan mereka dan menjaga
mereka agar tidak terdaftar oleh pemerintah, karena kebijakan resmi pemerintah 'satu
keluarga- satu anak'.
Anak-anak
yang tidak terdaftar ini tidak dapat menghadiri sekolah negeri, menerima
bantuan pemerintah apa pun, atau bekerja untuk pemerintah dalam kapasitas apa
pun." (570)
Keputusan
untuk mengizinkan hanya satu anak untuk satu pasangan di Cina diberlakukan oleh
praktik lain: "Jika pasangan tetap memiliki anak kedua, salah satu orang
tua dipaksa untuk membeli semua jatah gandum dua kali harga yang ditetapkan
pemerintah, selama tujuh tahun ke depan.
Anak
ketiga tidak mendapatkan kartu identitas yang memberinya hak untuk jatah
makanan." (571)
Tetapi
jika Partai Komunis menemukan bahwa seorang wanita Cina hamil tanpa izin
mereka, mereka memaksanya untuk melakukan aborsi. Jonathan Mirsky, dalam sebuah
artikel untuk The Nation, menulis
bahwa wanita yang hamil tanpa izin telah diculik atas perintah Partai Komunis
dan dipaksa melakukan aborsi, bahkan meski kehamilannya berada pada trimester
ketiga kehamilannya (9 bulan).
Konsep
"satu anak per keluarga" ini menimbulkan masalah lain: apa yang
dilakukan Partai Komunis jika wanita melahirkan bayi kembar? Pertanyaan itu
dijawab oleh seorang Amerika yang mengunjungi Cina Merah.
Stephen
Mosher adalah seorang mahasiswa pascasarjana di Stanford University yang berusaha
menyelesaikan studi doktoralnya ketika dia diminta untuk melakukan penelitian
untuk tesisnya di Cina. Dia setuju, dan pergi kesana untuk tinggal di sebuah
desa kecil di bagian selatan. Penemuannya tentang kehidupan di negara itu
mengejutkannya. Ini adalah komentarnya tentang apa yang terjadi ketika seorang
wanita Tionghoa melahirkan anak kembar: "... seorang pejabat ... menuntut
agar dia menentukan yang mana dari dua anak
yang ingin dia pilih. Sang ibu tidak dapat menjawabnya, maka pejabat
tersebut membuat keputusan untuknya, membuang salah satu bayi yang baru lahir."
(572)
Praktek
aborsi telah menjadi begitu luas sehingga pemerintah Amerika Serikat
memperkirakan bahwa lebih dari 78 juta aborsi dilakukan di Cina Merah antara
tahun 1971 dan 1982.
Tetapi
Komunis Cina menempatkan rintangan lain di jalan dari suatu pasangan Cina.
Kendala ini menghambat kemampuan pasangan untuk menikmati kehidupan pernikahan.
"Sekarang
adalah wajib bagi perempuan untuk bekerja di ladang. Mereka melakukannya, dan sementara
itu mereka masih melakukan semua pekerjaan rumah tangga."
Jelas,
seorang wanita Cina yang dipaksa bekerja di ladang tidak punya waktu untuk
terlibat dalam pengasuhan keluarga secara penuh waktu.
Keputusasaan
terbesar dari para wanita di Cina karena kondisi-kondisi yang dipaksakan
Komunis ini telah menimbulkan masalah baru: "Gadis-gadis petani di daerah
terpencil di Cina telah mengakhiri hidup mereka (bunuh diri) dalam jumlah yang
belum pernah terjadi sebelumnya." (573)
Gadis-gadis
melakukan bunuh diri dalam jumlah rekor di Cina karena adanya tekanan pada
pernikahan, masalah aborsi, dan persyaratan bahwa mereka hanya boleh melahirkan
hanya satu anak.
Tetapi masalah di Cina tidak sebanyak orang Cina. Hanya saja
disana memang terlalu banyak Komunisme dan kaum Komunis telah memberlakukan aturan
Komunis.
Kaum
Komunis telah memaksakan Komunisme, yang juga disebut Tata Dunia Baru, pada
orang-orang Cina, dan ia telah gagal, sama seperti yang diprediksi oleh siapa
saja yang pernah mempelajari sejarah Komunisme.
Sistem Komunis tidaklah berfungsi; ia tidak
pernah berhasil; dan ia tidak berhasil juga di Cina. Dan ada cara mudah untuk
membuktikan bahwa pernyataan itu benar.
Di
lepas pantai Cina Komunis terdapat pulau-pulau yang dikenal sebagai Formosa
atau Taiwan. Negara Cina yang terpisah ini tidak mau membeli penipuan yang
dikenal sebagai Komunisme. Dan hal ini memungkinkan warganya menikmati hak
milik pribadi.
Pemerintah
Taiwan mendukung sistem ekonomi yang dikenal sebagai Sistem Perusahaan Bebas.
Mantan
anggota Kongres Eldon Rudd dari Arizona mengilustrasikan perbedaan antara
Komunisme 9Cina) dan Kebebasan (Taiwan): "Dengan 270 kali luas daratan dan
58 kali jumlah populasi, Produk Nasional Bruto (GNP) Tiongkok Daratan (China
Komunis) hanya 10 kali lipat GNP Taiwan .
Gambaran
yang saya sebutkan ini mengilustrasikan kelimpahan materi yang diciptakan oleh
iklim kebebasan.
Menurut
saya, ini adalah perbedaan terkecil dan paling tidak penting antara Republik
Rakyat Tiongkok (yang berarti China Komunis) dengan pemerintahan bebas Taiwan.
Perbedaan yang sebenarnya adalah di dalam roh - kondisi manusia, tidak adanya
paksaan dan pengawasan yang ketat, adanya peluang bagi tiap individu." (574)
Jadi masalah di Cina bukanlah terlalu banyak penduduk. Tetapi
terlalu banyak Komunisme.
Terlalu
banyak "Tata Dunia Baru."
