Thursday, February 1, 2018

USKUP SCHNEIDER MENGAJAK USKUP-USKUP DUNIA

EXCLUSIVE: USKUP SCHNEIDER MENGAJAK USKUP-USKUP DUNIA UNTUK MENANDA-TANGANI PENGAKUAN KEBENARAN IMAN GEREJA YANG ABADI


Bishop Athanasius Schneider

By Diane Montagna

ROME, January 30, 2018 (LifeSiteNews) - Dalam sebuah wawancara eksklusif dua minggu setelah menerbitkan sebuah pengakuan tentang kebenaran abadi Gereja tentang pernikahan sakramental, Uskup Athanasius Schneider mengajak para uskup saudaranya di seluruh dunia untuk bergabung dalam meningkatkan suara bersama untuk membela kesucian dan ketidak-terceraikannya pernikahan, di tengah-tengah sebuah "masyarakat neo-pagan" di mana perceraian telah menjadi ‘wabah penyakit.’

Dalam wawancara dengan LifeSiteNews pada 15 Januari 2018, Uskup Athanasius Schneider, uskup pembantu di Astana, Kazakhstan, berkata: "Tuhan memutuskan terjadinya waktu, dan waktunya akan tiba ketika Paus dan lembaga kepausan akan mengumumkan, dengan segala kejelasan, tanpa keraguan dan dengan keindahan, kesucian dari pernikahan, keluarga, dan Ekaristi."
Komentar Schneider muncul beberapa minggu setelah dia dan dua orang Ordinari dari Kazakhstan mengeluarkan sebuah Profesi (pengakuan resmi) tentang Kebenaran-kebenaran abadi tentang Pernikahan Sakramental. Dalam dokumen tersebut, ketiga uskup itu dengan sungguh-sungguh mengakui pengajaran dan disiplin yang diterima Gereja mengenai pernikahan sakramental dan kondisi-kondisi yang terbatas (lihat Familiaris Consortio, n.84) di mana orang Katolik yang bercerai dan ‘menikah kembali’ dapat menerima pengampunan sakramental dan Komuni Kudus.

Mereka menyampaikan pernyataan pengakuan "di hadapan Tuhan yang akan menghakimi kita," sebagai tanggapan atas beberapa norma pastoral yang dikeluarkan oleh beberapa konferensi para uskup yang ditujukan untuk menerapkan bab 8 dari anjuran apostolik Paus Fransiskus tentang keluarga, Amoris Laetitia. Beberapa dari norma-norma ini, Schneider mengatakan kepada LifeSiteNews, memberikan "persetujuan implisit" tentang perceraian dan aktivitas seksual DI LUAR pernikahan yang sah.

"Hal ini bertentangan dengan Wahyu Ilahi," katanya, dan menambahkan bahwa penjelasan yang indah yang disajikan kepada para klerus dan umat beriman yang dikatakan sebagai ‘pembedaan’ dan ‘pendampingan pastoral, atau perubahan paradigma dan penemuan bagian subyektif dari kebenaran,ketika hal itu diterjemahkan ke dalambahasa akal sehat, maka hal itu sama saja dengan ijin untuk berbuat dosa.

Uskup Schneider: Kata ‘pembedaan’ saat ini berarti ‘mengijinkan dosa’
Silakan lihat disini:   https://youtu.be/O66WzO4jLBU


"Sakramen pernikahan, tak terceraikannya perkawinan, kesucian dan kekudusan Ekaristi kini sedang diobok-obok ​​oleh norma-norma pastoral dari berbagai orang uskup yang pada akhirnya, dengan bahasa yang licik dan terselubung, memberikan Komuni Kudus kepada orang-orang yang melakukan, dengan sengaja dan terbiasa, perbuatan seksual dan hubungan seksual di luar pernikahan yang sah," katanya.

