PAUS MEMBUKA DEBAT TENTANG PERSYARATAN
SELIBAT UNTUK PARA IMAM KATOLIK
https://www.wsj.com/articles/pope-opens-debate-on-celibacy-requirement-for-catholic-priests-11570352167?fbclid=IwAR0evmikYgpd8wf_YyzJsQC0Sa151uSxy8Bn3Gb3N7cYZOWfVm0X_H45Oe4
Penahbisan pria yang sudah
menikah adalah proposal paling kontroversial pada pertemuan tiga minggu tentang
tantangan gereja di wilayah Amazon Amerika Selatan
Paus Francis telah menyerukan inovasi
dalam pelayanan gereja.
PHOTO: ANDREW MEDICHINI/ASSOCIATED PRESS
By Francis X. Rocca
KOTA VATIKAN - Paus
Fransiskus secara resmi membuka pertemuan para uskup yang akan membahas apakah
Gereja Katolik harus melonggarkan persyaratan selibat yang telah berlangsung selama 1000 tahun ini, bagi para imam.
Debat yang berpotensi mengadu domba antara kelompok yang setuju bahwa menahbiskan pria
yang sudah menikah dapat mengatasi kekurangan imam, meawan kelompok yang memperingatkan
bahwa jika melakukan hal itu akan merusak karakter khas imamat.
Dalam homilinya pada hari Minggu (6 Oktober 2019), pada Misa di Basilika Santo Petrus, Paus tidak merujuk
secara khusus pada debat selibat, tetapi secara umum menyerukan inovasi dalam
pelayanan gereja: “Jika semuanya berlanjut seperti semula, jika kita
menghabiskan hari-hari kita dengan merasa puas bahwa 'ini adalah cara segala
sesuatu untuk selalu dilakukan,' maka karunia itu lenyap, disiram oleh abu
ketakutan dan kepedulian untuk mempertahankan status quo.”
Pertemuan Vatikan bulan ini, yang
disebut sinode, didedikasikan untuk mendapatkan ‘jalan baru bagi gereja’ di wilayah Amazon, Amerika Selatan. Pihak panitia telah
menekankan topik ekologis dalam agendanya, termasuk deforestasi dan ancaman lain terhadap masyarakat
adat.
‘Jalan baru’ yang paling kontroversial ini, yang
dijadwalkan untuk didiskusikan selama tiga minggu
ke depan, adalah berupa kemungkinan untuk menahbiskan pria
yang sudah menikah untuk melayani sebagai imam di daerah berpenduduk jarang, di
mana paroki-paroki kadang-kadang
harus menunggu selama berbulan-bulan tanpa ada kunjungan dari
seorang imam.
Dokumen kerja resmi sinode
ini menyerukan untuk mempertimbangkan penahbisan ‘para penatua,’ lebih disukai penduduk asli, dihormati dan
diterima oleh komunitas mereka, bahkan meski mereka telah memiliki keluarga yang stabil dan mapan, untuk memastikan
ketersediaan sakramen-sakramen yang menyertai dan menopang kehidupan Kristiani setempat. Calon-calon imamat semacam itu dikenal
sebagai viri probati, bahasa Latin
untuk ‘pria yang terbukti.’
Paus mengatakan bahwa ‘pintu selalu terbuka’ bagi para imam yang
menikah di tempat-tempat terpencil seperti Amazon atau kepulauan Pasifik. Dia
juga mengatakan bahwa dia perlu berdoa dan merenungkan lebih
lanjut tentang pertanyaan itu.
Rasio umat Katolik dengan jumlah imam di Amerika
Selatan adalah 7.200 banding satu, hampir empat kali lipat rasio di Amerika
Utara, menurut statistik Vatikan untuk 2017. Di beberapa bagian Amazon,
rasionya lebih dari 8.000 banding satu. Rasio di seluruh dunia telah meningkat
tajam dalam beberapa dekade terakhir, menjadi sekitar 3.200 banding 1 dari rasio 1.900 banding 1 pada tahun 1980.
SHARE YOUR
THOUGHTS
Haruskah Gereja Katolik
menghapus aturan selibatnya? Apakah Anda pikir itu akan meningkatkan
perekrutannya? Mengapa ya atau mengapa tidak? Bergabunglah dengan diskusi di bawah ini.
RELATED
· Catholic Church Considers Married Priests to Ease Amazon
Clergy Shortage (Feb. 26, 2018)
Pada hari Kamis, pada
konferensi pers untuk memperkenalkan sinode itu, Kardinal Cláudio Hummes,
seorang mantan uskup agung São Paulo, menyesalkan bahwa umat Katolik di Amazon
sering tidak memiliki akses kepada sakramen-sakramen, terutama Ekaristi,
karena kekurangan imam. "Gereja mengambil kehidupannya dari Ekaristi," kata kardinal itu,
mengutip St. Yohanes Paulus II.