Jadi
unit keluarga di Cina, yang telah menjadi landasan peradaban mereka selama
berabad-abad, pada dasarnya telah dihancurkan oleh Partai Komunis.
Dan
itu tidak dihancurkan karena kesalahan warga Cina. Tetapi ia memang sengaja direncanakan
seperti itu.
Dan Komunis Bolshevik di Uni Soviet hampir melipat-gandakan
"keberhasilan" Komunis Cina.
Majalah
Reader's Digest bulan September 1988
memuat sebuah artikel yang berjudul ‘Should We Bail Out Gorbachev?’ di mana
mereka mendiskusikan kehidupan di Uni Soviet. Ini adalah salah satu komentar
yang dibuat dalam artikel itu: "Setidaknya ada 13 juta keluarga perkotaan
masih harus tinggal di apartemen bersama atau asrama, berbagi kamar mandi,
dapur dan bahkan kamar tidur dengan keluarga lain. Di Moskow, kompleks
apartemen yang baru dibangun sedang runtuh." (575)
Jadi
sebagian besar keluarga Rusia tidak memiliki tempat tinggal terpisah dari orang
lain. Kehidupan menikah tampak sangat tidak menarik bagi pasangan muda yang memikirkan
pernikahan. Jadi, jika Komunis berusaha menghancurkan keluarga di Rusia, salah
satu cara untuk melakukannya adalah dengan tidak membangun apartemen atau rumah
milik pemerintah secara mencukupi.
Dan
itulah yang telah mereka lakukan.
Juga,
Uni Soviet memanfaatkan pembunuhan bayi yang sama seperti yang terjadi di Cina
Merah.
"Mengakhiri
dunia melalui aborsi legal adalah Uni Soviet - di mana ada sekitar delapan juta
aborsi per tahun dari 30 juta di seluruh dunia.
Menurut Berita Moskow, 9 dari 10 kehamilan
pertama di Uni Soviet, yang sangat mengejutkan, berakhir dalam pembunuhan resmi
terhadap bayi yang belum lahir.
Angka-angka
yang sesuai di Amerika Serikat, lapor Alan Guttmacher Institute di New York
City, adalah satu dari tiga kehamilan pertama yang dihentikan melalui aborsi dan
ada 1,6 juta aborsi setiap tahun." (576)
Mereka
yang mendukung konsep aborsi legal sering mengklaim bahwa mereka yang
mengatakan bahwa kehidupan dimulai pada saat konsepsi, adalah salah.
Pendapat
mereka adalah bahwa kehidupan itu dimulai saat lahir. Tetapi ada orang lain
yang mengklaim bahwa bahkan tanggal itu tidak memadai, dan bahwa kehidupan baru
dimulai pada suatu hari nanti sesudahnya.
Salah
satunya adalah Sir Francis Crick, seorang dokter medis Inggris, seorang sosialis
dan dia ikut menjadi penandatangan HUMANIST MANIFEST II. Dia telah dikutip
mengatakan bahwa dia meramalkan suatu hari ketika: "…tidak ada bayi baru
lahir akan dinyatakan sebagai manusia kecuali anak itu telah lulus tes-tes
tertentu mengenai bakat-bakat genetiknya. Jika dia gagal dalam tes ini, maka
dia kehilangan haknya untuk hidup." (577)
Bayangkan
penderitaan orang tua yang telah memberi hidup kepada seorang bayi yang baru
lahir, dianggap "cacat" oleh Dr. Crick, ketika mereka mendapati bahwa
‘dokter yang baik’ itu telah memutuskan untuk "mengambil hak untuk hidup"
bagi anaknya. Bayangkan apa akibat dari konsep ini bagi mereka yang
merencanakan sebuah keluarga.
Dan sekarang pembaca dapat memahami apa yang dipikirkan oleh
beberapa Humanist tentang nilai kehidupan manusia. Sekali seseorang menyangkal
keberadaan Tuhan, dia menjadi dewa sendiri, dan dia dapat memutuskan semua hal
yang menurut orang lain adalah Tuhan yang memutuskannya. Termasuk hal-hal
seperti: hak untuk hidup, hak atas properti, dll.
Namun
serangan terhadap keluarga di Amerika sedikit lebih halus. Tetapi hal itu nyata,
tidak kurang.
Pada
tahun 1988, Mahkamah Agung memutuskan bahwa seorang suami tidak memiliki hak
untuk menghentikan istrinya melakukan aborsi. Pengadilan banding, yang
mengesahkan keputusan tersebut ke Mahkamah Agung, telah menyatakan bahwa suami
"tidak memiliki hak untuk memveto keputusan (istrinya) (untuk melakukan
aborsi) karena keputusan (itu) hanya menyangkut dirinya (istrinya)." (578)
Keputusan
ini tentu memiliki efek jangka panjang pada pernikahan di mana kedua pihak
dalam kontrak pernikahan seharusnya sama-sama memiliki suara dalam keputusan
apa pun yang mempengaruhi kedua belah pihak.
Namun
serangan terbaru terhadap keluarga adalah fenomena baru yang disebut "pelecehan
anak." Komite Nasional untuk Pencegahan Penyalahgunaan Anak menyatakan ada
1,2 juta laporan pelecehan anak pada tahun 1984. Mereka yang telah
memperhatikan ini atau angka yang lebih saat ini, yang merasa marah, telah
dikondisikan untuk percaya bahwa penyalahgunaan (pelecehan) ini merajalela di
dalam masyarakat Amerika.
Namun,
alasan bahwa respon terhadap statistik ini dapat disebut sebagai ‘histeria,’
adalah komentar dari Douglas Besharov, direktur pertama dari Pusat Nasional
Penyalahgunaan dan Penelantaran Anak, yang telah menuduh bahwa lebih dari 60
persen dari keluhan ini benar-benar tidak berdasar. Dan yang lain mengatakan
bahwa angka itu mungkin sampai setinggi 80 persen.