“Bahasa seperti itu adalah ‘memberi izin kepada perbuatan dosa,’ seperti yang diberikan oleh Musa karena kekerasan hati orang-orang saat itu --  dan Yesus Kristus telah mengutuk hal ini. Bagaimana bisa penerus para Rasul saat ini memperkenalkan norma pastoral yang secara substansiv adalah seperti apa yang dilakukan oleh Musa dan dikutuk Yesus Kristus?” tambahnya.

Pengakuan yang dikeluarkan oleh tiga uskup Kazakhtan ini berasal dari keinginan yang tulus untuk memberikan kebenaran, dengan segala kemurahan hati, dalam situasi kebingungan doktrinal yang nyata saat ini, katanya.

Schneider mengatakan, dia yakin uskup-uskup dapat menyampaikan suara mereka dengan segala rasa hormat di tengah ‘saat-saat yang penting dalam Gereja ini,’ tanpa hal ini ditafsirkan sebagai tindakan yang ‘melawan Paus.’

"Kami tidak mengatakan apapun untuk melawan Paus ... dan saya yakin bahwa Paus Fransiskus satu hari nanti, setidaknya ketika dia berdiri di hadapan penghakiman Allah ... dia akan bersyukur dan berterima-kasih atas suara kami ini," katanya.

Dia selanjutnya bersikeras bahwa, dalam mengeluarkan pernyataan pengakuannya, para uskup Kazakhstan itu tidak mengkritik Amoris Laetitia, tetapi hanya menunjukkan adanya ‘satu norma konkret’ yang memberi persetujuan kepada umat Katolik yang bercerai dan menikah kembali untuk menerima Komuni Kudus ditengah situasi perceraian dan aktivitas seksual mereka di luar pernikahan yang sah.

"Ketika hal ini benar-benar bertentangan dengan keseluruhan Tradisi Gereja, maka kita tidak peduli dengan siapapun yang menerbitkan aturan ini," Schneider mengatakan kepada LifeSiteNews. "Kita terpaksa harus menyampaikan hal ini, karena Paus hanyalah seorang pelayan. Dia bukanlah Tuhan. Dan dia bukanlah Kristus. Dia hanyalah Wakil Kristus dan dia harus patuh dan setia kepada tugas utamanya untuk menyampaikan seluruh kebenaran Gereja, dengan setia dan tanpa ambiguitas."

‘Bantuan yang nyata’ pada ‘bagian subjektif dari doktrin’ diberikan saat para uskup dan imam memberi kepada umat Katolik ‘kepenuhan kebenaran Kristus’ dengan penuh kasih dan kesabaran, dan mengatakan kepada umat tentang realitas situasi mereka, tanpa menghukum mereka, demikian Schneider berkata.

"Seorang dokter tidak bisa menyembunyikan keadaan sebenarnya dari sebuah penyakit," katanya. "Dan saat dia berkata kepada pasien, 'Inilah penyakitmu; saya telah membuat diagnosis,’ maka tidak ada orang yang akan merasa tersinggung. Hal ini tidak berarti bahwa dokter menyalahkan pasien dan bahwa dia menyinggung pasien. Dokter akan membantu anda, dan seringkali kita tidak bisa mengalami penyembuhan penyakit secara tiba-tiba. Hal itu harus memakan waktu."

"Ini adalah pendampingan pastoral dan tindakan pembedaan," jelasnya, dan dia menambahkan bahwa seorang dokter yang baik tidak akan pernah memberi anda obat yang akan ‘memperparah’ penyakit anda. "Karena perbuatan itu adalah kejam," katanya.

Uskup Schneider mengatakan bahwa memberikan Komuni Kudus kepada mereka yang dengan sengaja melakukan aktivitas seksual di luar pernikahan yang sah ‘adalah pengobatan yang kejam.’ Itu adalah pengobatan yang palsu. Uskup Schneider mengatakan bahwa ini adalah memperparah penyakit mereka hingga mereka terus hidup dengan melawan kehendak Tuhan, melawan pewahyuan Tuhan. Dan ini tidak akan bisa membawa ‘bagian subyektif dari kebenaran’ kepada mereka. Hal ini justru mendistorsi kebenaran. Dan ini bukanlah bentuk kasih pastoral."

