These Last Days News - October 28, 2019
DOKUMEN
AKHIR SINODE AMAZON MENYERUKAN
DIADAKANNYA PERUTUSAN BAGI WANITA SECARA RESMI BAGI MISA KUDUS
LifeSiteNews.com reported on October 26, 2019:
by John-Henry Westen
Dokumen akhir dari Sinode Amazon
menyerukan untuk mengizinkan perutusan wanita di dalam Misa, dengan secara khusus mengatakan bahwa wanita
dapat "menerima perutusan
sebagai lektor dan pembantu imam." Sementara itu dokumen itu tidak secara khusus menyerukan
"diakonat" permanen untuk para wanita, dimana ia
kemudian menyerahkan pada komisi yang dibentuk oleh paus Francis untuk mempelajari masalah itu dan mengatakan bahwa para Bapa
Sinode akan berbagi pengamatan mereka dengan Komisi dan menunggu laporan Komisi
(para 103).
“Sangat mendesak bagi Gereja Amazon untuk mempromosikan dan
memberikan peran pelayanan bagi pria dan wanita dengan cara yang adil,” kata
dokumen itu (para 95). Mengutip nasihat paus Francis Evangeli Gaudium, dokumen sinode (para 99) menyerukan kepada Gereja
"untuk menciptakan kesempatan yang lebih luas untuk kehadiran perempuan secara
lebih spesifik di dalam Gereja." Mengutip lagi dari perkataan paus Francis
(dari pidatonya tahun 2013), dimana dia berkata: “Marilah kita tidak mengurangi
komitmen wanita di dalam Gereja, bahkan marilah kita mempromosikan partisipasi
aktif mereka (wanita) dalam komunitas gerejawi.”
“Magisterium Gereja sejak KV II telah menyoroti tempat utama
yang diisi oleh kaum wanita di dalamnya,” kata dokumen itu (para 100). Dan
mengutip Paus Paulus VI, dokumen itu menambahkan, “Waktunya telah tiba, saatnya
telah tiba bagi panggilan hidup bakti kaum wanita untuk dipenuhi sepenuh-penuhnya,
saat ketika perempuan memberikan pengaruhnya di dunia, suatu bobot, suatu
kekuatan yang belum pernah tercapai sampai sekarang.”
Dokumen akhir sinode itu juga meminta Paus untuk mengadakan
peran pelayanan khusus bagi wanita di Amazon yang disebut "pemimpin
komunitas perempuan."
Dokumen sinode ini telah menorehkan luka parah di jantung Gereja
Katolik di mana sebagian besar pendekatan modernis diberlakukan di antara
paroki-paroki non-Latin (Bentuk Non-Luar Biasa). Dokumen tersebut pada dasarnya
menyerukan peran resmi bagi perempuan untuk pelakukan pelayanan di altar yang
sudah dilakukan oleh perempuan di sebagian besar gereja di Barat.
Lebih banyak gereja Katolik tradisional, bahkan di dalam
paroki non-Latin (Ritus Biasa), telah mempertahankan larangan praktik ‘pelayanan’
perempuan di altar sebagai lektor, pelayan altar, atau sebagai utusan dalam
pelayanan (luar biasa) Misa Kudus.
Sementara diijinkannya pelayanan wanita semakin tersebar
luas, argumen yang melarang praktik semacam itu sangat keras dan jelas, baik
dalam Kitab Suci dan tulisan-tulisan Paus selama berabad-abad yang lalu.
St. Paulus dalam 1 Kor. 14:34 menulis: "…perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam
pertemuan-pertemuan Jemaat." – ini adalah sebuah hukum yang diikuti di Gereja sampai saatnya
muncul berbagai interpretasi dari KV II yang menganggap wanita boleh membaca
Kitab Suci dalam Misa, tetapi bukan membacakan Injil.
Ensiklik Paus Benediktus XIV Allatae Sunt, 1775, merangkum sejarah dan pengajaran Gereja,
dengan mengatakan:
"Paus Gelasius dalam suratnya yang kesembilan (bab 26)
kepada para uskup Lucania mengutuk praktik jahat yang telah diperkenalkan pada
para wanita yang melayani imam pada perayaan Misa. Karena pelanggaran ini telah
menyebar kepada orang-orang Yunani, maka Paus Innocent IV dengan tegas
melarangnya. Dalam suratnya kepada uskup Tusculum: 'Wanita hendaknya tidak
melayani di altar; mereka harus ditolak sama sekali bagi pelayanan ini.' Kami
juga telah melarang praktik ini dengan kalimat yang sama dalam konstitusi kami
yang sering diulang-ulang, Etsi
Pastoralis, bagian 6, nomor. 21. "(Paus Benediktus XIV, Ensiklik Allatae Sunt, 26 Juli 1755, n. 29)
Mengenai saran untuk mengadakan ‘diakon’ wanita, Paus Yohanes
Paulus II menekankan ketidakmungkinan ‘pentahbisan’ wanita dalam dokumen 1994, Ordinatio Sacerdotalis:
Ajaran bahwa penahbisan imam hanya diperuntukkan bagi pria saja,
telah dilestarikan oleh Tradisi Gereja yang konstan dan universal dan dengan
kuat diajarkan oleh Magisterium dalam dokumen-dokumennya yang lebih baru. Namun
saat ini di beberapa tempat hal itu tetap dianggap masih terbuka (bagi
pelayanan wanita) untuk diperdebatkan, atau penilaian Gereja bahwa wanita tidak
boleh diterima dalam tahbisan, dianggap hanya memiliki kekuatan dalam ajaran
belaka, bukan dalam praktik.