Dan di sebagian besar kasus yang tersisa, cedera itu
benar-benar melibatkan tindakan pengabaian - kegagalan untuk menyediakan apa
yang oleh sebagian pekerja sosial dianggap sebagai makanan, pakaian atau
penampungan yang memadai - jauh dari kejahatan kotor yang dipublikasikan secara
luas di media.
Satu
negara asing yang menanggapi histeria seperti ini adalah Swedia, yang
mengeluarkan undang-undang pada tahun 1979 untuk menghukum orang tua yang
memukuli anak-anak mereka. Artikel majalah Parade
yang melaporkan undang-undang menyebutkan kasus di mana seorang ayah menyuruh
puteranya untuk tidak membawa adik laki-lakinya keluar dengan bersepeda. Sang
putera tidak menaati ayahnya, dan sang ayah memberinya pukulan di pantat.
Sang
putera segera berlari ke kantor polisi setempat dan melaporkan ayahnya karena
memukulnya. Juri kemudian memutuskan sang ayah bersalah dan mendenda dia.
Di
Amerika, histeria ini telah menyebabkan campur tangan menghebohkan dari pemerintah
terhadap masalah-masalah pribadi keluarga, banyak yang tampaknya tidak
beralasan dan beberapa di antaranya justru terbukti berbahaya bagi anak-anak
yang terlibat.
Definisi
"pelecehan anak" pada dasarnya membuat kejahatan muncul keluar dari
hampir setiap orang tua di Amerika. Sebuah studi yang didanai pemerintah
federal, yang disponsori oleh National Institute of Mental Health, dan dirilis
pada bulan November 1985, mendefinisikan korban "kekerasan terhadap
anak" sebagai orang-orang yang telah "menampar atau memukul,"
atau "mendorong, meraih, atau menggeser" paksa anak mereka. Maka akan
sulit untuk menemukan orang tua di Amerika yang tidak termasuk dalam kategori
tersebut.
Definisi
luas "pelecehan anak," yang membuat setiap orang tua di Amerika bisa menjadi
penjahat, membuat masuk akal jika pengamat ingat bahwa ada orang-orang di
Amerika saat ini yang ingin menghancurkan keluarga. Cara mereka mencapai tujuannya
adalah meyakinkan dunia bahwa keluarga telah menyalahgunakan anak-anak mereka,
dan bahwa "pekerja sosial" tidak. Kemudian, ketika pihak berwenang
datang untuk membawa anak-anak itu menjauh dari orang tua Amerika, mayoritas
warga negara lainnya akan menerima tindakan yang diperlukan oleh kondisi
tersebut.
Dan
keluarga tradisional, seperti yang dikenal di Amerika selama berabad-abad,
tidak akan ada lagi. Dan beberapa pihak akan senang (kaum Komunis dan humanist).
Buku-buku
pelajaran mulai mengajarkan bahwa unit keluarga adalah peninggalan dari masa
lalu. Arthur W. Calhoun menulis sebuah buku berjudul, A SOCIAL HISTORY OF THE AMERICAN FAMILY (Sejarah Sosial Keluarga Amerika). Ini adalah buku pelajaran pelayanan
sosial yang digunakan sebagai wahana untuk mendidik siswa bahwa masyarakat
harus memikul tanggung jawab tradisional yang diasumsikan oleh keluarga.
Calhoun menulis: "Idenya adalah bahwa relasi yang lebih tinggi dan yang lebih
wajib adalah untuk masyarakat, daripada untuk keluarga; keluarga kembali ke
zaman kebiadaban sementara negara menjadi bagian dari zaman peradaban. Individu
modern adalah warga dunia yang dilayani oleh dunia, dan kepentingan rumah tidak
bisa lagi menjadi yang tertinggi.
Tetapi
begitu keluarga baru yang hanya terdiri dari orang tua dan anak-anak,
masyarakat melihat berapa banyak yang tidak layak untuk menjadi orang tua dan
mulai menyadari perlunya kepedulian masyarakat.
Karena
sifat kekeluargaan yang lebih luas ... semakin melemah, maka masyarakat harus
mengambil peran sebagai orang tua yang lebih besar.
Secara
umum, masyarakat semakin menerima tugas sebagai kewajiban untuk menjamin
pengasuhan yang sehat bagi anak-anak ... anak semakin sering masuk ke dalam
‘tahanan’ para ahli komunitas (yang disebut guru atau pekerja sosial) yang
memenuhi syarat untuk melakukan fungsi yang lebih kompleks daripada orang tua
... dimana orang tua tidak lagi punya waktu atau pengetahuan untuk melakukan
tugas pengasuhan terhadap anak-anak mereka." (579)
Unit
keluarga di Amerika saat ini semakin membusuk, dan solusi yang terpikirkan adalah
bahwa masyarakat harus mempekerjakan "ahli" yang mampu membesarkan
anak-anak, bukannya orang tua. Maka secara tiba-tiba, artikel mengenai "pelecehan
anak" mulai bermunculan di surat-surat kabar Amerika. Ketika "para
ahli" mengatakan bahwa sudah waktunya untuk membawa anak-anak menjauh dari
semua orang tua mereka, masyarakat akan menerima keputusan itu karena tampaknya
itu adalah solusi yang tepat.
Sebuah organisasi yang dikenal sebagai Friends of Earth memutuskan bahwa solusinya adalah
"lisensi" orang tua (ijin untuk menjadi orang tua): "Jika
pembatasan kurang ketat pada prokreasi gagal (artinya: program KB gagal), suatu
hari nanti mungkin orang melahirkan akan dianggap sebuah kejahatan yang harus
dihukum karena dianggap melawan masyarakat, kecuali orang tua memegang lisensi (untuk
melahirkan) dari pemerintah.
