UMAT KATOLIK DI SELURUH DUNIA MENDUKUNG PRIA YANG MELEMPARKAN BERHALA
AMAZON 'PACHAMAMA' KE SUNGAI TIBER
Oleh: Dorothy
Cummings McLean
LifeSiteNews, 22
Okt 2019
VATICAN CITY, 22
Oktober 2019 (LifeSiteNews) - Banyak umat Katolik di seluruh dunia ‘merayakan’ pembuangan dan
penghancuran patung-patung yang diyakini sebagai berhala kesuburan dari sebuah
gereja Katolik di Roma kemarin, oleh para pria Katolik yang tetap anonim.
Dukungan bagi para
pria tak dikenal ini, yang memfilmkan diri mereka minggu ini, saat mereka
mengumpulkan figur-figur kayu dari Gereja Santa Maria di Traspontina dan
melemparkannya ke sungai Tiber, belum mereda di media sosial, sejak video
pembuangan patung itu dirilis. Pengguna Twitter menggunakan tagar #Splashamama untuk merayakan peristiwa
tersebut.
Kelompok yang bertanggung
jawab atas pemajangan ‘spiritualitas’ Amazon di gereja Katolik, Pan-Amazonian Ecclesial Network (REPAM), mengecam keras, tanpa
menyebutkan secara spesifik, pembuangan dan penghancuran patung-patung ‘Pachamama’ tersebut. Kelompok
itu, yang melakukan advokasi atas nama masyarakat Amazon dan dipimpin oleh
pemimpin sinode, Kardinal Cláudio Hummes, diduga melaporkan insiden itu ke
polisi.
“Kami sangat
menyesalkan dan sekaligus mengecam, bahwa dalam beberapa hari terakhir ini kami
telah menjadi korban tindakan kekerasan yang mencerminkan intoleransi agama,
rasisme, sikap menindas, yang ditimpakan ke atas semua masyarakat adat,
penolakan untuk membangun ‘jalan baru’ bagi pembaruan Gereja kami,” kata kelompok itu dalam siaran pers 21
Oktober.
Namun, banyak umat
Katolik dari seluruh dunia telah menunjukan solidaritas mereka kepada para
penghancur Pachamama itu, dengan mengklaim diri mereka telah melakukan perbuatan itu.
"Saya
Cristeros," yang diambil dari sebuah drama tentang "Saya
Spartacus," telah menjadi meme di Twitter.
Di tahun 1960, di
dalam adegan klimaks dari film Spartacus, sekelompok budak yang melarikan diri
yang telah tertangkap kembali oleh orang-orang Romawi, diberitahu bahwa mereka
akan menerima pengampunan jika mereka mau membocorkan identifikasi pemimpin
mereka, yaitu Spartacus. Ketika sang pemimpin berdiri untuk menyerahkan
diri, semua budak lain menunjukan solidaritas mereka dengan ikut melakukan
tindakan yg sama, masing-masing menyatakan dirinya sebagai Spartacus, dan
dengan demikian mereka menunjukkan diri mereka secara sukarela berbagi nasib
dengan pemimpin mereka, menerima hukuman mati.
Pengguna Twitter
Katolik ‘Deacon Nick Donnelly’ dari Inggris men-tweet bahwa jika kelompok di balik Sinode Amazon ingin ‘mengidentifikasi’ para penghancur Pachamama
itu, maka "Akulah Cristeros."
Edward Pentin
melaporkan di EWTN Vatican bahwa REPAM, kelompok di balik Sinode Amazon,
bermaksud untuk mengambil tindakan terhadap para pahlawan Cristeros yang telah
melemparkan berhala-berhala mereka ke dalam sungai Tiber. Mereka berusaha
mengidentifikasi para pelaku, tulisnya. "Akulah Cristeros."
Seruan virtual tersebut diikuti oleh
Krystal Wasser, yang men-tweet, “Akulah Cristeros. Datanglah kepadaku."
Yang lain
menanggapi, “#IamCristeros. ¡Viva Cristo Rey y Santa María de Guadalupe!”
(“Hidup Kristus Raja dan Bunda Maria dari Guadalupe!”)
"Saya
Cristeros," tweet Brigid Costello dari Irlandia.
Komentar-komentar
terus mengalir dari pengguna Twitter dari Amerika Serikat, Kanada, Italia, dan
Spanyol.
Penulis Austin
Ruse, presiden dari Center for Family and Human Rights (C-Fam)/(Pusat Keluarga
dan Hak Asasi Manusia), menyindir, “Pachamama tidur dengan ikan-ikan.
Saya yang melakukannya. Saya telah menceburkannya. Tapi saya berterima
kasih kepada Pachamama, karena telah membuat pengikut [Twitter] saya bertambah
dari 4950 menjadi 5.000.”
Orang-orang
Cristeros adalah orang-orang Katolik Meksiko, yang tidak puas dengan protes
damai, lalu bangkit dalam pemberontakan bersenjata melawan pemerintah Meksiko
yang anti-klerikal, pada tahun 1927. Para pemberontak, yang mengabdikan diri
mereka kepada Kristus Raja, menyebut diri mereka ‘Cristeros.’ Seruan perang
mereka adalah ‘Viva Cristo Rey! ¡Viva la Vírgen de Guadalupe!’ (Hidup Kristus Sang Raja!
Hidup Perawan dari Guadalupe!)
John Zmirak,
penulis The Politically Incorrect Guide
to Catholicism, mengatakan kepada LifeSiteNews
bahwa menempatkan figur-figur kayu itu di gereja-gereja Roma adalah sebuah ‘kejahatan rasial.’
"Perayaan
idola-idola pagan di gereja-gereja di Vatikan adalah ‘sebuah kejahatan rasial
terhadap setiap orang Katolik yang masih hidup’ - dan juga ‘terhadap para leluhur
pagan kita yang telah melepaskan jimat-jimat iblis seperti itu demi Allah
Abraham, Ishak, dan Yesus," kata Zmirak.
"Bayangkan
jika beberapa imam murtad mengabadikan taxidermy dari kulit babi di atas
Ka'abah di Mekah, atau seorang rabi yang membenci dirinya sendiri menyemprot
Tembok Barat dengan gambar swastika. Seburuk itulah," lanjutnya.
"Para anggota
Gereja yang berani yang telah melemparkan totem seks-magis yang kasar itu ke
Tiber, layak menerima ungkapan terima kasih dan dukungan kita."
Zmirak mengatakan,
dia berharap bahwa para imam dan uskup sama kuatnya dengan orang-orang tak
dikenal ini, dalam pembelaan mereka terhadap iman Katolik.
“Jika Vatikan
mengidentifikasi dan menuntut orang-orang Katolik yang berani ini, maka
[orang-orang itu] pada gilirannya harus mengajukan tuntutan kejahatan terhadap
pemerintah Italia, terhadap organisasi yang berkolusi dalam mencemarkan
gereja-gereja bersejarah ini,” pungkasnya.
Stefanie Nicholas
di [laman] OnePeterFive mengatakan
bahwa penghancuran Pachamama adalah ‘kemenangan nyata melawan
kaum Modernis.’
“Untuk pertama
kalinya dalam waktu yang lama,” tulisnya, “ketika Pachamama tenggelam ke dasar
sungai Tiber, umat Katolik yang setia telah meraih
kemenangan nyata melawan kaum Modernis. Marilah kita mengingat
momen kemenangan ini, dan gigih dalam mempertahankan motivasi kita untuk
berjuang demi Gereja, dengan semua senjata yang tersedia di dekat kita.”
No comments:
Post a Comment