A. Ralph Epperson
Bab 31
Serangan Atas Pendidikan
Pada
Hari Thanksgiving tahun 1984, ada tiga bersaudara dan istri-istri mereka
semuanya ditangkap di Idaho dan dipenjara selama 21 hari.
Di sekitar waktu yang sama, ada dua orang lainnya lagi, suami-istri,
ditangkap dan dipenjarakan selama 132 hari.
Semua
orang ini memiliki satu kesamaan: mereka percaya pada kebebasan beragama.
Mereka semua membawa anak-anak mereka keluar dari sekolah umum sehingga mereka
dapat mengajar mereka di rumah.
Konstitusi Amerika Serikat, dalam Amandemen Pertama,
memberikan jaminan kepada setiap warga Amerika untuk memiliki dan melaksanakan
hak yang diberikan Tuhan kepada mereka, hak yang tak dapat dicabut, untuk melaksanakan
secara bebas ibadah dari ajaran agama mereka.
Bagian
yang bersangkutan dari Amandemen itu berbunyi sebagai berikut: "Kongres
tidak akan membuat undang-undang yang menghormati pembentukan agama, atau
melarang pelaksanaannya secara bebas..."
Para
orang tua ini menggunakan hak mereka yang diberikan Tuhan untuk kebebasan
beragama, tetapi hal itu ditolak, dan bahkan dipenjarakan, karena mereka
berusaha untuk melaksanakan hak-hak tersebut.
Kaum
Mason / Komunis / Humanis / Illuminati semua menginginkan pemerintah untuk
melatih anak-anak bangsa di sekolah-sekolah negeri.
Adam Weishaupt, pendiri Illuminati, menulis: "Kita harus
merebut dan menang atas orang-orang biasa di setiap sudut.
Hal
ini akan bisa diperoleh terutama melalui sekolah-sekolah." (599)
"Kita
harus mendapatkan pengendalian atas arah pendidikan - manajemen gereja - dari
kursi para profesor (di sekolah), dan dari mimbar (Gereja)." (600)
Dan Profesor John Robison menulis dalam bukunya tentang
Illuminati yang berjudul PROOFS OF A
CONSPIRACY bahwa: "Mereka (Illuminati) berusaha untuk menempatkan anggota-anggota
mereka sebagai tutor bagi para pemuda." (601)
Karl
Marx, Komunis, menulis ini di COMMUNIS
MANIFESTO-nya: "Pendidikan gratis untuk semua anak di sekolah
umum." (602)
Matt
Cvetic, yang selama sembilan tahun adalah agen rahasia Partai Komunis AS di
dalam tubuh FBI, menghadiri pertemuan rahasia Komunis tingkat atas pada tahun
1948, di mana seorang Agen Soviet mengutip pidato dari Joseph Stalin, kepala Partai
Komunis di Rusia. Diktator Rusia itu memberi arahan kepada Komunis Amerika
untuk memberikan penekanan baru pada perekrutan pemuda. Ini adalah bagian dari
pidato itu: "Kami, Komunis, menguasai Pemuda di Rusia sebelum kami mampu
mengobarkan Revolusi Komunis yang berhasil di Rusia, dan kawan-kawan, kita juga
harus menguasai Pemuda di Amerika Serikat jika kita ingin Revolusi Komunis yang
sukses di negara itu.
Untuk
tujuan ini, kami memerintahkan kawan-kawan kami untuk membentuk kelompok Pemuda
Komunis yang baru di Amerika Serikat." (603)
Enam
tahun kemudian, Pravda mencetak Deklarasi
Komite Sentral Partai Komunis. Deklarasi itu ditandatangani oleh Perdana
Menteri Nikita Khrushchev, diktator Rusia. Deklarasi itu menyatakan: "...
propaganda ilmiah dan atheistik adalah bagian integral dari pendidikan Komunis
rakyat pekerja, dan memiliki tujuan penyebaran pengetahuan ilmiah dan materialis
di tengah masyarakat dan membebaskan orang-orang beriman dari pengaruh
prasangka agama mereka." (604)
Tetapi
bahkan baru-baru ini, Victor Mikronenko, kepala Liga Komunis Muda saat ini,
yang disebut Komsomol, diwawancarai oleh reporter New York Times, Bill Keller,
pada Februari 1988. Bill Keller melaporkan bahwa Mikronenko telah berkata:
"… bahwa dia tidak melihat alasan untuk mengubah kebijakan yang melarang
orang percaya (kepada Tuhan) dari Komsomol. Pendidikan atheis adalah salah satu
tugas utama organisasi pemuda." (605)
Kaum
Komunis memandang pendidikan sebagai wahana untuk mendidik kembali anak-anak
muda untuk menjauhi agama dan kepercayaan kepada Tuhan.
