Vortex - sebuah pemerintahan teror
Kaidah normal
yang baru di dalam Vatikan
October 3, 2019
Hai,
Saya Michael Voris datang kepada Anda dari Roma, menjelang Sinode
Amazon minggu depan.
Meskipun
mayoritas umat Katolik mungkin tidak berpikir dalam istilah-istilah ini ketika
merenungkan tentang Roma dan Vatikan, tetapi disitu ada sekumpulan intrik,
politik penghancuran pribadi, serta berbagai agenda yang saling bersaing
berdasarkan kepribadian manusianya.
Yang benar
adalah, akan selalu seperti ini sampai pada tingkat tertentu, hanya saja para
peziarah dan pengunjung tidak sempat memikirkannya karena… well, mereka toh tidak
harus memikirkan hal itu.
Tetapi,
menurut teman-teman Church Militant di Vatikan -
dan ya, kami memiliki banyak teman di dalam - apa yang sangat berbeda di bawah
kepausan Francis ini adalah adanya dendam dan kepicikan yang merupakan hal
biasa dalam segala urusan di sini.
Pada
kenyataannya, hal-hal menjadi sangat buruk, dan bahwa orang-orang yang bekerja
di sini telah sepakat untuk menyebut kepausan ini sebagai "Pemerintahan Teror."
Terlepas dari
politik dan rekayasa busuk yang mendasari semua intrik, namun faktanya adalah
masih ada pekerjaan aktual yang perlu dilanjutkan. Menjalankan operasi lebih
dari satu miliar orang memang mengharuskan orang muncul setiap hari dan
benar-benar melakukan pekerjaan yang sebenarnya.
Misalnya, ada
kasus perkawinan yang perlu ditinjau, kasus imam yang perlu diselidiki, masalah
akuntansi yang perlu diaudit, keputusan-keputusan personil dan sebagainya.
Selain aspek
spiritual, yang telah dikesampingkan ke bagian belakang bagasi bus, ada juga
masalah duniawi yang perlu ditangani – karena
pertunjukan, seperti yang mereka katakan, harus dilanjutkan.
Dan itulah
sebabnya intriknya sangat berbahaya. Telah mencapai tingkat pembalasan dendam pribadi
sedemikian rupa hingga tugas dan karya-karya aktual Vatikan terhenti.
Berbagai
kardinal dan uskup agung memiliki rahasia-rahasia yang banyak dan dalam, untuk
disembunyikan; dan di antara ancaman pemerasan, atau perbuatannya diekspos
karena tidak berada sejalan dengan lintasan kepausan Francis, atau sekadar
balas dendam lama, ada ketakutan yang membayangi Vatikan.
Ambil saja,
misalnya, hanya di bidang keuangan, biaya untuk menjalankan kegiatan rutin sehari-hari.
The Wall Street Journal sebenarnya menyoroti hal ini baru kemarin.
Sebagai contoh, defisit Tahta Suci berlipat dua pada tahun
2018 menjadi sekitar € 70 juta, yang hampir setara dengan $ 80 juta A.S.
Sebagai
tanggapan, Paus Francis telah memerintahkan kepada kepala dewan pengawas
keuangan Vatikan, Cdl. Reinhard Marx, "untuk mempelajari semua tindakan
yang dianggap perlu untuk melindungi masa depan ekonomi Tahta Suci dan
memastikan bahwa tindakan itu diberlakukan sesegera mungkin."
Ada sejumlah
alasan mengapa defisit ini meningkat.
Pertama, saat
ini hanya ada sedikit sumbangan yang masuk ke Vatikan.
Ketika
diumumkan bahwa Francis mengambil beberapa koleksi Pence Peter tahun lalu -
setengah juta dollar - dan digunakan untuk mendukung masuknya imigran ke
Amerika Serikat dari Amerika Tengah, banyak umat Katolik Amerika menghentikan
sumbangan finansiil mereka.
Skandal besar
yang melibatkan Yayasan Kepausan A.S. yang pecah setelah skandal Theodore
McCarrick muncul, juga membuat banyak orang Amerika berhenti memberi sumbangan
pada Vatikan.
Demikian juga,
Legatus, sebuah asosiasi pemilik bisnis Katolik di A.S., juga secara terbuka
menyatakan pihaknya menahan sumbangan tahunannya hampir satu juta dolar hingga
skandal seks dan uang di Vatikan diselesaikan.
Selain itu, ‘sirkus’
yang dimainkan melalui berbagai sinode dan pertemuan luar biasa yang tampaknya
tanpa henti, dan pertemuan puncak tentang pelecehan seksual Februari 2019 lalu,
semuanya digabungkan untuk menguras
anggaran Vatikan. Dan Sinode Amazon bulan ini memiliki biaya yang luar biasa
yang terkait dengannya. Ternyata, bahkan
perbuatan bidaah pun memiliki label harga yang lumayan besar!
Dan jika
berhadapan dengan defisit anggaran dan kekurangan keuangan, tidak cukup sulit untuk
memahaminya asalkan Anda mau memelototi agenda-agenda pribadi itu, karena Vatikan
telah menjadi satu kekacauan besar yang disfungsional.