Atau
mungkin semua orang tua potensial (orang tua yang masih subur dan bisa punya
anak) akan diharuskan untuk menggunakan bahan kimia kontrasepsi, dan pemerintah
akan mengeluarkan obat penawar (agar bisa menghasilkan anak) bagi warga yang
dipilih untuk boleh menghasilkan dan melahirkan anak." (580)
Selain
keluarga bisa menyebabkan semua bahaya ini kepada anak-anak, orang tua juga
menghasilkan terlalu banyak keturunan. Masalah yang dipertentangkan adalah
bahwa dunia sudah terlalu padat (menurut mereka). Untungnya, untuk para
perencana, orang-orang dari Friends of
Earth yang sama, telah menyadari masalah ini dan mereka menawarkan solusi
mereka: "... kita harus menetapkan tujuan untuk mengurangi populasi ke
tingkat yang dapat dipertahankan oleh sumber daya planet tanpa batas pada
standar yang layak. hidup ~ mungkin kurang dari dua miliar." (581)
Ketika
seseorang menganggap bahwa dunia telah memiliki sekitar lima miliar orang di
dalamnya sekarang, seseorang hanya dapat bertanya-tanya bagaimana Friends of Earth akan menghilangkan yang
3 miliar orang ini? Sejauh ini, solusinya tidak termasuk rencana untuk sekadar
meracuni atau menembak miliaran orang, tetapi kita hanya bisa bertanya-tanya
apa yang akan ditawarkan Friends of Earth
kepada dunia jika orang-orang tidak secara sukarela mau menyelesaikan masalah
yang masih berupa dugaan ini.
Organisasi
itu tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan dan paksaan untuk menghentikan
"ledakan populasi". Mereka melanjutkan: "Pada akhirnya,
kebijakan-kebijakan itu mungkin harus menggunakan paksaan yang dilakukan oleh
pemerintah-pemerintah untuk mengekang pertambahan jumlah penduduk." (582)
Tidak
perlu banyak imajinasi untuk membayangkan besarnya sebuah pemerintahan yang
akan memiliki kemampuan untuk mencegah setiap pasangan di dunia agar tidak menghasilkan
kehamilan yang tidak diinginkan.
Juga
tidak dibutuhkan kecerdasan yang lebih tinggi untuk melihat apa langkah
selanjutnya yang harus dilakukan jika semua metode "sukarela" ini
gagal. Jika populasi dunia tidak bisa secara sukarela berhenti memproduksi
terlalu banyak anak, maka tindakan pemaksaan harus dilakukan.
Tapi,
dapat diasumsikan bahwa Friends of the
Earth dapat mempercayai bahwa 3 miliar orang itu akan sadar dan maklum ketika
pasukan pemerintah datang untuk memusnahkan mereka. Jangan lupa, itu adalah demi
kebaikan umat manusia!
Tetapi
di masa depan, orang tua yang percaya bahwa dia mampu membesarkan anak-anak
akan menjadi penjahat. Sebuah organisasi yang memahami situasi yang akan terjadi
di masa depan itu adalah World Future
Society, yang menulis demikian: "Penjahat dewasa abad ke dua puluh
satu mungkin kurang umum daripada rekan mereka di abad kedua puluh, sebagian
karena cara masyarakat memperlakukan anak-anak sejak saat mereka dilahirkan.
Perawatan
dari orang tua pada tahun 2000 mungkin berbeda, sejak saat ini, dan lebih baik
lagi di masa mendatang, karena pada saat itu gerakan untuk memberikan lisensi
atau mengesahkan suatu individu untuk menjadi orang tua atas anak mereka
mungkin sudah berjalan."
Dalam
banyak kasus, pasangan yang bersertifikasi seperti ini akan diizinkan memiliki
anak-anak alami mereka sendiri. Namun dalam beberapa kasus, pemindaian genetik
mungkin menemukan bahwa beberapa wanita dan pria dapat menghasilkan bayi
"super" tetapi tidak cocok untuk membesarkan mereka.
Pasangan
ini akan memiliki lisensi untuk berkembang biak, tetapi mereka akan harus menyerahkan
anak-anak mereka kepada orang lain yang memiliki izin untuk membesarkan anak-anak
itu.
Pembibitan
dan pemeliharaan anak mungkin dianggap terlalu penting untuk dibiarkan lewat begitu
saja.
"...
ingin memiliki anak-anak sendiri akan memiliki lebih sedikit alasan lingkungan daripada
berubah menjadi penjahat, dan pemuliaan anak secara terkontrol akan
menghasilkan lebih sedikit alasan biologis untuk berbuat kejahatan." (583)
Serangan terhadap keluarga di Amerika telah menempuh beberapa tindakan cerdas
dan unik. Para penghancur keluarga telah menggunakan kecerdikan untuk
menyamarkan niat awal mereka: mereka tidak ingin orang tua tahu bahwa
kehancuran keluarga adalah tujuan mereka. Jadi mereka sengaja menyembunyikan
tujuan mereka, dan dengan diam-diam menyulut masalah yang bisa menciptakan
tekanan kuat pada keluarga.
Salah
satu metode yang digunakan adalah inflasi.
Inflasi
hanya didefinisikan oleh kamus sebagai peningkatan jumlah uang beredar, hingga menyebabkan
harga barang naik. Itu berarti siapa pun yang mengontrol jumlah uang yang beredar
akan bisa mengontrol tingkat harga. Karena itu tingkatkan jumlah uang yang beredar,
maka harga akan naik. Turunkan jumlah uang beredar dan harga akan turun
(disebut deflasi.) Setelah Inflasi atau deflasi telah didokumentasikan, para
ekonom pemerintah menuduh dengan congkak para pelakunya: publik. Mereka tidak
pernah mengarahkan perhatian mereka kepada pelaku yang sesungguhnya di Amerika:
sistem Federal Reserve (the FED) yang dimiliki dan dikuasai oleh swasta.
Perusahaan
perbankan swasta ini memiliki kontrol penuh atas jumlah uang yang beredar. Oleh
karena itu, mereka memiliki kemampuan untuk menciptakan inflasi atau deflasi
setiap kali mereka memilih untuk melakukannya.