Upaya serupa telah terjadi dan sedang terjadi di Amerika.
Para Mason telah memberikan dukungan mereka bagi pendidikan di sekolah-sekolah publik
(negeri).
Henry C. Clausen, Mason tingkat ke-33, dan Panglima Agung
Berdaulat untuk Ritus Skotlandia Freemasonry sampai beberapa waktu yang lalu,
menulis sebuah pamflet berjudul DEVILISH
DANGER. Disini dia memberi sebuah contoh kasus dukungan Masonik kepada pendidikan
publik. Dia menulis: "Jadi, kami (mungkin dia berbicara untuk semua
Masonry) harus berkata lagi: "Lepaskan sekolah-sekolah umum kami! Jagalah
agar gereja & negara terpisah selamanya! Tetaplah menjadi orang Amerika!"
(606)
Panglima Tertinggi Mason itu mengatakan jika dia prihatin
bahwa Mahkamah Agung pada tahun 1983 telah memberikan izin kepada negara bagian
Minnesota untuk memungkinkan pengurangan pajak untuk biaya sekolah swasta /
gereja yang kurang memadai. Dia merasa khawatir, rupanya, bahwa para orang tua
sekolah swasta mendapatkan pengecualian agama atas mereka yang tidak beragama.
Sejauh yang bisa dilihat dalam pamfletnya, dia tidak mengungkapkan kekhawatiran
tentang mengapa orang tua Kristen, yang ingin membayar pendidikan pribadi untuk
anak-anak mereka di sekolah swasta, harus dipaksa membayar untuk dua pendidikan
(swasta dan negeri), dimana salah satunya (sekolah negara) tidak pernah dimanfaatkan
oleh orang tua itu.
Masalah
ini melibatkan alasan di balik persyaratan bahwa orang tua yang memberikan
pendidikan alternatif untuk anak-anak mereka harus membayar dua jenis pendidikan:
satu untuk sekolah yang mereka gunakan, dan yang satu untuk sekolah yang tidak
mereka gunakan. Masalahnya bukan tentang agama: ini tentang kebebasan!
Tapi
Clausen tidak melihatnya seperti itu.
Dia
rupanya ingin agar semua anak diajari apa yang diinginkan pemerintah untuk diajarkan
di sekolah-negeri negeri.
Dan kedua, Clausen
tampaknya tidak mengakui fakta bahwa orang-orang "non-religius"
(orang yang tidak beragama) memiliki hak yang diberikan Tuhan yang sama untuk
membawa anak-anak mereka keluar dari sekolah negeri dan mengajari mereka di
rumah seperti halnya orang yang beragama.
Mason
juga tidak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Sam Blumenfeld, seorang
penulis besar yang menulis tentang masalah pendidikan. Dia mengajukan
pertanyaan ini dalam bukunya yang berjudul, NEA:
TROJAN HORSE IN AMERICA: "Jika (negara) dapat melarang pelajaran agama
(sekalipun hanya sedikit) di sekolah umum dengan alasan bahwa itu melanggar
pemisahan gereja dan negara, bagaimana bisa hal itu membenarkan masuknya murid
secara besar-besaran ke dalam sekolah yang didanai oleh gereja?" (607)
Ini
adalah pertanyaan yang sah dan merupakan sebuah pertanyaan dimana kaum Humanist
/ Illuminati / Komunis / New Agers nampaknya tidak mau menjawabnya.
Dan Blumenfield juga membuat pengamatan ini: "...
pemerintah tidak memiliki hak untuk menulis doa untuk digunakan di sekolahnya
sendiri, tetapi di Nebraska dan di tempat lain mereka mengklaim hak untuk
mengatur kurikulum sekolah gereja yang bahkan tidak meminta dukungan dari pemerintah,
dan akan ditolak bahkan jika memintanya, dengan alasan bahwa dukungan tersebut
akan melanggar klausul pendiriannya (artinya Amandemen Pertama yang melarang
"pembentukan agama.") (608)
Para
Humanist menambahkan dukungan mereka untuk pendidikan publik dengan ini, dengan
Prinsip ke-11 dalam MANIFESTO HUMANIS II:
"Kami percaya pada hak atas pendidikan universal." (609)
Beberapa
orang mengatakan kepada dunia mengapa mereka ingin negara mendidik anak-anak.