Tentu saja, keadaan ini lebih menuntut para uskup dan imam untuk ‘mendampingi saudara-saudara kita yang mengalami perceraian, selama beberapa tahun’ kata Schneider mengakui, dan dia mengatakan bahwa para klerus harus memberitahukan kepada umat tentang tujuan hidup mereka yang jelas dan dengan sabar membantu mereka untuk mencapainya. "Tujuannya adalah agar anda tetap melanjutkan kehidupan anda tanpa melakukan hubungan sex, agar anda akan berhenti menentang Tuhan," katanya menjelaskan. Sementara itu, katanya, Komuni Kudus bukanlah obat yang tepat bagi pasangan seperti itu, tetapi justru sebaliknya.

Uskup Schneider juga berkata kepada LifeSiteNews bahwa mereka yang menganjurkan Komuni bagi umat yang bercerai dan menikah lagi adalah orang-orang yang juga tidak memahami arti pentingnya Komuni Kudus, karena mereka menggunakan anjuran pemberian Komuni ini sebagai alat implisit untuk mengesahkan perceraian di dalam Gereja Katolik, dan untuk memberikan izin melakukan perbuatan seksual di luar pernikahan yang sah, untuk memperkenalkan semangat duniawi saat ini.

Ketika ditanya bagaimana pengalamannya hidup di tengah Gereja yang teraniaya di zaman Uni Soviet, yang seringkali tanpa memiliki akses kepada Sakramen-sakramen - mempengaruhi pandangannya, Schneider berkata: "Kami memiliki pengalaman beberapa tahun tanpa bisa menerima Komuni Kudus, namun kami mempraktekkan kehidupan Kristiani dan doa. Dan kami terus bertumbuh di dalam iman. Inilah pengalaman saya. Jadi, ketika ada pasangan yang selama beberapa tahun tidak bisa menerima Komuni Kudus, kami akan menolong mereka untuk tidak menentang Tuhan melalui aktivitas seksual mereka."

Uskup Schneider: ‘ijin untuk berbuat dosa kini telah memasuki Gereja’
Silakan lihat disini:  https://youtu.be/QE1BGs_idUg

Sejak diterbitkan pada 2 Januari 2018, satu orang kardinal dan empat orang uskup lainnya, termasuk mantan duta besar Vatikan untuk Amerika Serikat, Uskup Agung Carlo Maria ViganĂ², telah menandatangani pernyataan pengakuan tentang ajaran Gereja yang abadi ini. Yang Mulia Rene Henry Garcida, Uskup Emeritus Corpus Christi, Texas, adalah penandatangan yang paling baru.

Ketika ditanya apakah dia kecewa dengan tanggapan dari para uskup lainnya, Uskup Schneider mengatakan bahwa ‘dari sudut pandang manusia’, ini adalah ‘fenomena menyedihkan’ bahwa ‘ada begitu banyak uskup yang bersikap diam’ atau bahkan ‘mengecam’ para penandatangan.

"Namun seringkali di bidang Kerajaan Allah, unsur ‘jumlah’ tidaklah penting," tambahnya. "Seringkali, di dalam sejarah penyelamatan, di dalam sejarah Gereja, Tuhan menggunakan jumlah yang sedikit untuk mempromosikan Kerajaan-Nya pada masa-masa yang sangat sulit."

Sebagai penerus dari para Rasul, Schneider mengatakan bahwa mereka "tidak dapat bertindak dengan cara lain."

"Hati nurani kami sebagai uskup memanggil kami untuk melakukan hal ini," Schneider menjelaskan. "Kami dipaksa oleh hati nurani kami, dalam hati nurani para Penerus Rasul-rasul Kristus dan para sahabat sejati dari Paus."