Kenaikan
tingkat harga tanpa peningkatan pendapatan keluarga, menyebabkan istri dalam
unit keluarga yang selama ini telah merawat anaknya sendiri di rumah, memilih untuk
menyerahkan pengasuhan anak-anak kepada orang lain agar dia bisa mencari
pekerjaan yang menguntungkan, sehingga dia dapat meningkatkan penghasilan
keluarga. Orang tua dipaksa untuk menempatkan anak-anak mereka di sekolah yang
dikelola oleh pemerintah. Hal ini memungkinkan para perencana untuk mengajari
anak-anak apa yang ingin mereka ajarkan pada usia yang lebih dini. Dan itu
menempatkan ibu dalam posisi di mana dia semakin berkurang waktunya untuk
bertemu anak-anaknya, dan anak-anak semakin banyak waktunya untuk bertemu orang
tua pengganti yang dilatih pemerintah.
Para
perencana telah sangat berhasil, karena jumlah ibu yang bekerja terus
meningkat.
Menurut sebuah laporan yang dikeluarkan pada tahun 1987,
lebih dari 44 persen wanita bekerja di luar rumah, dibandingkan dengan hanya 32
persen pada tahun 1960. Dari wanita dengan anak-anak di bawah usia satu tahun,
hampir 50 persen saat ini bekerja, besaran angka yang dua kali lipat sejak
1970. (584)
Tapi,
apa yang terjadi pada anak-anak ketika mereka ditempatkan di pusat penitipan
anak? Apakah mereka menjadi lebih baik? Satu kelompok individu yang merasa
bahwa mereka bukan dokter di dalam American
Academy of Pediatrics yang telah melaporkan bahwa anak-anak yang
ditempatkan di pusat-pusat ini rentan terhadap segala macam penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit. Mereka lebih dari 12 kali lebih
mungkin untuk terkena virus flu dan 15 hingga 20 kali lebih mungkin untuk
tertular penyakit lain, daripada anak-anak yang berada di bawah perawatan ibu
mereka sendiri.
Jadi
pusat penitipan anak memiliki dampak negatif pada kesehatan seorang anak yang ditempatkan
di sana oleh seorang ibu yang bekerja. Ketika anak jatuh sakit, ibu harus
mengambil cuti dari pekerjaannya untuk mengasuh anaknya, atau menempatkan anak
itu di tangan persaudaraan medis. Jika sang ibu dibayar per jam, dan hanya
dibayar ketika dia bekerja, maka penyakit yang sering terjadi ini akan membebani
pendapatan tambahan keluarga. Dan satu-satunya saat ibu melihat anaknya, selain
malam hari atau akhir pekan, adalah ketika si anak sakit dan tidak enak badan. Hal
ini cenderung tidak mendukung kehangatan relasi dan perasaan ibu-anak.
Tetapi
ada masalah lain yang kurang diketahui ketika ibu tidak terlibat langsung dalam
perawatan anak. Hingga baru-baru ini, asumsi bahwa pengasuhan oleh ibu adalah
jenis pengasuhan anak terbaik yang tidak tertandingi. Buku John Bowlby yang
secara luas diakui berjudul, MATERNAL CARE AND MENTAL HEALTH (Perawatan
Ibu Dan Kesehatan Mental,) diterbitkan pada tahun 1951, menyimpulkan bahwa
perawatan ibu yang "hangat, intim, dan berkesinambungan" atau oleh
ibu-pengganti yang permanen, adalah sangat penting bagi "pengembangan karakter
dan kesehatan mental." Dia menyebut tidak adanya hubungan ibu-anak ini sebagai
“penyakit ketiadaan ibu" dan mengatakan bahwa itu kemungkinan akan menghasilkan
"ketidakmampuan anak" dalam menyesuaikan diri.
Ini
adalah pandangan konsensus dari sebagian besar psikolog, psikiater, dokter
anak, dan masyarakat umum sampai organisasi medis dan profesional menyerah pada
tuntutan gerakan feminis pada 1970-an.
Perdebatan
yang terus berlanjut tentang "bidaah" Dr. Jay Belsky baru-baru ini adalah
kesaksian kekuatan lobi feminis / ‘lobby day care’ di kalangan akademisi dan
profesional. Belsky, seorang profesor psikologi anak di Pennsylvania State
University, satu dekade lalu dia adalah salah satu suara berpengaruh yang tidak
melihat adanya bahaya dalam pengasuhan anak institusional. Sekarang, katanya
meyakinkan, penelitian menunjukkan bahwa perawatan non-ibu selama lebih dari 20
jam per minggu untuk anak-anak di bawah satu tahun adalah sebuah "faktor
risiko." Perawatan day-care pada usia muda dapat menghalangi relasi orang
tua & anak yang aman dan hal ini dapat mengarah pada perilaku memberontak
dan agresif, atau perilaku pemalu dan menarik diri di masa prasekolah dan
tahun-tahun awal. Pandangan-pandangannya telah menyebabkan dia sangat sedih,
karena rekan-rekan dan kaum feminis telah menyangkal keras pendapat dan pandangannya.
Mereka telah menolak penelitian, kredensial, dan motif penelitiannya. (585)
Bahkan
Dr. Benjamin Spock, yang jelas tidak "konservatif" dalam hal-hal
lain, juga menolak dorongan untuk pengasuhan anak secara kelompok, terutama
sebelum usia tiga tahun. Dia telah mengambil posisi yang tampaknya tidak sesuai
dengan karakternya. Dia telah menulis: "Sangat menegangkan bagi anak-anak itu
untuk menghadapi kelompok-kelompoknya, dengan orang-orang asing, dengan
orang-orang di luar keluarga mereka." (586)
Dan
seorang " liberal bersertifikat Harvard", Profesor Burton White,
memperingatkan orang tua: "Kecuali anda memiliki alasan yang sangat bagus,
maka saya mendorong anda untuk tidak mendelegasikan tugas pengasuhan utama anak
kepada orang lain selama tiga tahun pertama kehidupan anak anda." (587)
Namun
perdebatan masih terus berlanjut. Mereka yang ingin menghancurkan keluarga akan
terus mendesak para ibu untuk meninggalkan rumah hingga "menjadi kenyang
di tempat kerja." Ketika ibu pergi ke tempat kerja untuk "menjadi kenyang,"
atau untuk meningkatkan pendapatan keluarga, dia menyerahkan pengasuhan anak-anaknya
kepada orang lain.