Ashley Montague menulis ini: "Setiap anak di Amerika datang ke sekolah
'gila' pada usia enam tahun karena struktur keluarga Amerika." (610)
Pihak
lain yang melihat masalah anak-anak dibesarkan dengan apa yang mereka anggap
sebagai sikap beracun orang tua yang taat beragama, adalah the National Training Laboratories (Laboratorium
Pelatihan Nasional,) sebuah program yang dijalankan oleh Asosiasi Pendidikan
Nasional, serikat guru nasional. Mereka menulis: "Meskipun mereka (anak-anak
dari orang tua yang taat beragama) kelihatannya berperilaku pantas dan tampak
normal oleh kebanyakan standar budaya, mereka mungkin sebenarnya membutuhkan
perawatan kesehatan mental, untuk membantu mereka berubah, beradaptasi, dan
menyesuaikan diri dengan ‘masyarakat yang telah direncanakan’ yaitu masyarakat
di mana tidak akan ada konflik sikap atau keyakinan." (611)
Para
humanis tampaknya melihat hal itu sebagai masalah ketika orang tua
mengendalikan apa yang diajarkan kepada anak-anak mereka. Orang tua memiliki
kendali penuh atas anak-anak mereka setidaknya selama lima atau enam tahun
pertama kehidupan mereka. Kemudian negara memulai proses pendidikan ketika anak-anak
ditempatkan di taman kanak-kanak atau kelas satu.
Salah
satu kekhawatiran utama kaum humanist adalah bahwa orang tua mungkin telah menanamkan
beberapa nilai agama kepada anak mereka sebelum sekolah negeri memulai program
pelatihan formal mereka.
Orang
yang menyuarakan pendapat itu adalah Paul Blanchard yang berkata seperti ini
pada tahun 1976: "Saya pikir bahwa faktor yang paling penting yang
menggerakkan kita menuju masyarakat sekuler (yang berarti duniawi) telah
menjadi faktor pendidikan.
Sekolah-sekolah
kita mungkin tidak mengajarkan Johnny untuk membaca dengan benar, tetapi fakta
bahwa Johnny bersekolah sampai dia berusia enam belas tahun cenderung mengarah
pada tindakan penghapusan takhayul agama.
Anak
Amerika rata-rata sekarang memperoleh pendidikan sekolah menengah, dan ini
melawan Adam dan Hawa serta semua mitos lain dalam sejarah." (612)
Orang
lain yang meramalkan bahwa sekolah umum adalah solusi bagi masalah anak-anak
yang diajari keyakinan agama oleh orang tua mereka, adalah John Dunphy, yang
menulis sebuah esai berjudul A RELIGION FOR THE NEW AGE di majalah Humanist. Berikut ini adalah bagian dari apa yang
dia tulis: "Saya yakin bahwa pertempuran untuk masa depan umat manusia
harus dilancarkan dan dimenangkan di ruang-ruang kelas dari sekolah umum oleh
para guru yang dengan tepat melihat peran mereka sebagai penganut baru dari
agama baru: agama kemanusiaan yang
mengakui dan menghormati percikan dari apa yang disebut oleh para teolog sebagai
keilahian di dalam diri setiap manusia.
(Disitu terkandung pemikiran bahwa manusia adalah dewa.)
Para
guru ini harus melakukan dedikasi tanpa pamrih yang sama dengan para
pengkhotbah fundamentalis yang paling fanatik.
Ruang kelas harus dan akan menjadi arena konflik antara yang
lama dan yang baru - mayat Kekristenan yang membusuk, bersama dengan semua
kejahatan dan kesengsaraan yang menyertainya, berhadapan dengan iman/agama baru
... yang gemilang dalam janjinya ... " (613)
Salah
satu pendidik paling terkenal di masa lalu adalah Profesor George S. Counts dari
Columbia University. Dia menulis bahwa dia melihat kebutuhan untuk merubah
tujuan pendidikan dalam sebuah monografi tahun 1932 berjudul DARE THE SCHOOLS BUILD A NEW SOCIAL ORDER? (BERANIKAH SEKOLAH MEMBANGUN TATANAN SOSIAL YANG BARU?) Dia
membuat pandangannya sangat jelas mengenai apa yang dia pikir sebagai tujuan
pendidikan, adalah dengan komentar-komentar ini: "Ketidaktahuan harus
digantikan oleh pengetahuan, persaingan dengan kerja sama, kepercayaan pada
Takdir (yang berarti keyakinan pada Tuhan) dengan perencanaan yang matang, dan
kapitalisme swasta oleh beberapa bentuk ekonomi yang disosialisasikan ...