Gereja Katolik secara rutin menahbiskan
pria yang sudah menikah sebagai diakon, klerus yang dapat memimpin upacara pembaptisan,
pernikahan, dan pemakaman. Tetapi diakon tidak dapat merayakan Misa atau melayani pengakuan dosa, yang merupakan unsur-unsur penting
dari kehidupan Katolik.
Pria yang menikah memang telah melayani sebagai imam di dua lusin
Gereja Katolik Timur yang mengikuti paus di Ukraina, Lebanon, dan di tempat-tempat lain. Dalam
beberapa dekade terakhir, beberapa pendeta Protestan yang sudah menikah, sebagian
besar orang Anglikan, telah ditahbiskan menjadi imam setelah berpindah menjadi Katolik.
Tetapi di Gereja Katolik Roma — yang menjadi tempat mayoritas 1,3 miliar umat
Katolik dunia — selibat telah menjadi norma sejak abad ke-11.
Tidak semua peserta sinode Amazon berpendapat bahwa memperbanyak jumlah imam-imam dengan cara menahbiskan pria
yang sudah menikah, bisa menjadi solusi untuk mengatasi kekurangan imam di Amazon.
Kardinal Kanada, Marc Ouellet,
kepala kantor Vatikan untuk para uskup dan seorang ahli di Amerika Latin,
mengatakan langkah itu bisa kontraproduktif.
Dalam sebuah buku tentang masalah ini yang diterbitkan
minggu lalu, kardinal Marc Ouellet menulis bahwa para klerus yang bekerja di
Amazon ‘disambut dan
diintegrasikan ke dalam komunitas lokal justru karena selibat mereka,’ sebuah status yang membuat seorang imam bisa ‘memberitakan adanya beban atau api… dari sebuah kehidupan yang sepenuhnya diserahkan kepada Tuhannya demi pelayanan.’
Rev. Martín Lasarte, seorang imam Uruguay, yang merupakan
salah satu dari 21 non-uskup di antara 184 anggota pemungutan suara di sinode
itu, mengatakan bahwa penahbisan pria yang sudah menikah
adalah ‘proposal ilusi,
hampir magis, yang tidak
menyentuh masalah fundamental sejati’ dari gereja di Amazon.
Pastor Martin Lasarte mengatakan bahwa wilayah Amazon
memiliki potensi untuk menghasilkan panggilan yang melimpah bagi imamat selibat, tetapi mereka menderita karena proses penginjilan yang
tidak memadai dan tidak layak selama beberapa dekade. Para misionaris
Katolik di sana hanya memberikan kemurahan hati dan memperjuangkan
keadilan sosial, tetapi seringkali
mengabaikan ajaran agama Katolik karena rasa takut yang berlebihan kalau-kalau dituduh tidak menghormati budaya setempat, katanya.
Setiap keputusan untuk
menahbiskan para imam yang sudah menikah akhirnya akan tergantung kepada paus, yang kemungkinan akan memperluas izin itu hanya kepada
para uskup di wilayah Amazon, setidaknya pada awalnya.
Tetapi langkah seperti itu akan segera
memicu permintaan yang sama untuk daerah-daerah lain dengan
tantangan yang sama, kata Adam DeVille, seorang profesor teologi di Universitas
Saint Francis di Indiana, dan editor penelitian tentang para imam Katolik yang sudah
menikah.
“Orang-orang akan dengan cepat meniru dan menerimanya dan berkata, '…baiklah, jika cara itu bisa diterapkan
di Amazon, lalu mengapa
itu tidak bisa terjadi di, katakanlah, Yukon atau Wilayah Barat Laut atau
Greenland?’ ” kata Adam DeVille.
Para uskup Katolik Jerman sudah
merencanakan untuk memperdebatkan selibat imam, di
wilayah mereka, bersama dengan
isu-isu sensitif lainnya termasuk homoseksualitas dan penahbisan wanita, di
sebuah sinode nasional yang dimulai pada bulan Desember.
Pastor Lasarte mengatakan bahwa selibat
imam bukanlah topik yang tepat untuk dibahas pada pertemuan yang
didedikasikan hanya untuk satu wilayah, seperti Amazon, karena persatuan gereja
membutuhkan konsensus internasional untuk menjawab pertanyaan seperti itu.
"Setiap keputusan yang menyentuh
unsur-unsur mendasar kehidupan Kristen dan pelayanan pastoral, memiliki dampak ke seluruh desa
global," kata Pastor Lasarte, sambil menunjuk adanya celah-celah regional
dalam Anglikan soal ketidaksepakatan dalam pengajaran tentang
moralitas seksual. "Terkadang semua orang harus berjalan dengan kecepatan
yang sama."
No comments:
Post a Comment