Mereka
yang memperingatkan terhadap praktik semacam itu akan terus dicemooh oleh kaum
feminis dan orang-orang lain yang memiliki agenda tersembunyi: mereka ingin menghancurkan keluarga.
Tekanan halus lainnya terhadap pernikahan disembunyikan di
dalam judul di sebuah koran lokal yang berbunyi: "Undang-undang perpajakan baru untuk meningkatkan 'pajak
pernikahan' bagi banyak orang." Artikel itu mendefinisikan istilah
"pajak pernikahan" sebagai istilah yang digunakan untuk: "…menjelaskan
beban pajak tambahan yang dibayarkan oleh pasangan yang sudah menikah bila
dibandingkan dengan pajak yang dibayarkan oleh dua orang tunggal (jomblo) dengan
pendapatan total yang sama." (588)
Jadi,
orang-orang itu cukup pandai untuk mengetahui bagaimana undang-undang
perpajakan bekerja melawan mereka agar memutuskan untuk tidak menikah.
Dan dalam beberapa kasus, kehancuran keluarga tidak luput
dari perhatian. Majalah Newsweek pada 12 Januari 1981, memuat artikel oleh Dr.
Jonathan Kellerman, seorang psikolog, dan penulis. Dia menulis ini:
"Namun, ketika seseorang meneliti peran yang dimainkan pemerintah dalam
hubungannya dengan keluarga, jelas bahwa tidak hanya tidak ada dukungan,
sebaliknya telah terjadi erosi sistematis terhadap keluarga, yang diabadikan
oleh eksekutif, legislatif dan cabang-cabang yudikatif pemerintah.
Kecenderungan
dua dasawarsa terakhir ke arah intervensi dan kontrol oleh pemerintah telah
membawa pesan yang jelas kepada keluarga: Anda tidak kompeten untuk memutuskan
bagaimana menjalani hidup anda – dan kami (pemerintah) tahu lebih baik." (589)
Dan beberapa di Amerika telah mendapati bahwa Psikolog itu memang benar. Sebuah artikel di the Arizona Republic
melaporkan bahwa "Kehidupan keluarga adalah dirugikan oleh pemerintah, jajak pendapat
mengatakan demikian!" Artikel itu mengutip jajak pendapat George Gallup,
yang mengatakan bahwa:"… hampir setengah dari mereka yang menanggapi
survei organisasinya pada tahun 1980 tentang keluarga Amerika, percaya bahwa
pemerintah federal memiliki pengaruh yang tidak menguntungkan terhadap kehidupan
keluarga." (590) Dan pemerintah sekali
lagi menggunakan undang-undang perpajakan untuk mendiskriminasi keluarga dengan
ibu purna waktu (mengasuh anak sendiri). Aturan pajak ini lebih mendukung
keluarga yang ibunya memasuki angkatan kerja, daripada keluarga dengan ibu
purna waktu (sepenuhnya mengasuh anak). Orangtua yang tidak mengirim si ibu untuk
bekerja (dan meninggalkan anak), harus mensubsidi para ibu yang bekerja.
Kedua,
undang-undang pajak sangat membebani terhadap pilihan orang tua dalam pengasuhan
anak. Sebagian besar survei menunjukkan bahwa orang tua yang bekerja umumnya
lebih suka meninggalkan anak mereka dengan kerabat, tetangga atau teman. Tetapi
undang-undang perpajakan saat ini tidak mengakui bentuk-bentuk pengasuhan anak seperti
ini sebagai sesuatu yang sah; dengan demikian, orang tua yang memilih untuk
menggunakan cara itu tidak menerima kredit pajak penghasilan untuk biaya
perawatan anak. Begitu banyak orang tua memilih agar pemerintah membantu mereka
dalam biaya pengasuhan anak mereka dengan memberikan kredit pajak dan menyerahkan
anak-anak mereka kepada pemerintah untuk membesarkan mereka.
Dan terakhir, undang-undang saat ini atau yang diusulkan
mengenai kredit pajak perawatan anak mendiskriminasi banyak fasilitas penitipan
anak yang berhubungan dengan gereja. Undang-undang ini melarang pendanaan untuk
setiap fasilitas penitipan anak "kecuali semua simbol dan artefak agama
ditutupi atau telah dihapus."
Sebuah contoh klasik dari penggunaan kekuatan pemerintah yang
tidak terkendali terhadap fasilitas perawatan anak terjadi pada tahun 1984,
ketika Negara Bagian Texas berusaha untuk sepenuhnya menutup tiga rumah penitipan
anak yang dikelola oleh Pastor Lester Roloff. Dia, seperti Pastor Silevin
sebelum dia, menolak untuk mengizinkan negara untuk melisensikan rumahnya untuk
mengasuh anak-anak yang secara sukarela ditempatkan di sana oleh orang tua
mereka. Negara bagian Texas mengajukan kasus ini ke pengadilan, tetapi pada
tahun 1981, seorang hakim distrik negara menolak permintaannya untuk menyita rumah
Pastor itu, dan menyimpulkan bahwa prosedur perizinan yang diterapkan pada
gereja yang menjalankannya akan melanggar konstitusi Amerika Serikat dan Texas.
Pengadilan
Banding federal menguatkan keputusan pengadilan.
Namun,
Mahkamah Agung negara menolak anggapan gereja bahwa perizinan (lisensi) akan
mengganggu kebebasan beragama.
Hakim
Agung tidak keberatan dengan kualitas perawatan yang disediakan oleh
rumah-rumah Pastor Roloff; kekhawatirannya adalah fakta sederhana bahwa mereka
tidak akan tunduk pada lisensi. Dia mencatat bahwa rumah-rumah itu memiliki
"catatan bagus atas pelayanan berkualitas tinggi," dan bahwa mereka
dapat "dengan mudah memenuhi persyaratan perizinan, tetapi telah memilih
untuk tidak melakukannya."