" (614)
Dengan
semua diskusi tentang apa pendidikan yang seharusnya atau tidak seharusnya,
orang akan berpikir bahwa semua dialog telah menyebabkan pendidikan menjadi sebuah
ilmu definisi yang tepat. Saat ini, tujuan pendidikan seharusnya dipikirkan
dengan matang, sehingga tidak boleh ada perdebatan lebih lanjut tentang apa
itu. Namun, bukan itu masalahnya.
Pada
tahun 1979, sebuah buletin yang disebut EDUCATION
USA melaporkan bahwa setidaknya satu hakim menyatakan bahwa tidak ada yang
tahu apa arti pendidikan itu. Hal itu sedikit mengungkapkan kesimpulan yang
ditawarkan oleh hakim dalam kasus pengadilan yang melibatkan seorang ibu yang
menggugat Distrik Sekolah Bersatu San Francisco pada tahun 1976 karena puteranya,
yang merupakan lulusan sekolah menengah disitu, tidak dapat membaca atau
menulis.
Dia
meminta ganti rugi untuk pendidikan perbaikan dan upah yang tidak diterima oleh
anak laki-lakinya karena kurangnya keterampilan pendidikan di sekolah itu.
Hakim tidak setuju, menurut buletin itu, dan mengatakan: "Sekolah tidak
memiliki kewajiban hukum untuk mendidik. Jika tidak ada kewajiban hukum untuk
mendidik, maka tidak akan ada malpraktek jika pendidikan gagal." (615)
Hakim di pengadilan distrik yang mendengar kasus tersebut melaporkan bahwa
"sekolah-sekolah tidak memiliki kewajiban hukum untuk mendidik,"
karena tujuan pendidikan masih tidak diketahui. Bahkan para pendidikpun tidak
tahu apa yang harus mereka lakukan dengan anak-anak yang dibawa secara paksa ke
sekolah mereka.
Hakim
di pengadilan banding menjelaskan: "Ilmu pedagogi (didefinisikan sebagai
seni atau ilmu pengajaran) itu sendiri penuh dengan teori yang saling berbeda
dan bertentangan ..."
Akibatnya, katanya, tidak ada cara untuk menuduh kelalaian
sekolah ketika mereka tidak bisa mendidik satu anak sekalipun.
Jadi
pengadilan juga masih tidak tahu apa tujuan dari pendidikan itu.
Tetapi
ada sebagian dari para pendidik yang tahu. Ini untuk memastikan bahwa anak di
sekolah pemerintah tidak lagi percaya pada apa yang diajarkan orang tuanya.
Mereka tentu tahu bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk menghapus semua nilai agama yang diajarkan oleh orang
tua. Itulah yang mereka katakan dengan jelas!
Beberapa
orang di Amerika tahu mengapa mereka menginginkan anak-anak di sekolah negeri. Jadi,
Hakim itu salah. Ada yang tahu, dan ada yang ingin agar orang tua mengirim
anak-anak mereka ke sekolah pemerintah.
Tetapi anak masih belum bisa mengerti tiga hal penting dari
pendidikan yang baik: apa yang dulu disebut 3 R: membaca, menulis dan berhitung.
Hiburan ditawarkan kepada semua anak-anak, dan menahan anak yang cerdas agar mengajar
anak-anak yang lamban, dan hal ini telah menyebabkan sebuah bangsa menjadi cemas
oleh siswa-siswa yang dungu.
Melihat
anak-anak di sekolah tidak dapat belajar, telah menyebabkan para dokter dan
psikolog untuk menciptakan diagnosa baru di bidang penyakit masa kanak-kanak,
yang disebut Attention Deficit Disorder
atau Minimal Brain Disfunction.
Anak-anak itu sekarang diistilahkan memiliki Gangguan Belajar. Anak-anak itu sekarang disebut Learning Disabled
(cacad dalam belajar)
"Alkitab"
dari industri psikiatri, yang dikenal sebagai Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, memberikan gejala-gejala
penyakit baru ini: (berikut ini hanya sebagian daftar)
A. Tidak adanya perhatian: Setidaknya ada tiga dari hal yang
berikut ini:
Anak tidak memiliki perhatian: menunjukkan aktivitas seperti:
sering gagal menyelesaikan hal-hal yang dia mulai; sering tidak mendengarkan; perhatian
yang mudah teralihkan; memiliki kesulitan berkonsentrasi pada tugas sekolah
atau tugas lain yang membutuhkan perhatian yang berkelanjutan; dll.
B. Bersifat Impulsiv (meledak-ledak): Ada tiga sifat dari yang
berikut ini:
Menunjukkan perilaku seperti: sering bertindak sebelum (tanpa)
berpikir; berganti-ganti secara berlebihan dari satu aktivitas ke aktivitas
lainnya; dll.