Mengingat bahwa Paus Franciscus lebih menekankan kepada peranan hati nurani, maka Uskup Schneider mengatakan bahwa dia yakin bahwa Paus Franciscus ‘tidak akan merasa tersinggung ‘ dengan ‘pernyataan pengakuan iman mereka’ yang bersifat persaudaraan itu.

Oleh karena itu, dia mengajak para uskup se dunia untuk memasukkan nama-nama mereka ke dalam daftar para penanda-tangan pernyataan pengakuan tentang Kebenaran-kebenaran Gereja yang abadi tentang Pernikahan Sakramental, karena ‘hal itu akan menjadi suara yang lebih keras untuk mengakui kebenaran-kebenaran yang menetap dari Gereja, dan ini akan menjadi suara bersama yang merdu yang membela kesucian dan tak terceraikannya pernikahan di tengah masyarakat neo-pagan saat ini, dimana perceraian telah menjadi wabah dan di mana kebejatan seksual semakin menyebar."

"Ini adalah sebuah misi kenabian dan seruan agar Gereja, para uskup, untuk menyerukan suara yang sama," katanya. "Dan kami tidak melakukan yang lain kecuali mengulang-ulang ajaran yang menetap dari Gereja. Ini adalah sebuah bentuk pengakuan iman, dan sebuah pengakuan kebenaran, dan tidak untuk melawan siapa pun. Ini hanyalah demi Kebenaran."

Uskup Schneider menyimpulkan: "Seperti yang dikatakan oleh St. Paulus: 'Kami tidak dapat melakukan apapun yang melawan Kebenaran' (2 Korintus 13:18). Hati nurani kita tidak mengizinkan kita berbuat hal itu. Jadi saya harap suara para uskup ini akan semakin meningkat. Saya tidak tahu kapan. Ini adalah waktu milik Tuhan. Tuhanlah yang memutuskan waktunya, dan waktunya akan tiba ketika Paus dan lembaga kepausan akan mengumumkan, dengan segala kejelasan, tanpa sikap ambigu, dan dengan keindahan, tentang kesucian perkawinan, keluarga, dan Ekaristi."

Schneider juga memuji sebuah penilaian atas inisiatif Kazakhtan ini, yang ditulis oleh Pastor Timothy V. Vaverek. Penulis itu mencatat bahwa meskipun ‘status quo sebelumnya cukup mengganggu,’ tetapi para uskup Kazakhtan ini telah menunjukkan bahwa adalah lebih penting lagi dengan mengeluarkan ‘pembatalan apostolik terhadap ajaran-ajaran dan praktik-praktik yang dianjurkan atau disetujui oleh para uskup liberal yang mendukung pemberian Komuni kepada umat yang bercerai dan menikah lagi."

Dengan melakukan hal itu, penulis mengamati bahwa para uskup liberal itu telah melampaui ‘wilayah jurisdiksi kanonik terbatas dari kewenangan mereka sendiri’ dan berbicara ‘secara langsung kepada Gereja universal sebagai Penerus para Rasul."

Dia mengatakan bahwa Pengakuan Iman itu sekarang memberi kepada para uskup dunia dengan tiga pilihan: tidak berkata apa-apa; mengeluarkan Pengakuan Iman yang sama atau bergabung dengan mereka (para uskup Kazakhtan) atau secara terbuka menolak Pengakuan Iman itu.

UPDATE: Uskup Schneider mengatakan bahwa semua uskup di dunia telah menerima teks tentang pengakuan kebenaran-kebenaran kekal tentang Pernikahan Sakramental melalui email. "Terserah kepada setiap uskup untuk menyampaikan dukungannya secara terbuka atau untuk mengeluarkan teks serupa," kata Schneider. "Reaksi terbuka dari Kardinal Eijk, dari Utrecht, Belanda, bisa menjadi contoh pertama." Lihat disini: http://rosa-devosi.blogspot.co.id/

Silakan melihat artikel lainnya disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/

No comments:

Post a Comment