Jadi
negara menginginkan pembatasan tertentu pada pengasuhan yang diberikan kepada anak-anak
di rumah-rumah Pastor Roloffs. Beberapa dari alasan pembatasan itu sangat luar
biasa, dimana mereka menunjukkan bahwa alasan utama negara kurang setuju dengan
fasilitas penitipan anak disitu adalah karena mereka ‘terlalu berhasil.’
Yang
pertama dari pembatasan ini adalah (bukan daftar lengkap):
1.
"Anda seharusnya tidak boleh
mengancam seorang anak untuk
membenci kepercayaan tentang adanya Dewa."
Dengan
kata lain, anda tidak bisa memberi tahu seorang anak bahwa dia adalah seorang
pendosa. Ingat bahwa anak-anak ini telah ditempatkan di rumah-rumah ini karena
mereka bermasalah dalam hal pendisiplinan oleh orang tua mereka. Orangtua, yang
telah melihat anak-anak mereka terlibat dalam prostitusi, obat-obatan terlarang
dan kegiatan kriminal, telah berbalik kepada Pastor untuk meminta bantuan guna mengubah
anak mereka. Mereka berpaling kepadanya karena dia adalah seorang Pastor
Kristiani, dan karena dia telah menunjukkan keberhasilan dalam ratusan kasus
serupa sebelumnya. Orangtua ini mencintai anak-anak mereka dan ingin mereka
menghentikan perilaku kriminal dan anti-sosial mereka.
Mereka
cukup peduli dengan anak-anak mereka untuk secara sukarela menempatkan anak-anak
itu dalam program yang terbukti berhasil. Hanya sebagian kecil dari anak-anak
ini yang ditempatkan di rumah-rumah ini oleh sistem pengadilan pemerintah.
Salah
satu alasan mengapa Pastor berhasil adalah karena dia mengubah anak-anak itu menjadi
taat beragama. Tetapi negara mengatakan kepadanya bahwa dia tidak bisa
menggunakannya sebagai metode untuk mengoreksi dan mendidik anak.
Pembatasan
kedua adalah:
2.
"Lembaga akan menilai bahwa setiap anak diberikan pakaian pribadi yang
sesuai dengan usia dan ukuran anak. Hal itu akan sebanding dengan pakaian
anak-anak lain di masyarakat."
Pastor
dan stafnya merasa bahwa banyak pakaian yang dikenakan anak-anak terlalu
sugestif dan tidak pantas. Jadi mereka berusaha memberi anak-anak dengan
pakaian sederhana yang kurang merangsang dan provokatif. Mereka merasa bahwa
pembatasan ini akan menempatkan anak-anak kembali ke pakaian yang dalam banyak
kasus menyebabkan mereka mengalami masalah sebelum kedatangan mereka di
rumah-rumah Roloff.
Pembatasan ketiga adalah:
3.
"Anak-anak harus didorong untuk menjalin persahabatan dengan orang-orang
di luar lembaga."
Akan adil untuk mengamati bahwa pertemanan seperti itu
sering kali membawa anak-anak kembali ke
rumah mereka.
Pembatasan keempat adalah:
4.
"Pendapat dan rekomendasi bagi anak-anak dalam perawatan harus
dipertimbangkan dalam pengembangan dan evaluasi program dan kegiatan. Prosedur
untuk ini haruslah didokumentasikan."
Membiarkan
narapidana menjalankan dan mengurusi rumah penjara mereka sendiri kedengarannya
seperti ide yang sangat baik sampai tahanan menyarankan bahwa jeruji tahanan harus
dibongkar. Banyak dari anak-anak ini telah menimbulkan masalah disiplin,
terutama karena mereka telah memutuskan bahwa mereka dapat menjalankan
kehidupan mereka sendiri dengan sebaik-baiknya. Ketika tekad ini gagal, orang
tua menempatkan mereka di rumah Pastor Roloff sehingga mereka akan belajar
beberapa disiplin khusus. Tetapi negara ingin mereka belajar cara menjalankan
kehidupan mereka sendiri lagi.
Tujuan
dari semua tekanan luar biasa ini kepada rumah-rumah Roloff tampaknya adalah
keinginan negara untuk melemahkan kemampuan rumah-rumah Roloff agar tidak berhasil
dengan anak-anak yang bermasalah ini. Tujuan kedua tampaknya adalah keinginan
untuk melemahkan keluarga, dan mendorong negara untuk merancang metode yang
akan menghapus kontrol anak-anak dari orang tua dan menyerahkannya kepada
negara.
Mungkin
model peran yang ingin ditiru oleh para penghancur keluarga adalah Uni Soviet,
di mana tekanan besar secara sengaja ditimpakan kepada keluarga Rusia.
Majalah
Parade memuat artikel tentang
keluarga Amerika yang telah kembali ke Rusia pada tahun 1987 setelah tinggal di
sana pada akhir tahun 1960-an. Si istri telah menulis sebuah buku tentang
kehidupan modern di negara itu, dan ini adalah sebagian dari hasil pengamatannya.
"...
rata-rata wanita muda yang menikah di Uni Soviet ... adalah tawanan dari
kebiasaan dan doktrin pemerintah Soviet, yang menuntut seorang istri, tanpa
bantuan suaminya, untuk melakukan pekerjaan rumah tangga yang berat, kasar, dan
keras - laundry, membersihkan rumah, memasak, pergi kesana kemari, belanja,
mengasuh anak.
- semua ini dilakukan selain tetap melaksanakan pekerjaannya
sendiri di luar rumah selama delapan jam sehari." (591) Di Rusia, bekerja
adalah kewajiban setiap warganya. Kewajiban itu telah ditulis di dalam
Konstitusi mereka.
Pasal 12 berbunyi sebagai berikut: "Bekerja di Uni Soviet
adalah sebuah kewajiban dan masalah kehormatan bagi setiap warga negara yang
berbadan sehat, sesuai dengan prinsip: 'Dia yang tidak bekerja, jangan makan.'