C. Hiperaktif: Setidaknya dua dari sifat yang berikut ini:
Menunjukkan perilaku seperti: berlari atau memanjat sesuatu
secara berlebihan; mengalami kesulitan untuk tetap diam atau gelisah secara berlebihan;
dll.
Dan cukup sering setelah anak didiagnosis menderita gangguan
ini, dia akan diberikan Ritalin, obat yang diharapkan mendorong kepada perilaku
normal. Obat itu juga memiliki nama lain, orang-orang di jalanan menyebutnya obat
‘speed’ (‘kecepatan’)
Tetapi
obat tersebut memiliki reaksi negatif: dapat menyebabkan kegelisahan, insomnia,
ruam kulit, dermatitis, mual, pusing, sakit kepala, kantuk, perubahan pada tekanan
darah dan perubahan denyut nadi, detak jantung cepat, dan penurunan berat
badan.
Tapi
obat itu masih terus diresepkan.
Karena
semua masalah ini, orang tua di seluruh Amerika Serikat menarik anak-anak
mereka dari sekolah umum dan mengajari mereka di rumah atau menempatkan mereka
di sekolah swasta atau Kristen yang mengajarkan nilai-nilai agama. Dan semua
kegiatan ini tidak luput dari perhatian kaum Humanist / New Age / Komunis.
Dua
orang peneliti menulis laporan pada bulan Februari, 1980, PHI DELTA KAPPAN tentang tantangan baru ini terhadap sistem sekolah
negeri. Mereka menyimpulkan bahwa tren pemindahan akan terus berlanjut, dan
mungkin semakin cepat: "karena kaum fundamentalis tetap terkunci pada
posisi yang kaku dan berbasis teologis pada banyak isu, sementara masyarakat
Amerika bergerak maju."
Mereka mengatakan bahwa kaum fundamentalis memiliki hak
untuk: "berbaris dengan teguh pada nilai-nilai masa lalu mereka, tetapi
orang mungkin mempertanyakan apakah mereka harus merebut persentase yang
semakin besar dari pemuda Amerika untuk tinggal bersama mereka?" (616)
Jelaslah
bahwa angka kehadiran sekolah publik yang menurun telah menyebabkan beberapa
pejabat sekolah pemerintah menjadi khawatir, karena penempatan anak-anak di
sekolah swasta telah meluputkan mereka dari indoktrinasi dalam sistem sekolah
umum. Jadi, banyak negara telah mengambil langkah-langkah untuk menutup banyak
sekolah-sekolah swasta ini.
Salah
satu contoh mencolok dari penyalahgunaan kekuasaan pemerintah negara bagian,
terjadi pada tanggal 14 Januari 1986, ketika tiga puluh pejabat pemerintah
negara bagian dan lokal, termasuk hampir selusin petugas berseragam dan
berpakaian preman, mengepung gereja dan sekolah milik Gereja Santa Monica
Foursquare di California Selatan.
Apa
yang memprovokasi unjuk kekuatan ini? Apakah para guru memukuli anak-anak?
Apakah mereka memaksa anak-anak untuk memakai narkoba?
Apakah mereka mengajari anak-anak bahwa kanibalisme adalah
pilihan moral? Tidak, sekolah itu berjalan tanpa lisensi yang dikeluarkan oleh negara.
Di
negara bagian lain, dalam kasus ini Dakota Utara, seorang hakim menghukum
seorang pendeta Baptis dan istrinya dengan tuduhan melanggar hukum ‘wajib bersekolah
di sekolah milik negara’ karena orang tua mengirim anak-anak mereka ke sekolah
fundamentalis yang mereka operasikan sendiri. Pendeta mengambil posisi yang
sama dengan yang telah diambil oleh para menteri lain di negara itu: "Bagi
kami untuk tunduk kepada aturan ini... berarti kami mengakui bahwa negara
adalah tuan atas gereja." (617)
Mereka
yang mendukung pendidikan publik (negara) harus takut pada orang tua yang
memilih untuk memberikan pendidikan pribadi kepada anak-anak mereka di Amerika.
Mereka harus gemetar karena pertumbuhan sekolah swasta dan sekolah pribadi di rumah (home schooling).
Ada
ratusan ribu anak-anak tidak diajari dengan apa yang ingin diajarkan oleh kaum Humanist
/ Mason / Komunis / New Agers, di sekolah-sekolah negeri.
Beberapa
anak diajari nilai-nilai agama.
Dan hal itu tidak diterima oleh mereka yang percaya kepada Tata Dunia Baru.
No comments:
Post a Comment