Misalnya, ada
praktik di sini yang secara sopan dikenal sebagai "penurunan pangkat demi promosi
jabatan" – ini artinya: ketika ditentukan seseorang harus diusir keluar dari
posisinya karena mereka tidak setuju dengan Paus atau antek-anteknya, yang
menjalankan pertunjukan ‘sirkus’ sehari-hari disini, seseorang dibuat contoh,
seperti Card. Raymond Burke atau Card. Gerhard Müller, atau orang itu hanya
dikirim keluar untuk tugas lain, seperti pada sebuah kantor nuncio (dubes Vatikan)
di tempat lain di planet ini.
Memindahkan
personel yang berpengaruh untuk keluar dari Vatikan dan masuk ke dalam korps
diplomatik di luar negeri adalah praktik yang rutin, ini adalah suatu sinyal yang
pada kenyataannya karena Francis melihat orang-orang itu sebagai musuh yang
tidak mungkin boleh berada di Vatikan.
Mereka dihapus
dari Vatikan dengan kedok promosi jabatan. Dengan cara itu maka segala sesuatu akan
nampak baik, tetapi dalam kenyataannya hanyalah kedok untuk penyingkiran dan
balas dendam serta hukuman.
Dampak lain
dari disfungsi besar di Vatikan ini adalah bahwa manajemen tingkat menengah,
orang-orang yang sebenarnya mengelola operasi sehari-hari dari berbagai kantor
kurial, dipecat, dipindahkan, disingkirkan, dikeluarkan dan atau diberhentikan.
Hal ini telah
menciptakan rasa sakit kepala yang besar dalam administrasi karena pertama, ada
kekurangan besar dalam tubuh Vatikan untuk menyelesaikan pekerjaan yang
sebenarnya, dan kedua, banyak orang yang dipecat adalah orang-orang yang
berpengalaman, yang tahu bagaimana roda harus berputar - pendeknya, orang-orang
yang tahu bagaimana menyelesaikan sesuatu.
Hampir tidak
ada satu kantor pengadilan yang belum terkena dampak parah dari ini, termasuk
Kongregasi untuk Ajaran Iman - CDF - yang menangani beberapa kasus paling sulit
di Gereja.
Ada tumpukan
besar masalah yang menyebabkan kekacauan, dan situasinya secara langsung
disebabkan oleh pemberhentian paus Francis terhadap para manajer menengah
senior yang mengetahui semua protokol dan bagaimana menjaga mesin Vatikan tetap
bergerak.
Tetapi CDF
bukan satu-satunya bagian yang terkena dampak, dan itu bukan hanya perhitungan finansial
yang mengambil keputusan. Karena disini juga ada masalah ideologis yang ikut bermain.
Pada kenyataannya, menurut sumber-sumber kami yang kompeten, sebagian besar adalah
menyangkut masalah ideologis.
Menurut mereka, Francis, dalam istilah mereka, telah mengubah
Vatikan menjadi Korea Utara.
Prinsip operasi di dalam tembok Vatikan saat ini adalah berupa
ketakutan. Atas semua pembicaraan tentang merawat kemanusiaan atau
bahkan menjangkau orang-orang yang paling rentan, tidak ada yang bisa dipercaya.
Yang benar
adalah bagi mereka yang bekerja untuk Paus di Kuria, kepausannya adalah tirani
yang disiksa dengan rasa takut, ketidakpastian, ketidakstabilan yang konstan
dan balas dendam - semuanya ditutupi oleh topeng kerendahan hati. Kerendahan
hati yang palsu.
Beberapa dari masalah
ini benar-benar meluap ke permukaan dari waktu ke waktu, seperti ketika paus
Francis secara terbuka memarahi mereka dalam pertemuan-pertemuan tahunan,
menghina mereka dan menuduh mereka melakukan berbagai hal, seperti gosip dan
kepicikan.
Kenyataannya,
menurut sumber-sumber kami di Vatikan, adalah Francis sendirilah yang telah
membuat kuria alternatif yang di luar kendali, tidak dapat dipertanggungjawabkan,
dan untuk melakukan semua itu Francis telah menelantarkan staf dan kantor yang
ada, menciptakan kekacauan dan kebingungan dari
belakang layar.
Kuria
alternatifnya, misalnya, harus bertanggung jawab untuk mengunci semua informasi
mengenai investigasi Theodore McCarrick dan untuk membelokkan semua pertanyaan;
singkatnya, menunggu skandal itu menguap sampai kepentingannya berlalu.
Tetapi kuria
alternatif yang mahal ini juga menjadi pemimpin dalam tuduhan-tuduhan terhadap
doktrin Gereja dalam merumuskan dan menguraikan ajaran yang ada dengan cermat.
Banyak umat
Katolik menjadi merah padam mukanya atas penampilan luar kepurapuraan ini. Apa
yang tidak mereka lihat adalah apa yang baru saja kami laporkan: tradisi,
protokol, praktik terbaik, dan praktik akuntansi yang baik, semuanya harus siap untuk melayani agenda menciptakan
gaya Katolik alternatif.
Dibutuhkan sangat
banyak energi dan upaya untuk membongkar Gereja berusia 2000 tahun ini.
No comments:
Post a Comment