Prinsip
yang diterapkan di Uni Soviet adalah sosialisme: 'Dari masing-masing orang sesuai
dengan kemampuannya, untuk masing-masing orang menurut pekerjaannya.' "
Hal
berikut ini akan muncul dari pemeriksaan sepintas dari kalimat-kalimat yang berlaku
di Rusia hanya untuk pria. Paragraf pertama mengacu pada lapangan pekerjaan yang
menjadi tugas laki-laki: "DIA (laki-laki) yang tidak bekerja ...,"
dan yang kedua mengatakan: "... menurut kemampuanNYA (laki-laki)."
Namun, paragraf pertama mengatakan bahwa "Bekerja adalah kewajiban ...
untuk setiap warga negara yang berbadan sehat." Perempuan adalah
"warga yang mampu bertubuh sehat" sama seperti laki-laki. Oleh karena
itu, Konstitusi memperjelas bahwa persyaratan kerja seperti ini adalah untuk
kedua jenis kelamin. Perempuan harus bekerja keras untuk ekonomi Rusia sama seperti
kaum laki-laki.
Ini
berarti bahwa wanita yang sudah menikah wajib bekerja sama seperti wanita
lajang. Kenyataan bahwa wanita yang
sudah menikah harus bekerja untuk negara jelas dia harus meninggalkan anak-anak secara bebas untuk dibesarkan
oleh pemerintah. Dan itulah hasil yang diinginkan dari ketentuan itu dalam
Konstitusi.
Dan fakta bahwa wanita yang sudah menikah harus bekerja untuk
masyarakat berarti bahwa dia memiliki lebih sedikit waktu untuk bersama-sama dengan
keluarganya.
Artikel
itu berlanjut dengan beberapa rintangan yang ditimbulkan oleh ekonomi Rusia kepada
para istri selama hari-hari biasa: "... wanita Soviet ... bangun
pagi-pagi, tidak sampai lewat jam 6, menyiapkan sarapan untuk keluarga, menyiapkan
anak-anak pergi ke sekolah, pergi ke pekerjaannya sendiri. Selama makan siang, harus
dilakukan dengan cepat dan menunggu. Bukannya menikmati istirahatnya, tetapi dia
membiarkan makanannya dicerna dan segera balapan ke toko terdekat, di mana dia (antre)
menunggu dan (antre) menunggu dan (antre) menunggu untuk membeli apa pun yang diperlukan
keluarganya.
Hampir selalu saja terjadi kekurangan daging, buah, sayuran,
sabun, dan produk berkualitas apa pun."
Sistem
ekonomi Soviet, yang disebut Komunisme, telah terbukti gagal dalam 6000 tahun
pengalamannya. Sistem Komunis menghancurkan insentif dalam berproduksi dan
penduduk menderita karena kekurangan barang-barang konsumsi. Jika tidak ada
Komunis, maka mereka akan cukup berani untuk mengakui bahwa itu adalah sistem
yang telah gagal. Namun penjelasan yang dibuat-buat selalu ditawarkan untuk
menjelaskan kekurangan itu.
Tidak
ada makanan karena "kekeringan" hingga mengurangi hasil pertanian.
"Prioritas
belanja bagi peralatan militer" telah menggantikan kuota produksi untuk
barang-barang konsumsi.
Bisa
dibayangkan bahwa mereka yang berkuasa ingin keluarga yang menikah menderita
tekanan ini, sehingga hanya sedikit orang yang menikah akan hidup bahagia.
Seluruh sistem sengaja dirancang untuk gagal, dan tidak ada yang berani
memperbaikinya.
Jelas
bahwa tekanan pada keluarga adalah produk yang diinginkan dari Komunisme.
Artikel
itu mengkonfirmasikan hal ini dengan komentar: "Tidak heran banyak orang
Soviet suka minum, suka bersungut-sungut dan menuduh istri mereka frigid dan tidak
peduli. Tidak heran Uni Soviet begitu marak dengan perceraian."
Wanita
yang sudah menikah di Rusia jelas terlalu lelah untuk merawat suaminya, dan
hasilnya dapat diprediksi: tingkat perceraian meningkat.
Dan
tidak ada yang berani menyalahkan mereka yang dengan sengaja menciptakan sistem
ekonomi yang pasti akan memberi tekanan berat pada keluarga. Para perencana Komunis
telah menyaksikan hasil yang mereka inginkan: pernikahan telah menjadi hubungan
yang paling tidak diinginkan di Rusia.
Mungkin
seluruh skenario ditempatkan ke dalam perspektif di pihak ‘ahli pemerintah’
oleh B.
F.
Skinner, ketua Departemen Psikologi Harvard, yang menulis ini tentang bukunya
yang berjudul, BEYOND FREEDOM AND DIGNITY:
"Buku saya adalah upaya untuk menunjukkan bagaimana keadaan menjadi buruk
ketika anda berusaha membuat jimat dari kebebasan dan martabat individu.
Jika
anda bersikeras bahwa hak individu adalah 'summum bonum,' (yang berarti
kebaikan tertinggi,) maka seluruh struktur masyarakat akan jatuh." (592)
Jadi,
mereka yang ingin menghancurkan keluarga dan menginginkan dunia untuk
menyerahkan masyarakat kepada mereka. Dan mereka yang menjalankan masyarakat
terus berusaha untuk menghancurkannya.
Strategi
seperti ini bukanlah hal baru. Sebenarnya, ini telah menjadi strategi
konspirasi selama berabad-abad ini. Mereka menyulut masalah. Kemudian mereka
memecahkan masalah yang sama dengan lebih banyak keterlibatan pemerintah.
Dan orang-orang yakin bahwa solusi mereka memang diinginkan
oleh masyarakat secara umum, karena itulah satu-satunya solusi yang ditawarkan.
Dan hasil akhirnya adalah lebih sedikit kebebasan bagi
rakyat. Dan hal itu terjadi hampir setiap saat.
No comments:
Post a Comment