Karenanya, agar semua keraguan dapat dihilangkan sehubungan
dengan masalah yang sangat penting ini, masalah yang berkaitan dengan
konstitusi ilahi Gereja itu sendiri, berdasarkan pelayanan saya untuk
meneguhkan saudara-saudara (lht. Luk 22:32), maka saya menyatakan bahwa Gereja
tidak memiliki wewenang apa pun untuk memberikan penahbisan imamat pada wanita
dan bahwa pertimbangan ini harus secara definitif dipegang oleh semua umat
Gereja yang setia.
Paus Yohanes Paulus II juga menunjuk kepada Bunda Maria
sebagai bukti definitif bahwa wanita tidak dimaksudkan untuk berada dalam
pelayanan tahbisan, dimana dia mengatakan, bahwa jika Kristus berkehendak memilih
wanita, dalam sejarah, untuk menerima penahbisan maka Dia akan memilih Ibu-Nya.
Dia berkata:
Fakta bahwa Perawan Maria Yang Terberkati, Bunda Allah dan
Bunda Gereja, tidak menerima misi yang pantas bagi para Rasul maupun jabatan imamat,
hal ini dengan jelas menunjukkan bahwa tidak dimasukkannya perempuan kepada
penahbisan imam tidak berarti bahwa perempuan memiliki martabat yang lebih
rendah, juga hal itu tidak dapat ditafsirkan sebagai diskriminasi terhadap
mereka. Sebaliknya, hal itu harus dilihat sebagai bentuk ketaatan dan kesetiaan
pada rencana yang berasal dari kebijaksanaan Tuhan semesta alam.
* * * * *
"Kami telah mendengar bahwa kamu berseru-seru untuk
mengadakan
pentahbisan wanita. Tidak seorang wanita pun yang boleh berdiri di Rumah-Ku
untuk mewakili Aku! Betapa beraninya kamu membawa
bidaah ini kedalam Rumah-Ku! Aku
akan berjalan
di antara kamu dan Aku akan
mencampakkan
kamu dari bait-bait-Ku!" - Yesus, Bayside, -
27 Desember 1975
[1]1 Cor 14:34-35; Tingkah laku
perempuan selama Kurban Kudus Misa harsulah berupa keheningan. Tidak seorang pun wanita boleh berbicara selama Kurban Misa Kudus.
1Kor 14:34-35 Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus,
perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab
mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri,
seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat. Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka
menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk
berbicara dalam pertemuan Jemaat.
[2] 1 Kor 11:5-10; Wanita hendaknya memakai kerudung jika memasuki Rumah
Allah.
1 Kor 11:5-10 Tetapi
tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak
bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur
rambutnya. Sebab jika
perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting
rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya
digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya.
Sebab laki-laki tidak perlu menudungi
kepalanya: ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan
menyinarkan kemuliaan laki-laki. Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi
perempuan berasal dari laki-laki. Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi
perempuan diciptakan karena laki-laki. Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya
oleh karena para malaikat.
[3] 1 Tim 2:9-15.
Rumah Tuhan adalah tempat doa, dan bukan tempat pertemuan
atau aula dansa. Tidak ada seorang wanita pun yang boleh berbicara dari atas mimbar.
Tidak seorang wanita pun boleh menjalani pelayanan atau perutusan.
1Tim 2:9-15 Demikian juga hendaknya perempuan.
Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya
jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang
mahal-mahal, tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang
layak bagi perempuan yang beribadah. Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan
menerima ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga
tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri. Karena
Adam yang pertama dijadikan, kemudian barulah Hawa. Lagipula bukan Adam yang
tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa. Tetapi
perempuan akan diselamatkan karena melahirkan anak, asal ia bertekun dalam iman
dan kasih dan pengudusan dengan segala kesederhanaan.
Bayside, December 7, 1976
No comments:
Post a Comment